• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR

2.1.4 Model Evaluasi Kebijakan

Menurut Dunn dalam Nugroho (2012:728), istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assesment). Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target; dan evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisisi kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah rekomendasi. Jadi meskipun berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari kebijakan, khususnya pada implementasi kebijakan publik. Evaluasi pada “perumusan” dilakukan pada sisi post-tindakan, yaitu lebih pada “proses” perumusan daripada muatan kebijakan yang biasanya “hanya” menilai apakah prosesnya sudah sesuai dengan prosedur

yang sudah disepakati, secara umum, William Dunn menggambarkan kriteria- kriteria evaluasi kebijakan publik sebagai berikut:

Tabel 2.2

Kriteria Evaluasi Kebijakan Menurut William Dunn

Tipe Kriteria Pertanyaan

Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai ?

Efisiensi Seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk mencapai

hasil yang diinginkan ?

Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan

memecahkan masalah ?

Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata

kepada kelompok-kelompok yang berbeda ?

Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan. Prefensi

atau nilai ?

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar

berguna atau bernilai ?

Sumber : Nugroho, 2012:729

Berdasarkan model evaluasi menurut Dunn yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat simpulkan bahwa evaluasi berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, dan evaluasi kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari sebuah kebijakan, khususnya pada implementasi kebijakan publik, serta evaluasi dilakukan untuk menilai pencapaian dari sebuah kebijakan yang telah dibuat dan diimplementasikan.

Dalam penelitian yang berjudul Evaluasi Program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, penulis menggunakan teori Dunn, yakni kriteria evaluasi menurut Dunn, dimana

indikatornya adalah, efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan. Alasan penulis menggunakan teori tersebut, karena dari beberapa permasalahan yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, masalah- masalah tersebut sesuai dengan indikator-indikator kriteria evaluasi menurut Dunn, terlebih penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dampak dari suatu program yang merupakan turunan dari kebijakan.

Sementara itu, House dalam Nugroho (2012:733) membuat taksonomi evaluasi yang cukup berbeda, yang membagi model evaluasi menjadi :

1. Model system, dengan indikator utama adalah efisiensi.

2. Model perilaku, dengan indikator utama adalah produktivitas dan akuntabilitas.

3. Model formulasi keputusan, dengan indikator utama adalah keefektifan dan keterjagaan kualitas.

4. Model tujuan-bebas (goal free), dengan indikator utama adalah pilihan pengguna dan manfaat sosial.

5. Model kekritisan seni (art critis), dengan indikator utama adalah standar yang semakin baik dan kesadaran yang semakin meningkat. 6. Model review profesional, dengan indikator utama adalah penerimaan

profesional.

7. Model kuasi-legal (quasi-legal), dengan indikator utama adalah resolusi.

8. Model studi kasus, dengan indikator utama adalah pemahaman atas diversitas.

Ada pula pemilihan evaluasi sesuai dengan teknik evaluasinya, yaitu : 1. Evaluasi komparatif, yaitu membandingkan implementasi kebijakan

(proses dan hasilnya) dengan implementasi kebijakan yang sama atau berlainan, di satu tempat yang sama atau berlainan.

2. Evaluasi historikal, yaitu membuat evaluasi kebijakan berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakan-kebijakan tersebut.

3. Evaluasi laboratorium atau eksperimental, yaitu evaluasi namun menggunakan eksperimen yang diletakkan dalam sejenis laboratorium. 4. Evaluasi ad hock, yaitu evaluasi yang dilakukan secara mendadak

dalam waktu segera untuk mendapatkan gambar pada saat itu (snap shot)

Berdasarkan model evaluasi House dapat disimpulkan bahwa model evaluasi ini membagi evaluasi kedalam beberapa model, yaitu model system, model perilaku, model formulasi keputusan, model tujuan bebas, model kekritisan seni, model review profesional, model kuasi-legal dan model studi kasus. Model- model tersebut memiliki maksud dan definisi yang berbeda-beda seperti yang telah dipaparkan diatas. House juga memaparkan beberapa evaluasi sesuai dengan teknik evaluasinya. Diantaranya, evaluasi komparatif, evaluasi historikal, evaluasi laboratorium, dan evaluasi ad hock. Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan model evaluasi House, karena menurut penulis permaslaahan- permasalahan yang sudah dipaparkan pada latar belakang masalah tidak sesuai dengan model evaluasi ini.

Sedangkan Anderson dalam Nugroho (2012:734) membagi evaluasi (implementasi) kebijakan publik menjadi tiga. Tipe pertama, evaluasi kebijakan publik yang dipahami sebagai kegiatan fungsional yang selalu melekat pada setiap kebijakan publik. Kedua, evaluasi yang memfokuskan pada bekerjanya sebuah kebijakan. Ketiga, evaluasi sistematis untuk mengukur kebijakan atau mengukur pencapaian dibanding target yang ditetapkan.

