• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian spesifik terhadap model ekonomi rumahtangga usaha ternak apakah usaha ternak ruminansia (sapi, kambing dan domba), ternak babi, ternak unggas belum banyak dilakukan. Penelitian usaha ternak yang telah banyak dilakukan adalah penelitian pada level usaha ternaknya bukan level rumahtangga. Pada level rumahtangga dipelajari bahwa rumahtangga berfungsi sebagai produsen sekaligus konsumen dan penyedia tenaga kerja. Selama ini penelitian yang dilakukan mempelajari secara spasial dari sisi produksi ataupun konsumsi rumahtangga. Yang menarik dalam penelitian rumahtangga petani peternak sapi adalah karakteristik usaha ternak dari tahun ke tahun tidak mengalami perkembangan. Usaha ini dikelola oleh rumahtangga dan anggotanya dengan sistem pemeliharaan masih tradisional. Padahal usaha ternak sapi merupakan alternatif usaha yang dapat dikembangkan dan tidak membutuhkan areal yang besar. Apalagi dengan adanya masalah pengalihan lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, maka usaha ternak sapi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai usaha rumahtangga untuk menunjang pendapatan.

Dalam penelitian ini sangat dibutuhkan untuk mempelajari model ekonomi rumahtangga yang telah banyak diteliti baik pada wilayah Indonesia maupun luar Indonesia. Model-model ekonomi rumahtangga tersebut diantaranya model rumahtangga pengusaha industri dan rumahtangga petani untuk beberapa komoditas pertanian dan rumahtangga petani nelayan, juga model rumahtangga petani peternak di luar Indonesia.

Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara keseluruhan adalah untuk mempelajari aktivitas rumahtangga. Aktivitas rumahtangga mencakup aktivitas

produksi, konsumsi dan pengalokasian tenaga kerja. Aktivitas produksi dalam rumahtangga dikaitkan dengan pengalokasian tenaga kerja keluarga maupun luar keluarga. Aktivitas produksi tersebut dilakukan untuk menghasilkan pendapatan baik pendapatan dalam usaha rumahtangga maupun di luar usaha rumahtangga. Pendapatan yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga dan anggotanya. Kebutuhan anggota rumahtangga dipenuhi dari konsumsi pangan maupun non pangan.

Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap rumahtangga pengusaha industri bertujuan untuk mempelajari keputusan ekonomi yang meliputi alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga pengusaha dan pekerja (Nugrahadi, 2001; Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani, 2004 dan Elistiawaty, 2005). Nugrahadi (2001) melakukan penelitian pada industri produk jadi rotan di Kota Medan yaitu penelitian dengan unit analisis rumahtangga. Lebih spesifik lagi studi-studi tersebut mempelajari alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga. Tujuan lain adalah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga. Dalam mempelajari aktivitas ekonomi rumahtangga sangat berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga dampak kebijakan pemerintah terhadap keputusan ekonomi rumahtangga juga merupakan salah satu tujuan dalam studi tentang rumahtangga. Analisis simulasi yang dilakukan tujuannya untuk melihat suatu dampak perubahan kebijakan terhadap kesejahteraan rumahtangga.

Dampak kebijakan yang dianalisis pada rumahtangga pengusaha dan pekerja industri rotan adalah dampak perubahan karakteristik usaha terhadap keputusan

ekonomi rumahtangga (Nugrahadi 2001). Karakteristik usaha tersebut menyangkut kebijakan harga, perubahan skala dan curahan kerja. Variasi harga input maupun harga output berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi rumahtangga suatu industri. Kondisi ini perlu suatu intervensi dari pemerintah agar rumahtangga bisa memperoleh harga yang layak. Dalam kaitan dengan kebijakan harga tersebut, Negoro (2003) menggunakan analisis simulasi untuk mempelajari dampak kebijakan harga input dan harga output terhadap curahan waktu kerja dan pengeluaran rumahtangga. Simulasi Elistiawaty (2005) juga menyangkut dampak kebijakan harga input maupun harga output. Dampak kebijakan terhadap curahan waktu kerja dan pengeluaran rumahtangga ini dipelajari juga oleh Ariyanto (2004) dengan melihat dampak perubahan eksternal. Perubahan eksternal meliputi peningkatan gaji pokok, jam lembur serta penghapusan jam lembur. Sedangkan Zairani (2004) yang mempelajari peluang kerja dan keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha kecil di Kota Bogor kasus penerapan kredit usaha kecil, namun tidak melakukan analisis simulasi.

