• Tidak ada hasil yang ditemukan

d. Karakteristik agen pelaksana

Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e. Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga (3) hal yang penting, yakni : (1) respon implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (2) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan dan (3) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

f. Kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat

Komunikasi antar organisasi & kegiatan

pelaksanaan Ukuran dan tujuan kebijakan Karakteristik badan pelaksana Sumberdaya Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

Disposisi pelaksana

Kinerja implementasi

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberi dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

Keberhasilan menurut Merilee S Grindle (1980) dipengaruhi oleh dua (2) variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). (AG. Subarsono, Ibid ; hal 93)

Variabel isi kebijakan mencakup : (a) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, (b) jenis manfaat yang diterima oleh target group, (c) sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, (d) apakah letak sebuah program sudah tepat, (e) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci dan (f) apakah sebuah program didukung oleh sebuah sumberdaya yang memadai.

Sedangkan variabel lingkungan mencakup : (a) seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, (b) karakteristik institusidan rejim yang sedang berkuasa dan (c) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Demikian juga menurut Mazmanian dan Sabatier (1983), ada tiga (3) kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni : (AG. Subarsono, Ibid ; hal 94)

a. Variabel independent, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan

keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

b. Variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana dan perekrutan pejabat pelaksanaan dan keterbukaan kepada pihak luar.

c. Variabel dependent, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata dan kebijakan yang bersifat mendasar.

Sedangkan menurut Jones (1994;296) menyebutkan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disyahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat, dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor. Selanjutnya Jones mengatakan apakah suatu program terimplementasikan dengan efektif atau dapat diukur dengan standar penilaian yaitu :

1. Organisasi yaitu : merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan. Setiap organisasi harus memiliki struktur organisasi, sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas.

2. Interpretasi yaitu : mereka yang bertanggung jawab yang dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang telah dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

3. Penerapan yaitu : adanya prosedur kerja dan program yang jelas, tujuan dan sasaran yang jelas serta pengawasan terhadap pelaksanaan program. Dengan demikian, implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut agar tujuan dari program tersebut dapat berjalan efektif dan efisien.

Implementasi yang sesuai dengan penelitian ini adalah sebagaimana yang dimaksudkan menurut teori Van Meter dan Van Horn dengan menggunakan enam variabel yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, disposisi implementor dan kondisi sosial, ekonomi dan politik.

I.5.3 Konsep Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) I.5.3.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan Di

Perkotaan (P2KP)

Masalah kemiskinan di Indonesia tidak hanya melanda wilayah pedesaan, tetapi juga di wilayah perkotaan. Khusus di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum kondisi masyarakat miskinnya adalah tidak adanya prasarana dan sarana dasar perumahan dan pemukiman yang memadai, serta kualitas lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Kemiskinan merupakan persoalan struktural dan multidimensional yang mencakup politik, sosial, aset dan lain-lain. Karakteristik kemiskinan tersebut, serta krisis ekonomi yang terjadi, telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki ke arah pengokohan kelembagaan

masyarakat.

Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka. Di samping itu, keberdayaan semacam itu diharapkan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan warga miskin di tingkat lokal, baik dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

Berdasarkan karakteristik kemiskinan di kawasan perkotaan tersebut, model program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi- dimensi politik, sosial, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, model program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) diharapkan mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya ataupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) merupakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

I.5.3.2 Pendekatan dan Tujuan Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP)

Visi dan Misi Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah sebagai berikut :

1. Visi program P2KP adalah terwujudnya masyarakat madani yang maju, mandiri, sejahtera dalam lingkungan yang sehat dan produktif.

2. Misi program P2KP adalah membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan pemukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan.

Prinsip-prinsip dan Nilai-nilai yang melandasi program P2KP adalah sebagai berikut :

a) Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance) : 1. Demokrasi (musyawarah)

2. Partisipasi (aktif berperan serta) 3. Transparansi (keterbukaan) 4. Akuntabilitas (tanggung gugat)

5. Desentralisasi (pembagian wewenang)