• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.3. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai

Dalam dekade terakhir berkembang teori ekonomi rumahtangga yang mempelajari perilaku rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, yang berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan, dimana analisisnya dilakukan dengan pendekatan secara simultan. Bagi dan Singh (1974) merumuskan model ekonomi mikro pengambilan keputusan tersebut untuk kasus di negara berkembang. Bentuk pengambilan keputusan yang dilakukan oleh rumahtangga petani terbagi atas keputusan produksi, konsumsi,

marketed surplus, penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga, investasi dan finansial.

Yotopoulos dan Lau (1974) juga menganalisis produksi dan konsumsi rumahtangga dengan menggunakan pendekatan mikro-ekonomi serta fungs i

produksi Cobb-Douglas, dengan mengasumsikan bahwa: (1) rumahtangga sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya, yang merupakan fungsi dari waktu santai dan konsumsi komoditas lain dengan kendala sumberdaya, (2) rumahtangga sebagai produsen akan memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologi sumberdaya dan harga sarana produksi, (3) tenaga kerja dalam dan luar keluarga bersubstitusi sempurna, dan (4) partisipasi rumahtangga dalam pasar tenaga kerja.

Barnum dan Squire (1978) menganalisis perilaku produksi usahatani, konsumsi, dan penawaran tenaga kerja, pada pertanian semi-ko mersial di pa sar tenaga kerja yang bersaing. Hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan erat antara keputusan produksi dan konsumsi dalam rumahtangga petani.

Menurut Singh et.al. (1986), Agricultural Household Model diturunkan dari teori perilaku konsumen. Model Bagi dan Singh (1974) adalah mode l analisis simultan rumahtangga petani, dimana petani memaksimumkan utilitasnya dengan kendala produksi, pendapatan, dan waktu. Penurunan model ini adalah dalam bentuk keputusan produksi, tenaga kerja, konsumsi, investasi, kredit pertanian, dan surplus pasar, yang dijabarkan dalam fungsi persamaan seperti pada Bab IV.

Teori perilaku petani yang berkembang dewasa ini adalah hubungan antara kegiatan produksi dan konsumsi secara tidak terpisahkan (non-separabel). Dalam

Agricultural/Farm Household Model, Singh et.al. (1986), Barnum dan Squire (1978), serta Bagi dan Singh (1974), menganalisis perilaku petani dengan model persamaan simultan secara terpisah (separabel), dalam keputusan produksi, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, konsumsi, investasi, finansial, dan surplus pasar.

Dalam model ekonomi rumahtangga dari Singh et.al. (1986), keputusan produksi diambil dari fungsi produksi pertanian, dimana jumlah produksi pertanian kotor (Qi) merupakan fungsi dari penggunaan lahan garapan (L),

persediaan moda l usaha (Kt), tenaga kerja dalam keluarga (Nf), tenaga kerja luar

ke luarga (Nh

Q

), biaya produksi tidak tetap (O), serta perubahan teknologi dan kelembagaan (T). Fungsi produksi dirumuskan sebagai berikut:

Keputusan konsumsi terdiri dari konsumsi subsisten dan konsumsi tunai, dimana konsumsi subsisten (Cs) merupakan fungsi dari jumlah produksi

pertanian kotor (Qi), jumlah anggota keluarga (F), konsumsi tunai (Cc), dan

konsumsi subsisten sebelumnya (Cs-1). Konsumsi tunai (Cc) merupakan fungsi

dari pendapatan rumahtangga atau disposable income (Yd), jumlah anggota

ke luarga (F), ko nsumsi subs isten (Cs), indeks harga konsumen (Pc), dan konsumsi

tunai sebelumnya (Cc-1

C

). Fungsi ko nsumsi dirumuskan seba gai berikut:

s = f (Qi, F, Cc, Cs-1) (3.29)

Cc = f (Yd, F, Cs, Pc, Cc-1) (3.30)

Petani memproduksi dan menjual komoditas ke konsumen, sedangkan masyarakat membeli komoditas dari produsen, sehingga terjadi Marketed-Surplus, dimana surplus pasar (M) merupakan fungsi dari jumlah produksi pertanian kotor (Qi), konsumsi subsisten (Cs), konsumsi tunai (Cc), dan indeks harga komoditas

pertanian (Pa

M = f (Q

). Fungsi surplus pasar dirumuskan sebagai berikut:

i, Cs, Cc, Pa) (3.31)

Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga (Nf) adalah fungsi dari produksi pertanian kotor (Qi), mekanisasi

pertanian (Km), upah tenaga kerja (Wa), dan upah anggota keluarga petani (Wf).

