Interaksi Masyarakat ‐ Alam
2.7. Model Adaptif Manajemen 1 Sistem Kompleks Adaptif
Teori sistem kompleks menggambarkan sistem sebagai sesuatu yang tidak deterministik, tidak dapat diprediksi dan tidak mekanistik, tetapi sebagai proses ketergantungan organik dengan umpan balik dari berbagai skala yang memungkinkan sistem tersebut untuk mengorganisir diri sendiri (Holland, 1995; Levin, 1999). Studi komplek adaptif sistem berupaya menjelaskan bagaimana struktur dan pola interaksi yang kompleks dapat muncul dari ketidakteraturan menuju kaidah sederhana yang mengarahkan perubahan. Menurut Levin (1998) elemen esensialnya ialah: menjaga diversitas dan individualitas komponen, lokalisasi interaksi komponen, proses otonom yang menyeleksi komponen berdasarkan hasil dari interaksi lokal, adanya bagian untuk replikasi atau pengayaan.
Dengan demikian sistem kompleks adaptif terdiri dari koleksi agen-agen individual yang heterogen yang berinteraksi secara lokal, dan berevolusi secara genetis, tingkah laku atau sebaran spasial berdasarkan hasil/keluaran dari interaksi-interaksi tersebut (Janssen and de Vries, 1998; Janssen, 2002).
Holland (1995) mengidentifikasi empat hal dasar dari kompleks sistem kompleks adaptif yaitu: agregasi, non-linieritas, diversitas, dan aliran. Non- linieritas menghasilkan path dependency, yang mengacu pada kaidah interaksi lokal yang berubah saat sistem berevolusi dan terbangun. Konsekuensi dari path dependency adalah adanya berbagai wadah bagi atraktor dalam pengembangan ekosistem dan potensi batas tingkah laku serta pergeseran kualitatif dinamika sistem dalam pengaruh perubahan lingkungan (Levin, 1998). Schneider and Kay (1994) membuat hubungan antara sistem kompleks, termodinamika dan ekologi. Sejak dipublikasikan 30 tahun lalu oleh Holling (1973), saat ini terbukti bahwa terdapat berbagai wadah atraktor ekologi pada ekosistem darat, air tawar dan laut.
Beberapa sifat resiliensi pada sistem kompleks adaptif adalah:
• Resiliensi ekologis dapat diduga melalui jumlah variabilitas yang dapat diterima tanpa perubahan pola dan pergeseran kontrol ke seperangkat proses penting (keystone process) lainnya.
• Dalam sebuah ekosistem keystone processes berinteraksi secara tumpang tindih dan berulang-ulang, dimana hal tersebut tidak perlu dievaluasi berdasarkan efisiensi fungsi dari setiap proses.
• Resiliensi dalam sistem dihasilkan dari perubahan besar dan pembaruan sistem pada skala yang lebih kecil dan cepat.
• Sumber esensial resiliensi terdapat pada keberagaman kelompok fungsional dan akumulasi pengalaman dan memori yang perlu bagi reorganisasi setelah adanya gangguan.
2.7.2. Siklus Pembaruan Adaptif
Resiliensi merupakan konsep advance dalam kaitan dengan dinamika perkembangan sistem kompleks adaptif yang berinteraksi pada skala temporal dan spasial, yang mengantar kepada konsep pembaruan siklus adaptif perkembangan yang diusulkan oleh Holling (1986) dan konsep panarchy (Gunderson and Holling, 2002) yang secara eksplisit memasukkan pertimbangan dinamika cepat dan dinamika lambat serta interaksi antar skala dan interdependensi.
Siklus pembaruan adaptif adalah sebuah model heuristic, yang dihasilkan dari observasi terhadap dinamika ekosistem pada empat fase perkembangan yang diarahkan oleh kejadian dan proses diskontinu, yaitu periode perubahan eksponensial (eksploitasi atau fase r), periode pertumbuhan statis dan kaku (konservasi atau fase K), periode pengaturan ulang dan kehancuran (pelepasan atau fase Ω), serta periode reorganisasi dan pembaruan (fase α). Urutan dari perubahan gradual diikuti oleh urutan perubahan cepat yang dipicu oleh gangguan. Sehingga, instabilitas mengorganisir tingkah laku dalam jumlah yang sama dengan yang dapat diorganisir oleh stabilitas (Gambar 12).
