• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM GERAKAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT PANTAI (GERBANG MAPAN) DI KABUPATEN TANGERANG - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EVALUASI PROGRAM GERAKAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT PANTAI (GERBANG MAPAN) DI KABUPATEN TANGERANG - FISIP Untirta Repository"

Copied!
276
0
0

Teks penuh

(1)

i

EVALUASI PROGRAM GERAKAN PEMBANGUNAN

MASYARAKAT PANTAI (GERBANG MAPAN)

DI KABUPATEN TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Administrasi Publik Pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Administrasi Publik

Oleh:

SITI MAEZAHROH 6661142851

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)

v

JIKA KAMU TIDAK TAHAN AKAN LELAHNYA

BELAJAR, MAKA KAMU HARUS SANGGUP

MENAH LELAHNYA DIBODOHI SEUMUR

HIDUPMU

-

IMAM SYAFI’I

-

SKRIPSI INI KU PERSEMBAHKAN UNTUK KEDUA ORANGTUAKU,

ADIK, SAHABAT DAN

(6)

vi

ABSTRAK

Siti Maezahroh. NIM. 6661142851. Skripsi. Evaluasi Program Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan) di Kabupaten Tangerang. Pembimbing I: Drs. Oman Supriyadi, M.Si dan Pembimbing II: Riny Handayani, M. Si

Fokus penelitian adalah evaluasi Program Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan) di Kabupaten Tangerang. Permasalahan pada penelitian adalah kurang siapnya agen pelaksana di tingkat SKPD maupun aparatur desa, rendahnya partisipasi masyarakat, tidak sesuainya anggaran, belum adanya peningkatan ekonomi dan perbaikan infrastruktur dasar yang signifikan. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi Program Gerbang Mapan di Kabupaten Tangerang dan mengetahui sejauhmana pengaruh yang ditimbulkan dari Program Gerbang Mapan. Teori yang digunakan adalah teori Evaluasi Kebijakan Publik CIPP (Context, Input, procces, Product) oleh Daniel Stufflebeam (1966). Metode penelitian yang digunakan metode kualitatif deskriptif. Analisis data yang digunakan dengan prosedur reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan oleh Matthew B. Milles dan Michael Huberman. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan Program Gerbang Mapan belum berjalan dengan optimal secara pelaksanaan masih banyak desa dan kegiatan yang belum dilaksanakan, Program Gerbang Mapan belum memberikan dampak signifikan, belum terbangunnya koordinasi di lingkungan SKPD maupun pemerintahan desa dan belum adanya pengawasan. Saran yang menjadi rekomendasi adalah merubah leading sector, melaksanakan program dengan bertahap sesuai potensi dan karakteristik desa, memberikan pengawasan dan pembinaan yang intensif pada penerima bantuan, menyelaraskan rencana Program Gerbang Mapan dengan rencana kerja dinas dan menjalin koordinasi yang lebih baik dengan SKPD maupun pemerintahan desa.

(7)

vii

ABSTRACT

Siti Maezahroh. NIM. 6661142851. Research Paper. The Evaluation of Coastal Community Development Movement Program in Tangerang Regency. First Supervisor: Drs. Oman Supriyadi, M.Si and Second Supervisor: Riny Handayani, M. Si

This research was focused on evaluation of coastal community development movement program in Tangerang Regency. The problems found in this research were the lack of agents’ readiness on either government agent level or the village apparatus, the low participation of the community, the inappropriate budget, the absence of significant economic improvement, the absence of basic infrastructure improvements. This research was intended to evaluate evaluation of coastal community development movement program in Tangerang Regency and to find out how far the influence of evaluation of coastal community development movement program was. Theory used was CIPP (Context, Input, Process, Product) Public Policy Evaluation theory by Daniel Stufflebeam (1966). Method used was desciptive qualitative method. Data analysis used was procedures of data reduction, data presentation, and conclusion by Matthew B. Milles and Michael Huberman. The results showed that evaluation of coastal community development movement program has not been optimally implemented; several villages and agendas have not been done, evaluation of coastal community development movement program has not provide a significant influence, the coordination in either government agent or village government environment has not been found and the supervision has not been conducted. Related to the results, the researcher offered some suggestions such as changing leading sector, implementing the program gradually according to the village's potential and characteristics, providing intensive supervision and guidance to beneficiaries, align the plans of evaluation of coastal community development movement program with the work plan, being better at coordinating with government agent or village apparaturs.

(8)

i

hidayah dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Evaluasi Program Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan) di Kabupaten Tangerang. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Administrasi Publik pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Terimakasih atas dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu secara moriil maupun materiil dalam melakukan penelitian untuk kelancaran penyusunan skripsi ini, secara khusus untuk doa yang tiada henti dari Mama dan Bapak, atas jerih payah yang tulus ikhlas, tidak pernah menyerah dalam mendidik dan memberi semangat serta untuk Adiya sebagai adik yang selalu menyemangati, mengingatkan serta menghibur selama proses penulisan skripsi. Sehubungan dengan hal itu maka peneliti juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirayasa.

(9)

ii

4. Bapak Iman Mukhroman, M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Bapak Kandung Sapto Nugroho S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan juga sebagai Dosen Pembimbing Metodologi Penelitian Administrasi.

6. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Ibu Dr. Arenawati, S.Sos., M.Si.,Wakil Ketua Program Studi Administrasi

Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Ibu Rina Yulianti, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak arahan dan perhatian dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

9. Bapak Drs. Oman Supriyadi, M.Si., Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi.

10. Ibu Riny Handayani, M.Si., Dosen Pembimbing II yang juga selalu memberikan arahan, masukan dan kritik yang membangun serta semangat dalam penyusunan skripsi.

(10)

iii

12. Para Staff Tata Usaha Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atas segala bantuan administrasi dan informasi selama perkuliahan.

13. Bapak SM. Agustin Hari Mahardika Selaku Kasubag TU Upt BBI Dinas Perikanan Kab. Tangerang/Sekretaris Program Gerbang Mapan yang telah memberikan informasi yang diperlukan, selalu memberikan semangat dan menjadi teman diskusi dalam penelitian ini.

14. Kepada seluruh informan penelitian yang telah memberikan informasi dan meluangkan waktu untuk penulis demi kelancaran penelitian.

15. Terima kasih kepada Pasukan Tempur (S)(K)R(I)(P)SI M. Irfan Nawawi, Rifda Deliana, Rachmi Hidayati, Luthfan Dwi A.P., Ilham Gunawan, Dede Ayub, Randy Arlan, Dhany Subarkah, Anggita Adeliani, Annisa Rizqiyah, Megawati, Zetha Bernynda dan Anna Novita Sari yang selalu menyemangati serta ikhlas mendengarkan keluh kesah selama menjalani penyusunan skripsi. 16. Terima kasih kepada seluruh kawan-kawan Administrasi Publik Angkatan

2014, yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun telah memberikan kesan, tawa, serta dukungan agar kelak sukses bersama.

17. Terima kasih kepada kawan-kawan Himane 2015, Himane 2016 dan Bem FISIP 2017 yang telah memberikan kebahagiaan dalam berorganisasi dan hangatnya kekeluargaan

(11)

iv

Atas segala bantuan dan bimbingan serta kerjasama yang baik yang telah diberikan selama penyusunan skripsi, maka peneliti ucapkan terimakasih dan hanya dapat memanjatkan doa semoga kebaikan tersebut dibalas dengan pahala yang berlipat ganda dan merupakan suatu amal kebaikan di sisi Allah SWT.

Peneliti juga menyadari bahwa dalam penyususnan skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata penulis berharap agar upaya ini dapat mencapai maksud yang diinginkan dan dapat menjadi tulisan yang berguna bagi semua pihak.

