POLITIK DINASTI
(Studi Kasus Tentang Kemenangan Dinasti Samidin Dalam Pilkades Di Desa Banjar Kec. Kedungdung Kab. Sampang)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1)
Program Studi Politik Islam
Oleh :
Nur Holifah
NIM : E84212088
PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul tentang Politik Dinasti (Studi Kasus Kemenangan Dinasti Samidin Dalam Pilkades di Desa Banjar Kec. Kedungdung Kab. Sampang). Adapun
rumusan masalah penelitian ini Pertama Bagaimana strategi kemenangan dinasti
Samidin dalam pilkades di desa Banjar Kec. Kedungdung Kab. Sampang. Kedua,
Mengapa masyarakat desa Banjar tidak bisa lepas dari kepemimpinan dinasti
Samidin. Sedangkan tujuan penelitian yang Pertama untuk memahami dan
menganalisa strategi kemenangan yang dilakukan dinasti samidin dalam pilkades di
Desa Banjar Kec. Kedungdung Kab.. Sampang. Kedua, untuk memahami dan
menganalisa faktor apa yang menyebabkan masyarakat tidak bisa lepas dari dinasti samidin.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian field
research. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian ini adalah
observasi, in depth interview (wawancar mendalam) dan dokumentasi. Sedangkan
teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif meliputi reduksi data, display data, verifikasi dan simpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi sedangkan teori yang digunakan adalah Politik Dinasti, Strategi Politik, Kekuasaan, dan Model Kepemimpinan.
Hasil temuan penelitian ini adalah Pertama, strategi politik atau strategi
kemenangan yang dilakukan oleh dinasti samidin untuk mempertahankan kekuasaannya adalah dengan cara memenuhi semua keinginan masyarakat tetapi itu semua dianggap sebagai hutang dan masyarakat secara tidak langsung terikat oleh
dinasti samidin. Kedua, factor utama yang menyebabkan masyarakat tidak bisa lepas
dari dinasti Samidin adalah dibalik nama Sirat yang pada masanya memimpin masyarakat secara otoriter.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Metodologi Penelitian ... 13
F. Telaah Pustaka ... 23
BAB II KERANGKA TEORI ... 29
A. Politik Dinasti ... 29
C. Kekuasaan ... 52
D. Model Kepemimpinan ... 55
BAB III SETTING PENELITIAN ... 67
A. Karakteristik Wilayah ... 67
B. Potensi Sumber Daya Alam ... 69
C. Karakteristik Penduduk/Demografi ... 70
D. Struktur Kepengurusan Desa Banjar ... 76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 77
A. Strategi Kemenangan Dinasti Samidin dalam Pelaksanaan Pilkades di Desa Banjar Kec. Kadungdung Kab. Sampang .... 77
B. Faktor Penyebabnya Masyarakat Tidak Bisa Lepas dari Dinasti Samidin ... 85
C. Model Kepemimpinan dari Setiap Periode Kepala Desa di Desa Banjar ... 89
BAB V PENUTUP ... 95
A. Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 96
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan kepala desa atau seringkali disebut pilkades adalah suatu
pemilihan kepala desa untuk mencari pemimpin terbaik yang nantinya
mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk mengendalikan pembangunan
desa selama beliau terpilih sebagai kepala desa yang mengedepankan asas
langsung, umum, bebas, dan rahasia oleh warga desa setempat.1 Berbeda
dengan lurah yang merupakan pegawai negeri sipil, kepala desa merupakan
jabatan yang dapat diduduki oleh warga biasa. Pilkades dilakukan dengan cara
mencoblos atau memilih calon kepala desa. Pilkades merupakan salah satu
bentuk kegiatan politik yang menarik bagi masyarakat desa. Pilkades di
Indonesia saat ini penuh dengan ironisme. Di satu sisi, rakyat yang sangat
apatis dan tidak peduli sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkades
cenderung turun. Apatisme masyarakat ini justru dimanfaatkan oleh
orang-orang tertentu untuk meraih jabatan dan kekayaan dengan memanfaatkan
kekuasaan politik. Mereka adalah para elite desa yang ingin melanggengkan
kekayaan dan kekuasaan agar tetap jatuh kepada garis keluarga. Sehingga fakta
1
Ananda Santoso, Kamus Lengka Bahasa Indonesia (Surabaya: ALUMNI, 2000), 290.
2
menunjukkan keberadaan calon kepala desa masih di dominasi oleh segelintir
orang yang berkuasa dari golongan elite desa.
Kekuasaan dan uang sebagai modal dasarnya untuk meraih
kemenangan. Disini calon kepala desa memainkan sumber kekuasaannya itu
untuk memperoleh dukungan sebanyak-banyaknya. Dalam prakteknya, calon
kepala desa membutuhkan sebuah strategi penggunaan sumber kekuasaan yang
efektif. Melalui pertimbangan-pertimbangan yang matang (seperti membuat
rancangan strategi sampai pada memanfaatkan ikatan keluarga untuk
melanggengkan kekuasaannya) sumber kekuasaan itu diharapkan dapat
menarik dukungan yang lebih besar pula.
Fenomena majunya calon kepala desa yang mempunyai hubungan
keluarga dengan pejabat sebelumnya sebenarnya sangat ironis. Hal ini
menandakan bahwa kursi kepala desa adalah jabatan yang menguntungkan,
membawa berkah dan bisa dijadikan sarana untuk mengeruk kekayaan serta
melanggengkan kekuasaan untuk diturunkan kepada kerabat sendiri. Pilihan
regenerasi model dinasti atau kekerabatan ini jelas merupakan cermin
bahwasannya masyarakat desa masih mempraktekkan model demokrasi
tradisional yang hanya percaya pada kemampuan yang dimiliki oleh
calon-calon yang masih memiliki hubungan keluarga.2 Model ini mirip dengan
praktek politik patrimonial. Karena kepercayaan ini maka penyerahan mandat
atau jabatan kepemimpinan di desa hanya akan berputar di sekitar lingkaran
2
Skm, wawancara, Desa Banjar Kec. Kedungdung Kab. Sampang, 27 Desember 2015
3
kerabat yang memiliki garis karir politik dan kekuasaan. Calon yang
mempunyai hubugan keluarga dengan orang-orang berpengaruh di daerahnya
pasti akan lebih diuntungkan dari pada calon lain. Orang-orang berpengaruh
itulah yang kemudian disebut sebagai elite desa.
