• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN CIBADAK KABUPATEN LEBAK TAHUN 2011-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EVALUASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN CIBADAK KABUPATEN LEBAK TAHUN 2011-2013"

Copied!
321
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PROGRAM JAMINAN

PERSALINAN (JAMPERSAL) DI

PUSKESMAS MANDALA

KECAMATAN CIBADAK KABUPATEN LEBAK

TAHUN 2011-2013

Skripsi

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh

PUTRI PERMATASARI NIM 6661110391

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Putri Permatasari. NIM. 6661110391. Skripsi. Evaluasi Program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, Tahun 2011-2013. Pembimbing I: Dr. ayuning Budiati, MPPM dan Pembimbing II: Maulana Yusuf., S.IP., M.Si

Kata Kunci: Evaluasi Kebijakan, Jaminan Persalinan, Lebak

(6)

ABSTRACT

Putri Permatasari. NIM. 6661110391. Research. Birth Assurance Program Evaluation in Mandala Community Health Center, Cibadak Sub-District, Lebak Regency, in 2011-2013. First Adviser: Dr. ayuning Budiati, MPPM and Second Adviser: Maulana Yusuf., S.IP., M.Si

Keyword: Policy Evaluation, Birth Assurance, Lebak

(7)

Usaha tanpa d

o’a

sama dengan SOMBONG

Do

’a

tanpa usaha sama dengan BOHONG

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Yeti Ningsih, Ibundaku tercinta

Beliau adalah malaikat dalam hidupku

dan Sarta Dinata, Ayahandaku

tersayang

Beliau adalah pahlawan yang nyata

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Jaminan Persalinan

(Jampersal) di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, Tahun

2011-2013” dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat, untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata 1 (satu) pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai perbaikan dan

untuk menambah wawasan dimasa yang akan datang. Terimakasih paling terdalam penulis

ucapkan untuk ibunda yang selalu mendokan tiada henti, serta untuk ayahanda yang selalu

memberikan motivasi tiada henti agar penulis menjadi orang sukses.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada pihak yang telah memberikan

pengajaran, bantuan serta dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

Untuk itu penulis sampaikan terimakasih kepada :

(10)

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Kandung Sapto N, S.Sos., M.Si., Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Mia Dwianna, S.Ikom., M.Ikom., Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Gandung Ismanto, S.Sos., MM., Pebantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

7. Ipah Ema Jumiati, S.Ip., M.Si., Sekretaris Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Dr. ayuning Budiati, MPPM, Dosen Pembimbing I skripsi yang selalu sabar dalam

memberikan arahan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Maulana Yusuf., S.IP., M.Si., Dosen Pembimbing II skripsi yang selalu bijaksana

dalam memberikan arahan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

10. Juliannes Cadith, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis.

11. Semua Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

12. Kepala Puskesmas Mandala dan Bidan Puskesmas Mandala yang telah membantu

dalam memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti selama proses penelitian.

(11)

13. Yeti Ningsih, Ibunda yang selalu mendoakan penulis tiada henti, agar menjadi orang

yang berhasil.

14. Sarta Dinata, Ayahanda penulis yang selalu memberikan semangat, dan nasehat

dengan bijaksana kepada penulis.

15. Try Busyaeri Fajrillah, yang selalu membantu dan memberikan semangat dalam

penyelesaian skripsi ini.

16. Anis Yuliana, Vergie Putri Gayatri, Alvi Syahrianti, Lailatul Aliya, Magdalena, Rizki

Septi Nurafifah, Sutiawan, dan Mursi, sahabat yang selalu memberikan motivasi dan

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

17. Teman-teman seperjuangan Kelas B Administrasi Negara angkatan tahun 2011 yang

saling mendukung agar semuanya bisa sukses.

18. Teman-teman Angkatan Administrasi Negara tahun 2011 yang memberikan kesan

selama perkuliahan.

19. Irwan Hermawan, A.Md., sahabat yang selalu memberikan semangat dan motivasi

agar menjadi orang sukses.

20. M. Muchsin dan Rum Nasih, kakek dan nenek yang selalu mendukung dan

mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

21. Desty Megadianti S.P., Budi Rahmat, Agus Priyatna, keluarga besar yang selalu

memberikan doa dan semangat kepada penulis.

(12)

dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak. Disamping itu juga peneliti berharap agar skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata peneliti ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum wr.wb

Serang, 18 Mei 2015

Putri Permatasari

(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ABSTRAK

ABSTRACT

LEMBAR PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... …. viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 21

1.3 Pembatasan Masalah ... 22

1.4 Rumusan Masalah ... 22

1.5 Tujuan Penelitian ... 22

1.6 Manfaat Penelitian ... 23

BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR 2.1 Deskripsi Teori ... 25

2.1.1 Kebijakan Publik ... 25

2.1.2 Evaluasi Kebijakan Publik ... 31

2.1.3 Evaluasi Implementasi Kebijakan Publik ... 35

2.1.4 Model Evaluasi Kebijakan ... 38

2.1.5 Pengertian Kesehatan ... 45

2.1.6 Jaminan Persalinan ... 46

2.2 Penelitian Terdahulu ... 60

(14)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 69

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 69

3.3 Lokasi Penelitian ... 70

3.4 Variabel Penelitian ... 71

3.4.1 Definisi Konsep ... 71

3.4.2 Definisi Operasional Penelitian ... 73

3.5 Instrumen Penelitian ... 75

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 76

3.7 Informan Penelitian ... 78

3.8 Teknik Analisis dan Keabsahan Data ... 79

3.8.1 Teknik Analisis Data ... 79

3.8.2 Uji Keabsahan Data ... 82

3.9 Jadwal Penelitian ... 85

BAB IV DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 87

4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Cibadak ... 87

4.1.2 Gambaran Umum Puskesmas Mandala ... 99

4.2 Deskripsi data ... 109

4.2.1 Deskripsi DataPenelitian ... 109

4.2.2 Data Informan ... 111

4.3 Penyajian Data ... 114

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 163

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 178

(15)

5.2 LokaSaransi dan Waktu Penelitian ... 179

DAFTAR PUSTAKA

(16)

Gambar 1.1 : Persentase Penolong Persalinan di Kecamatan Cibadak Tahun

2012 ... 11

Gambar 2.1 : Proses Kebijakan ... 29

Gambar 2.2 : Sekuensi Implementasi Kebijakan ... 30

Gambar 2.3 : Kerangka Berfikir ... 67

Gambar 3.1 : Komponen dalam Analisis Data ... 80

Gambar 4.1 : Mobil Ambulance Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak ... 116

Gambar 4.2 : Alur Sosialisasi Program Jaminan Persalinan ... 123

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Matriks Wawancara Lampiran 3 Dokumentasi Wawancara

Lampiran 4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Petunjuk Teknik Jaminan Persalinan

Lampiran 5 Daftar Istilah

(18)
(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Angka kematian ibu atau disingkat menjadi AKI adalah jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan dan paska persalinan, per 100.000

Kelahiran Hidup (KH) pada masa tertentu. AKI juga merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat di suatu negara. AKI yang tinggi menunjukkan bahwa derajat kesehatan masyarakat di suatu negara belum baik, sebaliknya AKI yang rendah menunjukkan bahwa derajat kesehatan masyarakat di suatu negara baik. Negara Indonesia merupakan negara bagian Asia Tenggara yang memiliki angka kematian ibu (AKI) paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Angka kematian ibu di Indonesia yang masih tinggi, menunjukkan kualitas hidup perempuan di Indonesia masih rendah.

