BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
C. Model Kepemimpinan dari Setiap Periode Kepala Desa d
a. Model Kepemimpinan Kepala Desa Pertama Samidin
Seperti yang kita ketahui model kepemimpinan atau gaya
kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin
dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya/model ini dapat
diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam
memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan
18
Ali Sofyan, Wawancara
90
merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin
pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan.
Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama
dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-
karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin
yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya
terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya,
mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana
caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan
yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan
dalam mempengaruhi para pengikutnya.
Dari penjelasan diatas, terdapat 3 gaya atau model kepemimpinan
yakni kepemimpinan otoriter, demokrasi dan laissez faire. Dan dalam
kepemimpinan kepala desa yang pertama Samidin ini beliau termasuk
kepada model kepemimpinan yang otoriter, seperti yang kita ketahui
kepemimpinan otoriter adalah pemimpin yang menentukan sendiri
“policy” dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-
keputusan sendiri namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan
harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut
menetukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya. Pemimpin
otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka
91
dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan. Dalam
kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan,
sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya.
Dan teori diatas mengenai kepemimpinan kepala desa yang pertama
Samidin yang otoriter dipertegas dengan pernyataan informan yang
peneliti dapat yakni saudara IS.19
“Waktu Klebun (Kepala Desa) pertama buju’ Samidin menjabat
sebagai kepala desa sangat tegas dan angkuh. Buju Samidin tidak mau
mendengar masukan atau suara rakyat. Beliau hanya ingin di dengar dan
tidak mau mendengarkan”.
Pernyataan diatas sudah jelas bahwasannya pada masa kepemimpinan
Samidin masyarakat merasa tertindas karena tidak diberi ruang atau hak
untuk menyuarakan pendapatnya dan jelas-jelas itu bukan suatu
kepemimpinan yang demokratis melainkan pemimpin yang otoriter dalam
memimpin sebuah kelompok atau desa.
b. Model Kepemimpinan Kepala Desa Kedua Sirat
Model atau gaya kepemimpinan kepala desa yang kedua Sirat ini tidak
jauh beda dari kepala desa yang pertama yakni sama-sama otoriter.
Malahan pada masa kepemimpinan Sirat ini lebih parah, mengapa peneliti
19
IS, Wawancara di Rumah, pada tanggal 16 Desember 2015, pukul 11:00 WIB Sampai Selesai.
92
berani mengatakan seperti itu, karna diperkuat dengan hasil wawancara
dengan saudara AS.20
“Mon bektoh Klebun Sirat ajabat deddih Kepala Desa, Aboh parah
lek, kabbih dissah takok ben tunduk dek klebun Sirat. Tadek se Bengal
acacah (waktu sirat menjabat sebagai kepala desa, parah dek, semua desa
patuh dan tunduk pada Sirat, gak ada yang berani membantah”.
Seperti hasil wawancara di atas, jika kita kaitkan hasil wawancara atau
data dilapangan dengan teori yakni. Waktu Sirat memimpin atau menjabat
sebagai kepala desa itu bissa dikatakan sebagai pemimpun yang otoriter
yakni beliau sangat ditakuti dan disegani pada masa kepemimpinannya.
Sirat tidak mau mendengar masukan-masukan dari warga sekitar, dan
Sirat ini merupakan pemegang kekuasaan yang mutlak tidak ingin ada satu
saingan pun yang menandinginya pada masanya. bentuk ke otoriteran
pada masa jabatannya yakni, ketika ada pencuri atau orang yang tidak
sesuai dengan keinginannya beliau langsung membunuhnya tanpa
menanyakan sebab dan akibatnya terlebih dahulu.
c. Model Kepemimpinan Kepala Desa Ketiga Sodiq
Sedangkan pada kepemimpinan kepala desa yang ketiga ini berbeda
dengan kepala desa sebelum-sebelumnya, kepemimpinan kepala desa
yang ketiga ini masuk kepada model kepemimpinan yang laissez faire
(pemimpin bebas/pemimpin liberal) adalah gaya kepemimpinan yang
20
AS, Wawancara di Sawah, Pada tanggal 18 Desember 2015, pukul 17:00 WIB sampai selesai.