Berbeda dengan peneliti-peneliti di atas, Syukur (2002) mencoba menganalisis keberlanjutan dan perilaku ekonomi peserta skim kredit rumahtangga miskin. Modal adalah salah satu input penting dalam menunjang proses produksi suatu usaha. Usaha tersebut apakah usaha pertanian maupun non pertanian. Kendala yang sering dihadapi rumahtangga terlebih rumahtangga miskin adalah kendala modal. Modal untuk rumahtangga dapat diperoleh melalui kredit dari lembaga- lembaga perkreditan. Tujuan penelitian Syukur adalah untuk menganalisis mekanisme penyaluran dan pengembalian (delivery mechanism) skim kredit dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit. Kemudian keberlanjutan dan

perilaku ekonomi rumahtangga peserta skim kredit karya usaha Mandiri juga sebagai tujuan penelitian ini. Selanjutnya, analisis simulasi dilakukan untuk melihat dampak kebijakan terhadap kesejahteraan rumahtangga miskin peserta skim kredit. Pendapatan rumahtangga miskin yang diteliti Syukur, tidak didisagregasi berdasarkan pendapatan yang diterima oleh rumahtangga dan anggota keluarganya (Syukur, 2002). Padahal dalam kenyataannya karakteristik rumahtangga miskin melibatkan semua anggota keluarganya untuk memperoleh pendapatan.

Pendapatan dan curahan kerja dapat mencakup dalam usaha dan luar usaha. Curahan kerja berdasarkan curahan kerja pria, wanita dan anak. Konsumsi dihitung berdasarkan konsumsi pangan maupun non pangan. Dalam analisis juga termasuk variabel jumlah angkatan kerja keluarga, pendapatan siap dibelanjakan, tabungan, investasi, pajak, dan biaya operasional. Variabel investasi adalah investasi usaha dan investasi pendidikan (Nugrahadi, 2001; Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani, 2004 dan Elistiawaty, 2005). Biaya operasional dalam bentuk biaya bahan baku, biaya bahan bakar, biaya pewarnaan dan modal mesin (Nugrahadi, 2001). Elistiawaty memasukkan investasi pendidikan sebagai variabel endogen.

Curahan waktu rumahtangga tidak dibedakan oleh Syukur (2002) antara pria, wanita dan anak. Dalam kenyataan, waktu yang dicurahkan oleh pria dewasa dalam pekerjaan lebih tinggi dibanding dengan waktu wanita dewasa dan anak. Dalam perencanaan suatu usaha sebaiknya sumberdaya, responsibilitas, pekerjaan dan manfaat didistribusikan antara pria, wanita dan anak. Hal ini mengindikasikan perlunya suatu analisis gender. Kebutuhan analisis gender, terutama berhubungan dengan peranan wanita dalam sistem usahatani rumahtangga (Gabriel, 1995). Studi

dalam usaha industri atau usaha lainnya juga diperlukan analisis gender. Dalam kenyataannya wanita dapat mengalokasikan tenaga kerjanya untuk industri maupun usaha lainnya.

Penelitian Ariyanto (2004) membahas lebih jauh peranan gender dalam ekonomi rumahtangga, sehingga analisis yang dilakukan berdasarkan model rumahtangga pekerja pria dan pekerja wanita. Model rumahtangga pekerja pria mencakup alokasi waktu suami maupun waktu isteri, pendapatan suami dan isteri. Alokasi waktu suami dianalisis terhadap alokasi waktu bekerja dalam maupun luar industri, waktu suami untuk rumahtangga dan perjalanan suami. Alokasi waktu isteri yang bekerja dalam maupun luar industri, untuk rumahtangga dan perjalanannya juga dianalisis. Variabel-variabel tersebut juga dianalisis sebagai model rumahtangga pekerja wanita. Variabel seperti pengalaman, pendidikan isteri, umur, jumlah tanggungan keluarga, jumlah anak sekolah dan dummy jenis upah dimasukkan Negoro (2003) dalam penelitiannya.