Pada tahun 2012 angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH), yang kemudian diikuti oleh negara Filipina yang memiliki AKI sebesar 230 per 100.000 KH, kemudian Vietnam dengan AKI sebesar 150 per 100.000 KH, berikutnya Thailand dengan AKI sebesar 110 per 100.000 KH, Malaysia dengan AKI sebesar 62 per 100.000 KH, Kemudian

Singapura dengan AKI sebesar 14 per 100.000 KH, dan Brunei Darussalam

(20)

dengan AKI sebesar 13 per 100.000 KH. Berdasarkan angka tersebut, dapat diketahui bahwa Indonesia memiliki angka kematian ibu paling tinggi dibandingkan dengan negara – negara lainnya di Asia Tenggara.

Keterbatasan masyarakat miskin dalam mendapatkan akses kesehatan, tentu membawa dampak bagi keberhasilan dalam pembangunan kesehatan. Selain permasalahan gizi buruk, yang harus mendapatkan perhatian khusus adalah, permasalahan akses kesehatan reproduksi bagi perempuan miskin. Tidak adanya pelayanan kesehatan reproduksi yang terbuka untuk mereka, sehingga sampai saat ini perempuan dari keluarga miskin masih memilih menggunakan jasa dukun bayi, untuk membantu proses persalinan. Akibat persalinan yang dilakukan selain oleh bidan atau tenaga kesehatan terampil lainnya menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan bayi, karena dengan persalinan yang dibantu oleh dukun dapat mengakibatkan terjadinya persalinan yang beresiko seperti pendarahan, dimana pernah terjadi kasus pendarahan pada saat seorang ibu melakukan proses persalinan di dukun bayi (Sumber: Hasil wawancara dengan Kader Posyandu di Kampung Kaloncing, Desa Kaduagung Tengah pada Tanggal 25 Oktober 2014).

(21)

3

Tabel 1.1

Angka Kematian Ibu (AKI) Nasional

Hasil Survei Derajat Kesehatan Indonesia (SDKI)

No Tahun Angka Kematian Ibu (AKI)

1. 1994 390/100.000 Kelahiran Hidup 2. 1997 334/100.000 Kelahiran Hidup

3. 2003 307/100.000 Kelahiran Hidup 4. 2007 228/100.000 Kelahiran Hidup 5. 2012 359/100.000 Kelahiran Hidup

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia (2013)

(22)

Tabel 1.2

Angka Kematian Bayi (AKB) Nasional

Hasil Survei Derajat Kesehatan Indonesia (SDKI)

No Tahun Angka Kematian Ibu (AKI)

1. 1994 57/1000 Kelahiran Hidup 2. 1997 46/1000 Kelahiran Hidup

3. 2003 35/1000 Kelahiran Hidup 4. 2007 34/1000 Kelahiran Hidup

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia (2012)

Berdasarkan data pada Tabel 1.2 diatas, dapat diketahui bahwa angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi, dan sangat jauh jika dibandingkan dengan target angka kematian bayi tahun 2015, yang ditargetkan sebesar 23 per 1000 Kelahiran Hidup. Oleh karena tingginya angka kematian ibu di Indonesia, dibandingkan dengan negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) lainnya, serta tingginya angka kematian bayi di Indonesia, maka Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II, menetapkan kebijakan jaminan persalinan atau disingkat Jampersal.

(23)

5

persalinan dan pemeriksaan masa nifas (postnatal), bagi seluruh ibu hamil yang belum mempunyai jaminan kesehatan, serta bayi yang dilahirkannya pada fasilitas kesehatan, yang bekerjasama dengan program jaminan persalinan terintegrasi dengan program jaminan kesehatan masyarakat.

Program Jampersal merupakan, program yang difokuskan untuk memberikan jaminan kebijakan, dan manajemen publik pembiayaan persalinan bagi setiap wanita hamil. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

256/Menkes/PER/XII/ 2011 tentang petunjuk teknis (Juknis) pelaksanaan program Jampersal, menyebutkan bahwa jaminan persalinan ditujukan untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu, oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Tujuan umum dari program jaminan persalinan adalah, untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan KB (keluarga berencana) pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang, di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB.

(24)

masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Provinsi Banten menempati posisi ke 5 (lima) di tingkat nasional, dimana posisi pertama diduduki oleh Provinsi Jawa Barat, posisi kedua diduduki oleh Provinsi Jawa Tengah, posisi ketiga diduduki oleh Provinsi Jawa Timur, dan posisi keempat diduduki oleh Provinsi Sumatra Utara. Pada Tahun 2012 angka kematian ibu di Provinsi Banten, berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) mencapai 308 per 100.000 Kelahiran Hidup, sedangkan rata-rata nasional berada pada angka 359 per 100.000 Kelahiran Hidup. Angka kematian bayi di Provinsi Banten menempati posisi keenam di tingkat nasional, dimana AKB Provinsi Banten tahun 2012 mencapai 30,9 per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih sangat jauh dari target AKB tahun 2015, yang ditetapkan sebesar 23 Jiwa / 1.000 Kelahiran Hidup.

(25)

7

Tabel 1.3

Pencapaian Indikator AKI dan AKB Kabupaten / Kota

se- Provinsi Banten tahun 2009-2011

No Kabupaten / Kota

AKB (1000 per Kelahiran Hidup)

AKI

(100.000 per Kelahiran Hidup)

2009 2010 2011 2009 2010 2011

1 Kota Tangerang 12,5 11,3 8,2 98,1 78,7 51,9

2 Kota Serang 25,1 23,1 18,5 163,4 149,8 125,1 3 Kab.Lebak 45,1 41,4 35,2 336,7 332,5 328,1 4 Kab.Tangerang 21,2 18,9 15,2 115,1 106,4 104,9 5 Kab.Pandeglang 44,5 40,8 32,6 328,0 302,1 302,1 6 Kota Cilegon 22.2 20,4 13,6 196,8 185,0 102,0 7 Kab.Serang 30,1 26,6 18,7 419,1 381,4 362,1

8 Kota Tangsel 9,8 8,0 5,0 82,9 64,9 50,6 PROVINSI 25,3 22,8 17,0 203,2 187,3 158,6

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2012

(26)

pada tanggal 2 Desember tahun 1828 dan terdiri dari 28 (dua puluh delapan) kecamatan, yang dibagi lagi atas 340 (tiga ratus empat puluh) desa dan 5 (lima) kelurahan. Kabupaten Lebak memiliki luas wilayah sekitar 3,044,72 km² dengan jumlah penduduk sekitar 1.233.900 Jiwa, dan beribukotakan Rangkasbitung. Untuk melihat Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Lebak, setelah adanya program jaminan persalinan dapat dilihat melalui Tabel 1.4 berikut :

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, 2014

Berdasarkan data pada Tabel 1.4 diatas, dapat diketahui bahwa sejak diberlakukan program jaminan persalinan, terdapat beberapa pencapaian diantaranya, Angka Kematian bayi (AKB) di Kabupaten Lebak menunjukkan kecenderungan menurun dari tiap tahunnya, mulai dari tahun 2011, AKB pada tahun tersebut sebesar 30,6 Jiwa / 1.000 Kelahiran Hidup (KH), dan turun menjadi

(27)

9

target AKB yang ditetapkan oleh Millenium Development Goals (MDGs), pada tahun 2015 yakni sebesar 23 Jiwa / 1.000 Kelahiran Hidup.