Serang, Juli 2018 Peneliti

(12)

v

DAFTAR ISI

Halaman PERNYATAAN ORISINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 15

1.3 Rumusan Masalah ... 15

1.4 Tujuan Penelitian ... 15

1.5 Manfaat Penelitian ... 16

1.6 Sistematika Penulisan ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI DASAR 2.1 Tinjauan Pustaka ... 20

(13)

vi

2.1.2 Pengertian Evaluasi kebijakan ... 24

2.1.3 Pengertian Evaluasi Program ... 25

2.1.4 Model Evaluasi Kebijakan ... 27

2.1.4.1 Model Evaluasi Kebijakan William Dunn ... 27

2.1.4.2 Model Evaluasi Kebijakan Leo Agustino ... 31

2.1.4.3 Model Evaluasi Kebijakan CIPP ... 33

2.1.5 Pengertian Wilayah dan Masyarakat Pesisir ... 36

2.1.5.1 Pengertian Wilayah pesisir ... 36

2.1.5.2 Pengertian Masyarakat Pesisir ... 38

2.1.6 Pengertian Program Gerbang Mapan ... 41

2.2 Penelitian Terdahulu ... 47

2.3 Kerangka Berfikir ... 53

2.4 Asumsi Dasar ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 55

3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ... 56

3.3 Lokasi Penelitian ... 57

3.4 Variabel Penelitian ... 57

3.4.1 Definisi Konsep ... 57

3.4.2 Definisi Operasional ... 59

3.5 Instrumen Penelitian ... 60

3.6 Informan Penelitian ... 61

(14)

vii

3.8 Teknik Analisis Data ... 66

3.9 Uji Keabsahan Data ... 68

3.10 Jadwal Penelitian ... 70

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 71

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Tangerang ... 72

4.1.2 Gambaran Kondisi Umum Pesisir Kabupaten Tangerang... 83

4.1.3 Gambaran Umum Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang... 86

4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 89

4.2.1 Daftar Informan Penelitian ... 89

4.2.2 Deskripsi Data ... 90

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ... 92

4.3.1 Evaluasi Konteks ... 93

4.3.2 Evaluasi Input ... 103

4.3.3 Evaluasi Proses ... 112

4.3.4 Evaluasi Produk ... 125

4.4 Pembahasan ... 132

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 160

5.2 Saran ... 161 DAFTAR PUSTAKA

(15)

viii DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Klasifikasi Rumah Tangga Miskin Kabupaten Tangerang .. 6

Tabel 2.1 Tahapan Kebijakan Publik ... 23

Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 62

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ... 63

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ... 70

Tabel 4.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Tangerang ... 75

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Tangerang 2017 ... 77

Tabel 4.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Tangerang 2014-2016 ... 78

Tabel 4.4 Jumlah Rumah Tangga di Kabupaten Tangerang 206 ... 79

Tabel 4.5 Kepadatan Penduduk Kabupaten Tangerang 2016 ... 81

Tabel 4.6 Luas Wilayah Kecamatan Pesisir ... 84

Tabel 4.7 Luas Wilayah dan Nama Desa Kecamatan Pesisir 2017 ... 85

Tabel 4.8 Informan Penelitian ... 89

Tabel 4.9 Rekapitulasi Pelaksanaan Kegiatan Program Gerbang Mapan ... 118

Tabel 4.10 Desa-Desa Penerima Program Gerbang Mapan... 150

Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Penelitian ... 153

(16)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Potensi Besar Laut Indonesia ... 2

Gambar 1.2 Tumpukan Sampah di Desa Pesisir ... 7

Gambar 2.1 Model Evaluasi Leo Agustino ... 31

Gambar 2.2 Diagram Pembagian Zonasi/Wilayah Kepesisiran ... 37

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir ... 53

Gambar 3.1 Teknik Analisis Data ... 66

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Tangerang ... 74

Gambar 4.2 Peta Topografi Wilayah Pesisir Kabupaten Tangerang ... 83

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari lautan dan daratan, dimana Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Salah satu keunikan Indonesia yaitu memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan wilayah daratan. Luas wilayah laut Indonesia adalah dua per tiga dari seluruh luas Negara Indonesia, yaitu sekitar 3.273.810 km² sedangkan luas daratan Indonesia adalah 1.919.440 km². Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil yang berawal dari Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, menjadikan Indonesia sebagai negara kepualauan terbesar di dunia, terdiri dari lima pulau besar yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau Papua. Bukan hanya pulau-pulau besar, Indonesia juga memiliki pulau-pulau kecil nan indah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sebagai negara kepulauan terbesar (1.904 ribu km2) dan negara dengan garis pantai terpanjang kedua (55 ribu km2) setelah Kanada serta letaknya yang berada di garis khatulistiwa menjadikan Indonesia dijuluki sebagai negara mega biodiversity, karena memiliki keragaman dan kekayaan sumberdaya yang

(18)

terumbu karang dunia. Kekayaan kelautan Indonesia juga dapat berpotensi menjadi pusat bisnis perikanan, pelayaran sampai pariwisata, dan diharapkan mampu menopang kehidupan 7,9 juta penduduk miskin yang bergantung pada laut Indonesia. Seperti yang terdapat pada gambar yang peneliti lampirkan di bawah ini.

Gambar 1.1 Potensi Besar Laut Indonesia

(Sumber : www.katadata.co.id, diakses pada 21 Desember 2017)

(19)

3

pemilihan strategi pembangunan Indonesia yang tidak memihak pada kelautan sebagai salah satu penggerak utama pembangunan serta ketidakjelasan perencanaan pembangunan di wilayah pesisir. Kekayaan dan potensi yang sangat besar dari pengelolaan kelautan Indonesia sampai saat ini dirasa belum berperan besar bagi kemajuan bangsa Indonesia dalam hal ekonomi maupun pemberdayaan masyarakat. Berbeda dengan yang pernah dikatakan Presiden Republik Indonesia saat ini Bapak Jokowi, kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudera, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuannya sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana” (Sumber : kompas.com diakses pada 21 Desember 2017).

(20)

kegiatan ekonomi yang berbasis pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan. (Sumber: www.neraca.co.id)

Dari tiga puluh tiga provinsi yang dimiliki Indonesia, Banten merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi laut dan wilayah pesisir yang besar, tetapi belum dapat mengoptimalkan pembangunan dari daerah pesisir maupun lautnya. Wilayah pesisir dan laut Provinsi Banten memiliki luas perairan 11.134,22 km2 (belum termasuk perairan nusantara/teritorial dan ZEEI yang dapat dimanfaatkan) dengan panjang garis pantai 509 kmserta 55 pulau-pulau kecil dan pulau terluar yang menyimpan keragaman dan kekayaan sumberdaya pesisir dan laut. Banten terkenal dengan potensi lautnya seperti jejeran pantai-pantai (Anyer, Carita, Sawarna) bahkan Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dan jumlah tangkapan ikan di Provinsi Banten sebanyak 60.000 ton/tahun. Jumlah tersebut mampu untuk pemenuhan di pasar lokal Banten, dijual ke pasar-pasar Jakarta bahkan ekspor. Seperti yang disebutkan di atas, wilayah pesisir dapat menjadi daerah yang memiliki potensi ekonomi namun pada kenyataannya tidak didukung dengan pemberdayaan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir belum memiliki pengetahuan yang luas mengenai cara mengelola wilayah pesisirnya. Sehingga di Provinsi Banten wilayah pesisir merupakan wilayah dengan daerah yang masih miskin (Sumber : Dokumen RPJM Provinsi Banten 2007-2012).