Elite adalah orang yang memiliki pengaruh dan kekuasaan politik yang
sangat tinggi terhadap orang atau kelompok lain. Elit juga merupakan orang
tertentu yang berkuasa dan mengemban tugas dengan kedudukan tinggi dalam
masyarakat. Elit politik yang dimaksud adalah individu atau kelompok elit
yang memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan politik. Suzanne
Keller mengelompokkan ahli yang mengkaji elit politik ke dalam dua
golongan. Pertama, ahli yang beranggapan bahwa golongan elite itu adalah
tunggal yang biasa disebut elit politik (Aristoteles, Gaetano Mosca dan Pareto).
Kedua, ahli yang beranggapan bahwa ada sejumlah kaum elit yang berbagi
kekuasaan, tanggung jawab, dan hak-hak atau imbalan (ahlinya adalah Saint
Simon, Karl Mainnheim, dan Raymond Aron).
Politik dinasti dalam bahasa sederhana dapat diartikan sebagai sebuah
rezim kekuasaan politik atau aktor politik yang dijalankan secara
turun-temurun atau dilakukan oleh salah keluarga ataupun kerabat dekat. Pada
dasarnya Politik dinasti memunculkan banyak pro dan kontra. Sebagian ada
yang menganggap baik karena kestabilan politik terjaga dan sebagian pula ada
yang menganggap bahwa politik dinasti hanyalah alat yang digunakan para
4
mempersempit kesempatan bagi orang lain berpartisipasi lebih untuk menjadi
kepala daerah karena biasanya calon pemimpin hasil dari politik dinasti lebih
banyak dukungan.3 Politik dinasti bukan lagi menjadi barang baru di
Indonesia, banyak sekali daerah-daerah yang melanggengkan kekuasaannya
kepada kerabat dekatnya, seperti contoh di Banten, Sulawesi, Madura dan
lain-lain. Melihat begitu maraknya fenomena politik dinasti di Indonesia, ini
menunjukkan bahwa keberadaan demokrasi di Indonesia sudah terancam.
Adanya politik dinasti menghilangkan kesetaraan yang menjadi salah satu nilai
penting dalam demokrasi.
Menjamurnya politik dinasti khususnya di desa-desa merupakan bukti
nyata bahwa demokrasi tidak berjalan dengan baik, realitasnya banyak sekali
calon-calon kepala desa yang kualitasnya di bawah standarisasi akan tetapi
bisa menduduki jabatan kepala desa yang strategis. Ternyata adanya demokrasi
tidak mensejahterakn rakyat, tidak membuat masyarakat terdidik, justru sistem
demokrasi itu disalah gunakan atau dicederai oleh oknum-oknum atau
masyarakat yang undemokratik. Maksudnya, sistem demokrasi sebenarnya
sudah benar, akan tetapi sistem demokrasi di terapkan kepada orang yang
belum paham tentang apa hakikat dari demokrasi, maka demokrasi tersebut
berarti demokrasi lipstick yang artinya demokrasi yang hanya ada di bibir saja
akan tetapi implementasinya masih kerajaan atau otokrasi. Sehingga yang
3
Yatim,Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), 19.
5
disalahkan bukan sistemnya, tetapi orangnya yang harus ditingkatkan
pemahamannya tentang demokrasi.
Melihat berbagai penjelasan di atas, peneliti mengambil objek tentang
politik dinasti studi kasus kemenangan dinasti Samidin dalam pilkades di desa
Banjar Kec. Kedungdung Kab. Sampang Madura. Dalam hal ini, peneliti
tertuju pada jabatan kepala desa Banjar yang selama kurang lebih 100 tahun
dijabat secara turun temurun oleh satu keluarga Samidin, serta kekuasaan
sepenuhnya dipegang oleh keluarga Samidin. Samidin merupakan pemegang
jabatan kepala desa pertama setelah terbentuknya desa Banjar yakni selama
1920-1955, beliau menjabat sebagai kepala desa sekitar 35 tahun. Kemudian
jabatan kepala desa kedua digantikan oleh anaknya yang bernama Sirat pada
tahun 1955-1990 beliau menjabat sebagai kepala desa selama 34 tahun. Dan
dilanjutkan oleh generasi ketiga yakni Sodiq pada tahun 1990-2008 beliau
menjabat selama 18 tahun. Dan di generasi ke lima yakni Sukirno pada tahun
2008-2019.4
Jabatan kepala desa selama dipimpin oleh dinasti Samidin ini sangat
minim sekali perkembangan kearah yang positif. Penjelasannya, Pada masa
jabatan kepala desa samidin ini beliau dalam memimpin desanya selalu
berpegang teguh pada nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan dan gotong
royong karena memang pada dasarnya pola pikirnya masih tradisional belum
terkontaminasi dengan hal-hal yang modern dan kontemporer. Selanjutnya
4
RPJM Desa Banjar Kecamatan Kedungdung, 2015-2019, Hlm 10.
6
pada masa Sirat selaku kepala desa kedua, pada masa Sirat ini semua
masyarakat takut dan tunduk kepada beliau, menurut salah satu informan
peneliti, menyebutkan bahwasannya waktu Sirat menjadi kepala desa ini
kepemimpinnanya sangat keras, beliau tidak mau mendengar suara atau
masukan dari masyarakat, dan beliau tidak memberi ampun kepada siapapun
yang mencuri langsung dibunuh oleh sirat ini. Beliau ini sangat ditakuti dan
disegani oleh masyarakat sekitar, dan bisa dibilang pada kepemipinan sirat ini
sebagai seorang pemimpin yang diktator. Kepala desa yang ketiga yakni Sodiq
selama beliau menjabat sudah mulai sedikit ada pencerahan yakni dimana
beliau sudah mulai mau merangkul semua golongan dan dalam hal
pembangunan juga baru dimulai, pembangunan-pembangunan di desa banjar
ini memang sudah mulai ada akan tetapi bangunan-bangunan disini tidak
difungsikan dengan baik melainkan dilalaikan begitu saja. Kepala desa
keempat yakni Sukirno, tidak jauh beda dari kepala desa sebelumnya, pada
masa jabatan sukirno sebagai kepala desa cenderung acuh tak acuh pada
masyarakat dan bangunan bangunan cenderung di biarkan tidak berfungsi
begitu saja.5
Seperti penjelasan diatas, jabatan kepala desa dari awal terbentuknya
desa sampai sekarang itu masih dalam barisan satu keluarga yakni keluarga
Samidin, dan bahkan struktur kepengurusan desa Banjar itu masih dalam ruang
5
AS, wawancara, Desa Banjar Kec. Kedungdung Kab. Sampang, 26 Desember 2015 pukul 10:00
7
lingkup keluarga atau masih kerabat dekat, pemaparan diatas dapat dilihat di
tabel di bawah ini.