Angka Kematian Ibu (AKI) pada Tabel 1.4 menunjukkan kecenderungan menurun dari tiap tahunnya. Mulai dari tahun 2011, sejak diberlakukan Program Jaminan Persalinan, AKI pada tahun tersebut yaitu sebesar 196,9 Jiwa / 100.000 KH dan turun menjadi 157,7 Jiwa per 100.000 KH pada tahun 2013. Namun meskipun angka kematian ibu di Kabupaten Lebak mulai dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 cenderung menurun, tetapi angka kematian ibu masih belum sesuai dengan target yang telah ditentukan oleh pemerintah Kabupaten Lebak, dimana setiap tahunnya angka kematian ibu selalu lebih besar dari target angka kematian ibu yang telah ditetapkan, dan AKI tersebut masih sangat jauh dari target AKI yang ditetapkan oleh Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 yang ditetapkan oleh WHO (World Health Organization), dimana target angka kematian ibu ditetapkan sebesar 102 per 100.000 Kelahiran Hidup.

(28)

Tabel 1.5

Persentase Balita menurut Kabupaten / Kota dan Penolong Persalinan Terakhir di Provinsi Banten Tahun 2011-2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013

(29)

11

tinggi, yaitu mencapai 68,91% dan menurun pada tahun 2012 menjadi 55,43%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan difasilitas kesehatan adalah, keterbatasan dan ketidak- tersediaan biaya, sehingga diperlukan kebijakan terobosan. untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan difasilitas kesehatan. Melalui kebijakan yang disebut jaminan persalinan. Jaminan persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk keluarga berencana pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir.

Dalam evaluasi program jaminan persalinan di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, ditemukan beberapa permasalahan. Pertama, hasil yang dicapai dari diberlukakannya program jaminan persalinan belum maksimal. Data tersebut dapat dilihat melalui gambar 1.1 berikut :

Gambar 1.1

(30)

Berdasarkan data yang ditunjukkan pada gambar 1.1, dapat dipahami bahwa pada tahun 2012 terdapat 25% (dua puluh lima persen) persalinan yang ditangani oleh tenaga medis, sementara terdapat 18% (delapan belas persen) persalinan yang tolong oleh dukun terlatih, serta terdapat 56% (lima puluh enam persen) persalinan yang dibantu oleh dukun tidak terlatih. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun sudah diberlakukan program jaminan persalinan di Kecamatan Cibadak, tetapi jika dilihat dari gambar 1.2, persentase persalinan yang ditolong oleh dukun terlatih hampir menyamai persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga medis. Persentase persalinan yang ditolong oleh dukun tidak terlatih, dua kali lipat lebih besar, dibandingkan dengan persentase pertolongan persalinan oleh tenaga medis. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa, tingkat pemahaman penduduk terhadap pentingnya keselamatan ibu dan anak yang dilahirkan, serta pentingnya tenaga kesehatan medis masih kurang, mereka juga memiliki anggapan bahwa dengan bersalin di dukun tidak membutuhkan biaya yang besar ( Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten,2015).

(31)

13

wilayah Puskesmas Mandala memiliki jarak yang cukup jauh untuk ditempuh, ditambah dengan kondisi jalan yang kurang bagus, penerangan jalan yang belum memadai, dan masih jarang dilalui oleh angkutan umum, sehingga apabila ada pasien yang membutuhkan pertolongan disaat yang bersamaan, hal ini menjadi kendala yang berarti bagi pihak Puskesmas (Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Mandala, Pada Tanggal 27 Oktober 2014).

Selain permasalahan kendaraan operasional Puskesmas, permasalahan lainnya yang berkaitan dengan kurangnya fasilitas yang memadai di Puskesmas Mandala yakni, sejak diberlakukan program jaminan persalinan, Puskesmas Mandala belum memberlakukan layanan 24 jam, dimana Puskesmas Mandala belum menerima pasien rawat inap pada saat itu, karena keterbatasan sarana dan prasarana (Sumber: Hasil wawancara dengan Pengelola Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Puskesmas Mandala, pada Tanggal 27 Oktober 2014). Kurangnya sarana dan prasarana di Puskesmas Mandala pada saat itu, mempengaruhi hasil yang dicapai dari program jaminan persalinan yang belum maksimal.

(32)

Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh peserta Jampersal, yang sudah mendapatkan pelayanan jampersal, yakni sekitar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp.350.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) (Sumber: Hasil wawancara dengan warga yang menggunakan program Jampersal pada tanggal 25 Oktober 2014). Tentu saja hal tersebut menyimpang dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 256/Menkes/PER/XII/ 2011, tentang petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan program Jampersal, yang seharusnya pelayanan jampersal diberikan secara gratis kepada masyarakat. Karena program Jampersal dibuat untuk memberikan bantuan finansial kepada masyarakat miskin, agar mereka bisa melakukan persalinan dengan dibantu oleh tenaga medis.

(33)

15

Tabel 1.6

Jumlah Kejadian Kematian Bayi (0 Tahun) di Wilayah Puskesmas Mandala Tahun 2011-2013

NO DESA

2010 2011 2012 2013

L P L P L P L P

1. Tambakbaya 2 1 1 0 1 3 1 2 2. Bojongleles 1 1 0 0 1 2 2 1 3. Kaduagung Timur 1 0 1 0 4 1 2 2 4. Kaduagung Barat 1 0 0 1 1 0 1 2 5. Kaduagung Tengah 0 1 0 2 1 0 1 2 6. Mekar Agung 0 1 1 2 1 0 2 1

Jumlah 5 2 3 5 9 6 9 10

9 8 15 19

Sumber : BPS Provinsi Banten, 2012,2013 dan Puskesmas Mandala, 2014

(34)

menunjukkan bahwa, program jaminan persalinan belum dapat memecahkan masalah tingginya AKI dan AKB, terutama di Wilayah Puskesmas Mandala.

Penyebab kematian bayi di Kecamatan Cibadak diantaranya, karena pernikahan dini, MBA (Married by accident) dimana kehamilannya tidak diinginkan dan kemudian ditutup-tutupi, sehingga bagaimana mau melakukan pemeriksaan kehamilan, memberi vitamin dan lain-lain, Jika kehamilannya saja tidak diinginkan atau tidak direncanakan (Sumber: Hasil wawancara dengan Bidan di Puskesmas Mandala Bagian Kesehatan Ibu dan Anak pada Tanggal 27 Oktober 2014).