(21)

5

rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan minimnya infrastruktur serta kesehatan lingkungan (Sumber: http://pdpt.gaismedia.com ).

Buruknya pengelolaan dan regulasi pada pemerintahan pusat tentu akan memberikan dampak pada daerah-daerah pesisir lainnya, karena kondisi yang sama juga ditemui di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang yang tidak jauh berbeda dengan kondisi nasional, dimana kondisi pesisir Kabupaten Tangerang juga cukup memperihatinkan. Permasalahan di wilayah pesisir Pantai Utara Kabupaten Tangerang memang sangat krusial, banyak permasalahan-permasalahan yang sampai saat ini belum terselesaikan seperti permasalahan-permasalahan kemiskinan, sampah sampai pada abrasi yang menjadi bencana atau fenomena alam yang terus terjadi di Kabupaten Tangerang.

(22)

Tabel 1.1 Data Klasifikasi Rumah Tangga Miskin Kecamatan Pesisir

Desil 1 : (kondisi kesejahteraan sampai dengan 10% terendah di Indonesia)

Desil 2 : (kondisi kesejahteraan sampai dengan 11% - 20% terendah di Indonesia) Desil 3 : (kondisi kesejahteraan sampai dengan 21% - 40% terendah di Indonesia) Desil 4 : (kondisi kesejahteraan sampai dengan 31% - 40% terendah di Indonesia) (Sumber: Basis Data Terpadu Untuk Perlindungan Sosial, )

(23)

7

Gambar 1.2 Tumpukan Sampah di Wilayah Pesisir Kabupaten Tangerang

(Sumber : Peneliti, 2018)

(24)

penggalian pasir baik secara legal maupun illegal dan adanya bangunan tegak lurus pantai yang mempercepat terjadinya abrasi.

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, abrasi yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang terhitung sejak tahun 1995-2015 sudah mencapai 579,8 Ha. Fenomena ini perlu penanganan serius, jika tidak hal ini berpotensi merusak sumberdaya alam dan mengakibatkan masyarakat kehilangan mata pencaharian karena masyarakat pesisir sangat bergantung pada sumberdaya alam tersebut.

(25)

9

Kabupaten Tangerang seharusnya mampu menjalankan pembangunan khususnya di wilayah pesisir dalam kerangka tiga pilar ini. Dalam konteks tersebut, Kabupaten Tangerang dapat dikatakan memiliki pilar pertama yaitu resources center. Sementara itu, peran provinsi sebagai pusat produsen

(producers center) bagi produk dan jasa kelautan dan perikanan juga memiliki arti penting dan cukup potensial. Sebagai pusat konsumen (consumers center), Kabupaten Tangerang berpotensi menjadi salah satu pintu keluar bagi ekspor hasil kelautan dan perikanan (pasar ekspor) maupun menjadi salah satu pusat pertumbuhan pasar daerah (pasar domestik).

(26)

partisipasi dan rasa kepemilikan (sense of belonging) terhadap apa yang sudah mereka bangun untuk desa. Semangat rasa kepemilikan ini menjadi penting guna menjamin keberlanjutan manfaat dari fasilitas tersebut terkait unsur pengelolaan dan pemeliharaan. Jika masyarakat merasa fasilitas itu dibuat oleh mereka dan untuk mereka sendiri, maka akan ada perasaan untuk selalu menjaga serta merawat fasilitas tersebut.

(27)

11

membantu pelaksanaan program. Program ini dibuat dengan sasaran 25 desa pesisir yang tersebar di delapan kecamatan pesisir di Kabupaten Tangerang yaitu Kecamatan Kronjo, Kecamatan Mekarbaru, Kecamatam Kemiri, Kecamatan Mauk, Kecamatan Sukadiri. Kecamatan Pakuhaji, Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Kosambi.

Program ini mulai dirancang pada tahun 2014, dan bekerja sama dengan PKSPL IPB sebagai rekan akademisi yang akan membantu dalam pendampingan dan penyusununan isu-isu strategis yang muncul serta merancang rencana aksi dari Program Gerbang Mapan, yang selanjutnya hasil kerjasama tersebut tertuang dalam sebuah dokumen perencanaan atau yang sering disebut Roadmap Gerbang Mapan. Dari roadmap tersebut tertuang Program Gerbang Mapan memiliki tiga fokus utama yang hendak dicapai, yaitu peningkatakan perekonomian masyarakat pesisir, untuk mendukung peningkatan ekonomi masyarakat pesisir, perbaikan infrastuktur dasar dan membangun masayarakat pesisir yang lebih berdaya.

(28)

Gerbang Mapan dikarenakan sudah bergesernya lahan perairan atau tambak menjadi daratan hal ini terjadi di Kecamatan Kosambi. Dengan demikian juga belum terjadi perubahan yang signifikan baik dari segi peningkatan perekonomian, perberdayaan masyarakat maupun perbaikan infrastruktur dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan Program Gerbang Mapan. Karena dari pelaksanaan program ini masih ditemukan beberapa permasalahan yang kemudian Program Gerbang Mapan ini menjadi hambatan untuk dapat mencapai sasaran yang hendak dicapai. Peneliti akan mencoba menjabarkan masalah-masalah yang terjadi selama pelaksanaan Program Gerbang Mapan berlangsung.

Pertama, kurang siapnya agen pelaksana progam baik tingkat desa maupun ditingkatan SKPD. Rendahnya partisipasi dari aparatur desa terlihat pada tahun 2014 program ini mulai berjalan dengan sosialisasi dan FGD yang dilakukan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Pada kegiatan ini hanya dihadiri oleh 15 perwakilan desa untuk mewakili desanya masing-masing, sehingga Porgram Gerbang Mapan tidak banyaknya diketahui oleh aparatur desa maupun masyarakat desa pesisir. Hal ini juga berdampak kepada pelaksanaan Program Gerbang Mapan, karena stakeholders yang dianggap bisa menjembatani antara pemerintah dengan masyarakat juga kurang kooperatif. Saat observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di desa-desa pesisir, peneliti menemukan aparatur desa yang tidak tahu dengan adanya pelaksanan Program Gerbang Mapan dan menunjukan sikap tidak peduli (apatis).

(29)

13

terkait yang ikut serta dalam program ini diantaranya adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kabupaten Tangerang dengan leading sector Dinas Perikanan. Sebagai program lintas sektor tentu ada koordinasi yang dibangun dalam pelaksanaan program ini dan sudah dibentuk tim koordinasi Gerbang Mapan yang dilegalkan dengan SK Bupati. Namun pada fakta di lapangan menurut pemaparan sekretaris maupun pendamping Program Gerbang Mapan dari Dinas Perikanan, koordinasi yang diharapkan dari setiap sektor kurang berjalan dengan baik, hal ini terjadi salah satunya karena tidak sejalannya program unggulan dengan program dinas yang ada. Sehingga terjadi penumpukan dan tumpang tindih tugas atau program yang harus dijalankan. Sehingga tim koordinasi yang sudah dibentuk tidak berjalan dan tidak memaksimalkan pencapaian dari Program Gerbang Mapan. Dan dalam pelaksanaannya Program Gerbang Mapan hanya mengandalkan Dinas Perikanan saja. Sedangkan untuk mencapai tiga fokus yang sebelumnya disampaikan harus dibantu oleh dinas-dinas lain. Sehingga bantuan yang diberikan terkesan tidak tuntas, sebagai contoh bantuan untuk mendistribusikan produk barang hasil olahan masyarakat yang dapat dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM, namun karena tidak berjalannya koordinasi hal tersebut tidak dapat dilaksanakan.

