• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.2. Penawaran Tenaga Kerja dan Alokasi Waktu

Jumlah penggunaan tenaga kerja menunjukkan hubungan antara tingkat upah dengan jumlah jam kerja yang ditawarkan tenaga kerja yang bekerja. Dalam analisis ekonomi mikro maka rumahtangga merupakan unit pengambil keputusan yang berusaha memaksimumkan tingkat kepuasan. Pilihannya adalah bekerja untuk mendapatkan penghasilan atau menganggur. Dengan bekerja berarti mendapatka n hasil yang lebih besar da n menamba h wakt u untuk mencapa i kebutuhan konsumsi. Apabila tidak bekerja dengan memilih waktu santai

(leisure), berarti nilai guna pendapatannya akan lebih kecil. Kombinasi kedua pilihan tersebut menghasilkan tingka t kepuasan maksimum.

Menurut Mangkuprawira (1985), dalam menganalisis penawaran tenaga kerja, perlu diasumsikan: (1) pasar produksi dan tenaga kerja bersaing sempurna, (2) tenaga kerja mempunyai selera tetap dan sama dalam memilih, (3) tidak ada biaya tenaga kerja selain upah, dan (4) produktivitas tenaga kerja persatuan waktu tidak tergantung pada lamanya bekerja. Hal ini bukan berarti terdapat kelemahan analisis, melainkan dalam dunia nyata tidak tampak adanya pasar yang bersaing sempurna. Dalam hal ini terdapat keterlibatan pemerintah dalam hal upah dan keragaman angkatan kerja terhadap pasar tenaga kerja. Setiap pekerja juga tidak seragam baik dalam selera maupun kemampuan bekerja. Kenyataannya, terdapat perbedaan selera dan produktivitas karena faktor pendidikan dan keahlian.

Dalam teori ekonomi ditunjukkan bahwa jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh seseorang, akan dipengaruhi oleh besarnya upa h yang diterima tenaga ke rja. Semakin tinggi tingkat upah yang dibayarkan per-jam kerja, mendorong seseorang untuk bekerja lebih lama, sehingga pendapatannya meningkat. Disamping itu, jumlah jam kerja yang dicurahkan seseorang pada suatu pekerjaan dipengaruhi oleh produktivitas. Berarti, semakin tinggi produktivitas seseorang, semakin sedikit waktu yang dibut uhka n untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Pada Gambar 2, terlihat bahwa jika tingkat upah meningkat maka kendala anggaran berubah dari G1G1 ke G1G3, dan jika pendapatan meningkat maka

kendala anggaran berubah dari G1G1 ke G2G2 atau sejajar. Akibatnya

rumahtangga akan mengurangi jam kerja dari HmH1 ke HmH3 sehingga terjadi income-effect, sedangka n peruba han harga mengakiba tka n substitution-effect, yaitu mengganti waktu santai dengan menambah waktu bekerja dari HmH3 ke

HmH2. Gross-effect dari peruba han tingka t upa h ada lah sebesar H1H2, yaitu

selisih dari efek pendapatan dan efek substitusi (titik P ke Q). Dalam hal ini terjadi pengurangan penawaran tenaga kerja, sedangkan pada kasus kenaikan penawaran tenaga kerja maka gross- effect akan positif, yaitu H1H2* pada titik

Gambar 2. Pengaruh Perubahan Tingkat Upa h da n Pendapatan terhadap Alokasi Waktu

Dalam Gambar 2 terlihat bahwa pada tingkat upah G1G1 dan tingkat

kepuasan U1, jam kerja yang dicurahkan untuk bekerja adalah H1Hm, dan waktu

santai untuk keluarga adalah OH1. Dengan adanya kenaikan upah dari G1G1 ke

G1G3, maka tingkat kepuasan bergeser dari U1 ke U2, dan jam kerja yang

dicurahkan untuk bekerja berkurang menjadi H2Hm , sedangka n waktu santai

untuk keluarga bertambah menjadi OH2. Pada tingkat upah G1G3 tersebut, waktu

santai untuk kegiatan rumahtangga bertambah dari OH1 jadi OH2, dan waktu

bekerja berkurang dari H1Hm jadi H2Hm, dimana utilitas rumahtangga bergeser

dari U1 ke U2

Peningkatan upah tenaga kerja mengakibatkan peningkatan jam kerja, jika efek substitusi lebih besar dari efek pendapatan, yaitu dari H

pada titik P ke Q.

mH1 ke HmH2*, atau

pergeseran dari titik P ke Q*. Sebaliknya kenaikan upah tenaga kerja akan mengurangi jam kerja, apabila efek substitusi lebih kecil dari efek pendapatan, yaitu dari HmH1 ke HmH2, atau pergeseran dari titik P ke Q. Jika pergeseran titik

G3 G2 G1 H2* H1 H2 H3 G1 G2 R Q Q* P U2 U1 U2* Hm = Waktu Santai Barang (G) O

P ke Q da n seterusnya ditarik suatu garis, aka n terbentuk kurva penawaran tenaga kerja yang dapat berbalik arah atau bending-curve.