Untuk mengetahui peluang kerja Zairani (2004) menganalisisnya dengan menggunakan model logit yang didasarkan pada fungsi kumulatif logistik. Sedangkan keputusan ekonomi rumahtangga menyangkut aspek-aspek curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dianalisis secara simultan (Nugrahadi, 2001; Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani, 2004 dan Elistiawaty, 2005). Aset dimasukkan sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi konsumsi, variabel lamanya meminjam, kredit usaha dan variabel dummy pekerjaan utama serta dummy sektor usaha mempengaruhi pendapatan (Zairani, 2004). Produksi tidak dianalisis secara simultan oleh Zairani. Produksi merupakan salah satu

aktivitas ekonomi rumahtangga pengusaha industri. Berdasarkan produksi yang dihasilkan dapat diperoleh pendapatan. Sehingga apabila tidak mempunyai data produksi maka dapat dilakukan proxy berdasarkan pendapatan.

Penelitian yang diuraikan di atas menyangkut penelitian aktivitas ekonomi rumahtangga pengusaha pada industri yang berbeda. Selanjutnya akan dibahas aktivitas ekonomi rumahtangga petani untuk beberapa komoditas pertanian, termasuk usaha nelayan dan usaha ternak.

Suprapto (2001) menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga di Irian Jaya terhadap 30 rumahtangga petani yang mengelola kakao. Ambarsari (2005) juga mempelajari usahatani pekebun kakao tapi lokasi berbeda dengan Suprapto. Andriati (2003) dan Anwar (2005) mempelajari aktivitas ekonomi rumahtangga petani padi dilokasi yang berbeda. Sedangkan Sawit (1993) dan Kusnadi (2005) mempelajari multioutput. Penelitian yang mempelajari rumahtangga petani peternak diantaranya oleh Ngqangweni dan Delgado (2003) di Provinsi Limpopo. Menurut Ngqangweni dan Delgado (2003) bahwa keputusan aktivitas ekonomi rumahtangga peternak di area semi-arid dilakukan oleh rumahtangga dan anggota keluarganya. Barret, et al. (2004) mempelajari perilaku pemasaran ternak pada level rumahtangga di Kenya Bagian Utara dan Ethiopia Bagian Selatan. Penelitian lain yang berkaitan dengan rumahtangga peternak yaitu oleh Best (1987), Gulelat (2002), Dutilly-Diane, et al. (2003) dan Maltsoglou dan Rapsomanikis (2005). Best (1987) mempelajari ternak di pekarangan dan mata pencaharian rumahtangga di Serawak berkaitan dengan innovasi dan perbaikan. Dutilly-Diane et al. (2003) mempelajari perilaku rumahtangga pada kegagalan pasar berkaitan dengan manajemen sumberdaya alami

dalam rangka meningkatkan produksi ternak di Sahel. Sedangkan Maltsoglou and Rapsomanikis (2005) mempelajari kontribusi ternak terhadap pendapatan rumahtangga di Vietnam.

Seperti pada studi-studi rumahtangga industri, rumahtangga usahatani juga bertujuan untuk mempelajari keputusan ekonomi rumahtangga produksi, konsumsi dan alokasi waktu kerja. Produksi yang diamati merupakan jumlah produksi usahatani (Suprapto, 2001; Andriati, 2003; Ambarsari, 2005; dan Anwar, 2005), nelayan (Muhammad, 2002) dan ternak yang dihasilkan oleh anggota rumahtangga. Konsumsi rumahtangga berdasarkan konsumsi pangan dan non pangan. Konsumsi pangan berdasarkan produksi sendiri maupun yang dibeli dipasar. Pengeluaran untuk konsumsi dilakukan berdasarkan pendapatan rumahtangga dan anggotanya. Selain pengeluaran untuk konsumsi, rumahtangga juga mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran investasi baik investasi usaha maupun investasi pendidikan dan kesehatan. Pendapatan anggota rumahtangga berasal dari usahataninya sendiri, usahatani lain dan dari non pertanian. Pendapatan rumahtangga yang dianalisis sebagai pengeluaran merupakan pendapatan yang dibelanjakan (Andriati, 2003; Ambarsari, 2005, dan Anwar, 2005). Suprapto (2001) menganalisis pendapatan yang dibelanjakan sebagai total pendapatan (TR). Studi menyangkut pendapatan telah dilakukan oleh Hyun et al. (1979) terhadap rumahtangga di Korea. Rumahtangga menabung lebih besar dari pendapatan mereka yaitu empatperlima bersumber dari pendapatan sementara mereka dan sisanya dari pendapatan tetap.