(30)

yang sebelumnya disampaikan, namun yang sangat sulit diatasi adalah karakteristik sosiologi masyarakat pesisir yang cuek dan terus ingin dibantu menjadi hambatan paling berat. Hal tersebut juga telah dikeluhkan oleh pemerintah karena sulitnya merubah mindset dari masyarakat pesisir. Dalam sebuah kebijakan, masyarakat berperan penting dalam keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program tersebut. Lebih buruk lagi, orientasi masyarakat pesisir Kabupaten Tangerang akan adanya program pemerintah adalah sebatas karena uang. Masyarakat akan mengikuti kegiatan pemerintah asal ada insentif yang diberikan seusai kegiatan. Masyarakat belum berpikir manfaat dan pengetahuan yang didapat dari kegiatan yang diikuti. Masyarakat yang demikian cenderung ingin cara-cara yang instan untuk mendapat uang, sehingga sebesar apapun bantuan yang diberikan pemerintah tidak akan dapat dimanfaatkan menjadi sebuah usaha dan yang terjadi bantuan yang diberikan akan habis untuk digunakan sehari-hari. Hal ini juga yang menyebabkan masyarakat belum dapat meningkatkan perekonomian dari hasil pengolahan maupun tangkapan ikan.

(31)

15

Melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan Program Gerbang Mapan di Kabupaten Tangerang, maka akan berpengaruh pada keberhasilan dan pencapaian tujuan dari Program Gerbang Mapan, maka dari itu perlu diadakan penelitian lebih dalam mengenai evaluasi Program Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan) di Kabupaten Tangerang.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Kurangnya siapnya agen pelaksana baik di tingkat SKPD maupun Aparatur Desa

2. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Gerbang Mapan.

3. Ketidaksesuaian anggaran dalam pelaksanaan Program Gerbang Mapan. 4. Program Gerbang Mapan belum mencapai 25 desa pesisir yang menjadi

sasarannya.

5. Program Gerbang Mapan belum menunjukan peningkatan pada tiga aspek utama yaitu ekonomi, infrastruktur dasar dan pemberdayaan masyarakat

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan oleh peneliti dan sesuai dengan identifikasi masalah maka peneliti menyimpulkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Evaluasi Program Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan) di Kabupaten Tangerang?

1.4Tujuan Penelitian

(32)

perekonomian, infrastruktur dasar dan pemberdayaan masyarakat pesisir di Kabupaten Tangerang dan mengetahui dampak yang dirasakan wilayah pesisir dengan adanya Program Gerbang Mapan serta mengupayakan pemerintah/dinas menambah dan/atau, mengurangi hal-hal yang terdapat dalam program sehingga dapat memaksimalkan pelaksanaan program dan dapat dikembangkan diberbagai wilayah pesisir lainnya.

1.5Manfaat Penelitian

Tercapainya tujuan penelitian di atas, maka diharapkan peneliatian ini juga dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi perkembangan program studi Administrasi Publik khusunya mengenai evaluasi kebijakan publik dan penelitian ini dapat menjadi referensi untuk peneliti lainnya.

(33)

17

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini yaitu: BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari :

a. Latar belakang masalah, menjelaskan mengenai ruang lingkup dan kedudukan peramasalahan yang akan menjadi alasan dilakukannya penelitian tersebut.

b. Identifikasi masalah, menjelaskan mengenai identifikasi masalah yang ditemukan oleh peneliti dan dikaitkan dengan topik/judul penelitian. c. Rumusan masalah, menjelaskan mengenai penetapan masalah yang

dianggap paling penting yang berkaitan dengan fokus penelitian.

d. Tujuan penelitian, menjelaskan mengenai sasaran yang diinginkan peneliti dalam penelitiannya dan harus sejalan dengan rumusan masalah yang ada. e. Manfaat penelitian, menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil

penelitian.

f. Sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN ASUMSI DASAR

Terdiri dari :

(34)

b. Penelitian sebelumnya, berisi ringkasan penelitian yang serupa yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bahan referensi dan masukan hal-hal yang perlu ditambahkan atau dihilangkan.

c. Kerangka berfikir, pada bagian ini peneliti akan menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca.

d. Asumsi dasar, merupakan penjelasan atau kesimpulan awal dari peneliti. BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini mencakup :

a. Desain penelitian, dalam bagian ini peneliti menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian, fokus dan lokus dalam penelitian yang dilakukan, dan menjelaskan definsi konsep dan definisi operasional. b. Instrumen penelitian, akan menjelaskan mengenai alat yang digunakan

sebagai pencarian data yang diperlukan dalam penelitian.

c. Informan penelitian, bagian ini menjelaskan siapa saja yang menjadi sumber informasi dalam penelitian.

d. Teknik pengumpulan data, menjelaskan cara-cara yang ditempuh atau digunakan peneliti dalam mencari informasi mengenai penelitian yang dilakukan.

(35)

19

f. Uji keabsahan data, berisi teknik yang dipilih peneliti untuk menghasilkan data yang kredibel.

g. Jadwal Penelitian, berisi keterangan waktu selama proses penelitian ini berlangsung.

BAB IV HASIL PENELITIAN

a. Deskripsi lokasi penelitian, akan menjelaskan mengenai keadaan lokasi penelitian yang kemudian dikaitkan dengan permasalahan.

b. Deskripsi informan dan data lapangan, menjelaskan mengenai informan sebagai sumber informasi dan mendeskripsikan informasi dan data yang didapat dari informan.

c. Pembahasan, menyusun jawaban yang didapat dari informan dan diselaraskan dengan teori yang peneliti gunakan.

BAB V PENUTUP

a. Kesimpulan, merupakan jawaban dan simpulan dari rumusan masalah yang ada.

b. Saran, merupakan rekomendasi yang diberikan peneliti dari kesimpulan dalam penelitian.

(36)

20 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI DASAR

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada subbab ini peneliti akan memaparkan beberapa teori yang dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian dan dianggap paling relevan untuk menganalisis objek penelitian. Teori dan konsep-konsep ini yang akan dipergunakan dalam penelitian dan tidak menutup kemungkinan akan bertambah sesuai dengan kondisi yang ditemukan di lapangan. Selanjutnya, deskripsi teori menjadi pedoman dalam penelitian ini untuk menerjemahkan fenomena-fenomena sosial yang ada di dalam penelitian. Teori yang relevan peneliti kaji sesuai dengan uraian pada bab sebelumnya.

2.1.1 Kebijakan Publik

Sebelum membahas mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik, akan terlebih dahulu mengka ji apa yang dimaksud dengan kebijakan dan apa yang dimaksud dengan publik. Dalam sebuah negara harus ada „sesuatu‟ hal yang dibuat agar kehidupan masyarakat dapat berjalan baik dan selaras dengan landasan atau ideologi negara. Pada dasarnya „sesuatu‟ tersebut adalah peraturan

(37)

21

kepemimpinan dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu.

Sedangkan menurut asal katanya (secara etimologis), istilah publik merupakan serapan dari bahasa inggris yang juga memiliki dua arti yaitu sebagai kata benda, the community in general or part of community having a particular interest in common (Leo Agustino 2016: 7). Dan kedua sebagai kata sifat, yang pengertiannya erat kaitannya dengan segala sesuatu yang menyangkut masyarakat.