Masalah kelima, tidak ada perubahan yang signifikan pada jumlah kejadian kematian ibu di Wilayah Puskesmas Mandala, sebelum dan sesudah adanya program jaminan persalinan. Padahal jika melihat pada tujuan dibuatnya program jaminan persalinan, program ini bertujuan untuk menekan AKI dan AKB. Data jumlah kejadian kematian ibu sebelum dan sesudah adanya program jaminan persalinan dapat dilihat melalui tabel 1.7 berikut :

Tabel 1.7

Jumlah Kejadian Kematian Ibu di Wilayah Puskesmas Mandala Tahun 2011-2013

No Desa 2008 2010 2011 2012 2013

1 Tambakbaya 1 0 1 0 0

2 Bojongleles 0 0 0 0 0

3 Kaduagung Timur 0 0 0 0 1

4 Kaduagung Barat 0 0 0 0 0

5 Kaduagung Tengah 0 0 0 0 0

6 Mekar Agung 0 0 0 0 0

Jumlah 1 0 1 0 1

(35)

17

Pada tabel 1.7 dapat diketahui bahwa, jumlah kejadian kematian ibu di wilayah Puskesmas Mandala sebelum diadakan program jaminan persalinan, jumlahnya sebanyak 1 (satu) kematian, yaitu terjadi pada tahun 2008 di Desa Tambakbaya. Pada Pada tahun 2010, tidak terjadi kematian ibu di wilayah Puskesmas Mandala. Sejak diberlakukan program jaminan persalinan, pada tahun 2011 jumlahnya meningkat satu tingkat, dimana pada tahun sebelumnya nihil, tetapi di tahun 2011 terjadi kematian ibu sebanyak 1 (satu) kematian, tepatnya di Desa Tambakbaya. Pada tahun berikutnya (tahun 2012) jumlah kematian ibu mulai nihil kembali, dan di tahun berikutnya (tahun 2013) terjadi kematian ibu sebanyak 1 (satu) kematian, yaitu di Desa Kaduagung Timur. Hal tersebut menunjukkan, belum adanya perubahan yang signifikan dari diberlakukannya program jaminan persalinan.

(36)

korban tidak mendapatkan tindakan apapun. Ketika korban tidak mengalami perubahan, barulah masyarakat di sana memanggil bidan, kemudian bidan langsung membawa pasien tersebut ke Rumah Sakit terdekat, namun karena dari awal terlambat ditangani oleh tenaga medis akhirnya korban tidak tertolong (Sumber: Hasil wawancara dengan Bidan di Puskesmas Mandala Bagian Kesehatan Ibu dan Anak pada Tanggal 27 Oktober 2014).

(37)

19

1 Malingping 52 1.007 0 125 334 379

2 Wanasalam 0 919 6 56 707 86

3 Panggarangan 28 538 6 78 38 40

4 Cihara 15 488 0 84 488 141

5 Bayah 148 562 0 77 264 657

6 Cilograng 14 512 0 80 503 0

7 Cibeber 312 1.158 1 36 160 262

8 Cijaku 18 462 0 49 11 77

9 Cigemblong 4 112 0 20 121 40

10 Banjarsari 59 940 20 121 162 204

11 Cileles 57 781 1 121 172 114

12 Gunung

Kencana

39 416 0 183 0 60

13 Bojongmanik 31 362 0 35 343 0

14 Cirinten 36 384 15 132 443 37

15 Leuwidamar 44 852 0 39 471 69

16 Muncang 12 170 0 21 182 1

17 Sobang 13 521 0 85 0 87

18 Cipanas 102 848 0 55 25 89

19 Lebak Gedong 6 399 0 30 133 12

20 Sajira 71 900 0 48 319 619

21 Cimarga 172 1.034 0 188 550 100

22 Cikulur 112 762 0 70 518 72

23 Warunggunung 63 524 1 87 61 347

24 Cibadak 139 782 0 208 44 107

25 Rangkasbitung 339 1.804 0 107 19 397

26 Kalanganyar 12 519 0 71 18 345

27 Maja 38 718 0 166 0 182

28 Curugbitung 80 549 0 78 403 174

Jumlah 2.016 19.023 36 2.450 6.489 4.698 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2014

(38)

terdapat 208 (dua ratus delapan) jumlah persalinan yang ditolong oleh dukun yang belum bermitra dengan tenaga jesehatan. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang paling banyak, dibandingkan dengan jumlah persalinan yang ditolong oleh dukun pada kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Lebak. Hal ini menunjukkan bahwa, sebagian besar penduduk di Kecamatan Cibadak masih kurang mengerti dan faham akan pentingnya tenaga kesehatan medis, dan penolong persalinan oleh dukun dianggap tidak membutuhkan biaya yang besar ( Sumber : Kecamatan Cibadak Dalam Angka Tahun 2014, 2015).

(39)

21

gambar 1.2 menunjukkan jumah pertolongan persalinan oleh dukun. lebih tinggi dari jumlah pertolongan persalinan oleh tenaga medis..

Oleh karena permasalahan-permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “EVALUASI PROGRAM JAMINAN

PERSALINAN (JAMPERSAL) DI PUSKESMAS MANDALA,

KECAMATAN CIBADAK, KABUPATEN LEBAK TAHUN 2011-2013”.

1.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mencoba mengidentifikasikan permasalahan jaminan persalinan. identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil yang dicapai dari diberlakukannya program jaminan persalinan di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, belum maksimal.

2. Kurangnya fasilitas yang mendukung berjalannya program jaminan persalinan di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak.

3. Adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta jaminan persalinan, setelah pasien (peserta Jampersal) mendapatkan pelayanan jaminan persalinan di beberapa tenaga medis Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak.

(40)

5. Tidak terjadi perubahan yang signifikan, pada jumlah kejadian kematian ibu, sebelum dan sesudah diadakan program jaminan persalinan, di wilayah Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak. 6. Tanggapan masyarakat terhadap program jaminan persalinan di wilayah

Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak belum baik.

1.2 Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada uraian-uraian yang ada dalam latar belakang masalah, dan identifikasi masalah, peneliti memiliki keterbatasan kemampuan dan berfikir secara menyeluruh, oleh karena itu peneliti mencoba membatasi penelitiannya pada Evaluasi Program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak Tahun 2011-2013.

1.3 Rumusan Masalah :

Berdasarkan batasan permasalahan diatas, mengenai Evaluasi Program Jaminan Persalinan, maka rumusan masalahnya yaitu, Bagaimana Evaluasi Program Jaminan Persalinan di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak Tahun 2011-2013?

1.4 Tujuan Penelitian

(41)

23

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang penulis harapkan dari penelitian yang berjudul Evaluasi Program Jaminan Persalinan di Puskesmas Mandala, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak Tahun 2011-2013, ini adalah :

1.5.1 Manfaaat Teoritis

1. Mengetahui konsep-konsep kebijakan publik dan evaluasi dari suatu kebijakan.

2. Untuk mengaplikasikan materi-materi pengajaran mengenai kebijakan publik, khususnya mengenai evaluasi kebijakan publik. Serta dapat memberikan sumbangan pemikiran guna melakukan pengembangan teori-teori kebijakan.

