• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.2 Saran

Berisi tindakan dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun praktis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1Kebijakan Publik

Menurut Riant Nugroho (2008:54) Kebijakan Publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan.Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang di cita-citakan.

Kebijakan publik dalam bentuk Undang-undang atau perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain kepres, inpres, kepmen, keptusan kepala daerah, keputusan kepala dinas. Jadi kebijakan publik dimulai dari program, ke proyek, dan kemudian ke dalam bentuk kegiatan.

Kebijakan menurut Thomas R.Dye dalam Buku Budi Winarno (2012:20) adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not to do). Maknanya adalah bahwa

kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta. Dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Menurut Robert Eystone (Winarno, 2012:20) mengatakan bahwa “secara luas” kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemerintahan dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Jeffrey L.Presman dan Aaron Wildavsky yang dikutip oleh Budi Winarno (2012:22) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan.

Menurut James Anderson (Winarno,2012:23) kebijakan publik ini mempunyai beberpa implikasi, yakni pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan. Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern bukan suatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di dalam sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang tersendiri.

Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah.

Keempat, keijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif atau negatif. Secara positif, kebijakan mungkin mencakup bentuk tindakan pemerintah yang jelas untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mungkin mencakup suatu keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk tidak melakukan campur tangan dalam bidang-bidang umum maupun khusus.

Maka kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat dimana dalam penyusuannya melalui berbagai tahapan. Kebijakan publik merupakan suatu keputusan atau suatu pilihan keputusan untuk mengambil atau tidak mengambil keputusan dalam permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Kebijakan publik mengatur baik secara langsung atau tidak langsung mengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, atau pengelolaan tatanan kenegaraan dan perekonomian untuk kepentingan publik atau kepentingan umum, yaitu masyarakat luas, segala lapisan penduduk dalam suatu negara.

2.1.1 Kebijakan Dalam Pembangunan

Kebijakan pemerintah suatu negara atau bangsa terhadap program pembangunan adalah suatu hal yang sangat penting keberadaannya karena sangat menentukan kemajuan suatu negara atau bangsa. Oleh sebab itulah hanya dengan program pembangunan yang dapat menciptakan kemampuan negara atau bangsa tersebut dalam rangka usaha untuk menetapkan suatu kebijakan di bidang pembangunan di mana hasil-hasilnya diharapkan dapat dinikmati seluruh warga negara yang bersangkutan.

Berdasarkan pola pemikiran yang telah dikemukakan diatas, masih dapat dipertanyakan kegiatan-kegiatan apa saja yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam kehidupan masyarakat tentu juga termasuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut kita dapat diperjelas:

1. Kebijakan pembangunan dalam perencanaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa perencanaan adalah sebuah proses kegiatan dalam rangka menghasilkan rencana yang akan digunakan atau dengan kata lain sebagai pedoman dalam rangka melaksanakan kegiatan yang rinciannya tergambar dalam rencana tersebut.

2. Kebijakan pembangunan dalam pelaksanaan. Setiap terjadinya tindakan manusia terdiri atas dua bagian: pertama karena digerakan oleh naluri yaitu suatu tindakan yang dilakukan secara refleks tanpa melalui suatu pertimbangan rasionalitas karena terdapat gangguan secara tiba-tiba dalam kehidupan manusia yang bersangkutan, hal ini sebenarnya bukan tindakan yang dimaksudkan dalam kebijakan pembangunan. Kedua, adalah tindakan yang digerakan oleh pemikiran rasional agar kegiatan yang dilakukan itu dapat dikerjakan secara sistematis serta dapat pula memberikan kegunaan dan manfaat untuk memunjang dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia, hal inilah yang sesungguhnya perlu ditetapkan atau diatur dalam sebuah kebijakan pembangunan.

3. Kebijakan pembangunan dalam pengawasan. Pengawasan dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan tentunya bertujuan untuk dapat memberikan hasil yang maksimal dengan meminimalisir pelanggaran agar tidak terjadi kerugian yang lebih besar di mana kemungkinannya menyengsengsarakan kepada semua pihak terutama semua anggota masyarakat.