Sebagian produksi yang dihasilkan rumahtangga dijual dipasar dan sebagian dikonsumsi. Selisih antara produksi dan konsumsi atau digunakan sebagai bibit

dikenal dengan surplus produksi atau disebut dengan marketable surplus. Dalam analisis aktivitas ekonomi rumahtangga petani, marketable surplus dianalisissebagai salah satu aktivitas rumahtangga (Sawit, 1993; Suprapto, 2001 dan Anwar, 2005). Fokus utama penelitian Mitch (1990) adalah mengukur respon suplai tenaga kerja atau marketable surplus terhadap perubahan harga dan variabel eksogenus lain. Ada dua hal menurut Mitch yang mendorong rumahtangga semi subsisten untuk menyimpan persediaan pangan hasil utama yaitu pertama, rumahtangga ingin meminimumkan ketergantungan mereka pada pasar lokal untuk kebutuhan dasar pangan dan menyimpan stok makanan sebagai kemungkinan gangguan suplai yang tidak diantisipasi. Kedua, persediaan hasil utama yang diproduksi merupakan perilaku profit-seeking dalam respon pergerakan harga yang tergantung musim.

Rumahtangga petani, nelayan dan peternak berusaha mengalokasikan semua tenaga kerja keluarganya (pria, wanita dan anak) (Suprapto, 2001; Hendayana dan Togatorop, 2003) untuk menambah pendapatan mereka. Alokasi tenaga kerja anggota keluarganya yaitu alokasi dalam usahatani sendiri maupun di luar usahatani. Pada usaha nelayan curahan kerja dianalisis berdasarkan curahan kerja melaut, agroindustri dan non perikanan (Muhammad, 2002). Dalam mengelola usahataninya, rumahtangga selain menggunakan tenaga kerja anggota keluarga juga tenaga kerja luar keluarga (Sawit, 1993; Andriati 2003; Ambarsari, 2005 dan Kusnadi, 2005).

Curahan kerja berasal dari dalam maupun luar keluarga terdiri dari tenaga kerja pria dewasa (Muhammad, 2002), pria dan wanita (Kusnadi, 2005), pria dewasa dan wanita dewasa, buruh tani pria dan wanita (Andriati, 2003). Menurut Chavas, et al. (2004) menyatakan bahwa tenaga kerja rumahtangga secara khas terdiri dari pria,

wanita dan anak. Curahan waktu kerja sesuai hasil penelitian Hendayana dan Togatorop (2003) adalah kegiatan on-farm dalam memelihara ternak menunjukkan persentase paling besar. Curahan waktu kerja kegiatan on-farm usaha ternak di Jawa Barat sebesar 31.9 persen dan di Sumatera Utara sebesar 48.7 persen. Sebaliknya pada kegiatan non-farm yakni masing-masing 44.4 persen dan 17.5 persen. Lebih lanjut menurut Hendayana dan Togatorop, curahan waktu kerja berhubungan dengan tingkat pendapatan rumahtangga. Curahan waktu kerja tinggi menghasilkan pendapatan tinggi, curahan waktu kerja tinggi menghasilkan pendapatan rendah. Curahan waktu kerja rendah menghasilkan pendapatan tinggi dan curahan waktu kerja rendah dapat menghasilkan pendapatan rendah.

