BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Model Analisis CAMEL
a. Pengertian Analisis CAMEL
Dalam kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999 :
”CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok ukur yang menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima kriteria yaitu Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Assets Quality), Manajemen (Management), Rentabilitas
Berdasarkan kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999, peringkat CAMEL memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukan oleh neraca bank, seperti rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Bank dengan peringkat CAMEL diatas 81 adalah bank dengan pendapatan yang kuat dan aktiva tak lancar sedikit, peringkat CAMEL tidak pernah diinformasikan secara luas. Rasio CAMEL menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank.
b. Komponen CAMEL
1. Analisis komponen Capital
Aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan: 1) Kewajiban penyediaan modal minimum bank (KPMM)
Komponen kecukupan pemenuhan KPMM dihitung dengan menggunakan rumus :
2) Komposisi permodalan
3) Trend ke masa depan / proyeksi KPMM
Komponen Capital tentang Trend ke depan Proyeksi KPMM dilihat dari angka pertumbuhan Modal dan ATMR.
4) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank
Komponen APYD dibanding dengan modal di hitung dengan rumus yang klasifikasinya adalah sebagai berikut :
i. 25% dr Aktiva Produktif dalam perhatian Khusus. j. 50% dr Aktiva Produktif Kurang Lancar.
k. 75% dr Aktiva Produktif Diragukan. l. 100% dr Aktiva Produktif Mace.
5) Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)
Komponen tersebut dapat dilihat dengan rumus :
6) Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha Komponen Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha jasa dilihat dari indikator pendukung seperti persentase rencana
pertumbuhan modal dibandingkan dengan persentase rencana pertumbuhan volume usaha.
7) Akses kepada sumber permodalan dan Akses kepada sumber permodalan Selain itu juga dilihat Profitabilitas Bank yang dihitung dari
Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE)
8) Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank.
2. Analisis Komponen Asset Quality
Penilaian faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut:
1) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif.
Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu : • Kredit yang diberikan
• Surat berharga
• Penempatan dana pada bank lain • Penyertaan
2) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit.
• Bank dengan total aset < Rp 1 triliun debitur inti = 10 debitur/grup. • Bank dengan total aset Rp 1 triliun < total aset < Rp 10 triliun debitur inti = 15 debitur/grup.
• Bank dengan total aset > Rp 10 triliun debitur inti = 25 debitur/grup 3) Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif.
Komponen tersebut dapat dilihat dengan rumus :
Aktiva Produktif (AP) bermasalah merupakan AP dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
4) Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
5) Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif.
7) Dokumentasi aktiva produktif
8) Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. 3. Analisis Komponen Management
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut:
1) manajemen umum;
2) penerapan sistem manajemen risiko
3) kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Analisis Komponen Earning
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap:
1) Return on assets (ROA).
2) Return on equity (ROE).
3) Net interest margin (NIM).
4) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).
5) Perkembangan laba operasional
6) komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan. 7) penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya. 8) prospek laba operasional.
5. Analisis Komponen Liquidity
Penilaian faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap:
1) Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibanding dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan :
2) 1-month maturity mismatch ratio;
3) Loan to Deposit Ratio (LDR).
4) Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang
5) Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti.
4. Financial Distress
a. Pengertian Financial Distress
Pengertian financial distress adalah kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian asset
liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar
tidak terkena financial distress.
Platt dan Platt (1991) mendefinisikan ”financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi”.
Sedangkan menurut Adnan (2000) ”kegagalan keuangan biasa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham.” Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk yaitu:
a. Insolvensi teknis (Technical Insolvency), terjadi apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktivanya sudah melebihi total hutangnya. b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, dimana didefinisikan
sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atas nilai sekarang dan arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. (Murtanto,2002:48).
Dan menurut Hermosillo tahun 1996 (Herliansyah,2002:20) konsep kegagalan bank terbagi menjadi dua yaitu :
a. Kegagalan ekonomi, suatu situasi dimana kekayaan bank menjadi negative atau jika bank tersebut melanjutkan kegiatan operasinya maka akan menimbulkan kerugian dan akan segera menghasilkan kekayaan negative.
b. Kegagalan ofisial, tipe kegagalan bank ini disebabkan oleh ditetapkannya bank tersebut gagal kepada publik oleh badan yang berwenang mengawasi bank (bank regulators). Hal ini dilakukan sehubungan dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh lembaga pengawas bank.
