• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN

2.1.4 Model Evaluasi Kebijakan

Mengevaluasi dampak suatu program atau kebijakan publik diperlukan adanya suatu kriteria untuk mengukur keberhasilan program atau kebijakan publik tersebut. Mengenai kinerja kebijakan dalam menghasilkan informasi terdapat kriteria evaluasi dampak kebijakan publik yaitu sebagai berikut :

1. Efektivitas

Efektivitas (effectiveness) yang mengukur apakah suatu alternatif sasaran yang dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir (outcomes=effect) yang diinginkan. Jadi, suatu strategi kebijakan dipilih karena dilihat dari kapasitasnya memenuhi tujuan dalam rangka memecahkan suatu permasalahan masyarakat.

Berdasarkan paparan diatas, bahwa efektifitas berarti menunjukan bahwa semakin realisitis sebuah kebijakan atau program maka semakin besar pula efektivitasnya. Seperti yang dikatakan di atas, apabila setelah adanya program atau kebijakan publik ini ternyata tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di tengah masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa program atau kebijakan tersebut gagal. Ada kebijakan publik yang dapat mencapai tujuan namun belum dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang ada, karena ada kalanya sebuah kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka pendek akan tetapi setelah melalui beberapa proses lainnya.

Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kebijakan. Ditinjau dari pengertian efektivitas usaha, maka data diartikan bahwa efektivitas adalah sejauhmana

dapat mencapai tujuan pada waktu yang tepat dalam pelaksanaan tugas pokok, kualitas produk yang dihasilkan dan perkembangan. Dapat disimpulkan efektifitas berarti suatu standar terpenuhinya sasaran dan tujuan yang akan dicapai serta kemampuan organisai, program atau kebijakan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.

2. Efisiensi

Pengertian ini bersamaan dengan berpikir ekonomi (economic rasionality) yang mengukur besarnya pengorbanan atau ongkos yang harus dikeluarkan untuk pencapaian tujuan atau efektivitas tertentu. Efisiensi sering dipakai dalam ukuran-ukuran keuangan. Misalnya dalam mengukur biaya per unit, seperti besarnya biaya per meter persegi sebuah bangunan dan besarnya biaya per kubik air dari suatu irigasi. Oleh karena itu, kriteria efisiensi dianggap sebagai kriteria keuangan.

Diantara kedua kriteria ini, yaitu efektivitas dan efisiensi selain terdapat perbedaan dalam ukuran tujuan dan biaya, terdapat pula perbedaan orientasi. Efisiensi lebih berorientasi kuantitatif, sedangkan efektivitas berorentasi pada kualitatif.

Kriteria efisien berarti bagaimana suatu organisasi dapat mencapai tujuan yang diharapkan dengan biaya dan waktu yang minim. Dan apabila pelaksanaan dari sebuah program memakan biaya terlampau besar, maka kebijakan telah melakukan pemborosan dan perlu dikaji ulang untuk kelayakan kebijakan tersebut.

3. Kecukupan

Kecukupan berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Hal ini diukur di sini apakah suatu kebijakan dapat mecapai hasil yang diharapkan dengan sumber daya yang ada. Kriteria cukup ini berkaitan dengan variasi antara sumber daya dan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut :

1. Pencapaian sasaran tertentu dengan biaya tertentu.

2. Pencapaian salah satu diantara banyak sasaran dengan biaya tetap. 3. Pencapaian tujuan tertentu dengan biaya yang dapat berubah.

4. Pencapaian salah satu diantara banyak sasaran dengan biaya yang dapat berubah.

4. Kemerataan

Kriteria ini mengukur suatu strategi kebijakan dalam hubungannya dengan penyebaran atau pembagian hasil dan ongkos atau pengorbanan diantara pihak dalam masyarakat. Kriteria ini juga erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial serta menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien dan mencukupi apabila biaya dan manfaat merata.

Berdasarkan pendapat di atas, kemerataan berarti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah haruslah dapat dirasakan bagi seluruh warga negara

tanpa membedakan antara golongan atau ras. Sehingga dengan adanya kebijakan publik akan terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan tidak ada diskriminasi serta terbentuknya kaum elit dan proletar. Dengan pemerataan kebijakan pula akan terbentuk masyarakat yang lebih maju.