93
lebih banyak menekankan kepada keputusan kelompok. Dalam gaya ini,
seorang pemimpin akan menyerahkan keputusan kepada keinginan
kelompok. Apa yang baik menurut kelompok, itulah yang mejadi
keputusan. Bagaimana pelaksanaannya tergantung kepada kemauan
kelompok. Atau bisa di definisikan Pemimpin liberal yaitu memberikan
kebebasan tanpa pengadilan. Pemimpin tidak memimpin atau
mengendalikan bawahan sepenuhnya dam tidak pernah ikut serta dengan
bawahannya. Yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini
bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi
bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan
teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka
mencapai sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi. Kepemimpinan pada
tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan
pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada
tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggung jawab keputusan
sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau
hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya
ini sifatnya positif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruh
94
Teori diatas di benarkan atau bisa dikaitkan dengan hasil wawancara
dengan saudari Hy.21
“Mon klebun Kirno ben klebun sodiq jiah lah padeh beih, kapan la mareh epeleh ye deiyeh tak ngereken masyarakatteh, kabbi lah ebegi ke wakilleh, klebunnah le tak rok norok, paleng la gun tanda tangan tok ( kalu kepala desa Sukirno dan Kepala desa Sodiq itu sama saja, keduanya ktika sudah menjadi pemimpin lupa dengan masyarakat, semua diberikan kepada wakilnya, beliau hanya tanda tangan saja”
Dari hasil wawancara diatas dapat dikaitkan dengan teori laissez faire
yakni dalam kepemimpinan Sukirno dan Sodiq ini sama saja beliau berdua
ini sangat meremehkan apa yang seharusnya mereka lakukan sebagai
kepala desa. Beliau beliau ini justru memberikan kebebasan kepada
kelompok-kelompoknya atau staf-stafnya untuk membuat keputusan dan
menyelesaikan pekerjaannya dengan cara apa saja.
21
Hy, Wawancara di Rumah, Pada tanggal 28 Desember 2015, pukul 20:00 WIB sampai selesai.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang politik dinasti studi kasus
kemenangan dinasti Samidin di desa Banjar kecamatan Kedungdung
Kabupaten Sampang Madura ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut
:
1. Strategi yang dilakukan oleh dinasti Samidin untuk mencapai
kemenangan dalam pemilihan kepala desa yakni menggunakan
strategi peminjaman kepada warganya yang membutuhkan seperti
peminjaman uang, perhiasan, pupuk dan hewan ternak. Dengan
adanya strategi peminjaman seperti itu secara tidak langsung
masyarakat terikat dengan dinasti Samidin dan mau tidak mau
masyarakat harus memilih dinasti Samidin. Dan strategi yang kedua
tim sukses dari dinasti Samidin ini menggunakan cara merangkul
semua blater-blater dan tokoh-tokoh yang berkuasa dirangkul untuk
dijadikan factor pendukung dalam pencalonan dinasti Samidin.
2. Factor penyebab tidak bisa lepasnya masyarakat dari dinasti Samidin
adalah, kekuasaan yang dimiliki oleh dinasti Samidin, dan masyarakat
tidak bisa lepas dari bayang-bayang nama Sirat selaku kepala desa
yang kedua, Sirat ini merupakan kepala desa yang terkuat karena
96
memimpin masyarakat desa Banjar. Sirat menjadi kepala desa ini
kepemimpinnanya sangat keras, beliau tidak mau mendengar suara
atau masukan dari masyarakat, dan beliau tidak memberi ampun
kepada siapapun yang mencuri langsung dibunuh oleh H. sirat ini.
Beliau ini sangat ditakuti dan disegani oleh masyarakat sekitar, dan
bisa dibilang pada kepemipinan H. sirat ini sebagai seorang pemimpin
yang diktator. Selanjutnya cara dinasti Samidin untuk
mempertahankan kekuasaannya yakni, menempatkan para sanak
keluarganya untuk menjabat sebagai anggota-anggota atau struktur-
struktur yang ada di desa Banjar itu sendiri. Misalnya saja yang
menjadi sekretaris, bendahara, BPD, dan perangkat-perangkat yang
lainnya itu masih ada hubungan keluarga. Dan yang lebih parahnya
lagi mereka-mereka yang menempati bagian-bagian itu tidak memiliki
keahlian khusus dalam bidangnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terkait politik dinasti (studi kasus strategi
kemenangan dinasti Samidin dalam Pilkades di Desa Banjar Kecamatan
Kedungdung Kab Sampang terdapat banyak sekali kekurangan dalam
melancarkan atau membuat strategi politiknya dalam pencalonan.
1. Saran untuk tim sukses dinasti Samidin untuk kedepanya yakni, agar
menggunakn strategi-strategi politik yang baik dan bersih, jangan
97
2. Dan untuk seluruh bagian anggota struktur desa, cobalah merekruit
anggota diluar keluarga, karna berbeda beda itu lebih asik, ketimbang
itu-itu saja.