Gambar 12. Siklus Adaptif dari Empat Fungsi Ekosistem (R, K, Ω, α) dan Alir Kejadian Diantaranya (Holling et al., 2000)
Fase eksploitasi dan konservasi merupakan bagian dari siklus pembaruan adaptif yang merupakan perhatian utama dalam pengelolaan sumberdaya konvensional, sementara fase pelepasan dan fase reorganisasi lebih banyak diabaikan. Kedua fase ini, yang dalam resiliensi disebut sebagai `back-loop` memiliki nilai penting yang sama dengan kedua fase lainnya dalam dinamika sistem secara keseluruhan (Gunderson and Holling, 2002; Berkes et al., 2003). Pandangan ini menekankan bahwa gangguan merupakan bagian dari perkembangan, dan periode perubahan gradual dan periode transisi cepat berada bersama-sama dan saling melengkapi satu sama lain.
Gambar 13. Panarchy, Model Heuristic dari Tahapan Siklus Pembaruan Adaptif yang Menekankan Hubungan (Interplay) Lintas Skala (Modifikasi dari Gunderson and Holling, 2002)
Konektor pada Gambar 13 dengan label revolt dan remember merupakan contoh dari hubungan interplay lintas skala yang signifikan dalam konteks membangun resiliensi. Contoh ekologis dari revolt (perubahan cepat) adalah kebakaran kecil pada permukaan tanah yang menyebar hingga ke pucuk dari sebuah pohon, kemudian ke sekumpulan pohon dalam hutan, dan akhirnya membakar seluruh pohon yang ada dalam hutan. Setiap tahap dalam urutan kebakaran tersebut menggerakkan gangguan ke bagian yang lebih luas dan level yang lebih rendah. Remember (mengingat) adalah koneksi lintas skala yang
penting dalam waktu perubahan, pembaruan dan reorganisasi. Sebagai contoh mengikuti kebakaran yang terjadi di sebuah ekosistem hutan, fase reorganisasi akan dipengaruhi oleh cadangan benih, struktur fisik dan spesies yang bertahan hidup, yang terakumulasi selama siklus pertumbuhan sebelumnya dari hutan tersebut, serta ditambah dari lansekap yang lebih luas di sekitarnya.
Jadi kemampuan pembaruan dan reorganisasi ke keadaan ekosistem yang diinginkan (menurut perspektif manusia) setelah terjadinya gangguan akan sangat tergantung pada pengaruh kondisi dan dinamika pada skala sebelum, sesudah, dan lintas waktu. Setiap level berjalan berdasarkan lajunya sendiri. Memori adalah akumulasi pengalaman dan sejarah dari sistem, yang menyediakan konteks dan sumber dari pembaruan, rekombinasi, inovasi, kebaruan, atau pengorganisasian diri setelah terjadinya gangguan. Dengan demikian panarchy selain kreatif juga konservatif melalui keseimbangan dinamika antara perubahan cepat dan memori, serta antara gangguan, diversitas dan dinamika hubungan lintas skala. Keberlanjutan berlangsung pada saat yang bersamaan dengan waktu perkembangan (Holling, 2001).
Untuk mengantisipasi tantangan yang dihadapi saat ini diperlukan perspektif, konsep dan alat mengenai dinamika sistem kompleks dan implikasinya terhadap keberlanjutan. Hal ini menuntut perubahan kebijakan yang sebelumnya ditujukan untuk mengontrol perubahan dalam sistem yang diasumsikan stabil, menjadi pengelolaan kapasitas sistem sosial-ekologis untuk menghadapi, beradaptasi dan membentuk perubahan.
Pengelolaan ekosistem yang berhasil membutuhkan monitoring dan pemahaman ekologis serta kapasitas institusi untuk merespon umpan balik dari lingkungan (Hanna et al., 1996, Berkes and Folke, 1998, Danter et al., 2000) dan kemauan serta persepsi politis yang memungkinkan pola pengelolaan tersebut terjadi. Dengan merespon dan mengelola umpan balik dari ekosistem kompleks adaptif, maka pengelolaan adaptif berpotensi untuk mencegah kesalahan pengelolaan sumberdata alam yang akan mengancam keberadaan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi (Holling and Meffe, 1996).
2.8. Metode Pendekatan Analisis Resiliensi Masyarakat