Perhatikan Tabel 1.1 :
Kepala Desa 1 (SAMIDIN)
Tahun 1920-1955/35 Tahun
AYAH SIRAT
Kepala Desa 2 (SIRAT)
Tahun 1955-1990/34 Tahun
ANAK SAMIDIN
Kepala Desa 3 (SODIQ)
Tahun 1990-2008/18 Tahun
Periode 1 (1990-1999)
Periode 2 (1999-2008)
ANAK SIRAT
Kepala Desa 4 (SUKIRNO)
Tahun 2008-2019/11 Tahun
Periode 1 (2008-2014)
Periode 2 (2014-2019)
8
Perhatikan Tabel 1.2 Struktur Kepengurusan Kepala Desa 1 & 2 :
Kepala Desa 1
(SAMIDIN)
Tahun 1920-1955/35 Tahun
AYAH SIRAT
Sekretaris Desa
(JUMALI)
Tahun 1920-1955/35 Tahun
ADIK SAMIDIN
Kepala Desa 2
(SIRAT)
Tahun 1955-1990/34 TahunANAK SAMIDIN/Satu Periode
SekDes (MAD
RA’I)
Tahun 1955-1990/34 Tahun
ADIK SIRAT/Satu Periode
Bendahara Desa
(SUNIYEH)
Tahun 1955-1990/34 Tahun
9
Perhatikan Tabel 1.3 Struktur Kepengurusan Kepala Desa 3 (Sodiq) :
Kepala Desa 3 (SODIQ)
Tahun 1990-2008/18 Tahun
Ketua : M. Sori (Sepupu Sodiq)
Wakil : Mat Siri (Sepupu Sodiq)
Anggota : Maryono (Sepupu Sodiq)
Kaur Kesra : Muje’I (Kerabat)
Kaur Kesehatan : Mad (Kerabat)
Kaur Pembangunan : Durasam
(Kerabat)
Kaur Pemerintahan : Mahuri (Kerabat)
Dusun Nyaromot : Mad Alim (Kerabat)
Dusun Kemarong : Sanem (Kerabat)
Dusun Banjar : Be’ed (Kerabat)
Dusun Tedunan : Anwar (Kerabat)
10
Perhatikan Tabel 1.4 Struktur Kepengurusan Kepala Desa 4 (Sukirno) :
11
Ketertarikan peneliti terhadap desa banjar disini Karena jabatan kepala
desa dipegang oleh dinasti samidin selama kurang lebih 100 tahun, dan selama
dipimpin oleh dinasti samidin ini masyarakat bukan semakin sejahtera
melainkan semakin susah atas apa yang sudah di berikan oleh kepala desa.
Contonya seperti kebijakan atau aturan aturan yang dikeluarkan oleh kepala
desa bukannya semakin mensejahterakan rakyat malah semakin susuah
masyarakat desa Banjar. Misalnya seperti pembangunan puskesmas itu tidak
difungsikan dengan baik, bangunan puskesmas ini hanya dijadikan pajangan
saja. Dan begitu juga yang lainnya. Masyarakat di desa Banjar ini tidak bisa
lepas dari dinasti samidin dikarenakan, dinasti samidin ini sangat berkuasa di
desa Banjar, semua orang tunduk dan tidak bisa menyuarakan aspirasinya akan
hal ketertekanan ini, dan juga dinasti samidin ini sudah terkenal di desanya
bahwasannya dari kepemimpinan samidin sampai sukirno sekarang dalam hal
pembagian raskin itu tidak merata hanya dibagikan setengah saja dan itupun
salah sasaran. Dan bantuan bantuan dari pemerintah tidak sampai ke
masyarakat. Banyak keanehan-keanehan atau ketimpangan-ketimpangan yang
terjadi di desa banjar sepertihalnya pemegang jabatan di struktur desa,
seharusnya pemegang jabatan dalam struktur bukan hanya orang dalam
melainkan orang luarpun berhak memegang jabatan tersebut, tetapi tidak untuk
desa Banjar melainkan pemegang jabatan di struktur desa adalah kerabat dari
dinasti Samidin sendiri. Dan dalam pembagian raskin (Beras miskin), raskin
12
menjadi hak masyarakat desa Banjar. Kemudian untuk bangunan-bangunan
seperti puskesmas, koperasi desa, dan kantor kepala desa tidak difungsikan
dengan baik, hanya di jadikan sebagai pajangan saja. Dalam hal medis
masyarakat jika mengalami sakit harus pergi ke kota untuk berobat, padahal di
desa Banjar tersedia puskesmas tapi kurang difungsikan dengan baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merumuskan :
1. Bagaimana strategi kemenangan dinasti Samidin desa Banjar Kec.
Kedungdung Kab. Sampang ?
2. Mengapa masyarakat desa Banjar tidak bisa lepas dari pimpinan dinasti
Samidin ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, bertujuan :
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi kemenangan dinasti Samidin dalam
memimpin desa Banjar Kec. Kedungdung Kab. Sampang.
2. Untuk mengetahui penyebanya tidak bisa lepasnya masyarakat pada
13
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
secara teoritis untuk memperkaya khazanah kajian ilmu politik dalam
upaya pembangunan ilmu pengetahuan khususnya di bidang politik dinasti.
Dan hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat memperoleh pandangan
dan wawasan pengetahuan yang lebih mendalam tentang politik dinasti.
2. Manfaat Praktis
Adapun secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberi masukan kepada para elite politik agar tidak melakukan politik
kekerabaatan atau dinasti, hal ini dikarenakan agar sistem demokrasi tidak
parsial.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni data yang
digunakan merupakan data kualitatif (data yang tidak terdiri dari
angka-angka) melainkan berupa gambaran dan kata-kata.6 Adapun secara
terminologi pendekatan kualitatif adalah metode yang mana hasil penelitian
lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di
lapangan.7 Penelitian kualitatif juga dapat diartikan sebagai penelitian yang
6
Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Remaja Rosdakarya, Bandung: 2000). Hal 36.
7
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Alfabeta, Bandung: 2010). Hal 8.