3. Untuk mengembangkan teori evaluasi kebijakan publik.

1.5.2 Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Sebagai sarana penerapan ilmu pengetahuan yang selama ini peneliti dapatkan dan pelajari dalam perkuliahan dikelas.

b. Bagi Instansi

(42)

c. Bagi Masyarakat

(43)

BAB II

DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Kebijakan Publik

Kata kebijakan atau policy menurut Poerdarminta (1984:138) dalam Kamus Umum bahasa Indonesia diartikan dengan beberapa makna, diantaranya adalah pimpinan dan cara bertindak mengenai pemerintahan, kepandaian, kemahiran dan kebijaksanaan. Berdasarkan definisi yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kebijakan diartikan sebagai berikut :

“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang mempunyai garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintah, organisasi, dan sebagainya): pernyataan cita- cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran”.

Adapun pengertian kebijakan publik menurut Friedrich dalam Agustino (2008:7) adalah :

“Serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan- hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujun yang dimaksud”.

Dari definisi kebijakan publik menurut para ahli, yang telah dipaparkan di atas. Dapat dipahami bahwa terdapat kesamaan pengertian diantara keduanya. Kesamaan tersebut diantaranya, kedua definisi di atas mengartikan kebijakan

sebagai tindakan yang dilakukan berdasarkan usul dari individu, kelompok atau

(44)

pemerintah, untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun perbedaannya, yaitu terletak pada pengertian kebijakan publik menurut friedrich, yang mengemukakan bahwa didalam kebijakan terdapat hambatan-hambatan dan kemungkinan-kemungkinan.

Berbeda dengan definisi kebijakan publik yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas, pengertian kebijakan publik menurut Dye dalam Subarsono (2006:2) adalah sebagai berikut :

“Apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not to do)”.

Dunn W dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Analisis Kebijakan Publik” (2003:132) menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.

Adapun Wilson dalam Wahab (2012:13) yang mengemukakan kebijakan publik sebagai berikut ;

(45)

27

Berdasarkan pada definisi-definisi kebijkan publik menurut para ahli di atas, dapat dipahami bahwa kebjakan publik adalah, suatu pilihan yang diambil oleh pemerintah untuk melakukan tindakan dan atau keputusan, atau tidak melakukan.

Definisi lain disebutkan oleh Lemix dalam Wahab (2012:15) yang telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut :

“The product of activities aimed at the resolution of publik problems in the environment by political actors whose relationship are structured. The entire process by political over time” (produk aktivitas-aktivitas yang terjadi dilingkungan tertentu yang dilakukan olek aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu).

Pakar inggris, Jenkins dalam Wahab (2012:15) mendefinisikan kebijkan publik sebagai berikut :

“A set of interrelated decisions taken by a political actor of group of actor concerning the selection of goal and the means of achieving principle, be within the power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi).

Sementara itu, Anderson dalam Agustino (2008:7) memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik sebagai berikut :

(46)

Berdasarkan pada definisi-definisi kebijakan publik menurut para ahli yang telah dipaparkan di atas, dapat diahami bahwa ketiga definisi tersebut memiliki kesamaan. Kesamaan tersebut yaitu definisi kebijakan publik yang merupakan suatu aktivitas dan atau keputusan yang dibuat oleh para aktor politik yang terjadi dalam lingkungan atau situasi tertentu.

Kebijakan publik sendiri menurut Nugroho (2012:93) merupakan bentuk dinamika tiga dimensi kehidupan setiap negara bangsa, yaitu :

1. Dimensi politik, karena kebjakan publik merupakan bentuk paling nyata system politik yang dipilih. Politik demokratis memberikan hasil kebijakan publik yang berproses secara demokratis dan dibangun untuk kepentingan kehidupan bersama, bukan orang-seorang atau satu atau beberapa golongan saja.

2. Dimensi hukum, karena kebijakan publik merupakan fakta hokum dari Negara, sehingga kebijakan publik mengikat seluruh rakyat dan juga seluruh penyelenggara Negara, terutama penyelenggara pemnerintahan. Fakta ini ditekankan karena hokum yang buruk adalah hokum yang berlaku untuk rakyat (terutama rakyat kecil) dan bukan untuk pembuat penegak hokum (atau “rakyat besar”).

3. Dimensi manajemen, karena kebijakan publik perlu untuk dirancang atau direncanakan, dilaksanakan melalui berbagai organisasi dan kelembagaan, dipimpin oleh pemerintah beserta organisasi eksekutif yang dipimpinnya, yaitu birokrasi, bersama-sama dengan rakyat, dan untuk mencapai hasil yang optimal, maka implementasi kebijakan publik harus dikendalikan. Fungsi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian adalah fungsi manajemen.

(47)

29

Proses Kebijakan

Proses Politik Evaluasi Kebijakan

Isu Kebijakan (Agenda Pemerintah)

Formulasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Kinerja Kebijakan

Input Proses Output

Gambar 2.1

Proses Kebijakan yang Ideal Sumber : Nugroho, 2012:533

(48)

formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

Kebijakan Publik

Kebijakan Publik Penjelas

Program

Proyek

Kegiatan

Pemanfaat (beneficiaries)

Gambar 2.2

Sekuensi Implementasi Kebijakan Sumber : Nugroho, 2012:675

(49)

31

evaluasi kebijakan atau dalam gambar 2.1 disebut dengan pemanfaat (beneficiaries).

Adapun evaluasi kebijakan menurut Dye dalam Parson W (2008:351) mengemukakan bahwa :

“Evaluasi Kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai”.

Laswell dan Kaplan dalam Nugroho (2012:119) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktik-praktik tertentu (a projected program of goals, values, and practices).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah suatu tindakan pemerintah dalam rangka mengambil keputusan baik itu melakukan atau tidak melakuakan untuk mencapai tujuan negara.

2.1.2 Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi kebijakan menurut Weiss dalam Soekarno (2003:173) adalah adalah suatu kata yang elastis yang dapat meluas meliputi penilaian kebenaran dan keberhasilan mengenai banyak hal.

(50)

“evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan”.

Dunn dalam Agustino (2008:185) mengungkapkan, secara sederhana evaluasi kebijakan berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai-nilai atau manfaat-manfaat hasil kebijakan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, terdapat kesamaan definisi, yaitu evaluasi kebijakan publik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kegagalan/keberhasilan suatu kebijakan, serta untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dari kebijakan tersebut.

Sementara itu, pengertian lain mengenai evaluasi kebijakan didefinisikan oleh Dye dalam Parson W (2008:351) bahwa :

“Evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai”.

Agustino dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Kebijakan Publik” (2014:185) mendefinisikan evaluasi kebijakan sebagai berikut :

“Bagian akhir dari suatu proses kebijakan yang dipandang sebagai pola aktivitas yang berurutan. Evaluasi kebijakan sebenarnya juga membahas persoalan perencanaan, isi, implementasi, dan tentu saja efek atau pengaruh dari kebijakan itu sendiri”.

(51)

33

“Evaluasi kebijakan adalah lebih dari sekedar proses teknis atau analitis melainkan juga merupakan proses politis dan selanjutnya evaluasi kebijakan itu menunjukkan bahwa meskipun evaluasi itu dimaksudkan dengan tujuan yang tidak memihak dan objektif akan menjadi politis atau kegiatan politik dengan terjadinya pengaruh terhadap alokasi sumber-sumber daya dalam masyarakat”.