Kenaikan upah tenaga kerja berarti bertambahnya pendapatan. Pada saat status ekonomi seseorang lebih tinggi, cenderung meningkatkan konsumsi dan waktu santai, sehingga akan mengurangi jam kerja. Pengurangan jam kerja mengakibatkan terjadinya income-effect. Kenaika n upa h tenaga kerja berarti harga waktu bekerja lebih mahal, sehingga mendorong rumahtangga mensubstitusi waktu santai lebih banyak bekerja untuk menaikkan konsumsi, sehingga terjadi substitution-effect kenaikan upah tenaga kerja. Evenson (1978) menjelaskan tentang pengaruh perubahan upah terhadap alokasi penggunaan waktu santai secara individual, dengan menggunakan kurva kemungkinan produksi individu.

Pada dasarnya tujuan seseorang untuk melakukan suatu jenis pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan dari suatu jenis pekerjaan atau kegiatan tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh: (1) jumlah jam kerja yang dicurahkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan (2) upah tenaga kerja per-jam yang diterima pekerja (buruh tani).

Pada dasarnya, di negara berkembang seperti Indonesia, keputusan konsumsi sangat menentukan keputusan dalam produksi suatu komoditas. Dalam rumahtangga terdapat kendala berupa anggaran rumahtangga yang membatasi konsumsi, dimana: (1) waktu terbatas pada periode tertentu, dan (2) jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga yang ditawarkan terbatas. Secara matematis hal tersebut dapat dirumuskan seperti berikut ini.

Fungsi utilitas rumahtangga atau kepuasan adalah:

Ui = ui (Z1, Z2, ….. , Zi) (3.1)

dimana:

Ui = utilitas rumahtangga atau kepuasan Zi

Z

= komoditas yang dihasilkan oleh rumahtangga, untuk i = 1, 2,…, n. Untuk memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dibatasi oleh kendala produksi, waktu, dan pendapatan untuk membeli barang di pasar. Fungsi produksinya adalah:

i = zi (Xi, Ti) (3.2)

Xi

T

= barang dan jasa ke-“i” yang dibeli di pasar,

i

Kendala anggaran atau pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar: = input waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke- “i”.

Σn

i=1 Pi. Xi = Y = V + Tw.W (3.3)

dimana: Pi

X

= harga komoditas X ke-”i” yang dibeli di pasar,

i

Y = nilai barang atau nilai penerimaan uang rumahtangga, = jumlah komoditas X ke-”i” yang dibeli di pasar, V = penerimaan selain dari bekerja,

Tw

W = penerimaan per-unit T

= waktu yang digunakan untuk bekerja,

w

Kendala waktu dapat dirumuskan sebagai berikut: atau upa h tenaga kerja.

Σn

i=1 Ti = Tc = T – Tw (3.4)

dimana: Ti

T

= jumlah waktu untuk memproduksi barang Z ke- “i”,

c

T = total waktu yang tersedia dalam rumahtangga, = total waktu santai (konsumtif) dalam rumahtangga, Tw = total waktu yang digunakan untuk bekerja.

Fungsi penawaran tenaga kerja individu juga dapat diturunkan menjadi:

Ls = ls (W, Y, P1, P2, ….. , Pi) (3.5)

dimana: Ls

W = upa h tenaga kerja,

= suplai tenaga kerja individu,

Y = nilai barang atau nilai penerimaan uang rumahtangga, Pi

Becker (1965) menganalisis tentang barang dan jasa yang bukan satu- satunya input dalam proses produksi, dimana masih terdapat input lain yaitu waktu santai yang dimiliki oleh konsumen. Konsumen menggunakan barang dan jasa serta waktu santai untuk memaksimumkan kesejahteraannya, dimana rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen sekaligus. Asumsinya adalah bahwa rumahtangga mengkombinasikan komoditas yang dibeli di pasar pada waktu memproduksi barang tersebut, sehingga dihasilkan komoditas yang siap dikonsumsi (Z

= harga komoditas Z ke- “i” yg dibeli di pasar, untuk i=1,2,..., n.

i

Teori alokasi waktu diatas belum memisahkan antara waktu santai dengan waktu bekerja dalam rumahtangga, sehingga Gronau (1977) dan Evenson (1978)

mencoba untuk memisahkan tenaga kerja pria dan wanita. Waktu dan barang secara langsung merupaka n indikator kepuasan da n faktor input yang menghasilkan barang tertentu (Zi). Barang tersebut dapat dihasilkan rumahtangga

atau dibeli di pasar, tetapi komposisinya tidak mempengaruhi Zi.