14
memiliki tujuan untuk memahami fenomena tentang sesuatu yang dialami
oleh obyek penelitian secara holistik, dan di diskripsikan dengan bentuk
kata-kata dan bahasa. Pada konteks khusus yang natural dengan
menggunakan metode ilmiah.8 Sedangkan jenis penelitian ini adalah jenis
case study, artinya penelitian ini berangkat dari studi kasus di lapangan,
yang bertujuan untuk memperoleh data yang relevan.
a. Sumber Data
1) Primer
Sumber data dalam hal ini adalah informan, disini informan
yang dimaksud adalah Sirat selaku kepala desa kedua di desa
Banjar, kemudian Sodiq selaku kepala desa ketiga dan Sukirno
selaku kepala desa keempat dan Ali Sofyan selaku sekdes di desa
Banjar. Alasan memilih ketiga kepala desa tersebut sebagai
informan yakni karena beliau ini mengetahui bagaimana seluk
beluk desa Banjar dan beliau juga pernah memimpin desa banjar
dalam kurun waktu yang lumayan lama.
Selanjutnya teknik yang digunakan dalam pemilihan informan
menggunakan Snowball Sampling, artinya teknik pengambilan
sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit,
lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber
data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang
8
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitaif Edisi Revisi, (Bandung: RosdaKarya, 2007). Hal 6.
15
lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan
sebagai sumber data.9 Jadi informannya adalah kepala desa kedua
Sirat, Kepala Desa ketiga Sodiq dan Kepala Desa keempat Sukirno
kemudian Ali Sofyan selaku sekretaris desa. Kalau informan ini
dirasa masih kurang memberikan informasi, maka akan mencari
informan lagi dari masyarakt sekitar, tokoh masyarakat dan
blater-blaternya.
2) Sekunder
Yang kedua ini adalah sumber sekunder, dimana jenis sumber
data ini menggunakan literatur. Literatur yang digunakan adalah
buku, jurnal yang berkaitan dengan objek penelitian.
2. Lokasi dan Alasan Pemilihan
Peneliti mengambil lokasi penelitian di desa Banjar Kec. Kedungdung
Kab. Sampang Madura. Alasan pemilihan lokasi atau Ketertarikan
peneliti terhadap desa banjar ini yakni disini jabatan kepala desa dipegang
oleh dinasti samidin selama kurang lebih 100 tahun, dan selama dipimpin
oleh dinasti samidin ini masyarakat bukan semakin sejahtera melainkan
semakin susah atas apa yang sudah di berikan oleh kepala desa. Contonya
seperti kebijakan atau aturan aturan yang dikeluarkan oleh kepala desa
bukan semakin mensejahterakan masyarakat malah makin bikin susah
9
Sugiono, Ibid, hlm ; 300.
16
masyarakat desa banjar. Misalnya seperti pembangunan puskesmas itu
tidak difungsikan dengan baik, bangunan puskesmas ini hanya dijadikan
pajangan saja. Dan begitu juga yang lainnya. Masyarakat di desa banjar
ini tidak bisa lepas dari dinasti samidin dikarenakan, dinasti samidin ini
sangat berkuasa di desa Banjar, semua orang tunduk dan tidak bisa
menyuarakan aspirasinya akan hal ketertekanan ini. Dan juga dinasti
samidin ini sudah terkenal di desanya bahwasannya dari kepemimpinan
samidin sampai sukirno sekarang dalam hal pembagian raskin itu tidak
merata hanya dibagikan setengah saja dan itupun salah sasaran. Dan
bantuan bantuan dari pemerintah tidak sampai ke masyarakat.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data
yang akurat dan actual. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti maka peneliti tidak bisa mendapatkan data yang sesuai dengan
standart data yang di tetapkan.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai
berikut :
a. Metode Observasi
Observasi sebagai suatu aktiva yang sempit yakni
17
pengertian psikologi, observasi atau yang disebut pula dengan
pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi
dapat melakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran,
peraba, dan pengecap. Apa yang dikatakan ini sebenarnya adalah
pengamatan langsung. Penelitian observasi dapat dilakukan dengan
tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara.10 Observasi adalah
metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.11 Para ilmuwan
hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia
kenyataan yang diperoleh melalui observasi.12 Peneliti mengamati
fenomena yang relevan dengan pokok bahasan peneliti, yakni
mengenai politik dinasti yang terjadi di desa Banjar Kec. Kedundung
Kab. Sampang Madura Jawa Timur.
Adapun observasi yang dilakukan peneliti termasuk dalam
jenis observasi partisipatif. Observasi partisipatif adalah observasi
yang dimana peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatan sehari
hari informan. Dalam metode observasi ini peneliti tidak hanya
mengamati objek studi tetapi juga mencatat hal-hal yang terdapat pada
10
Suharsimi Arikunto, Ibid, Hlm :199-200
11
Burhan Bungin, PenelitianKualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, (Fajar Interpratama Offset, Jakarta: 2007). hal118.
12
Sugiyono. Metode Penelitian Kombinas “Mixed Method”. Bandung: Alfabeta. 2011. hal226
18
objek tersebut, sehingga peneliti benar benar mendapatkan data
tentang situasi dan kondisi secara universal dari informan.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Adapun percakapannya dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan atas pertanyaan itu.13 Wawancara
merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih, yang
pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau sekelompok
subjek penelitian untuk dijawab. Pada penelitian kualitatif, wawancara
mendalam dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, wawancaara
sebagai strategi utama dalam mengumpulkan data. Pada konteks ini,
catatan data lapangan yang diperoleh berupa transkip wawancara.
Kedua, wawancara sebagai strategi penunjang teknik lain dalam mengumpulkan data seperti observasi partisipan, analisis dokumen dan
fotografi.14 Peneliti langsung terjun ke lapangan dengan cara
menanyakan terhadap informan terkait bagaiman peran dinasti H.
Samidin di desa banjar dan mengapa masyarakat di desa Banjar tidak
bisa lepas dari dinasti H. samidin.
13
Lexy J. Moleong, Ibid, Hlm : 186
14
Prof. Dr. Sudarwan Danim, Ibid, Hlm : 130
19
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan
haarian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gamba misalnya foto, gambar hidup, sketsa,
dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang
dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studio dokumen
merupakan perlengkapan dari penggunaan metode observasi dan
wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau di dukung
oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Maka
dari itu, peneliti menggunakan media cetak, media elektronik sebagai
bahan bukti data yang relevan.15
4. Teknik Analisis Data
Analisis data pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran
umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti objek
penelitian. Analisa data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu
analisa berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan
menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan
data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang
15
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi “Mixed Method” (Bandung: Alfabeta, 2011), 226.