3. Bagi peneliti selanjutnya, dengan adanya hasil penelitian ini
diharapkan bisa menyempurnakan atau menjadikan sebuah
pertimbangan dikarenakan hasil dari penelitian ini masih banyak sekali
kelemahan dan kekurangannya. Maka dari itu penulis menyarankan
kepada peneliti selanjutnya dengan tema yang sama bisa memperbaiki
dengan lebih baik dengan kreativitas dan inovatifnya sendiri seperti
anutan Negara kita yakni paham demokrasi. Dan penelitian ini bisa
dilanjutkan dengan cakupan yang lebih luas lagi, supaya hasil
penelitian lebih memuaskan karena masih banyak masalah yang belum
terpecahkan di desa Banjar Kecamatan Kedungdung Kabupaten
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Alfan Alfian, 2009, Menjadi Pemimpin Politik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama).
Ananda Santoso, 2000, Kamus Lengka Bahasa Indonesia (Surabaya: ALUMNI)
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Ed Revisi. Jakarta :
Rineka Cipta.
Ayub, Ranoh. 1999. Kepemimpinan Kharismatis. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Bungin (Ed), Burhan. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif,. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2007. PenelitianKualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.
Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana, 2009.
Darmadji. 2006. Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta:
Salemba Empat.
Donald V. Kurtz, 2001, Political Anthropology; Paradigms and Power, USA; West
Dr. Yatim,Badri, M. A, 1993, Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II),
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Hadari, Nawawi. 2003. Prencanaan SDM Untuk Organisasi Profit Yang Kompetitif,
Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hersey. 2004. Kunci Sukses Pemimpin Situasional. Jakarta: Delaprasata.
Hochschild, Arlie Russell Emotion. 1979. Work, Feeling Rules and Social Structure.
American Journal of Sociology
Hochschild, Arlie Russell. 1983. The Managed Hearth: Commercialization of Human
Feeling. Berkeley: University of California Press.
Imam Hidayat, 2009, Teori-teori politik, (Malang: SETARA press).
Jalaluddin Rahmat, 2000, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung : Remaja
Rosdakarya).
Keating, Charles. 1989. Kepemimpinan: Teori Dan Pengembangannya. Yogyakarta:
Kanisius.
Koentjaraningrat, 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Moeljono, Djokosantoso. 2008. More About Beyond Leadership. Elex Media
Komputindo.
Mulyana, Deddy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif Paradigm Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Social Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Poloma, Margaret. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: RajaGrafindo.
Purwandari. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Perilaku Manusi. Jakarta: LPSP3.
Ritzer et, George. 2004. Teori Sosiologi Modern (Terj). Jakarta: Prenada Media.
RPJM Desa Banjar Kecamatan Kedungdung, 2015-2019.
Scheff, Thomas j. 1990. Microsociology: Discourse, Emotion an Social Structure.
Chicago: Universuty of Chicago Press.
Sudikin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:
Insan Cendekia,.
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta.
Syarifudin Jurdi, 2012, Panduan Penulisan Skripsi Jurnal Ilmu Politik Uin Alauddin
(Makassar:UIN Alauddin).
Upe. Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam Sosiologi: dari Filosofi Positivistik ke Post
Wahjono, Sentot Imam. 2010. Perilaku Organisasi. Graha Ilmu.
Zeitlin, Irving. 1995. Memahami Kembali Sosiologi, Kritik Terhadap Teori Sosiologi
Kontemporer. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
B. Jurnal dan Internet
Cardona, Pablo. “Transcendental Leadership”, dalam The Leadership &
Organizations Development Journal 21/4 Tahun 2000.
“Strategi Politik Persiapan Pemilu”, google.com (16 Januari 2016) 21:00
Rainer Aam, “Political Marketing Strategi Membangun Konstituen dengan
Pendekatatn PR’, google.com (16 januari 2016), 4-6..
Fadhillah Budiono, Wawancara di Kantor Wakil Bupati, Pada tanggal 3 Januari 2016,
pukul 10:00 WIB.
S, Wawancara dirumah, Pada tanggal 29 Desember 2015, pukul 10:00 WIB.
AM, Wawancara dirumah, Pada tanggal 27 Desember 2015, pukul 10:00 WIB
Sy, Wawancara di sawah, Pada tanggal 27 Desember 2015, pukul 13:00 WIB.
AS, Wawancara dirumah. Pada tanggal 27 Desember 2015, pukul 07:00 WIB.
AT, Wawancara, Desa Banjar Kec. Kedungdung Kab. Sampang, 26 Desember 2015