Fungsi utilitas seseorang terhadap komoditas Zi

Z

, menurut Gronau (1977) merupakan kombinasi barang dan jasa, serta konsumsi waktu santai (L), yaitu:

i = zi (Xi, L) (3.6)

Barang tersebut dapat dibeli di pasar atau di produksi didalam rumahtangga, tetapi komposisi barang X ke-”i” tidak mempengaruhi komoditas Z ke-”i”.

Menurut Singh et.al (1986), konsumsi total terdiri dari nilai barang dan jasa yang diproduksi rumahtangga sendiri (Xh), ditambah konsumsi barang yang dibeli

di pasar (Xm), serta waktu untuk kegiatan konsumstif atau santai (Xl

X

). Pengeluaran atau konsumsi untuk memproduksi barang dan jasa dalam rumahtangga, dapat dirumuskan sebagai berikut:

i = Xm + Xh+ Xl (3.7)

Dengan kendala tingkat produktivitas marjinal yang semakin menurun karena waktu bekerja dan perubahan komposisi Xh, sehingga peningkatan Hi

X

memiliki substitusi pasar yang lebih rendah atau murah, yaitu:

h = f (Hi) (3.8)

Maksimisasi komoditas Zi dibatasi dua kendala yaitu: kendala anggaran

atau pendapatan dan kendala waktu.

(1). Kendala anggaran atau pendapatan barang dan jasa yang dibeli di pasar (Xm

X

):

m = W.Nf + V (3.9)

(2). Kendala waktu yang disediakan (T):

T = L + Hi + Nf (3.10)

dimana:

W = upa h tenaga kerja atau gaji,

Nf = tenaga kerja yang digunakan,

V = penerimaan lainnya, L = waktu santai (Leisure),

Evenson (1978) mengasumsikan bahwa kepuasan rumahtangga tidak berasal dari barang yang diperoleh langsung di pasar, tetapi juga dari barang yang dihasilkan dalam rumahtangga. Jika fungsi kepuasan maksimum- nya adalah:

Ui = ui (Zi) (3.11)

Jadi kendala produksi rumahtangga dirumuskan sebagai berikut:

Zi = zi (Xi, Tij) (3.12)

dimana: Tij

memproduksi barang Z ke- “i” yang dikonsumsinya.

= vektor input waktu anggota keluarga rumahtangga ke- “j” unt uk

Kendala pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar adalah:

ΣPi . Xi = Y + ΣWj .Tmj (3.13) dimana: Pi = harga komoditas Xi X , i

Y = pendapatan bukan dari bekerja,

= komoditas atau bahan mentah yang diperoleh di pasar, Wj

T

= tingkat upah anggota keluarga dalam rumahtangga ke- “j”,

mj

Waktu keseluruhan yang dimiliki anggota keluarga dalam rumahtangga ke-“j” adalah tetap sama, dan fungsi kendala waktu adalah:

= vektor jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga.

Tj = Tm j + Th j + Tl j (3.14)

dimana: Tj

T

= waktu total yg dimiliki anggota keluarga rumahtangga ke-“j”,

m j

T

= vektor waktu untuk mencari nafkah,

h j

T

= vektor waktu untuk bekerja dalam rumahtangga,

l j

Teori alokasi waktu dari Becker (1965) diatas tidak menunjukkan perbedaan antara waktu santai dan waktu bekerja dalam rumahtangga. Kemudian Gronau (1977) maupun Evenson (1980), mengembangkan formulasi tersebut dengan membedakan secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja dalam rumahtangga, dan memisahkan antara tenaga kerja pria dan wanita.

= vektor wakt u lua ng atau santai.

Singh et.al. (1986) menyempurnakan model tersebut dengan model yang dapat menganalisis aktivitas produksi dan konsumsi rumahtangga petani, yang disebut Agricultural/Farm Household Model. Dalam memaksimumkan fungsi kepuasan untuk konsumsi barang dan konsumsi waktu, rumahtangga diasumsikan mengikuti model dasar sebagai berikut:

Ui = ui (Ch, Cm, Cl) (3.15)

dimana:

Ui = kepuasan atau utilitas rumahtangga,

Ch = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga,

Cm = konsumsi barang yang dibeli di pasar,

Cl

Q

= konsumsi waktu santai (leisure).