20
sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut ditolak
atau diterima berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data
yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan tehnik triangulasi
ternyata hipotesa diterima maka hipotesis akan berkembang menjadi
teori.16
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif dan
dijabarkan secara sistematis nantinya. Adapun dengan menggunakan
Reduksi Data, Kategorisasi, dan Sintesisasi. Yang pertama Reduksi data
yakni mengidentifikasi data yang sesuai dengan fokus dan masalah
penelitian, yang kedua Kategorisasi, merupakan teknik analisis data
berupaya memilah-milah kepada bagian data yang memiliki kesamaan,
dan yang ketiga Sintesisasi, setelah data ditemukan kesamaannya maka
data dicari kaitan antara satu kategori dengan kategori yang lainnya,
sedangkan kategori yang satu dengan yang lainnya diberi nama/label17.
5. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Teknik keabsahan data perpanjangan keikutsertaan, disini peneliti
dalam pengumpulan data karena peneliti disini harus ikut serta dalam
memperoleh data yang valid.
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta CV, 2010, hal 245
17
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2009), hal 288-289.
21
b. Teknik keabsahan data ketekunan/keajegan pengamatan, peneliti disini
harus juga tekun untuk mencari data yang valid serinci mungkin yang
nantinya peneliti nanti lebih bersifat terbuka.
c. Teknik keabsahan data hasil pemeriksaan sejawat melalui diskusi,
diskusi merupakan tenik keabsahan yang hampir terakhir, dikarenakan
data yang ditemukan nanti masih didiskusiakn dengan rekannya dan
teknik keabsahan data uraian rinci.
d. Teknik keabsahan data yang terakhir adalah uraian rinci, peneliti
sangat strategis dalam menekuni hasil dari temuan data dicari serinci
mungkin sesuatu yang relevan dengan pokok bahasan.18
6. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu. Terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data,
dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, triangulasi teknik
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda, dan triangulasi waktu dilakukan dengan cara
melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain
18
Lexy J. Moleong. 2009, Ibid, Hal 327-336.
22
dalam waktu atau situasi yang berbeda. Sugiyono memaparkan
triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian.19
penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan teknik
dimana peneliti mengecak data yang telah diperoleh dari beberapa sumber
(informan), hingga data tersebut bisa dinyatakan benar (valid) dan juga
melakukan observasi serta dokumentasi diberbagai sumber.
19
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta CV, 2010.
Observasi, Wawancara
Mendalam, Dokumentasi
Sumber
A
Sumber
B
Sumber
C
23
F. Telaah Pustaka
Telaah pustaka memuat hasil-hasl penelitian sebelumnya yang relevan
dengan penelitian yang dilakukan, dengan maksud untuk menghindari
duplikasi. Disampin itu, untuk menunjukkan bahwa topik yang diteliti belum
pernah diteliti oleh peneliti lain dalam konteks yang sama serta menjelaskan
posisi penelitian yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Dengan kata lain,
telaah pustaka bertujuan untuk meletakkan posisi penelitian diantara
penelitian-penelitian yang telah ada.20 Dari penelitian peneliti diatas ada
beberapa persamaan dengna penelitian-penelitian yang lainnya, seperti halnya
Pahruddin M. S.IP, Universitas Hasanuddin Makassar, Dinasti Politik
Pemerintah Desa di Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat.21
INTISARI: Keluarga Patjiddai dalam Pilkades berhasil tetap bertahan dalam
Pemerintahan Desa Katumbangan Penelitian ini bertujuan menganalisis pola
dan penyebab sehingga Dinasti kepala desa bertahan pada satu keluarga
meskipun pemilihan telah diadakan secara langsung dan terbuka. Lokasi
penelitian ini di desa Katumbangan Kecamatan Campalagian Kabupaten
Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat. Penelitian kualitatif mengunakan
studi kasus. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive.
Informan penelitian ini yakni kepala desa, tokoh masyarakat, Panitia Pilkades,
ketua BPD dan penjabat desa. Teknik pengumpulan data melalui wawancara
20
Syarifudin Jurdi, Panduan Penulisan Skripsi Jurnal Ilmu Politik Uin Alauddin (Makassar:UIN Alauddin,2012),11-12.
21
24
mendalam, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa bertahanya dinasti Patjiddai dalam jabatan kepala desa pada
pemerintah Desa Katumbangan karena adanya beberapa faktor pendukung
yang sangat kuat dan solid dalam mempertahankan dinasti tersebut, untuk
mempertahankan jabatan sebagai kepala desa, dinasti patjiddai pada proses
Pilkades mengerakkan sumber daya yang benar-benar mendukung dengan
sepenuh hati dan faktor ekonomi, serta sumber alam yang dikuasai oleh
dinasti patjiddai. Keberhasilan dalam mempertahankan dinasti juga ditunjang
oleh elit masyarakat desa katumbangan yang berhasil digerakkan untuk tetap
mendukung calon dari keluarga patjiddai. Adanya jaringan kekuasaan yang
dibangun oleh Dinasti Patjiddai dari awal sampai sekarang dan rasa
kekeluargaan dan kebersamaan diantara keluarga besar Patjiddai dalam
membangun desa Katumbangan agar lebih maju menimbulkan rasa
kebersamaan diantara masyarakat Katumbangan untuk tetap memilih
Kepemimpinan dalam Pemerintahan Desa Katumbangan tetap turun temurun
diwariskan kepada Keluarga Patjiddai meskipun persaingan dalam Pemilihan
Kepala Desa secara langsung,umun bebas dan jurdil dilakukan secara
demokratis. Dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Dengan bentuk
sistem pemilu yang mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan
dengan memilih wakil atau pemimpin pemerintah. Pemilihan yang dilakukan
pada pemilihan desa yang perlu dijadikan contoh sebagai sebuah demokrasi
25
Desa dalam Pilkades. Dalam pemilihan kepala desa, komitmen diantara calon
sangatlah besar dalam menegakkan siap menang atau kalah dalam pemilihan
Kepala desa sehingga budaya kekeluargaan dan gotong royong setelah
Pilkades tetap berjalan dan diantara elit politik yang terlibat dalam Pilkades
tidak ada yang saling dendam. Persamaan : persamaan yang ada antara skripsi
peneliti dengan jurnal di atas ini yakni sama sama membahas mengenai
politik dinasti di tingkat desa. Perbedaan : perbedaan dari skripsi peneliti
dengan jurnal diatas yakni, terletak pada pembahasan keduanya. Adapun
pembahasan jurnal di atas lebih menegaskan pada pola dan penyebab
bertahannya jabatan kepala desa pada satu keluarga Patjiddai dan memang
sudah terbukti nyata bahwasannya dinasti Patjiddani memang baik
kepemimpinannya, sedangkan pembahan skripsi dari peneliti yakni lebih
menegaskan pada bagaimana strategi kemenangan dinasti samidin dan
mengapa masyarakat tidak bisa lepas dari dinasti samidin meskipun
masyarakat sudah tau bahwasannya jika dipimpin oleh dinasti samidin
masyarakat semakin tidak sejahtera.