b. Sumber-sumber Informasi Prediksi Gejala Financial Distress
Kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat diprediksi dengan melihat beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut, adalah (Hanafi, 2003 : 264) :
a. Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.
b. Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada persaingan dihadapi oleh perusahaan.
c. Struktur biaya relatif terhadap persaingan. d. Kualitas manajemen.
e. Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya.
c. Faktor-faktor Penyebab Financial Distress
Faktor-faktor penyebab terjadinya financial distress dapat disebabkan atas dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal ini dapat berupa: kesulitan kas, besar jumlah hutang dan kerugian dari kegiatan operasional.
a. Kesulitan arus kas, hal ini disebabkan dengan tidak seimbangnya terjadinya kesalahan pengelolaan arus kas (cash flow) oleh manajemen dalam pembiayaan operasional perusahaan sehingga arus kas berada pada kondisi deficit.
b. Besarnya jumlah hutang, merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya financial distress, maka dari pada itu banyak bank yang melakukan merger untuk menutupi jumlah hutang yang membengkak.
c. Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun. Merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan perusahaan mengalami financial distress.
2. Faktor Ekternal
Faktor eksternal dalam financial distress kenaikan tingkat suku bunga, rendahnya simpanan nasabah, dan kenaikan angka kredit macet.
a. Kenaikan tingkat suku bunga . Karena akan berakibat pada kenaikan perencanaan arus kas (cash flow).
b. Rendahnya simpanan nasabah. Hal ini dapat menyebabkan kondisi kesulitan keuangan pada perbankan, dimana masyarakat mulai berkurang minatnya untuk melakukan transaksi, karena hal manajemen atau sebagainya.
c. Kenaikan angka kredit macet. Merupakan salah satu faktor eksternal yang mengakibatkan terjadinya financial distress.
d. Alternatif Perbaikan Financial Distress
Kesulitan keuangan yang terjadi sebenarnya dapat diperbaiki tergantung besar kecilnya permasalahan, sehingga pada akhirnya permasalahan tersebut akan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Beberapa alternatif perbaikan kesulitan keuangan tersebut adalah (Hanafi, 2000 : 262);
1. Pemecahan secara informal
Pemecahan kesulitan keuangan dengan cara ini dilakukan apabila kesulitan keuangan belum terlalu parah dan hanya bersifat sementara, cara yang digunakan adalah;
a. Perpanjangan (Ekstention)
Pemecahan denga cara ini dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang perusahaan.
Pemecahan dengan cara ini dilakukan dengan mengurangi besaranya biaya-biaya tagihan perusahaan.
2. Pemecahan secara formal
Pemecahan dengan cara ini dilakukan apabila kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan sangat parah. Sedangkan di sisi lain kreditor ingin mempunyai jaminan keamanan atas dana yang mereka tanamkan. Cara yang digunakan adalah:
a. Apabila nilai perusahaan diteruskan > dari nilai perusahaan dilikuidasi, maka dilakukan upaya reorganisasi dengan merubah struktur modal selama ini menjadi struktur modal yang layak.
b. Apabila nilai perusahaan diteruskan < dari nilai perusahaan dilikuidasi, maka dilakukan upaya likuidasi atas aset-aset perusahaan.
e. Manfaat Informasi Prediksi Financial Distress
Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi beberapa kalangan. Menurut Hanafi (2000:261) informasi prediksi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk:
1. Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan digunakan untuk pengambilan keputusan tentang pemberian pinjaman dan monitoring.
2. Investor
Informasi kebangkrutan digunkan untuk pengambilan keputusan terhadap surat berharga.
3. Pihak pemerintah
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan tindakan awal yang bisa dilakukan terutama terhadap perusahaan BUMN.
4. Akuntan
Informasi kebangkrutan digunakan untuk menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.
5. Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah preventif sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari dan atau diminimalisir.
Paltt dan Platt (1991) menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah :
1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan.
2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan baik.
3. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.
f. Prediksi Kebangkrutan dengan Metode Altman
Edward.L.Altman merumuskan formula Z-Score yang secara umum dapat mengukur kesehatan keuangan suatu perusahaan pada tahun 1968. Pengukuran rasio Altman yaitu untuk mengetahui potensi kebangkrutan menggunakan perhitungan Z-Score. Semakin ketatnya persaingan mengakibatkan perusahaan yang kalah berkompetensi akan mengalami kebangkutan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan adalah indikator keuangan yaitu hasil perhitungan Altman Z-Score.