Disini diasumsikan bahwa rumahtangga sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, pendapatan, dan waktu, seperti persamaan berikut:

h = qh (Cl, A) (3.16)

T = Cl + Fi + Nf (3.17)

Pm.Cm = Ph (Qh – Ch) – W (Cl – Fi) + W.Nf + E (3.18)

dimana:

Qh = jumlah produksi komoditas pertanian yang dihasilkan

rumahtangga,

T = waktu yang tersedia dalam rumahtangga, Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar,

Cm = konsumsi barang yang dibeli di pasar,

Ph = harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga,

Ch = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga,

Qh-Ch= surplus produksi komoditas pertanian untuk dijual di pasar,

W = upah atas dasar harga pasar, Cl = konsumsi waktu santai (leisure),

Fi = input tenaga kerja dalam rumahtangga,

Nf

P

= input tenaga kerja luar rumahtangga, A = faktor produksi tetap rumahtangga.

Kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan mensubstitusikan kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan menghasilkan bentuk kendala tunggal, yaitu:

m.Cm + Ph.Ch + W.Cl = W.T + π (3.19)

dimana:

π = Ph. qh(Cl, A) – W.Cl

Persamaan ini menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang (C

 (π= keuntungan maksimal).

m dan Ch) dan konsumsi waktu santai (Cl).

Sedangkan sisi kanan adalah pengembangan dari konsep pendapatan penuh dari Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia adalah secara eksplisit. Pengembangan lain adalah dengan memasukkan pengukuran keuntungan atau

(Ph.Qh–W.Cl

Dalam memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (C

), dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Persamaan tersebut merupakan inti dari model dasar ekonomi rumahtangga.

m dan Ch), konsumsi waktu santai (Cl), da n input tenaga

kerja (Fi+Nf

P

), yang digunakan dalam kegiatan produksi. Untuk mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja, First Order Condition (FOC)-nya adalah:

h. (δ.Qh / δ.Cl

Rumahtangga berusaha untuk menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Dari persamaan ini dapat diturunkan penggunaan input tenaga kerja (F

) = W (3.20)

i+Nf) sebagai fungsi dari Ph

L* = l* (W, P

, W, dan A, yaitu:

h, A) (3.21)

Jika persamaan ini disubstitusikan ke sisi kanan pada persamaan diatas, akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Pm.Cm + Ph.Ch + W.Cl =

Y*

(3.22) dimana:

Y* = pendapatan penuh pada saat keuntungan maksimum.

Maksimisasi kepuasan dengan kendala persamaan tersebut akan menghasilkan FOC sebagai berikut:

δU / δCm = λ.Pm (3.23)

δU / δCh = λ.Ph (3.24)

δU / δCl = λ.W (3.25)

Pm.Cm + Ph.Ch + W.Cl = Y* (3.26)

Dengan demikian dapat diturunkan konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Ch), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Cm), dan konsumsi

wakt u santai (Cl

X

), yang masing- masing dipengaruhi oleh harga, upah, dan pendapatan. Fungsi persamaan turunan-nya menjadi:

i = xi (Pm, Ph, W, Y*), untuk i = m, h, l. (3.27)

Dengan melihat persamaan diatas, maka permintaan tergantung pada harga- harga dan pendapatan. Untuk kasus rumahtangga petani, pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga, sedangkan perubahan faktor- faktor produksi akan merubah Y* dan perilaku konsumsi.

Disamping itu, tingkat produktivitas tenaga kerja yang dihitung sebagai pendapatan per-jam kerja atau upah per-jam kerja dipengaruhi oleh: (1) kekayaan atau moda l, dan (2) keterampilan yang dimiliki. Berarti, produktivitas menjadi tinggi apabila modal dan keterampilan dihitung dalam proses produksi. Untuk individu yang berpenghasilan rendah, faktor produksi dan keterampilan merupakan keterbatasan, sehingga hanya mampu mengerjakan jenis pekerjaan yang mengandalkan tenaga kerja dan modal sedikit. Konsekuensinya, individu akan menerima pe ndapatan lebih renda h.

Penguasaan faktor- faktor produksi yang tidak merata mengakibatkan produktivitas tenaga kerja tidak merata pula. Seseorang yang memiliki penghasilan tinggi, faktor produksi modal dan keterampilan bukanlah hal yang langka, sehingga produktivitasnya akan tinggi dan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan pendapatan melalui perluasan kesempatan kerja, tanpa diikuti peningkatan produktivitas tenaga kerja, akan berjalan lambat dan pendapatan yang diperolehnya rendah, sekalipun jumlah hari kerja dan jam kerja tenaga kerja tersedia lebih banyak.

Alokasi waktu optimal untuk mencari nafkah, pekerjaan rumahtangga, dan waktu luang atau santai, diperoleh dengan memaksimumkan fungsi kepuasan atau utilitas rumahtangga, dengan kendala produksi, pendapatan, dan waktu.

Dokumen terkait