Tenaga kerja luar ke luarga (Nh) adalah fungsi dari produksi pertanian kotor (Qi),

mekanisasi pertanian (Km), upah tenaga kerja (Wa), indeks harga input pertanian

lainnya (Pi), indeks harga komoditas pertanian (Pa), dan tenaga kerja dalam

ke luarga (Nf

N

). Fungsi tenaga kerja dalam dan luar keluarga adalah:

f = f (Qi, Km, Wa, Wf) (3.32)

Nh = f (Qi, Km, Wa, Pi, Pa, Nf) (3.33)

Upah tenaga kerja atau buruh-tani (Wa) adalah fungsi dari tingkat

pengangguran (Ur), indeks harga konsumen (Pc), upah industri/manufaktur (Wn),

dan tingkat upah sebelumnya (Wa-1

W

). Fungsi upa h buruh-tani adalah:

a = f (Ur, Pc, Wn, Wa-1) (3.34)

Keputusan investasi (I) merupakan fungsi dari penggunaan lahan garapan (L), persediaan modal sebelumnya (Kt-1), tingkat suku-bunga (i), tabungan

sebelumnya (St-1), dan jumlah permintaan kredit (B). Fungsi investasi

I = f (L, Kt-1, i, St-1, B) (3.35)

Dalam keputusan finansial, jumlah permintaan kredit (B) merupakan fungsi dari tingkat bunga (i), biaya produksi tidak tetap (O), investasi (I), dan tabungan sebelumnya (St-1

B = f (i, O, I, S

). Fungsi permintaan kredit dirumuskan sebagai berikut:

t-1) (3.36)

Keputusan produksi, konsumsi, surplus pasar, tenaga kerja, upah tenaga kerja, investasi, dan aspek finansial, saling terkait satu sama lain dan umum terjadi di negara berkembang. Yotopoulos dan Lau (1974), membuat model rumahtangga petani dengan penekanan pada keseimbangan umum sektor pertanian, baik produksi maupun konsumsi. Asumsinya adalah: (1) petani sebagai konsumen berusaha memaksimumkan utilitas dengan kendala sumberdaya, (2) petani sebagai produsen berusaha memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologi, sumberdaya dan harga, (3) tenaga kerja dalam dan luar keluarga bersubstitusi sempurna, dan (4) petani berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja.

Integrasi model ekonomi mikro dan makro mempunyai konsekuensi sebagai berikut: (1) perlu adanya parameter lahan, obligasi tetap, jumlah keluarga, dan komposisi analisis komparatif statik, (2) model ekonomi mikro rumahtangga sebagai blok rekursif, yaitu keputusan produksi optimal terpisah dengan keputusan konsumsi optimal, (3) tingkat upah tenaga kerja dalam keseimbangan, merupakan asumsi yang mengganggu di negara berkembang, dan (4) dalam rangka analisis komparatif statik, dapat pula dianalisis simulasi mode l dinamiknya.

Secara teoritis, Becker (1965) telah mengembangkan model dasar ekonomi rumahtangga yang mempelajari tentang perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga, yang kemudian oleh Evenson (1978) disebutnya New Household

Economics. Rumahtangga dipandang sebagai pengambil keputusan dalam

aktivitas produksi dan konsumsi serta berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga dengan analisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang diperoleh di pasar, melainkan juga dari berbagai komoditas yang dihasilkan rumahtangga. Beberapa asumsinya antara lain: (1) waktu dan barang atau jasa merupakan aspek kepuasan, (2) waktu dan barang atau

jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen.

Penelitian tentang perilaku rumahtangga petani kedelai yang dilakukan oleh Susetyanto (1994) di kabupaten Subang–Jawa Barat, menganalisis dampak alternatif kebijakan terhadap produksi, pendapatan, dan konsumsi rumahtangga petani kedelai, dengan menggunakan pendekatan model persamaan simultan.