Selanjutnya, kebijakan publik menurut Thomas R. Dye, menjelaskan bahwa kebijakan publik : “…what governments do, why they do it, and what difference it makes” (Dye 1992). Merujuk definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah (baik itu bertujuan untuk menyelesaikan masalah, meningkatkan sumberdaya manusia, menghentikan tindakan terorisme, ataupun lainnya) dan kerja tersebut menghasilkan sesuatu (what difference it makes). Dalam sudut pandang lain, Dye (1992: 2) dalam Leo Agustino (2016: 15) kebijakan sebagai “Anything a government to do or not to do.” Dalam kalimat yang lebih mudah, kebijakan menurut Dye berarti sesuatu hal baik yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah.

(38)

semakin dilengkapi dengan pendapat dari Anderson, beliau mengatakan bahwa kebijakan merupakan keputusan yang diambil oleh beberapa aktor pembuat kebijakan, kebijakan yang terbaik sering kali muncul dari diskusi panjang para aktor yang melibatkan peran stakeholders.

Meskipun kebijakan publik belum dapat didefinisikan secara baku, dari pendapat beberapa ahli di atas, peneliti dapat menarik simpulan bahwa kebijakan publik adalah sebuah keputusan yang diambil melalui sebuah proses diskusi yang melibatkan aktor-aktor pembuat kebijakan dan dipergunakan sebagai sebuah pilihan untuk dapat menyelesaikan permasalahan publik dan dituangkan dalam bentuk dokumen (legal) atau sebuah produk hukum berupa Undang-Undang, Perturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan seterusnya.

Dari pendapat-pendapat di atas kemudian dapat pula disimpulkan bahwa kebijakan publik memiliki karakteristik utama. Dalam (Agustino 2016: 19), menyebutkan beberapa karakteristik utama dari kebijakan publik, antara lain:

1. Kebijakan publik merupakan sebuah tindakan yang memiliki maksud atau tujuan tertentu;

2. Kebijakan publik dibuat oleh pihak yang berwenang;

3. Kebijakan publik pada dasarnya merupakan keputusan yang simultan dan bukan keputusan yang terpisah-pisah;

4. Kebijakan merupakan „apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah‟ dan bukan „apa yang hendak dikerjakan oleh pemerintah.‟ 5. Kebijakan publik bisa bersifat popular (pencabutan subsidi, penerapan

suku bunga tinggi dan sebagainya)

6. Kebijakan dapat berbentuk positif maupun negatif. Untuk yang positif, kebijakan melibatkan tindakan untuk menangani masalah, sedangkan yang negatif kebijakan dapat melibatkan suatu keputusan untuk tidak melakukan suatu tindakann atau tidak mengerjakan apapun.

(39)

23

banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan proses kemudian membagi proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Berikut adalah tahapan pembuatan kebijakan publik menurut Willian Dunn :

Tabel 2.1 masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu yang lama.

Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti dikomite dan tidak dipilih dengan dukungan dari mayoritas legislative, konsesus di antara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.

Dalam keputusan mahkamah agung pada kasus Roe .v. Wade tercapai keputusam mayoritas bahwa wanita mempunyai hak untuk mengakhiri kehamilan melalui aborsi

Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit peraturan baru tentang penarikan pajak kepada rumah sakit yang eksekutif, legislatif dan yudikatif memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.

(40)

2.1.2 Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektivan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai serta untuk melihat sejauhmana kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Menurut Anderson dalam Winarno ( 2013:229), secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak pelaksanaan kebijakan tersebut.

Menurut Lester dan Stewart (Winarno, 2013:229) evaluasi kebijakan dapat dibedakan kedalam dua tugas yang berbeda, tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya. Sedangkan tugas kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi kebijakan merupakan persoalan fakta yang berupa pengukuran serta penilaian baik terhadap tahap implementasi kebijakannya maupun terhadap hasil (outcome) atau dampak (impact) dari bekerjanya suatu kebijakan atau program tertentu, sehingga menentukan langkah yang dapat diambil dimasa yang akan datang.

(41)

25

kebijakan mulai diimplementasikan. Evaluasi kebijakan publik juga akan memberikan rekomendasi-rekomendasi mengenai kebijakan yang sedang atau sudah diterapkan untuk selanjutnya menentukan kebijakan tersebut masih layak, perlu ditambahkan atau dikurangi agar sesuai dengan tujuan.

Tujuan dari evaluasi kebijakan menurut Subarsono (2005: 120-121), menjabarkan beberapa tujuan dari evaluasi kebijakan, antara lain :

1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

3. Mengukur tingkat keluaran (outcame) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.

4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut evaluasi tujannya untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.

5. Untuk mengetahui apabila terdapat penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan kedepan, agar dihasilkan yang lebih baik.

2.1.3 Pengertian Evaluasi Program

(42)

Beberapa definisi tentang evaluasi program yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut: Menurut Stufflebeam dan Shinkfield (2007) “a program evaluation theory is a coherent set of conceptual , hypothetical, pragmatic, and

ethical principles forming a general framework to guide the study and practice of

program evaluation.” Evaluasi program adalah suatu kegiatan untuk memperoleh

gambaran tentang keadaan suatu obyek yang dilakukan secara terencana, sistematik dengan arah dan tujuan yang jelas. Hal ini berarti bahwa evaluasi program dilakukan sebagai upaya untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah dan menganalisis fakta, data dan informasi untuk mengumpulkan harga nilai evaluasi yang merupakan bagian terpenting dalam setiap kegiatan ataupun program, sehingga tidak ada satu kegiatan pun yang dapat terlaksana dengan baik tanpa evaluasi.

Menurut Nanang, evaluasi program adalah pembuatan pertimbangan menurut perangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Rutman, evaluasi program adalah penerapan metode-metode ilmiah untuk mengukur implementasi dari hasil program untuk mengambil keputusan. Sedangkan Brinkerhoff menyatakan bahwa evaluasi program adalah :

1. Proses menentukan sejauh mana tujuan dan sasaran program telah terealisasi.

2. Memberikan informasi untuk pengambilan keputusan.

3. Perbandingan kinerja dengan patokan-patokan tertentu untuk menentukan apakah terdapat kesenjangan.

4. Penilaian tentang harga dan kualitas.

5. Ukuran, pilih yang dikembangkan, dengan itu masing-masing tujuan ditentukan.

(43)

27

2.1.4 Model Evaluasi Kebijakan Publik 2.1.4.1 Model Evaluasi William Dunn

Mengevaluasi dampak suatu program atau kebijakan publik diperlukan adanya suatu kriteria untuk mengukur keberhasilan program atau kebijakan publik tersebut. Mengenai kinerja kebijakan dalam menghasilkan informasi terdapat kriteria evaluasi dampak kebijakan publik yaitu sebagai berikut :

1. Efektivitas

Efektivitas (effectiveness) yang mengukur apakah suatu alternatif sasaran yang dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir (outcomes=effect) yang diinginkan. Jadi, suatu strategi kebijakan dipilih karena dilihat dari kapasitasnya memenuhi tujuan dalam rangka memecahkan suatu permasalahan masyarakat.

Berdasarkan paparan diatas, bahwa efektifitas berarti menunjukan bahwa semakin realisitis sebuah kebijakan atau program maka semakin besar pula efektivitasnya. Seperti yang dikatakan di atas, apabila setelah adanya program atau kebijakan publik ini ternyata tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di tengah masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa program atau kebijakan tersebut gagal. Ada kebijakan publik yang dapat mencapai tujuan namun belum dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang ada, karena ada kalanya sebuah kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka pendek akan tetapi setelah melalui beberapa proses lainnya.

(44)

dapat mencapai tujuan pada waktu yang tepat dalam pelaksanaan tugas pokok, kualitas produk yang dihasilkan dan perkembangan. Dapat disimpulkan efektifitas berarti suatu standar terpenuhinya sasaran dan tujuan yang akan dicapai serta kemampuan organisai, program atau kebijakan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.