4. Kebijakan pembangunan dalam penyebaran hasil-hasilnya. Tujuan ditetapkannya suatu bentuk kebijakan terutama yang berkaitan dengan pembangunan dalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya untuk memenuhi faktor pemuas kehidupan yang dapat dicapai dengan melalui proses pelaksanaan pembangunan baik yang diprogramkan oleh pemerintah maupun diprogramkan oleh anggota masyarakat itu sendiri.

5. Kebijakan pembangunan dalam peningkatan martabat manusi. Kemiskinan adalah salah satu kondisi yang dapat merendahkan martabat antar manusia dengan manusia organisasi lainnya, dan bahkan sampai kepada bangsa yang satu dengan bangsa yang lain.

6. Kebijakan pembangunan dalam partisipasi masyarakat. kelancaran suatu program pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan bahkan sampai kepada evaluasi atau penilaian sangat diperlukan keterlibatan atau dengan kata lain partisipatif bagi aktif anggota masyarakat.

7. Kebijakan pembangunan dalam pembinaan bangsa. Sebagaimana kita maklumi bahwa unsur utama dari pada suatu bangsa adalah adanya wilayah tertentu, kekuasaan pemerintahan, dan anggota masyarakat atau sering juga disebut warga negara. (Adam Ibrahim dan Juni Pranoto, 2011;122)

Maka memang kebijakan pemerintah suatu negara atau bangsa terhadap program pembangunan adalah suatu hal yang sangat penting keberadaannya karena sangat menentukan kemajuan suatu negara atau bangsa. Oleh sebab itu pemerintah membuat kebijakan yang mengatur pembangunan dari segi perencanaan pembangunan yang akan dilakukan baik sebelum dibuat kebijakan ataupun setelah kebijakan dibuat dengan ditinjau secara berkala. Kemudian kebijakan pembangunan dalam pelaksanaannya, kebijakan pembanguan dalam pengawasan, kebijakan pembangunan dalam penyebaran hasil-hasilnya tentu sangat saling berhubungan dalam mensukseskan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

Kebijakan pembangunan dalam peningkatan martabat manusia tentu sebagai alasan kebijakan tersebut dibuat adalah untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di tegah masyarakat dan mengharapkan masyarakat dapat hidup secara sejahtera. Kemudian, kebijakan pembangunan dalam partisipasi masyarakat dimaksudkan dalam kelancaran suatu kebijakan atau program yang dilakukan oleh pemerintah tentu diperlukan partisipasi atau peran serta langsung dari amsyarakat untuk mensukseskan program yang dibuat oleh pemerintah tersebut, karena tentu pemerintah prospeknya adalah untuk masyarakat.

Dalam kebijakan pembangunan dalam pembinaan bangsa unsur yang utama dari pada suatu bangsa adalah adanya wilayah tertentu, kekuasaan pemerintah, dang anggota masyarakat. Maka perlu pembinaan oleh pemerintah dan jajarannya kepada masyarakat untuk lebih terlibat dalam berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

2.1.2 Kebijakan Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah salah satu usaha yang dilakukan oleh sebagian orang atau sekelompok orang untuk menjaga lingkungan alam sekitarnya agar alam dapat bersinergi dan seimbang dengan kehidupan manusia. lingkungan merupakan suatu sahabat hidup bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, misalnya dengan kerusakan lingkungan akan menciptakan bencana yang bisa berakibat kematian bagi manusia dan kemusnahan makhluk hidup yang lainnya.