Rumahtangga mengkombinasikan beberapa input dalam proses produksi usahataninya. Input yang digunakan dalam usahatani tanaman pangan diantaranya bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja (Suprapto, 2001; Andriati, 2003; Ambarsari, 2005, Anwar, 2005 dan Kusnadi, 2005). Muhammad (2002) memasukkan input yang digunakan sebagai biaya operacional, terdiri dari biaya perawatan alat tangkap, biaya kerusakan ringan, biaya perbekalan trip melaut, retribusi dan biaya BBM. Dalam penelitian Kusnadi (2005), input yang dianalisis adalah harga bayangan dari input tersebut. Harga bayangan dinyatakan sebagai nilai produktivitas marjinal input usahatani yang diturunkan dari fungsi produksi usahatani. Harga bayangan tergantung tingkat penggunaan input sendiri dan seperangkat penggunaan input lainnya. Adanya harga bayangan input merupakan spesifikasi persamaan simultan yang dilakukan Kusnadi (2005). Penggunaan harga bayangan input usahatani dapat menangkap adanya ketidaksempurnaan pasar input yang dihadapi rumahtangga.

Aktivitas ekonomi rumahtangga dapat mempengaruhi kesejahteraan rumahtangga dan anggotanya. Untuk meningkatkan kesejahteraan rumahtangga dan anggotanya tersebut maka perlu dukungan dari pemerintah. Intervensi pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas yang selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga dan keluarganya. Studi aktivitas ekonomi rumahtangga, mempelajari dampak kebijakan pemerintah terhadap keputusan rumahtangga dapat dianalisis dengan pendekatan analisis simulasi. Dalam usahatani tanaman pangan, kebijakan yang biasanya disimulasi adalah kebijakan harga baik harga output maupun harga input (Sawit, 1993; Andriati 2003; Anwar, 2005 dan Kusnadi, 2005). Walaupun demikian beberapa penelitian pada level rumahtangga tersebut tidak melakukan simulasi kebijakan (Suprapto, 2001 dan Ambarsari 2005). Simulasi kebijakan yang dianalisis Andriati (2003) adalah dampak kebijakan perubahan harga gabah. Analisis simulasi untuk melihat dampak kebijakan peningkatan harga padi, penurunan harga pupuk, peningkatan upah tenaga kerja dan penambahan luas lahan garapan. Anwar (2005) juga menganalisis respon produksi dan konsumsi pangan rumahtangga petani dengan simulasi perubahan kebijakan harga.

Menurut Ngqangweni dan Delgado (2003), pemerintah melakukan intervensi dalam mempermudah rumahtangga miskin menginvestasi ternak untuk memperbaiki mata pencaharian mereka. Kebijakan pemerintah diantaranya : (1) meningkatkan peran lembaga perkreditan, (2) memperbaiki infrastruktur antara pedesaan dan perkotaan, (3) memberikan pendidikan keterampilan kepada anak muda, (4) mengontrol sumberdaya padang penggembalaan untuk menghindari penggembalaan

berlebih dan erosi tanah, dan (5) melakukan investasi padang penggembalaan dan menetapkan petugas pengontrol penggunaan lahan tersebut.

Penelitian model rumahtangga pertanian telah dilakukan oleh Sawit (1993) tentang A Farm Household Model For Rural Household Of West Java Indonesia. Tujuan umum Sawit adalah menganalisis pengaruh variasi kebijakan pemerintah, terutama harga produk dan input, pada pendapatan dan tenaga kerja pedesaan. Dalam analisisnya diperhitungkan (1) pemisahan tenaga kerja, karena pria dalam keluarga mempunyai opportunities lebih besar untuk bekerja terutama dalam aktivitas non pertanian. Suami dan isteri mempunyai peranan yang berbeda dalam menghasilkan utilitas, (2) karakteristik rumahtangga yang dapat berpengaruh pada tingkat produksi maupun konsumsi rumahtangga, dan (3) kondisi eksogenus seperti harga produk, input serta kondisi pasar tenaga kerja.

Sawit (1993) menyimpulkan bahwa pemahaman perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga usahatani adalah penting dalam rangka mengantisipasi efek kebijakan pada pendapatan rumahtangga, tenaga kerja dan kesejahteraan. Ini meliputi pemahaman bagaimana rumahtangga pedesaan melakukan penyesuaian ke kebijakan pemerintah seperti harga input dan harga output.