5. Responsivitas

Ini dimakasudkan bahwa strategi kebijakan tersebut dapat memenuhi kebutuhan suatu golongan atau suatu masalah tertentu pada masyarakat. Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Responsivitas berkenaan dengan seberapa jauh kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, prefensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk dukungan/berupa penolakan.

Responsivitas menjadi kriteria yang sangat penting, dalam sebuah kebijakan publik, di mana yang menjadi sasaran adalah publik dalam hal ini masyarakat, maka suatu kebijakan akan berhasil apabila mendapat tanggapan dari masyarakat. Masyarakat sebagai subjek dari kebijakan diharapkan dapat ikut serta menjalankan.

Regulasi Sumber Daya Aparatur Kelembagaan Sarana, Prasarana dan Teknologi Finansial 6. Ketepatgunaan

Pengertian tepat di sini sangat luas, karena ukuran ini merupakan ukuran kombinasi dari kriteria-kriteria terdahulu. Dari pendapat di atas maka kriteria ini dimaksud adalah sebuah penilaian terhadap pelaksanaan program atau kebijakan oleh organisasi atau pemerintah, dengan cara mengevaluasi aspek-aspek dampak kebijakan yang meliputi efektivitas, efisien, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan pelaksanaan kebijakan tersebut ditinjau dari aspek masyarakat sebagai sasaran kebijakan.

2.1.4.2 Model Evaluasi Leo Agustino

Sebuah evaluasi kebijakan menurut Leo Agustino harus meliputi lima kriteria di atas, berikut penjelasannya :

Gambar 2.1 Model Evaluasi Kebijakan Leo Agustino (2016 :180)

Evaluasi Kebijakan

1. Sumber Daya Aparatur (SDA)

Sebuah pelaksanaan kebijakan yang akan dievaluasi hasilnya akan amat bergantung oleh Sumber Daya Aparatur yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Dalam kata lain, ketika melakukan evaluasi kebijakan, maka evaluator haruslah mengevaluasi pelaksana atau aparatur pertama kali. Keberhasilan sebuah kebijakan akan berbanding lurus dengan sejauhmana para pelaksana atau aparatur mengerti dan memahami apa yang harus mereka kerjakan, apa yang harus mereka buat dan sebagainya. Jika pelaksana atau aparatur tidak memahai dan mengerti tugas dan fungsinya dalam melakukan tugas, maka dapat dipastikan sebuah kebijakan atau program tidak berjalan dengan baik dan hasil evaluasi tidak akan berbuah positif.

2. Sarana, Prasarana dan Teknologi

Sarana, prasarana dan teknologi merupakan kriteria lain yang dapat digunakan untuk menilai suatu evaluasi publik. Pelaksanaan kebijakan haruslah didukung dengan sarana, prasarana dan teknologi yang baik agar pelaksanaan kebijakan dapat tercapai dengan maksimal, dan hasil evaluasi kebijakan akan menunjukan hasil yang positif.

3. Finansial

Finansial dekat kaitannya dengan anggaran atau biaya, dukungan dana yang baik dapat membantu melaksanakan kebijakan. Kriteria ini dapat menunjang pemenuhan dari kriteria lainnya yang terlebih dulu disebutkan yaitu sumber daya aparatur, sarana, prasarana dan teknologi, serta kelembagaan dapat terpenuhi dengan baik pula.

4. Regulasi (Pendukung)

Suatu kebijakan terkadang memerlukan regulasi pendukung agar dapat dioperasionalkan lebih aplikatif, contohnya adanya Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) dan Juknis (Petunjuk Teknis) yang bertujuan untuk memudahkan banyak pihak yang menjadi subjek dari suatu kebijakan untuk mengoperasionalkan kebijakan tersebut.

2.1.4.3 Model Evaluasi CIPP

Pada penelitian ini, akan digunakan model evaluasi kebijakan CIPP yang dikenalkan oleh Daniel Stufflebeam. Peneliti memilih untuk menggunakan model evaluasi kebijakan CIPP karena dianggap sesuai dengan permasalahan yang terjadi di lapangan dan diharapkan dapat menjadi pisau analisis untuk membantu peneliti menemukan jawaban yang diharapkan.