Dari ketiga definisi evaluasi kebijakan menurut ketiga ahli di atas, terdapat kesamaan dalam definisi evaluasi kebijakan. Kesamaan tersebut yaitu, evaluasi kebijakan merupakan suatu aktivitas pemeriksaan yang dilakukan, untuk megetahui efek atau pengaruh yang diberikan, dari suatu kebijakan terhadap target sasaran dari kebijakan tersebut.

Adapun Jones dalam Soekarno (2003:173) mengemukakan bahwa :

“Evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian yang besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta perkembangannya”.

Berdasarkan definisi evaluasi kebijakan menurut Jones, dapat dipahami bahwa evaluasi kebijakan merupakan suatu aktivitas dan merupakan proses yang dapat menyempurnakan sebuah kebijakan serta perkembangan dari kebijakan itu sendiri.

Pengertian lain menurut Nugroho dalam bukunya yang berjudul “Public Policy” (2012:723) bahwa evaluasi merupakan penilaian pencapaian kinerja dari implementasi. Evaluasi dilaksanakan setelah kegiatan “selesai dilaksanakan” dengan dua pengertian “selesai”, yaitu (1) pengertian waktu (mencapai/melewati

(52)

Ada tiga fungsi dari evaluasi kebijakan, pertama evaluasi kebijakan harus memberi informasi yang valid dan dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Kinerja kebijakan yang dinilai dalam evaluasi kebijakan melingkupi: (1) seberapa jauh kebutuhan niali, dan kesempatan telah dicapai melalui tindakan kebijakan/program. Dalam hal ini evaluasi kebijakan mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu telah dicapai. (2) apakah tindakan yang ditempuh oleh implementing agencies sudah benar-benar efektif, responsive, akuntabel, dan adil. Dalam bagaian ini evaluasi kebijakan harus juga memerhatikan persoalan- persoalan hak azasi manusia ketika kebijakan itu dilaksanakan. (3) bagaimana efek dan dampak dari kebijakan itu sendiri.

Kedua, evaluasi kebijakan berfungsi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Pemilihan nilai dalam mencapai tujuan dan target, sejatinya, tidak didasari oleh kepentingan-kepentingan nilai dari kelompok/golongan/partai tertentu.

Ketiga, evaluasi kebijakan berfungsi juga untuk memberi sumbangan pada aplikasi netode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk bagi perumusan masalah maupun pada rekomendasi kebijakan.

(53)

35

2.1.3 Evaluasi Implementasi Kebijakan

(54)

kebijakan, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, evaluasi teoritis, dan evaluasi keputusan teoritis.

Adapun Lester dan Steward dalam Nugroho (2012:733) mengelompokkan evaluasi implementasi kebijakan menjadi evaluasi proses, yaitu :

“Evaluasi yang berkenaan dengan proses implementasi; evaluasi impak, yaitu berkenaan dengan hasil dan/ atau pengaruh dari implementasi kebijakan; evaluasi kebijakan, yaitu apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang dikehendaki; dan evaluasi meta-evaluasi yang berkenaan dengan evaluasi berbagai implementasi kebijakan yang ada untuk menemukan kesamaan-kesamaan tertentu.

Berdasarkan definisi evaluasi implementasi kebijakan publik menurut Lester dan Steward diatas, dapat dipahami bahwa evaluasi implementasi kebijakan publik merupakaan evaluasi yang berkaitan dengan proses pelaksanaan kebijakan. Evaluasi impak berkairam dengan hasil serta pengaruh dari pelaksanaan kebijakan. Evaluasi kebijakan yaitu apakah hasil dari suatu kebijakan sudah sesuai dengan tujuan kebijakan. Evaluasi meta-evaluasi yaitu evaluasi berbagai pelaksanaan kebijakan untuk menemukan kesamaan.

Sedangkan menurut Effendi dalam nugroho (2012:741), tujuan dari evaluasi implementasi kebijakan publik adalah untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu :

a. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? Jawabannyaberkenaan dengan kinerja implementasi publik (variasi dari outcome) terhadap variabel independent tertentu.

(55)

37

kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome implementasi kebijakan.

c. Bagaimana strategi meningkatkan kinerja implementasi kebijakan publik? Pertanyaan ini berkenaan dengan “tugas” pengevaluasi untuk memilih variabel-variabel yang bersifat natural atau variabel lain yang tidak bisa diubah tidak dapat dimasukkan sebagai variabel evaluasi.

Namun demikian, ada beberapa hal yang dapat dipergunakan sebagai panduan pokok, yaitu:

1. Terdapat perbedaan tipis antara evaluasi kebijakan dan analisis kebijakan. Namun demikian, terdapat satu perbaedaan pokok, yaitu analisis kebijakan biasanya diperuntukkan bagi lingkungan pengambil kebijakan untuk tujuan formulasi atau penyempurnaan kebijakan, sementara evaluasi dapat dilakukan oleh internal ataupun ekternal pengambil kebijakan.

2. Evaluasi kebijakan yang baik harus mempunyai beberapa syarat pokok, yaitu:

a. Tujuannya menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan kinerja kebijakan.

b. Yang bersangkutan harus mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan, pelaksana kenbijakan, dan target kebijakan.

c. Prosedur evaluasi harus dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi.

3. Evaluator haruslah individu atau lembaga yang mempunyai karakter profesional, dalam arti menguasai kecakapan keilmuan, metodologi, dan dalam beretika.

4. Evaluasi dilaksanakan tidak dalam suasana permusuhan atau kebencian.

(56)

Evaluasi impelementasi kebijakan dibagi tiga menurut timing evaluasi, yaitu sebelum dilaksanakan, pada waktu dilaksanakan, dan setelah dilaksanakan. Evaluasi pada waktu pelaksanaan biasanya disebut evaluasi proses. Evaluasi setelah kebijakan juga disebut sebagai evaluasi konsekuensi (output) kebijakan dan/ atau evaluasi impak/pengaruh (outcome) kebijakan, atau sebagai evaluasi sumatif.

2.1.4 Model Evaluasi Kebijakan

(57)

39

yang sudah disepakati, secara umum, William Dunn menggambarkan kriteria- kriteria evaluasi kebijakan publik sebagai berikut:

Tabel 2.2

Kriteria Evaluasi Kebijakan

Menurut William Dunn

Tipe Kriteria Pertanyaan

Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai ?

Efisiensi Seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan ?

Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah ?

Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda ?

Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan. Prefensi atau nilai ?

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai ?

Sumber : Nugroho, 2012:729

Berdasarkan model evaluasi menurut Dunn yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat simpulkan bahwa evaluasi berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, dan evaluasi kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari sebuah kebijakan, khususnya pada implementasi kebijakan publik, serta evaluasi dilakukan untuk menilai pencapaian dari sebuah kebijakan yang telah dibuat dan diimplementasikan.

(58)

indikatornya adalah, efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan. Alasan penulis menggunakan teori tersebut, karena dari beberapa permasalahan yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, masalah- masalah tersebut sesuai dengan indikator-indikator kriteria evaluasi menurut Dunn, terlebih penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dampak dari suatu program yang merupakan turunan dari kebijakan.