Zainul Rahman, Universitas Hasanuddin, 2009, Jaringan Keluarga
Yasin Limpo dalam Penguatan Kekuasaan Syahrul Yasin Limpo (SYL)
Intisari :Berbicara penguasa saat ini Syahrul Yasin Limpo di Sulawesi
Selatan tampak memperlihatkan sebuah fenomena yang berbeda pada konteks
jaringan keluarga ini. Kuatnya jaringan politik keluarga justru
26
terbentuk sejak orde baru menancapkan kekuasaannya. Pada masa orde baru,
semangat sentralisme dan otoriterisme membuat pola pengaruh jaringan
keluarga Yasin Limpo memanfaatkan ranah birokrasi sebagai ruang politik
untuk menguatkan keluarganya. Tercatat, Syahrul Yasin Limpo sendiri
kemudian di sekolahkan ke APDN oleh bapaknya sedangkan beberapa
saudaranya yang lain Irman Yasin Limpo dikuliahkan di Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin dan Ichsan Yasin Limpo sebagai mahasiswa
Universitas Muslim Indonesia. Pasca Orde Baru seiring dengan penguatan
otonomi daerah dan terbukanya ranah politik, pengaruh keluarga ini semakin
berdiaspora. Tarikan politik dinasti membawa pengaruh keluarga ini pada
puncak kekuasaan. Syahrul Yasin Limpo dengan pengalaman dan
pendidikannya dalam pemerintahan dianggap merupakan representasi etnis
Makassar, sehingga pada Pilkada Gubernur 2004 ia dipilih menjadi wakil
Gubernur mendampingi H.M Amin Syam. Sementara pada Pilkada Gowa
beberapa tahun setelahnya. Dominasi keluarga ini semakin menguatkan
simbolitas keluarganya sebagai representasi makassar dengan terpilihnya
Ichsan Yasin Limpo sebagai Bupati Gowa berturut-turut selama 2 periode.
Pemilu 2009 adalah tahun diaspora politik keluarga Yasin Limpo.
Keterbukaan ranah politik pemilu, dengan simbolitas keluarga dan modalitas
ekonomi maupun politik dari anggota-anggota keluarga lainnya kembali
membuktikan kuatnya pengaruh simbolitas keluarga ini dengan terpilihnya
27
Chunda Thita Yasin Limpo di DPR Pusat. Selain itu ada juga Dewi Yasin
Limpo, yang karena sesuatu dan lain hal ia pernah gagal meraih kursi di DPR-
RI di tahun 2009 lalu dan yang akan datang ia juga mencalonkan menjadi
walikota Makassar 2014, akan tetapi catatan penting bahwa ke tiganya
memilki pengaruh yang strategis di partai Demokrat, PAN dan Hanura,
adapula Haris Yasin Limpo merupakan seorang organisatoris yang mampu
membantu Syahrul memberi peran penting bagi Syahrul dan juga memiliki
peran penting di tubuh Partai Golkar dan organisasi lainnya di Kota Makassar.
Tidak hanya sampai itu saja jaringan keluarga Yasin Limpo, adik Syahrul
yaitu Irman Yasin Limpo yang menjabat Kepala Badan Penanaman Modal
Propinsi Daerah Sulawesi Selatan merupakan salah satu bagian keluarga yang
juga memiliki peran besar terhadap Syahrul Yasin Limpo pada pilkada
Gubernur 2013 mendatang. Jaringan politik keluarga Yasin Limpo yang ada
sampai saat ini mampu memberi peran penting bagi Syahrul sebagai Gubernur
dan akan sangat mempengaruhi untuk membuat Syahrul kokoh di kursi
kekuasaannya dan dengan leluasa Syahrul Yasin Limpo melenggang kuat
pada panggung politik di Sulawesi Selatan yang akan datang. Syahrul Yasin
Limpo sendiri memiliki peluang untuk kembali maju sebagai Gubernur
Sulawesi Selatan untuk periode 2013-2018. Ia memiliki kemampuan dalam
memimpin sebuah pemerintahan terbukti dalam kekuasaannya pada tubuh
Partai Golkar, dimana ia menjabat sebagai Ketua DPD I Sulawesi Selatan
28
mudah bagi Syahrul untuk dapat melenggang pada posisi paling penting di
Sulawesi Selatan tersebut, maka ia memerlukan kemampuan dalam
menggunakan jaringan politik yang dimilikinya untuk membantunya kelak
mengalahkan lawan-lawannya pada PILGUB (Pemilihan Gubernur) yang
akan datang. Persamaan : persamaan yang ada antara skripsi peneliti dengan
skripsi di atas ini yakni sama sama membahas mengenai politik dinasti.
Perbedaan : perbedaan antara bahasan di atas dengan bahasan peneliti yakni
pada pembahasannya, jika pada bahasan skripsi di atas itu lebih menekankan
pada aktor dinasti, berbeda dengan pembahasan peneliti, kalau peneliti lebih
menekankan pada strategi kemenangan dinasti Samidin dan mengapa
29
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Politik Dinasti
Konsep paradigma proses Donald V. Kurtz, Konsep – konsep paradigma
proses menolak ide-ide fungsional yang berbentuk sosio-politik, memelihara
aturan, dan bentuk sistem politik yang mendasari titik yang tepat dari antropologi
politik. Meskipun paradigma proses menyediakan strategi – strategi untuk
penelitian dan analisis dari pengendalian politik selama proses, baik antropologi
politik maupun politik level lokal tidak merubah sepenuhnya paradigma
fungsional.