2. Efisiensi

Pengertian ini bersamaan dengan berpikir ekonomi (economic rasionality) yang mengukur besarnya pengorbanan atau ongkos yang harus dikeluarkan untuk pencapaian tujuan atau efektivitas tertentu. Efisiensi sering dipakai dalam ukuran-ukuran keuangan. Misalnya dalam mengukur biaya per unit, seperti besarnya biaya per meter persegi sebuah bangunan dan besarnya biaya per kubik air dari suatu irigasi. Oleh karena itu, kriteria efisiensi dianggap sebagai kriteria keuangan.

Diantara kedua kriteria ini, yaitu efektivitas dan efisiensi selain terdapat perbedaan dalam ukuran tujuan dan biaya, terdapat pula perbedaan orientasi. Efisiensi lebih berorientasi kuantitatif, sedangkan efektivitas berorentasi pada kualitatif.

(45)

29

3. Kecukupan

Kecukupan berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Hal ini diukur di sini apakah suatu kebijakan dapat mecapai hasil yang diharapkan dengan sumber daya yang ada. Kriteria cukup ini berkaitan dengan variasi antara sumber daya dan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut :

1. Pencapaian sasaran tertentu dengan biaya tertentu.

2. Pencapaian salah satu diantara banyak sasaran dengan biaya tetap. 3. Pencapaian tujuan tertentu dengan biaya yang dapat berubah.

4. Pencapaian salah satu diantara banyak sasaran dengan biaya yang dapat berubah.

4. Kemerataan

Kriteria ini mengukur suatu strategi kebijakan dalam hubungannya dengan penyebaran atau pembagian hasil dan ongkos atau pengorbanan diantara pihak dalam masyarakat. Kriteria ini juga erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial serta menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien dan mencukupi apabila biaya dan manfaat merata.

(46)

tanpa membedakan antara golongan atau ras. Sehingga dengan adanya kebijakan publik akan terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan tidak ada diskriminasi serta terbentuknya kaum elit dan proletar. Dengan pemerataan kebijakan pula akan terbentuk masyarakat yang lebih maju.

5. Responsivitas

Ini dimakasudkan bahwa strategi kebijakan tersebut dapat memenuhi kebutuhan suatu golongan atau suatu masalah tertentu pada masyarakat. Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Responsivitas berkenaan dengan seberapa jauh kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, prefensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk dukungan/berupa penolakan.

(47)

31

Regulasi

Sumber Daya Aparatur

Kelembagaan Sarana,

Prasarana dan Teknologi Finansial

6. Ketepatgunaan

Pengertian tepat di sini sangat luas, karena ukuran ini merupakan ukuran kombinasi dari kriteria-kriteria terdahulu. Dari pendapat di atas maka kriteria ini dimaksud adalah sebuah penilaian terhadap pelaksanaan program atau kebijakan oleh organisasi atau pemerintah, dengan cara mengevaluasi aspek-aspek dampak kebijakan yang meliputi efektivitas, efisien, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan pelaksanaan kebijakan tersebut ditinjau dari aspek masyarakat sebagai sasaran kebijakan.

2.1.4.2 Model Evaluasi Leo Agustino

Sebuah evaluasi kebijakan menurut Leo Agustino harus meliputi lima kriteria di atas, berikut penjelasannya :

Gambar 2.1 Model Evaluasi Kebijakan Leo Agustino (2016 :180)

Evaluasi Kebijakan

(48)

1. Sumber Daya Aparatur (SDA)

Sebuah pelaksanaan kebijakan yang akan dievaluasi hasilnya akan amat bergantung oleh Sumber Daya Aparatur yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Dalam kata lain, ketika melakukan evaluasi kebijakan, maka evaluator haruslah mengevaluasi pelaksana atau aparatur pertama kali. Keberhasilan sebuah kebijakan akan berbanding lurus dengan sejauhmana para pelaksana atau aparatur mengerti dan memahami apa yang harus mereka kerjakan, apa yang harus mereka buat dan sebagainya. Jika pelaksana atau aparatur tidak memahai dan mengerti tugas dan fungsinya dalam melakukan tugas, maka dapat dipastikan sebuah kebijakan atau program tidak berjalan dengan baik dan hasil evaluasi tidak akan berbuah positif.

2. Sarana, Prasarana dan Teknologi

Sarana, prasarana dan teknologi merupakan kriteria lain yang dapat digunakan untuk menilai suatu evaluasi publik. Pelaksanaan kebijakan haruslah didukung dengan sarana, prasarana dan teknologi yang baik agar pelaksanaan kebijakan dapat tercapai dengan maksimal, dan hasil evaluasi kebijakan akan menunjukan hasil yang positif.

3. Finansial

(49)

33

4. Regulasi (Pendukung)

Suatu kebijakan terkadang memerlukan regulasi pendukung agar dapat dioperasionalkan lebih aplikatif, contohnya adanya Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) dan Juknis (Petunjuk Teknis) yang bertujuan untuk memudahkan banyak pihak yang menjadi subjek dari suatu kebijakan untuk mengoperasionalkan kebijakan tersebut.

2.1.4.3 Model Evaluasi CIPP

Pada penelitian ini, akan digunakan model evaluasi kebijakan CIPP yang dikenalkan oleh Daniel Stufflebeam. Peneliti memilih untuk menggunakan model evaluasi kebijakan CIPP karena dianggap sesuai dengan permasalahan yang terjadi di lapangan dan diharapkan dapat menjadi pisau analisis untuk membantu peneliti menemukan jawaban yang diharapkan.

(50)

Daniel menyatakan model evaluasi CIPP merupakan kerangka komprehensif untuk mengarahkan pelaksana evaluasi formatif dan evaluasi sumatif terhadap objek program, proyek, personalia, produk, institusi dan sistem. Model evaluasi ini dikonfigurasi untuk dipakai oleh evaluator internal yang dilakukan oleh organisasi evaluator, evaluasi diri yang dilakukan oleh penyedia layanan individual yang dikontrak atau evaluator eksternal. Model evaluasi ini dipakai secara meluas di seluruh dunia dan dipakai untuk mengevaluasi berbagai disiplin dan layanan misalnya pendidikan, perumahan, pengembangan masyarakat, transportasi dan sistem evaluasi personalia militer (Stufflebeam, 2003).

Model evaluasi CIPP ini terdiri dari empat jenis evaluasi yaitu evalusi konteks (context evaluation), evaluasi masukan (Input Evaluation), evaluasi proses (process evaluation) dan evaluasi produk (product Evaluation). Model Evaluasi ini bersifat linear. Artinya evaluasi ini harus dilaksanakan secara bertahap dimulai dari evaluasi konteks-evaluasi input-evaluasi proses-evaluasi produk, dalam model evaluasi ini juga dikenal evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

(51)

35

dilaksanakan dapat dilakukan penyesuaian dan pengembangan jika yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

Menurut Daniel, evaluasi dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu ; 1. Evaluasi Konteks

Menurut Daniel, evaluasi konteks untuk menjawab pertanyaan “apa yang perlu dilakukan?” (what needs to be done). Evaluasi ini mengidentifikasi

dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang mendasari disusunnya program. 2. Evaluasi Masukan

Evaluasi masukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan “apa yang harus dilakukan?” (what should be done). Evaluasi ini mengidentifikasi dan

menilai problem, aset dan peluang untuk membantu para pengambil keputusan mendefinisikan tujuan, prioritas-prioritas dan membantu kelompok-kelompok lebih luas pemakai untuk menilai tujuan, prioritas dan manfaat-manfaat dari program, menilai pendekatan alternatif, rencana tindakan, rencana staf dan anggaran untuk feasibilitas dan potensi cost effectiveness untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan yang ditargetkan. Para

pengambil keputusan memakai evaluasi masukan dalam memilih diantara rencana-rencana yang ada, menyusun proposal pendanaan, alokasi sumber-sumber, menempatkan staf, menjadwalkan pekerjaan, menilai rencana-rencana aktivitas dan penganggaran.