Tindakan memelihara dan melestarikan lingkungan adalah suatu tindakan yang sangat terpuji dan patut menjadi kebanggaan suatu bangsa dan negara, karena pengalaman pelaksanaan pembangunan terutama bagi kasus di Indonesia lebih berorientasi kepada memperjelas kemiskinan dan memperjelas kekayaan bagi warga negara, sehingga Indonesia lahir sebagai negara yang memiliki kesenjangan yang sangat melebar antara orang kaya dan orang miskin, misalnya ada anggota masyarakat memiliki penghasilan hanya sekitar puluhan ribu dan ada yang berpenghasilan ratusan juta perbulan. Jika kita menyelusuri proses pembangunan yang berwawasan lingkungan pada dasarnya bahwa masyarakat yang memiliki penghasilan di atas ratusan juta itu senantiasa menginvestasi atau dengan lain merusak lingkungan dalam rangka mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memperoleh penghasilan yang relative kecil kelihatannya sangat memedulikan kelestarian lingkungan dalam proses pelaksanaan kegiatannya. Oleh sebab itulah peranan kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan sangat penting. (Adam Ibrahim dan Juni Pranoto, 2011;129)

1. Kelestarian lingkungan sosial. 2. Kelestarian lingkungan pendidikan. 3. Kelestarian lingkungan kerja. 4. Kelestarian lingkungan alam. 5. Kelastarian lingkungan pergaulan. 6. Kelestarian lingkungan keluarga

Maka memang kita harus sadar bahwa lingkungan adalah penting dalam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya yang ada di bumi ini. kebijakan dalam rangka pembangunan yang berwawasan lingkungan semakin dibutuhkan mengingat bahwa sudah semakin menurun tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat atau manusia dalam menjaga lingkungan sekitar tempat tinggalnya tersebut dilihat dari berbagai lingkungan, baik lingkungan sosial tempat mereka hidup, lingkungan sekolah tempat mereka mencari ilmu, lingkungan kerja dimana tempat mereka mencari nafkah, lingkungan alam tempat mereka tinggal, lingkungan pergaulan dimana mereka melakukan sosialisasi dengan sesame manusia serta lingkungan keluarga sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas keberlangsungan kehidupan mereka.

2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan

Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno (2012:147) Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Menurut Ripley dan Frankin (Winarno, 2012:148) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setalah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis keluaran yang nyata. Istilah

implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan.

Merilee S.Grindle dalam Budi Winarno (2012:149) implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, tugas implementasi mencakup terbentuknya “a policy delivery system”, dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan. Selanjutnya menurut Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2012:149) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindaka-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Maka dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan adalah salah satu proses tahapan dari kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah untuk melihat sejauh

mana program pemerintah dilaksanakan, apakah telah sesuai dengan maksud dan tujuan awal apakah masih ada berbagai permasalahan atau penghambat dalam penerapan atau pencapaian kebijakan atau program yang dilakukan oleh pemerintah. Jadi implementasi adalah kegiatan untuk melihat sejauh mana kebijakan dilaksanakan seusai dengan sasaran awal sebagai upaya penyelesaian masalah di lingkungan sasaran tersebut.

2.1.4 Model-model Implementasi Kebijakan. 2.1.4.1Model Van Meter dan Van Horn

Model van Meter dan van Horn dalam Budi Winarno (2012:158) mempunyai enam variabel yang membentuk kaitan (linkage) antara kebijakan dan kinerja (performance). Model ini tidak hanya menentukan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat mengenai kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas. Variabel tersebut dijelaskan oleh van Meter dan van Horn sebagai berikut :

1. Ukuran-Ukuran Dasar dan Tujuan-Tujuan Kebijakan

Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Menurut van Meter dan van Horn, identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator-indikator kinerja ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan.

Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan berguna dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.

2. Sumber-sumber kebijakan

Sumber-sumber yang tersedia dianggap perlu mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan. Sumber-sumber layak mendapatkan perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan, sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang (insentive) lain yang mendorong dan mempelancar implementasi yang efektif.

3. Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan

Implementasi akan berjalan dengan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan. Dengan begitu, sangat penting untuk memberi perhatian yang besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan.