Untuk beternak, keputusan yang diambil oleh rumahtangga tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya kondisi wilayah menyangkut iklim, kelembaban dan cuaca, ketersediaan pakan, infrastruktur untuk menunjang pemasaran hasil, kekayaan, pendapatan dan lembaga kredit. Ngqangweni dan Delgado (2003) melakukan penelitian terhadap 585 rumahtangga di 24 desa wilayah Limpopo. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika (Probit

dan Tobit). Studi ini menguji pengaruh kekayaan, pendapatan, lembaga perkreditan dan ketersediaan air (di Indonesia dikenal dengan adanya Irigasi) terhadap keputusan rumahtangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumahtangga dengan aset fisik dan akses terbaik untuk jasa kredit adalah lebih memugkinkan untuk beternak. Adanya sumber air di pedesaan tersebut lebih memungkinkan rumahtangga untuk beternak. Kepala rumahtangga sebagai pembuat keputusan, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kepala rumahtangga yang lebih berpengalaman, punya peluang untuk beternak. Sedangkan kepala rumahtangga yang kurang pengalaman melakukan migrasi dan mencari pekerjaan di kota. Berdasarkan keadaan iklim semi- arid yang menunjang usaha ternak, rumahtangga lebih menyukai melakukan perluasan lahan untuk beternak dari pada berusahatani lainnya. Keputusan tentang jumlah ternak yang dipelihara dipengaruhi oleh variabel kekayaan, pendapatan, lembaga perkreditan dan ketersediaan air.

Dalam mempelajari aktivitas ekonomi rumahtangga petani peternak masih terbatas pada keputusan rumahtangga dalam beternak seperti yang diteliti Ngqangweni dan Delgado (2003). Keputusan rumahtangga dalam beternak ini masih merupakan keputusan rumahtangga sebagai produsen. Berdasarkan hasil studi rumahtangga pada usahatani misalnya tanaman pangan, keputusan rumahtangga lebih luas mencakup keputusan sebagai produsen sekaligus konsumen dan penyedia tenaga kerja. Sehingga penelitian rumahtangga petani peternak sudah sepatutnya menjadi perhatian.

Best (1987) melakukan penelitian ekonomi rumahtangga berkaitan dengan pemeliharaan ternak di pekarangan sebagai mata pencaharian mereka. Gulelat (2003)

juga melakukan penelitian rumahtangga peternak dihubungkan dengan ukuran pemeliharaan ternak di Sesfontein Namibia. Demikian pula Barret, et al. (2004) dalam penelitiannya mempelajari rumahtangga peternak berkaitan dengan perilaku pemasaran ternak. Penelitian Maltsoglou dan Rapsomanikis (2005) juga berkaitan dengan rumahtangga, bertujuan memprediksi peranan usaha ternak untuk rumahtangga miskin di Vietnam dan mengidentifikasi efektifitas rumahtangga yang ditargetkan untuk penurunan tingkat kemiskinan melalui kebijakan yang mempengaruhi sektor peternakan.

Studi-studi yang dilakukan terhadap rumahtangga peternak di atas semuanya berkaitan dengan produktivitas usaha ternak. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam teori ekonomi rumahtangga menyangkut peran rumahtangga sebagai produsen, konsumen maupun penyedia tenaga kerja. Diantara studi-studi tersebut, salah satu studi yang dilakukan di luar Indonesia yaitu oleh Dutilly-Diane (2003) yang mempelajari ekonomi rumahtangga petani peternak berkaitan dengan peran rumahtangga sebagai produsen, sekaligus sebagai konsumen.

Penelitian ekonomi rumahtangga petani peternak sapi dilakukan dengan memodifikasi variabel-variabel sesuai penelitian-penelitian pada usahatani tersebut di atas. Variabel-variabel yang ingin ditambahkan penulis diantaranya variabel biaya transaksi. Biaya transaksi sangat mempengaruhi pasar input maupun pasar output dari rumahtangga petani peternak sapi.