3. Evaluasi proses

(52)

pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf program melaksanakan aktivitas dan kemudian membantu kelompok pemakai yang lebih luas menilai program dan menginterpretasikan manfaat.

4. Evaluasi Produk

Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban atas pertanyan, Did it succed? Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran

dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, baik jangka pendek maupun panjang. Keduanya untuk membantu staf menjaga upaya memfokuskan pada pencapaian manfaat yang penting dan akhirnya untuk membantu kelompok-kelompok pemakai lebih luas mengukur kesuksesan upaya dalam mencapai kebutuhan-kebutuhan yang ditargetkan.

2.1.5 Pengertian Wilayah dan Masyarakat Pesisir

Dalam penelitian yang dilakukan merupakan penilain sebuah program mengenai pembangunan masyarakat pantai, dimana lebih akrab dengan sebutan daerah atau wilayah dan masyarakat pesisir. Untuk itu baiknya, peneliti menginginkan keseragaman pemikiran serta pemahaman mengenai wilayah dan masyarakat pesisir. Dan dalam subbab ini, peneliti akan menajikan data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan wilayah dan masyarakat pesisir.

2.1.5.1 Wilayah Pesisir

(53)

37

Sunarto (2004) adalah suatu wilayah daratan yang kering serta wilayah daratan yang berair dan tenggelam di sekitarnya, yang pada wilayah tersebut terdapat proses-proses daratan dan penggunaan lahan yang memengaruhi proses-proses lautan dan penggunaan lahan juga dan sebaliknya. Zona kepesisiran adalah zona peralihan antara daratan dan laut atau lautan, kearah darat masih terpengaruh oleh aktivitas laut atau lautan dan ke arah laut atau lautan masih terpengaruh oleh aktivitas darat. Pembagian zona kepesisiran dapat dilihat pada gambar:

Gambar 2.2 Diagram Pembagian Zona/Wilayah Kepesisiran

Menurut Soegiarto (1976) dalam Dahuri (2001: 8) definisi wilayah pesisir yang digunakan Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia

Wilayah Kepesisiran (coastal region)

Zona Pecah Gelombang (breaker zone)

Pantai (shore) atau gisik (beach)

Pesisir (coast)

(54)

di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Sedangkan menurut kesepakatan internasional terakhir, wilayah pesisir mencakup daerah ke arah darat yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley 1994) dalam Dahuri (2001). Dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu mendefinisikan wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.

Jadi, wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan lautan yang dapat memanjang ke arah darat dan ke arah laut dengan luas yang beragam, tergantung pada keadaan topografi, tujuan dan kebutuhan serta program khusus dimana terdapat ekosistem yang saling berhubungan dan saling berinteraksi antara daratan, air dan udara. Dari pengertian di atas, dapat dikatakan pula wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang memiliki ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut. Selain potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.

2.1.5.2 Masyarakat Pesisir

(55)

39

oleh interaksi faktor-faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan (Nugraha dan Rochmin, 2004: 251).

Aminah (2007: 15) memberikan tipikal ekologi atau geografis, ekonomi, dan sosial masyarakat pesisir sebagai berikut:

a. Secara ekologi masyarakat pesisir dihadapkan pada zona yang luas dengan luasan area yang dikelola relatif sempit; aspek laut yang menyebabkan produktivitas yang tinggi dalam suatu hari kegiatan pelayaran.

b. Secara sosial masyarakat pesisir memiliki akses yang amat terbatas akan pelayaran sosial seperti layanan kesehatan dan pendidikan, adanya intervensi orang luar untuk membentuk organisasi (self-help) yang memberdayakan masyarakat, keeratan hubungan dalam masyarakat yang cukup tinggi, dan ketidakbergantungan kepada hukum posistif.

c. Secara ekonomi, pendapatan masyarakat pesisir umumnya di bawah standar nasional, kesenjangan pendapatan karena perbedaan sumber daya, tipe armada dan alat tangkap.

Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir memiliki masyarakat dengan karakteristik tersendiri, ada tiga karakteristik yang membedakan dari wilayah lain yakni sebagai berikut:

(56)

pulau-pulau kecil, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

2. Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat yang menjelaskan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dan pualu-pulau kecil tertentu.

3. Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yng berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut tradisional.

Sedangkan menurut Purba (2005: 35), menyatakan bahwa masyarakat yang berdiam diri di pesisir setidaknya dapat dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan hubungan, adaptasi dan pemahaman terhadap daerah pesisir dengan segala kondisi geografisnya, tiga kategori masyarakat tersebut, yaitu:

(57)

41

2. Masyarakat Nelayan, yaitu masyarakat yang paling banyak memanfaatkan hasil laut dan potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya. Masyarakat nelayan umumnya telah bermukim secara tetap di daerah-daerah yang mudah mengalami kontak-kontak dengan masyarakat-masyarakat lain. Sistem ekonominya telah masuk ke dalam sistem perdagangan, karena hasil laut yang mereka peroleh tidak dikonsumsi sendiri, tetapi didistribusikan dengan imbal ekonomis kepada pihak-pihak lain. Masyarakat nelayan lebih banyak menghabiskan kehidupan sosial budayanya di daratan walaupun hidup mereka bergantung pada sumber daya perairan. 3. Masyarakat Pesisir Tradisional, yaitu masyarakat-masyarakat pesisir yang

berdiam di dekat periran laut, akan tetapi sedikit sekali menggantungkan kelangsungan hidup dari sumber daya laut. Mereka lebih banyak bergantung dari pemanfaatan sumber daya daratan, baik sebagai pemburu dan peramu ataupun sebagai petani tanaman pangan ataupun jasa. Dalam kehidupan sehari-hari mereka lebih menguasai pengetahuan mengenai lingkungan darat daripada perairan, lebih mengembangkan kearifan lingkungan darat dari pada laut. Sehingga masyarakat pesisir tradisional tidak dapat disamakan dengan masyarakat nelayan ataupun masyarakat perairan yang memiliki ketergantungan hidup sangat besar kepada sumber daya perairan.

2.1.6 Program Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan) Kabupaten Tangerang

(58)

masyarakat pantai berbasis pada 3 (tiga) pilar pembangunan, yaitu percepatan pembangunan ekonomi, yang didukung dengan percepatan pembangunan infrastruktur, dan penguatan pemberdayaan masyarakat. Tiga pilar ini adalah penjabaran dari visi dan misi Kabupaten Tangerang sebagai rujukan utama program ini.

Adapun visi Kabupaten Tangerang adalah :

“Menuju Masyarakat Kabupaten Tangerang yang Beriman, Sejahtera, Berorientasi Industri dan Berwawasan Lingkungan.”