Pada model evaluasi Anderson dapat dipahami beberapa macam tipe evaluasi, yaitu evaluasi kebjakan publik yang merupakan suatu kegiatan yang merupakan bagian dari proses kebijakan publik. Kemudian evaluasi yang memfokuskan pada bekerjanya kebijakan, yaitu melakukan kegiatan evaluasi pada

saat diimplementasikannnya suatu kebijakan. Selanjutnya, evaluasi sistematis yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian dari suatu kebijakan.

Model evaluasi lain disebutkan oleh Suchman dalam Nugroho (2012:734) yang mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu :

1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi. 2. Analisis terhadap masalah.

3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.

4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.

5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain.

6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Berdasarkan model evaluasi Suchman, dapat dipahami bahwa dalam mengevaluasi suatu kebijakan harus melalui beberapa tahapan atau proses. Proses atau tahapan tersebut yaitu, pertama tujuan dari suatu kebijakan dan atau program diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian dari masalah yang sudah teridentifikasi dilakukan analisis, selanjutnya dilakukan deskripsi dan standarisasi kegiatan, berikutnya dilakukan pengukuran terhadap tingkat perubahan yang terjadi, dan menentukan apakah perubahan yang diamati, merupakan akibat dari kebijakan dan atau program tersebut atau karena penyebab lain, terakhir dibutuhkan beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Sedangkan Wibawa, dkk dalam Nugroho (2012:734) evaluasi kebijakan publik memiliki empat fungsi, yaitu :

1. Eksplanasi

Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antarberbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat

mengidentifikasikan masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.

2. Kepatuhan

Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standard dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.

3. Audit

Melalui evluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ketangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.

4. Akunting

Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.

Pada model evaluasi yang dipaparkan oleh Wibawa, dkk dapat dipahami bahwa terdapat fungsi-fungsi dari evaluasi kebijakan. Diantaranya, eksplanasi yaitu dalam hal ini dengan melakukan evaluasi maka dapat dilaksanakan pengidentifikasian masalah, dan faktor-faktor yang mendukung kegagalan atau keberhasilan suatu kebijakan dan atau program. Fungsi kepatuhan, dimana melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standard dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan. Fungsi Audit yaitu dari evaluasi dapat diketahui, apakah hasil atau manfaat dari suatu kebijakan atau program tepat sasaran atau terjadi penyimpangan. Kemudian Fungsi Akunting, dimana dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.

Berbeda dengan Bingham dan Felbinger dalam Nugroho (2012:735) membagi evaluasi kebijakan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Evaluasi proses, yang fokus pada bagaimana proses implementasi suatu kebijakan.

3. Evaluasi kebijakan, yang menilai hasil kebijakan dengan tujuan yang direncanakan dalam kebijakan pada saat dirumuskan.

4. Meta-evaluasi, yang merupakan evaluasi terhadap berbagai hasil atau temuan evaluasi dari berbagai kebijakan terkait.

Berdasarkan model evaluasi Bingham dan Felbinger, terdapat empat jenis evaluasi kebijakan, diantaranya evaluasi proses yang menitikberatkan pada proses pelaksanaan suatu kebijakan. Selanjutnya evaluasi dampak, yang menitikberatkan pada output dari suatu kebijakan. Kemudian evaluasi kebijakan yang dilakukan dengan cara menilai output dari suatu kebijakan, dan berikutnya meta-evaluasi yang dilakukan dengan cara mengevaluasi temuan evaluasi dari kebijakan yang dimaksud.

Model evaluasi lainnya dikemukakan oleh Howlet dan Ramesh dalam Nugroho (2012:735) mengelompokkan evaluasi menjadi tiga, yaitu :

1. Evaluasi administratif, yang berkenaan dengan evaluasi sisi administratif-anggaran, efisiensi, biaya-dari proses kebijakan di dalam pemerintah yang berkenaan dengan:

a. Effort evaluation, yang menilai dari sisi input program yang dikembangkan oleh kebijakan.

b. Performance evaluation, yang menilai keluaran (output) dari program yang dikembangkan oleh kebijakan.

c. Adequacy of performance evaluation atau effectiveness evaluation, yang menilai apakah program dijalankan sebagaimana yang sudah ditetapkan.

d. Efficiency evaluation, yang menilai biaya program dan memberikan penilaian tentang keefektifan baiaya tersebut.

e. Process evaluation, yang menilai metode yang dipergunakan oleh organisasi untuk melaksanakan program.

Pada model evaluasi Howlet dan Rames dapat dipahami bahwa terdapat tiga jenis evaluasi. Pertama, Evaluasi administratif, yang berkenaan dengan

evaluasi sisi administratif-anggaran, efisiensi, biaya dari proses kebijakan di dalam pemerintah. Kedua, evaluasi judisial, yaitu evaluasi yang berkaitan dengan isu keabsahan hukum tempat kebijakan dilaksanakan, termasuk kemungkinan pelanggaran terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan administrasi negara, hingga hak asasi manusia. Ketiga, evaluasi politik, yaitu menilai sejauh mana penerimaan konstituen politik terhadap kebijakan publik yang dilaksanakan.

Dokumen terkait