Berdasarkan kajian empiris di atas, studi-studi menyangkut bidang peternakan sebagian besar masih terbatas pada level usaha ternaknya belum banyak pada level rumahtangga. Studi yang mempelajari level rumahtangga kaitan dengan

peternakanpun kebanyakan masih pada sisi produksinya. Jadi orientasi penelitian lebih banyak mempelajari sisi produksinya, apakah melihat efisiensi produksi dan prospek pengembangannya (Hoda, 2002; Somba, 2003). Ataukah melihat optimalisasi usaha peternakan (Sugeha, 1999; Nefri, 2000 dan Nenepath, 2001). Lebih khusus lagi Suwandi (2005) mempelajari integrasi pola padi sawah-sapi potong namun pada level usahataninya. Padahal usahatani pola padi - ternak sapi potong di Kabupaten Sragen dikelola oleh rumahtangga. Interaksi Crop-livestock seperti studi Suwandi juga telah dilakukan oleh Eguienta (2002) di Vietnam Bagian Selatan. Sementara studi-studi rumahtangga telah banyak dilakukan namun kebanyakan mempelajari perilaku ekonomi rumahtangga pada usaha industri maupun usahatani tanaman pangan. Berdasarkan fenomena di atas, dengan keterbatasan yang ada penelitian ini akan memfokuskan untuk mempelajari karakteristik rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi utara.

Penelitian ekonomi rumahtangga yang telah dilakukan berdasarkan ekonomi makro maupun ekonomi mikro. Penelitian-penelitian yang dibahas sebelumnya dengan melihat sisi ekonomi mikro rumahtangga baik rumahtangga pengusaha industri, petani tanaman pangan, nelayan maupun peternak. Penelitian dari sisi makro diantaranya oleh Roebeling (2006). Roebeling menganalisis perluasan perilaku rent seeking mempengaruhi faktor intensitas, produktivitas dan keberlangsungan lingkungan dalam sektor peternakan. Roebeling (2006) menganalisis portfolio dengan data series waktu. Analisis yang digunakan adalah pendekatan ekonometrika dengan model keseimbangan regional dan rumahtangga usahatani.

Studi-studi ekonomi rumahtangga seperti dikaji sebelumnya menggunakan model analisis yang berbeda-beda dengan argumen masing-masing peneliti tergantung data serta variabel dan daerah penelitian. Beberapa peneliti menggunakan data primer dengan jenis data cross section. Sebagian peneliti dalam studinya menggunakan metode analisis dengan pendekatan ekonometrika secara simultan (Asmarantaka, 2007; Bakir, 2007 dan Priyanti, 2007). Sebagian lagi menggunakan metode pendekatan ekonometrika secara simultan tapi analisisnya secara parsial.

Metode analisis dalam model ekonomi rumahtangga apakah rumahtangga pengusaha ataupun rumahtangga pertanian, sangat penting diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan peranan rumahtangga sebagai produsen, konsumen sekaligus penyedia tenaga kerja. Menurut Kusnadi (2005) bahwa ada dua terminologi penting yang digunakan dalam model penelitian rumahtangga, yaitu model rekursif dan model non rekursif. Analisis ekonomi rumahtangga menggunakan model ekonometrika persamaan simultan berkaitan erat dengan model rekursif dan non rekursif. Dalam tulisan Kusnadi (2005) dengan terperinci menjelaskan argumennya menggunakan model ekonometrika persamaan simultan yang digunakan dalam penelitian ekonomi rumahtangga. Argumen ini belum diperhatikan oleh peneliti- peneliti lain. Berdasarkan penelitian Kusnadi tersebut, akan dicoba untuk diaplikasi dan dimodifikasi dalam penelitian ekonomi rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara.

Secara teori, hal yang membedakan rumahtangga dengan perusahaan adalah perilaku rumahtangga sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Sebagai produsen rumahtangga berperilaku memaksimumkan keuntungan, sebagai konsumen

rumahtangga berperilaku memaksimumkan utilitas. Sedangkan perusahaan dalam proses produksinya berperilaku memaksimumkan keuntungan. Berkaitan dengan perbedaan tersebut dapat disimpulkan, aktivitas ekonomi rumahtangga berhubungan dengan keputusan produksi dan keputusan konsumsi. Sedangkan aktivitas perusahaan adalah pada keputusan produksi saja.