Berdasarkan hasil iteratif hasil FGD di masing-masing kecamatan, site visit, dan dokumen-dokumen yang tersedia, maka passion gerakan pembangunan

masyarakat pantai (Gerbang Mapan) disusun berdasarkan beberapa bangunan dasar, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Berkelanjutan b. Mandiri c. Bersih d. Tertata e. Sejahtera f. Wisata

g. Ekonomi kerakyatan h. Pemerataan

i. Integral/terintegrasi j. Aman

k. Sumberdaya manusia yang berkualitas

(59)

43

a. Sejahtera, mandiri dan berkelanjutan secara ekologis, dimana sumberdaya alam dan lingkungan dapat memberikan manfaat barang dan jasa secara terus menerus.

b. Sejahtera, mandiri dan berkelanjutan secara sosial, dimana masyarakat dapat hidup secara layak dan berkecukupan, dan

c. Sejahtera, mandiri dan berkelanjutan secara ekonomi, dimana masyarakat mendapatkan jaminan akan sumber pendapatan bagi kelangsungan hidupnya.

Dengan visi tersebut diharapkan masyarakat pantai dapat merasa sejahtera secara ekologis, ekonomis dan sosial serta memiliki kemandirian dalam menentukan arah dan keberhasilan pembangunan daerah dan kemakmurannya, di samping tetap mengedepankan prinsip penyeimbangan pembangunan ekonomi dan pelestarian sumberdaya pesisir dan laut Kabupaten Tangerang.

Misi merupakan sebuah upaya yang hendak dicapai sebagai tangga perwujudan harapan visi yang telah ditetapkan. Secara umum, dengan melihat bangunan dasar yang telah dirumuskan di atas, maka misi gerakan pembangunan masyarakat pantai juga mengikuti misi Kabupaten Tangerang yaitu :

1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan pengamalannya dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Membangun sumberdaya manusia melalui peningkatan mutu pendidikan diseluruh jenjang secara bertahap serta peningkatan derajat kesehatan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat serta peningkatan kesejahteraan sosial.

3. Meningkatkan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi melalui fasilitas pengembangan usaha di bidang industri, agribisnis, agro industri, dan jasa, serta memberikan akses lebih besar pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, dan sektorr informal.

4. Mewujudkan keserasian dan keseimbangan pembangunan yang berwawasan lingkungan melalui sistem perencanaan dan pengendalian tata ruang yang terstruktur.

5. Menciptakan tata kepemerintahan yang bersih, transparan, dan bertanggungjawab (Good Governance).

(60)

7. Memenuhi hak-hak politik dan sosial warga untuk melakukan partisipasi kritis dalam proses pembangunan.

8. Memberdayakan perempuan dan kesetaraan gender dalam pembangunan.

2.1.6.1 Tujuan

Tujuan merupakan gambaran harapan dan kebutuhan yang ingin dicapai agar dapat mewujudkan visi dan misi gerakan pembangunan masyarakat pantai:

1. Memberikan keleluasaan gerak pembangunan serta meningkatkan keterbukaan aksesibilitas dan konektivitas antar kawasan

2. Menambah ketersediaan infrastruktur dasar yang layak, memadai dan proporsional sesuai dengan standar pelayanan minimum dan proporsi kependudukannya.

3. Menyediakan produk-produk unggulan prioritas masing-masing kawasan yang didesain menjadi motor penggerak perekonomiannya.

4. Memberikan alternatif inovasi dan ekonomi kreatif yang potensial untuk menjadi lokomotif ekonomi baru bagi upaya pembangunan masyarakat pantai.

5. Melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat pantai dalam upaya mengelola keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan pesisir dan laut.

6. Melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat pantai melalui berbagai upaya pengembangan kapasitas dan kapabilitas SDM.

7. Melakukan harmonisasi kebutuhan ruang pembangunan dan penyediaan ruang wilayah berbasis pada kemampuan daya dukung dan daya tampung serta dinamika wilayah pesisir dan laut.

8. Meningkatkan tata kelola desa dalam implementasi pengelolaan pesisir terpadu.

2.1.6.2 Target dan Sasaran

Target dan sasaran adalah tolok ukur yang ingin dicapai dari dicanangkannya gerakan pembangunan masyarakat pantai. Target dan sasaran gerakan pembangunan masyarakat pantai diantaranya adalah:

(61)

45

b. Tersedia sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat, seperti pasar tradisional higienis setiap desa, BUMDes, dan lembaga keuangan mikro pada setiap kecamatan pesisir.

c. Tersedianya fasilitas kesehatan di masing-masing kecamatan pesisir. d. Tersedianya fasilitas pendidikan menengah pertama dan menengah atas

pada setiap kecamatan pesisir.

e. Meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana peribadatan . f. Terbangunnya fasilitas sanitasi dan kesehatan lingkungan.

g. Tersedia fasilitas dan distribusi air bersih layak minum ke setiap desa pesisir yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang.

h. Tersedianya fasilitas pemakaman umum yang layak dan memadai di masing-masing desa pesisir di Kabupaten Tangerang.

i. Layak huninya pemukiman seluruh komponen masyarakat pantai di Kabupaten Tangerang.

j. Berkembangnya produk-produk unggulan prioritas masing-masing kawasan .

k. Adanya bentuk-bentuk alternatif inovasi dan ekonomi kreatif yang berkembang di setiap kawasan.

l. Terselenggaranya program pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan pesisir dan laut dan menjadi program unggulan desanya.

(62)

n. Tersedianya cadangan ruang yang memadai untuk mengakomodasi dinamika pembangunan infrastruktur dan ekonomi masyarakat pantai. o. Tertata dan terkelonya wilayah pesisir dan laut secara terpadu.

2.1.6.3 Indikator

Indikator adalah tolok ukur keberhasilan proses perencanaan dan implementasi gerakan pembangunan masyarakat pantai. Indikator gerakan pembangunan masyarakat pantai diantaranya adalah:

1. Dalam lima tahun aksesibilitas dan konektivitas antar kawasan dan antar desa di wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Tangerang dapat diakselerasi minimal 50 persen.

2. Dalam lima tahun ke depan tersedia sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat, yaitu pasar tradisional higienis setiap desa, BUMDes, dan 1 lembaga keuangan mikro per kecamatan pesisir.

3. Fasilitas kesehatan dalam lima tahun ke depan diharapkan dapat tersedia sebanyak 1 rumah sakit daerah yang merupakan representasi pelayanan untuk 4 kecamatan pesisir (wilayah barat dan wilayah timur) dan setiap desa memiliki 1 puskesmas/puskesmas pembantu sesuai dengan proporsi penduduknya.

4. Fasiitas pendidikan tersedia dalam lima tahun ke depan 1 SLTP untuk setiap 2 desa yang terkoneksi dan 1 SLTA untuk setiap kecamatan pesisir Kabupaten Tangerang.

5. Kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana peribadatan dapat ditingkatkan, sehingga layak dan nyaman serta dapat menjadi sarana bagi pendidikan non formal keagamaan.

6. Fasilitas sanitasi dan kesehatan lingkungan, seperti SPAL dan drainase kawasan dalam lima tahun ke depan diharapkan dapat terbangun untuk mengatasi persoalan sanitasi lingkungan dan minimal mengurangi dampak bencana banjir. Setiap 10 rumah (dasa wisma) harus dapat mengakses MCK dan saluran antar desa dapat mengalir dengan baik dan lancer. 7. Fasilitas air bersih berupa distribusi air layak minum dalam lima tahun ke

depan harus dapat dinikmati oleh setiap desa pesisir yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang.

8. Fasilitas pemakaman umum yang layak dan memadai tersedia minimal 1 hektar pada masing-masing desa pesisir di Kabupaten Tangerang.

Gambar

Gambar 1.1 Potensi Besar Laut Indonesia
Tabel 1.1 Data Klasifikasi Rumah Tangga Miskin Kecamatan Pesisir
Gambar 1.2 Tumpukan Sampah di Wilayah Pesisir Kabupaten Tangerang
Tabel 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait