• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Asumsi Dasar Penelitian

2.1.4 Model-model Implementasi Kebijakan

Model van Meter dan van Horn dalam Budi Winarno (2012:158) mempunyai enam variabel yang membentuk kaitan (linkage) antara kebijakan dan kinerja (performance). Model ini tidak hanya menentukan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat mengenai kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas. Variabel tersebut dijelaskan oleh van Meter dan van Horn sebagai berikut :

1. Ukuran-Ukuran Dasar dan Tujuan-Tujuan Kebijakan

Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Menurut van Meter dan van Horn, identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator-indikator kinerja ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan.

Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan berguna dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.

2. Sumber-sumber kebijakan

Sumber-sumber yang tersedia dianggap perlu mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan. Sumber-sumber layak mendapatkan perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan, sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang (insentive) lain yang mendorong dan mempelancar implementasi yang efektif.

3. Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan

Implementasi akan berjalan dengan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan. Dengan begitu, sangat penting untuk memberi perhatian yang besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan.

4. Karakteristik Badan-Badan Pelaksana

Struktur birokrasi diartikan sebagaikarakteristik-karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menajalankan kebijakan. Van Meter dan Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan :

1) Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;

2) Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan proses-proses dalam badan pelaksana;

3) Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota-anggota legislatif dan eksekutif).

4) Vitalitas suatu organisasi;

5) Tingkatkomunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikansebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan invividu-individu di luar organisasi;

6) Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan “pembuat

keputusan” atau “pelaksana keputusan”. 5. Kondisi-kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik

Dampak kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik pada kebijakan publik merupakan pusat perhatian yang besar selama dasawarsa yang lalu. Para peminat perbandingan politik dan kebijakan publik secara khusus tertarik dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada hasil-hasil kebijakan.

6. Kecenderungan Pelaksana (Implementator)

Arah kecenderungan-kecenderungan pelaksana terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan juga merupakan suatu hal yang sangat pentig. Para pelaksana mungkin gagal dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan denga

tepat karena mereka menolak tujuan-tujuan yang terkandung dalam kebijakan-kebijakan tersebut.

7. Kaitan antara Komponen-Komponen Model

Implementasi merupakan proses yang dinamis, faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan dalam tahap-tahap awal mungkin akan mempunyai konsekuensi yang kecil dalam tahap selanjutnya.

8. Masalah kapasitas

Kapasitas sebagai faktor yang berpengaruh bagi implementasi kebijakan. Menurut van Meter dan Horn, implementasi yang berhasil juga merupakan fungsi dari kemampuan organisasi pelaksana untuk melakukan apa yang diharapkan untuk dikerjakan.

2.1.4.2Model George C. Edwards

Menurut Edwards (Winarno,2012:177), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Edward memberikan empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik, faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi

Secara umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Jika kebijakan-kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya, maka petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami, melainkan petunjuk-petunjuk tersebut harus dikomunikasikan secara jelas.

2. Sumber-sumber

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas, dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperluan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan maka implementasipun cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melasanakan kebijakan publik.

3. Kecenderungan-kecenderungan

Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasikebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dna hal ini berarti danya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan awal. 4. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi baik secara sadar atau

tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern.

2.1.4.3Model Mazmanian dan Sabatier

Model implementasi kebijakan publik yang ditawarkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam buku Leo Agustino (2012,144). Model yang ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuan dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercpainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan, variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

1. Mudah atau Tidaknya yang akan Digarap, meliputi: 1. Kesukaran-kesukaran Teknis

Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestaserai kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-tekik tertentu.

2. Keberagaman Perilaku yang Diatur

Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat dan pelaksana (administrator atau birokrat) di lapangan.

3. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakup dalam Kelompok Sasaran Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan. 4. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki

Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya, ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar.

2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Cepat Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:

a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai.

b. Keterkendalaan teori kausalitas yang diperlukan. c. Ketetapan alokasi sumberdana.

d. Keterpaduan hierarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana.

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana. f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam

undang-undang.

g. Akses formal pihak-pihak luar.

3. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi Implementasi. a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi.

b. Dukungan publik.

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat. d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana.

2.1.4.4Model Grindle

Model Grindle yang dikemukakan oleh Wibawa dalam Buku Riant Nugroho (2012:690), model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut :

1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan. 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

3. Derajat perubahan yang diinginkan. 4. Kedudukan pembuat kebijakan. 5. (siapa) pelaksana program. 6. Sumber daya yang dikerahkan.

Sementara itu, konteks implementasinya adalah :

1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat. 2. Karakteristik lembaga dan penguasa.

3. Kepatuhan dan daya tanggap.

Namun demikian, jika kita yang menyangkut dengan implementator, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi, serta kondisi mencermati model Grindle, kita dapat memahami bahwa keunikan model Grindle teletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya -kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

2.1.4.5Model Hogwood dan Gunn

Model Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gunn (Riant Nugroho, 2009:630) yang dalam pemetaan kita beri label “MS” yang terletak di kuadran “puncak ke bawah” dan berada di “mekanisme paksa” dan “mekanisme pasar”. Menurut kedua pakar tersebut untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat, yaitu :

1. Syarat pertama adalah, jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah besar.

2. Syarat kedua adalah, apakah untuk melaksanakan tersedia sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya waktu.

3. Syarat ketiga adalah, perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada.

4. Syarat keempat, apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan kausal yang andal.

5. Syarat kelima adalah, seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. 6. Syarat keenam adalah, apakah hubungan saling kebergantungan kecil.

7. Syarat ketujuh adalah, pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

8. Syarat kedelapan adalah, bahwa tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar.

2.1.4.6Model Elmore, dkk.

(Richard Elmore, Michael Lipsky, Benny Hjern & David O’portor)

Model yang disususn oleh Richard Elmore, Benny Hjern dan David O’Porter dalam Riant Nugroho (2002:635) model ini diberi lebel “RE, dkk” yang terletak di kuadran “bawah ke puncak” dan berada di “mekanisme pasar”. Model ini dimulai dari identifikasi jaringan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak-kontak yang mereka miliki.model implementasi ini didasarkan pada jeniskebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakan atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun hanya di tataran rendah.

Dokumen terkait