Model evaluasi CIPP mulai berkembang pada tahun 1966 oleh Daniel Stufflebeam. Menurut Daniel, evaluasi merupakan proses melukiskan (delineating), memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai aternatif-alternatif pengambilan keputusan. Melukiskan berarti menspesifikasikan, mendefinisikan dan menjelaskan serta memfokuskan informasi yang diperlukan oleh para pengambil keputusan. Memperoleh berarti memakai pengukuran dan statistik untuk mengumpulkan, mengorganissasi dan menganalisis informasi. Menyediakan artinya mensistesiskan informasi sehingga akan melayani dengan baik kebutuhan evaluasi para pemangku kepentingan.

Daniel menyatakan model evaluasi CIPP merupakan kerangka komprehensif untuk mengarahkan pelaksana evaluasi formatif dan evaluasi sumatif terhadap objek program, proyek, personalia, produk, institusi dan sistem. Model evaluasi ini dikonfigurasi untuk dipakai oleh evaluator internal yang dilakukan oleh organisasi evaluator, evaluasi diri yang dilakukan oleh penyedia layanan individual yang dikontrak atau evaluator eksternal. Model evaluasi ini dipakai secara meluas di seluruh dunia dan dipakai untuk mengevaluasi berbagai disiplin dan layanan misalnya pendidikan, perumahan, pengembangan masyarakat, transportasi dan sistem evaluasi personalia militer (Stufflebeam, 2003).

Model evaluasi CIPP ini terdiri dari empat jenis evaluasi yaitu evalusi konteks (context evaluation), evaluasi masukan (Input Evaluation), evaluasi proses (process evaluation) dan evaluasi produk (product Evaluation). Model Evaluasi ini bersifat linear. Artinya evaluasi ini harus dilaksanakan secara bertahap dimulai dari evaluasi konteks-evaluasi input-evaluasi proses-evaluasi produk, dalam model evaluasi ini juga dikenal evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

Dalam evaluasi formatif CIPP berusaha mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? Bagaimana melakukannya? Apakah hal tersebut sedang dilakukan? Apakah berhasil? Evaluator sub unit memberikan informasi mengenai temuan kepada para pemangku kepentingan, membantu mengarahkan pengambilan keputusan dan memperkuat kerja staff. Saat evaluasi formatif

dilaksanakan dapat dilakukan penyesuaian dan pengembangan jika yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

Menurut Daniel, evaluasi dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu ; 1. Evaluasi Konteks

Menurut Daniel, evaluasi konteks untuk menjawab pertanyaan “apa yang perlu dilakukan?” (what needs to be done). Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang mendasari disusunnya program. 2. Evaluasi Masukan

Evaluasi masukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan “apa yang harus dilakukan?” (what should be done). Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai problem, aset dan peluang untuk membantu para pengambil keputusan mendefinisikan tujuan, prioritas-prioritas dan membantu kelompok-kelompok lebih luas pemakai untuk menilai tujuan, prioritas dan manfaat-manfaat dari program, menilai pendekatan alternatif, rencana tindakan, rencana staf dan anggaran untuk feasibilitas dan potensi cost effectiveness untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan yang ditargetkan. Para pengambil keputusan memakai evaluasi masukan dalam memilih diantara rencana-rencana yang ada, menyusun proposal pendanaan, alokasi sumber-sumber, menempatkan staf, menjadwalkan pekerjaan, menilai rencana-rencana aktivitas dan penganggaran.

3. Evaluasi proses

Evaluasi proses berupaya mencari jawaban atas pertanyaan, apakah program sedang dilaksanakan? Evaluasi ini berupaya mengakses

pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf program melaksanakan aktivitas dan kemudian membantu kelompok pemakai yang lebih luas menilai program dan menginterpretasikan manfaat.

4. Evaluasi Produk

Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban atas pertanyan, Did it succed? Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, baik jangka pendek maupun panjang. Keduanya untuk membantu staf menjaga upaya memfokuskan pada pencapaian manfaat yang penting dan akhirnya untuk membantu kelompok-kelompok pemakai lebih luas mengukur kesuksesan upaya dalam mencapai kebutuhan-kebutuhan yang ditargetkan.

Dokumen terkait