Sementara itu, House dalam Nugroho (2012:733) membuat taksonomi evaluasi yang cukup berbeda, yang membagi model evaluasi menjadi :

1. Model system, dengan indikator utama adalah efisiensi.

2. Model perilaku, dengan indikator utama adalah produktivitas dan akuntabilitas.

3. Model formulasi keputusan, dengan indikator utama adalah keefektifan dan keterjagaan kualitas.

4. Model tujuan-bebas (goal free), dengan indikator utama adalah pilihan pengguna dan manfaat sosial.

5. Model kekritisan seni (art critis), dengan indikator utama adalah standar yang semakin baik dan kesadaran yang semakin meningkat. 6. Model review profesional, dengan indikator utama adalah penerimaan

profesional.

7. Model kuasi-legal (quasi-legal), dengan indikator utama adalah resolusi.

8. Model studi kasus, dengan indikator utama adalah pemahaman atas diversitas.

Ada pula pemilihan evaluasi sesuai dengan teknik evaluasinya, yaitu : 1. Evaluasi komparatif, yaitu membandingkan implementasi kebijakan

(proses dan hasilnya) dengan implementasi kebijakan yang sama atau berlainan, di satu tempat yang sama atau berlainan.

2. Evaluasi historikal, yaitu membuat evaluasi kebijakan berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakan-kebijakan tersebut.

3. Evaluasi laboratorium atau eksperimental, yaitu evaluasi namun menggunakan eksperimen yang diletakkan dalam sejenis laboratorium. 4. Evaluasi ad hock, yaitu evaluasi yang dilakukan secara mendadak

(59)

41

Berdasarkan model evaluasi House dapat disimpulkan bahwa model evaluasi ini membagi evaluasi kedalam beberapa model, yaitu model system, model perilaku, model formulasi keputusan, model tujuan bebas, model kekritisan seni, model review profesional, model kuasi-legal dan model studi kasus. Model- model tersebut memiliki maksud dan definisi yang berbeda-beda seperti yang telah dipaparkan diatas. House juga memaparkan beberapa evaluasi sesuai dengan teknik evaluasinya. Diantaranya, evaluasi komparatif, evaluasi historikal, evaluasi laboratorium, dan evaluasi ad hock. Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan model evaluasi House, karena menurut penulis permaslaahan- permasalahan yang sudah dipaparkan pada latar belakang masalah tidak sesuai dengan model evaluasi ini.

Sedangkan Anderson dalam Nugroho (2012:734) membagi evaluasi (implementasi) kebijakan publik menjadi tiga. Tipe pertama, evaluasi kebijakan publik yang dipahami sebagai kegiatan fungsional yang selalu melekat pada setiap kebijakan publik. Kedua, evaluasi yang memfokuskan pada bekerjanya sebuah kebijakan. Ketiga, evaluasi sistematis untuk mengukur kebijakan atau mengukur pencapaian dibanding target yang ditetapkan.

(60)

saat diimplementasikannnya suatu kebijakan. Selanjutnya, evaluasi sistematis yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian dari suatu kebijakan.

Model evaluasi lain disebutkan oleh Suchman dalam Nugroho (2012:734) yang mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu :

1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi. 2. Analisis terhadap masalah.

3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.

4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.

5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain.

6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Berdasarkan model evaluasi Suchman, dapat dipahami bahwa dalam mengevaluasi suatu kebijakan harus melalui beberapa tahapan atau proses. Proses atau tahapan tersebut yaitu, pertama tujuan dari suatu kebijakan dan atau program diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian dari masalah yang sudah teridentifikasi dilakukan analisis, selanjutnya dilakukan deskripsi dan standarisasi kegiatan, berikutnya dilakukan pengukuran terhadap tingkat perubahan yang terjadi, dan menentukan apakah perubahan yang diamati, merupakan akibat dari kebijakan dan atau program tersebut atau karena penyebab lain, terakhir dibutuhkan beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Sedangkan Wibawa, dkk dalam Nugroho (2012:734) evaluasi kebijakan publik memiliki empat fungsi, yaitu :

1. Eksplanasi

(61)

43

mengidentifikasikan masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.

2. Kepatuhan

Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standard dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.

3. Audit

Melalui evluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ketangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.

4. Akunting

Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.

Pada model evaluasi yang dipaparkan oleh Wibawa, dkk dapat dipahami bahwa terdapat fungsi-fungsi dari evaluasi kebijakan. Diantaranya, eksplanasi yaitu dalam hal ini dengan melakukan evaluasi maka dapat dilaksanakan pengidentifikasian masalah, dan faktor-faktor yang mendukung kegagalan atau keberhasilan suatu kebijakan dan atau program. Fungsi kepatuhan, dimana melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standard dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan. Fungsi Audit yaitu dari evaluasi dapat diketahui, apakah hasil atau manfaat dari suatu kebijakan atau program tepat sasaran atau terjadi penyimpangan. Kemudian Fungsi Akunting, dimana dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.

Berbeda dengan Bingham dan Felbinger dalam Nugroho (2012:735) membagi evaluasi kebijakan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Evaluasi proses, yang fokus pada bagaimana proses implementasi suatu kebijakan.

(62)

3. Evaluasi kebijakan, yang menilai hasil kebijakan dengan tujuan yang direncanakan dalam kebijakan pada saat dirumuskan.

4. Meta-evaluasi, yang merupakan evaluasi terhadap berbagai hasil atau temuan evaluasi dari berbagai kebijakan terkait.

Berdasarkan model evaluasi Bingham dan Felbinger, terdapat empat jenis evaluasi kebijakan, diantaranya evaluasi proses yang menitikberatkan pada proses pelaksanaan suatu kebijakan. Selanjutnya evaluasi dampak, yang menitikberatkan pada output dari suatu kebijakan. Kemudian evaluasi kebijakan yang dilakukan dengan cara menilai output dari suatu kebijakan, dan berikutnya meta-evaluasi yang dilakukan dengan cara mengevaluasi temuan evaluasi dari kebijakan yang dimaksud.

Model evaluasi lainnya dikemukakan oleh Howlet dan Ramesh dalam Nugroho (2012:735) mengelompokkan evaluasi menjadi tiga, yaitu :

1. Evaluasi administratif, yang berkenaan dengan evaluasi sisi administratif-anggaran, efisiensi, biaya-dari proses kebijakan di dalam pemerintah yang berkenaan dengan:

a. Effort evaluation, yang menilai dari sisi input program yang dikembangkan oleh kebijakan.

b. Performance evaluation, yang menilai keluaran (output) dari program yang dikembangkan oleh kebijakan.

c. Adequacy of performance evaluation atau effectiveness evaluation, yang menilai apakah program dijalankan sebagaimana yang sudah ditetapkan.

d. Efficiency evaluation, yang menilai biaya program dan memberikan penilaian tentang keefektifan baiaya tersebut.

e. Process evaluation, yang menilai metode yang dipergunakan oleh organisasi untuk melaksanakan program.