4. Karakteristik Badan-Badan Pelaksana

Struktur birokrasi diartikan sebagaikarakteristik-karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menajalankan kebijakan. Van Meter dan Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan :

1) Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;

2) Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan proses-proses dalam badan pelaksana;

3) Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota-anggota legislatif dan eksekutif).

4) Vitalitas suatu organisasi;

5) Tingkatkomunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikansebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan invividu-individu di luar organisasi;

6) Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan “pembuat

keputusan” atau “pelaksana keputusan”. 5. Kondisi-kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik

Dampak kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik pada kebijakan publik merupakan pusat perhatian yang besar selama dasawarsa yang lalu. Para peminat perbandingan politik dan kebijakan publik secara khusus tertarik dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada hasil-hasil kebijakan.

6. Kecenderungan Pelaksana (Implementator)

Arah kecenderungan-kecenderungan pelaksana terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan juga merupakan suatu hal yang sangat pentig. Para pelaksana mungkin gagal dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan denga

tepat karena mereka menolak tujuan-tujuan yang terkandung dalam kebijakan-kebijakan tersebut.

7. Kaitan antara Komponen-Komponen Model

Implementasi merupakan proses yang dinamis, faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan dalam tahap-tahap awal mungkin akan mempunyai konsekuensi yang kecil dalam tahap selanjutnya.

8. Masalah kapasitas

Kapasitas sebagai faktor yang berpengaruh bagi implementasi kebijakan. Menurut van Meter dan Horn, implementasi yang berhasil juga merupakan fungsi dari kemampuan organisasi pelaksana untuk melakukan apa yang diharapkan untuk dikerjakan.

2.1.4.2Model George C. Edwards

Menurut Edwards (Winarno,2012:177), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Edward memberikan empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik, faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi

Secara umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Jika kebijakan-kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya, maka petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami, melainkan petunjuk-petunjuk tersebut harus dikomunikasikan secara jelas.

2. Sumber-sumber

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas, dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperluan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan maka implementasipun cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melasanakan kebijakan publik.

3. Kecenderungan-kecenderungan

Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasikebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dna hal ini berarti danya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan awal. 4. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi baik secara sadar atau

tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern.

2.1.4.3Model Mazmanian dan Sabatier

Model implementasi kebijakan publik yang ditawarkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam buku Leo Agustino (2012,144). Model yang ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuan dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercpainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan, variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

1. Mudah atau Tidaknya yang akan Digarap, meliputi: 1. Kesukaran-kesukaran Teknis

Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestaserai kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-tekik tertentu.

2. Keberagaman Perilaku yang Diatur

Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat dan pelaksana (administrator atau birokrat) di lapangan.

3. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakup dalam Kelompok Sasaran Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan. 4. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki

Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya, ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar.

2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Cepat Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:

a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai.

b. Keterkendalaan teori kausalitas yang diperlukan. c. Ketetapan alokasi sumberdana.

d. Keterpaduan hierarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana.

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana. f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam

undang-undang.

g. Akses formal pihak-pihak luar.

3. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi Implementasi. a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi.

b. Dukungan publik.

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat. d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana.

2.1.4.4Model Grindle

Model Grindle yang dikemukakan oleh Wibawa dalam Buku Riant Nugroho (2012:690), model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut :

1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan. 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

3. Derajat perubahan yang diinginkan. 4. Kedudukan pembuat kebijakan. 5. (siapa) pelaksana program. 6. Sumber daya yang dikerahkan.

Sementara itu, konteks implementasinya adalah :

1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat. 2. Karakteristik lembaga dan penguasa.

3. Kepatuhan dan daya tanggap.

Namun demikian, jika kita yang menyangkut dengan implementator, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi, serta kondisi mencermati model Grindle, kita dapat memahami bahwa keunikan model Grindle teletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya -kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

2.1.4.5Model Hogwood dan Gunn

Model Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gunn (Riant Nugroho, 2009:630) yang dalam pemetaan kita beri label “MS” yang terletak di kuadran “puncak ke

Dokumen terkait