Justru pelaksana proses mengenalkan ide-ide baru melalui para antropolog
politik yang tidak suka dengan penafsiran fungsional dari politik yang
menyumbangkan bagian bawah paradigma fungsional. Namun, beberapa ahli
antropologi melanjutkan untuk mempertahankan pengembangan fungsional dari
bentuk politik karena mereka menyediakan unit analisis yang rapi.1
Paradigma proses menyediakan para antropologi dengan perspektif baru dan
beraneka ragam mengenai politik. Konsepnya meningkatkan banyaknya ide-ide
politik biasanya dengan makna yang lebih mengerucut dan mendalam dari pada
1
Donald V. Kurtz, Political Anthropology: Paradigms and Power (America: Westview, 2001), 99.
30
yang ada sebelumnya. Pengesahan, dukungan, golongan, kepemimpinan, konflik,
kekuasaan dan isu-isu yang lain.
Konsep paradigma mengantikan dalam kata, jika tidak di pindahkan sinkronis
tipologi dan fungsional berhubungan dengan bentuk politik, seperti garis
keturunan dan pemerintahan. Dalam tempatnya, mereka menyerahkan
motodologi yang mengembangkan politik-politik sebagai dinamis, pengendali
proses yang berhubungan dengan membangun tim, formasi golongan, dan
strategi yang memimpin perolehan kekuatan.2
Awal dari konseptualisasi marak dalam politik sebagai proses dilihatkannya
dalam memasukkan dan melaksanakan tujuan umum dan dalam pencapaian
perbedaan dan penggunaan kekuasaan oleh angota kelompok yang bersangkutan.
Dengan tujuan-tujuan tersebut.
Penekanan pada paradigma proses disini tidak lain adalah untuk meyakinkan
bahwa bagaimana proses politik dan konflik sangat mempengaruhi perubahan
sistem politik. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa konseptualisasi dalam politik
sebagai proses yang berkaitan dalam penentuan dan pelaksanaan tujuan politik
atas hasil capaian yang berbeda-beda, tentunya sangat berkaitan dengan
penggunaan kekuasaan (power) yang dilakukan oleh anggota masyarakat
tertentu, dengan tujuan-tujuan tertentu pula.3
2
Ibid., 104.
3
Ibid., 105
31
Definisi di atas juga menunjukkan bahwasannya proses politik sarat dengan
konflik. Sedangkan konflik itu sendiri bisa diselesaikan dengan penggunaan
kemampuan dan kekuasaan (power) masing-masing kelompok.
Oleh karenanya, paradigma proses berawal dari “terobosan” kondisi damai di
dalam realitas social yang menghasilkan krisis sosial dan memaksa mobilisasi
kekuatan besar untuk menerobos realitas sosial yang damai tersebut. Jika konflik
berlanjut, maka akan memaksa agen untuk mengembangkan dan menyebarkan
mekanisme perbaikan atas munculnya konflik tersebut. Pada akhirnya, secara
perlahan, kondisi damai akan diwujudkan antara pihak-pihak yang berkonflik.4
Oleh karenanya, Kurtz pada akhirnya menekankan bahwa proses ini merupakan
bagian dari penyelesaian masalah (solution) atas berbagai konflik yang terjadi
setiap hari.
Kelemahan proses, Paradigma proses bukan tanpa masalah, sebagai
fungsionalisme yang implisit dalam “model dinamis” dari sosial drama.
Beberapa konsep perubahan (dinamis) yang lain, seperti wilayah politik dan
arena politik, begitu ambigu dan sulit untuk lapangan, diterapkan ide dari
wilayah dan arena politik terdengar menarik, tetapi dalam praktek penerapanya
penuh dengan kesulitan metodologi. Hal ini sangat sulit untuk menerapkan ide
wilayah lapangan dan arena situasi institusional yang komplit, dimana level lokal
wilayah politik dan arena masyarakat modern melengkapi dengan level dan
melebihi lain dari organisasi politik negara dan level negara maju. Hari ini, jika
4
Ibid., 107.
32
ide ini digunakan secara keseluruhan, maka ide ini hanya akan berlaku sebagai
hiasan dalam struktur yang sulit untuk objek struktur.5
Dalam paradigma proses, pelajaran tentang studi faksi-faksi diharapkan
menjadi pengantar kedalam ikatan dari tindakan politik dan konflik. Hal ini tidak
terjadi, beberapa penulis, contohnya Bailey, menggunakan ide yang kupratif
untuk menganalisa proses-proses politik yang bermacam – macam. Tetapi,
meskipun ide atau gagasan Bailey tentang faksi-faksi sebagai sebuah kelompok,
tanggapan tidak menjadi yang paling menarik perhatian dalam pemikiran para
pakar antropologi politik.
Ada alasan-alasan, untuk hal ini. Dalam bagian ini, karena mengetahui macam
macam dari faksi-faksi atau golongan-golongan ini, sebuah praktek fungsional
menjadi lebih penting dari pada menyelidiki perubahan politik mereka. Terkait
teori politik dinasti atau politik kekerabatan, peneliti memakai kacamata
antropologi politik yang dikemukakan oleh Donald V. Kurtz.6
1. Pernikahan dan Exogami (Perkawinan di luar suku/pernikahan
campuran)
Dalam setiap masyarakat orang memang harus menikah di luar batas
suatu lingkungan tertentu. Istilah ilmiyahnya disebut exogami. Sebenarnya
istilah itu mempunyai arti yang amat relatif. Kalau orang dilarang menikah
dengan saudara sekandungnya maka disebut dengan keluarga exogmi
5
Ibid., 110.
6
Ibid., 111
33
keluarga inti. Kalau orang dilarang menikah dengan semua orang yang
mempunyai nama marga yang sama maka disebut dengan exogami marga.