Perilaku rumahtangga petani kedelai dalam luas areal panen, produksi, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, pendapatan, konsumsi , investasi, tabungan, dan kredit, mempunyai respon positif atau negatif terhadap perubahan harga- harga. Kebijaka n ke naika n harga kede lai, harga gaba h kering pa nen, upa h tenaga kerja, da n harga input teknologi produksi, dapat berdampak besar atau kecil dalam meningkatkan produksi, penerimaan usahatani kedelai, dan pendapatan rumahtangga petani. Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga dasar padi dan palawija serta penghapusan subsidi pupuk, sesuai dengan harapan untuk menyerap tenaga kerja serta meningkatkan produksi dan pendapatan rumahtangga petani. Temuan penelitian ini akan menjadi acuan dalam studi usahatani kedelai lanjutan.

3.4. Fungs i Permintaa n Input dan Penawaran Output

Formulasi fungsi utilitas (U) dalam model ekonomi rumahtangga yang unik, seperti pada usahatani kedelai sebagai secondary crops atau tanaman sela setelah padi, dapat diasumsikan sebagai berikut:

Ui = f (Kp, Kki, Ks), (3.37)

dimana:

Ui = fungsi utilitas rumahtangga petani kedelai,

Kp = jumlah konsumsi pangan,

Kki = jumlah konsumsi komoditas ke-”i”

(i=1,2,3,4, dimana 1=kedelai,2=non-kedelai, 3=non-usahatani lain, 4=non-pertanian lain),

Ks = jumlah konsumsi waktu santai atau leisure.

Dengan syarat kontinyu dan dapat diturunkan dua kali, meningkat secara monoton, lengkap, refleksif, transitif, dan cembung, maka formulasi matematis untuk rumahtangga dengan kendala fungsi produksi adalah sebagai berikut:

Qi = f (Ck, T, S3, Zi) , (3.38)

dimana: Qi

C

= fungsi produksi kedelai,

k

T = waktu kerja total usahatani kedelai, = konsumsi kedelai,

S3 = input sarana produksi (1.benih kedelai, 2.pupuk, 3.pestisida)

Zi

kedelai, 2= umur tanaman kedelai, 3= pengalaman bercocok-tanam = input faktor tetap ke- ”i” (i=1,2,3,4, dimana: 1= luas areal panen kedelai, 4= areal tanam dan irigasi teknis).

Rumahtangga petani kedelai diasumsikan menghadapi kendala waktu, yaitu:

T = Ks + F + Nf (3.39)

F = T – Ks – Nf (3.40)

dimana:

T = jumlah waktu yang tersedia untuk rumahtangga, Ks

F = waktu kerja untuk usahatani kedelai dari rumahtangga, = konsumsi waktu santai (leisure),

Nf

Rumahtangga usahatani kedelai diasumsikan menghasilkan pendapatan dari penjualan hasil usahatani kedelai, upah tenaga kerja dari luar usahatani, dan pendapatan lain dari buruh-tani, kemudian membelanjakan hasil pendapatannya untuk konsumsi kedelai pangan dan non-pangan, serta konsumsi lain rutin dan non-rutin. Formulasi keseimbangan pendapatan dan pengeluaran rumahtangga dapat dirumuskan sebagai berikut:

= waktu kerja untuk kegiatan luar usahatani dari rumahtangga.

Hk.CkUk.(TF)+UNkHS3.S3 + YNl=Hp.Kp+∑3i=1Hki.Kki dimana: (3.41) Hk H = harga kedelai, S3 H

= harga sarana produksi tertimbang,

p

H

= harga komoditas pangan,

ki

C

= harga barang konsumsi ke- ”i” untuk i=1,2,3,4, dimana 1= gabahKP, 2=jagung, 3= palawija lain, 4= kacang-2an,

k

T = waktu kerja untuk kegiatan luar usahatani dan rumahtangga, (T–F)>0, berarti rumahtangga sebagai pembeli bersih tenaga kerja, (T–F)<0, berarti rumahtangga sebagai penjual bersih tenaga kerja, = konsumsi kedelai,

Uk

U

= upah tenaga kerja usahatani kedelai,

Nk

Y

= upa h tenaga kerja non-usahatani kedelai,

Secara matematis persamaan ini dapat dipecahkan dengan kendala waktu, dan dimasukkan dalam persamaan pendapatan, sehingga diperoleh hasil:

Hk.CkUk.T +Uk.F+UNk.Nf HS3.S3 +YNl=Hp.Kp+∑3i=1Hki.Kki(3.42)

Apabila kendala waktu disubstitusikan dalam persamaan, akan diperoleh:

Hk.CkUk.T +Uk.(TNfL) +UNk.NfHS3.S3 + YNl=Hp.Kp+∑3i=1Hki.Kki

Dokumen terkait