(63)

45

evaluasi sisi administratif-anggaran, efisiensi, biaya dari proses kebijakan di dalam pemerintah. Kedua, evaluasi judisial, yaitu evaluasi yang berkaitan dengan isu keabsahan hukum tempat kebijakan dilaksanakan, termasuk kemungkinan pelanggaran terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan administrasi negara, hingga hak asasi manusia. Ketiga, evaluasi politik, yaitu menilai sejauh mana penerimaan konstituen politik terhadap kebijakan publik yang dilaksanakan.

2.1.5 Pengertian Kesehatan

Kesehatan menurut WHO (World Health Organization) Tahun 1986 adalah sumberdaya kehidupan sehari-hari dan bukanlah tujuan hidup. Konsep kesehatan disini ditekankan pada sumber daya sosial, pribadi, dan kemampuan fisik.

Sedangkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan memberikan pendapat mengenai definisi kesehatan, yakni kesehatan merupakaan keadaan yang sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial sehingga memberikan kemungkinan orang untuk hidup secara produktif dan ekonomis.

(64)

2.1.6 Jaminan Persalinan

Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) adalah perluasan kepesertaan dari Jamkesmas dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja Manfaat yang diterima oleh penerima manfaat Jaminan Persalinan terbatas pada pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan (Sumber : www.depkes.go.id ). Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) No. 631/MenKes/Per/III/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.

1. Tujuan

1) Tujuan Umum

Meningkatnya akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. 2) Tujuan Khusus

a.Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

b.Meningkatnya cakupan pelayanan: 1) Bayi baru lahir.

(65)

47

3) Penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir, KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

4) Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.

2. Sasaran dan Target

Sesuai dengan tujuan Program Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI dan AKB, maka sasaran Program Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian tujuan tersebut.

Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah: 1. Ibu hamil

2. Ibu bersalin

3. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan) 4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)

Sasaran yang dimaksud diatas adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah AKI dan AKB dari suatu proses persalinan.

3. Jenis Pelayanan jampersal

(66)

A. Pelayanan persalinan tingkat pertama

Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB paska salin) tingkat pertama.Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:

1. Pelayanan antenatal care (ANC) sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali;

2. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir

3. Pertolongan persalinan normal;

4. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED.

5. Pelayanan nifas atau preventive and care (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali;

(67)

49

7. Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya.

B. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal tida diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya.

Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi: 1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)

2. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.

3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan.

(68)

5. Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi.

C. Pelayanan Persiapan Rujukan

Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena:

a) Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) b) Keterbatasan peralatan dan obat-obatan

2. Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan

3. Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan

Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai dengan penanganannya di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan persiapan dan proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

1) Stabilisasi keadaan umum:

(69)

51

b. Nadi teraba

c. Pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar d. Terpasang infuse

e. Tidak terdapat kejang/kejang sudah terkendali 2). Perdarahan terkendali:

a. Tidak terdapat perdarahan aktif, atau b. Perdarahan terkendali

c. Terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit 3). Tersedia kelengkapan ambulasi pasien:

a. Petugas kesehatan yang mampu mengawasi dan antisipasi kedaruratan.

b. Cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4-6 jam) atau sesuai kondisi pasien.

c. Obat dan Bahan Habis Pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan.

4. Manfaat Jampersal

(70)

1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku Pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi:

a. 1 kali pada triwulan pertama b. 1 kali pada triwulan kedua c. 2 kali pada triwulan ketiga

Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi diatas pada tiap-tiap triwulan tidak dibiayai oleh program ini. Penyediaan obat-obatan, reagensia (zat kimia) dan bahan habis pakai yang diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas, dan KB pasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir menjadi tanggung jawab Pemda/Dinas Kesehatan Kab/ Kota. Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi kehamilan antara lain:

a. Penatalaksanaan abortus imminen, abortus inkompletus dan missed abortion.

b. Penatalaksanaan mola hidatidosa.

c. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum. d. Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu.

(71)

53

f. Perdarahan pada masa kehamilan. g. Decompensatio cordis pada kehamilan.

h. Pertumbuhan janin terhambat (PJT): tinggi fundus tidak sesuai usia kehamilan.

i. Penyakit lain sebagai komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa.

2) Penatalaksanaan Persalinan: a. Persalinan per vaginam

a) Persalinan per vaginam normal.

b) Persalinan per vaginam melalui induksi. c) Persalinan per vaginam dengan tindakan. d) Persalinan per vaginam dengan komplikasi.

e) Persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar.

Persalinan per vagina dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS.

b. Persalinan per abdominam

(72)

b) Seksio sesarea segera (emergensi), atas indikasi medis. Seksio sesarea emergensi adalah, seksio sesarea yang dilakukan ssetelah gagal dilakukan partus percobaan (persalinan per vaginam pada wanita-wanita dengan panggul yang relatif sempit). c) Seksio sesarea dengan komplikasi (perdarahan,

robekan jalan lahir, perlukaan jaringan sekitar rahim, dan sesarean histerektomi).

c. Penatalaksanaan Komplikasi Persalinan : a) Perdarahan

b) Eklamsi (hipertensi dalam kehamilan)

c) Retensio plasenta (plasenta belum lepas setelah bayi lahir)

d) Penyulit pada persalinan. e) Infeksi

f) Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin

d. Penatalaksanaan bayi baru lahir

a) Perawatan esensial neonates atau bayi baru lahir b) Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi

(73)

55

kurang dari 2500 gram, Infeksi, ikterus yaitu ditandai dengan menguningnya kulit dan sklera (bagian putih pada bola mata), Kejang, RDS (Respiratory Distress Syndrome) yaitu gangguan pernapasan pada bayi premature, atau disebut juga sindrom sulit bernapas pada bayi).

e. Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan

a) Persalinan normal dirawat inap minimal 1 (satu) hari.

b) Persalinan per vaginam dengan tindakan dirawat inap minimal 2 (dua) hari.

c) Persalinan dengan penyulit post sectio-caesaria dirawat inap minimal 3 (tiga) hari.

3) Pelayanan nifas (Post Natal Care) a. Tatalaksana pelayanan

Gambar

Tabel 1.3
Tabel 1.5
Gambar 2.1
Gambar 2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (puskesmas dan jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan Tim

(DKK, 2010) Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria (SC), dimana S C adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan

Pembiayaan pelayanan persalinan di puskes- mas, semua responden menyatakan bahwa seba- gian besar dalam mendapatkan pelayanan persalinan menggunakan kartu Jaminan Persalinan

Evaluasi program jaminan persalinan (jampersal) di puskesmas Bontobahari kabupaten Bulukumba dalam penelitian ini menggunakan teori Evaluasi dunn (2012:729) dengan

Model 2 dengan mengendalikan variabel transportasi dan keberadaan bidan menunjukkan non peserta program mempunyai peluang untuk memanfaatkan pertolongan persalinan non tenaga

analisis permintaan ibu yang telah mendapatkan pelayanan Jampersal di Kabupaten Serdang Bedagai untuk menggunakan kembali pelayanan Jaminan Persalinan dimana. faktor tarif

Dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta Millennium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan kebijakan Jaminan

Dalam implementasi Program Jaminan Persalinan ini sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, dimana penerima manfaat adalah penduduk dengan kriteria sangat miskin,