Sedangkan jika seseorang dilarang untuk menikah dengan semua ornag yang
hidup dalam desanya sendiri maka disebut dengan exogami desa.7
2. Pernikahan dengan cross-cousin
Dalam banyak masyarakat di dunia ada preferensi untuk menikah dengan
cross-cousin, artinya adalah menikah dengan anak saudara perempuan ayah atau anak saudara laki-laki ibu. Bahkan pada banyak masyarakat ada
preferensi menikah dengan salah satu cross-cousin, ialah anak saudara
laki-laki ibu. 8
3. Pernikahan pararel-cousin dari keturunan ayah
Pararel-cousin adalah anak-anak dari saudara kandung dari jenis kelamin
yang sama. Dibandingkan dengan pernikahan exogami cross-crousin,
pernikahan Pararel-cousin dari keturunan Ayah adalah perkawinan dalam
suku. Ini terjadi dalam sebuah garis hubungan Ayah dan membutuhkan
pernikahan dari seorang ego laki-laki untuk anak permpuan saudara laki-laki
ayahnya. Pola pernikahan sepupu tidak sangat umum. Setidaknya sebagian
ini karena tidak membangun aliansi dengan asosiasi keturunan lainnya.9
34
Sejak pernikahan parallel-cousin dari garis keturunan ayah memperkuat
ikatan kekerabatan internal kepada sebuah garis keturunan ayah dan
memastikan bahwa kesatuan merajut erat laki-laki akan mengontrol dan
mempertahankan sumber daya keturunan masing-masing, strategi ini juga
menunjukkan bahwa semua garis keturunan dari ayah lainnya adalah musuh
yang nyata atau potensial.10
4. Permaduan/poligini
Permaduan atau poligami adalah strategi pernikahan dimana seorang
pemimpin dapat memaksimalkan keuntungan sumber daya dari aliansi
pernikahan. Hal ini menciptakan sebuah rumah tangga yang didasarkan pada
pernikahan dari seorang pria untuk dua atau lebih wanita. Poligini tidak unik
dalam catatan etnograafis. Bahkan, hal itu diperbolehkan dalam sebagian
besar masyarakat yang telah dipelajari secara etnografis (budaya). Namun,
rumah tangga monogami, terdiri dari seorang pria dan seorang wanita,
merupakan bentuk paling umum dari rumah tangga di seluruh dunia. Bahkan
dalam masyarakat poligini yyang mana ketidak seimbangan gender
mendukung poligami, realitas ekonomi tidak memungkinkan kebanyakan
pria untuk mendukung lebih dari satu istri. Praktek poligami karena itu
10
Ibid., 96.
35
menunjukkan motivasi selain pertimbangan ekonomi sederhana atau
birahi.11
Poligami dikaitkan dengan laki-laki yang memiliki status yang lebih
tinggi yang cenderung menjadi orang kaya dan berpengaruh dari masyarakat.
Mereka juga lebih mungkin untuk bercita-cita untuk menginginkan posisi
dari kepemimpinan dan penghargaan, status, otoritas, pengaruh, dan
kekuasaan seperti beberapa posisi. Ketua lebih mungkin untuk hidup dalam
rumah tangga poligini dari pada pria dewasa (besar), dan kepala Negara
praindustri yang memungkinkan untuk melakukan hal yang sama dari pada
pemimpin.12
Meskipun demikian, poligami bisa mahal secara ekonomi dan emosional.
Istri mungkin tidak akur, suami mungkin memiliki masalah dengan satu atau
lebih dari istri-istri. Kecemburuan dapat membuat ketegangan. Anak-anak
dan istri yang berbeda dapat menimbulkan masalah serius mengenai
kesuksesan di kantor. Untuk mengurangi ini dan masalah lain yang berkaitan
dengan poligami, laki-laki diharapkan untuk memberikan keadilan kepada
masing-masing istri.13
5. Peringkat garis keturunan
Sebuah Ramage mengacu pada struktur agamy, ambilocala, dan
ambilineal asosiasi keturunan, atau garis keturunan, yang berada pada garis
36
peringkat sebuah hirarki. Setiap garis keturunan dari Ramage merupakan
sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh seorang pemimpin, yang
masing-masing bisa melacak keturunan untuk nenek moyang yang sama. Ramage
adalah subjek segmentasi dan pembagian, dan jika satu kata bisa
menyarankan dinamika social dan politik dari Ramage akan menjadi
fleksibel, yang merupakan produk dari prinsip-prinsip agamy, ambilocality,
dan segmentasi.14
Praktek agamy sangat kontras dengan prinsip-prinsip pernikahan yang
menentukan kategori-kategori tertentu dari pasangan-pasangan, seperti antar
atau sepupu sejajar. Agamy mengacu aturan pernikahan yang
memungkinkan individu untuk menikahi siapa saja yang mereka pilih, dalam
batas-batas budaya tertentu. Ambilocal mengacu pada sebuah aturan dari
tempat tunggal yang kontras dengan aturan yang menentukan dimana
pengantin baru akan hidup dengan atau dekat kerabat suami (viripatrilocal),
kerabat istri (uxorimatrilocal), adik suami ibu (viriavunulocal), atau dengan
diri mereka sendiri, yang terpisah dari kedua sisi (neolokal), aturan
ambilocal memungkinkan pengantin baru untuk menganggap bertempat
tinggal baik dengan kerabat di suami atau istri atau terpisah dari
masing-masing. Keturunan ambillineal tidak selalu menghalangi prinsip keturunan
unilincla (patrilineal dan matrilineal). Sebaliknya, keturunan ambilineal
memungkinkan pasangan yang menikah, secara bebas untuk memilih jalur
14
Ibid., 97.
37
keturunan orangtua mereka dengan yang mengasosiasikan. Kemungkinan
besar mereka akan memilih jalur yang paling menguntungkan ambisi sosial
dan politik pasangan ini.15
6. Pengertian politik dinasti/Politik Kekerabatan
Bagi banyak spesialis, tata aturan kekerabatan tidaklah secara teoritis
mengesampingkan aturan politik. Menurut definisi morgan terdahulu,
kekerabatan megatur keadaan socitas dan yang kedua mengatur civitas. Atau
menggunakan terminologi yang sering digunakan sekarang ini yang pertama
merujuk pada struktur-struktur respositas dan kedua merujuk pada dikotomi
yang jelas. Dalam kasus ini, ada dikotomi yang jelas yang dikotomi inipun
tampil dalam teori marxis dimana masyarakat berkelas dan negara adalah
hasil dari terpecahnya komunitas- momunitas primitif, serta politik muncul
dengan menghilangnya ikatan-ikatan hubungan darah personal. Hal ini
sering ditemukan dala tradisi filsafat, terutama fenomenologi Hegel yang
membuat oposisi paralel antara yang universal dengan yang paralel yaitu
antara negara dan keluarga, wilayah maskulin dengan wilayah femini dan
lain sebagainya.
Jauh dari memandang kekerabatan dan kekuasaan itu sebagai
pengertian yang saling meniadakan, antropologi politik telah
memperlihatkan ikatan- ikatan kompleks antara dua sistem itu,
menganalisanya, serta mengembangkan teori- teori mengenai hubungan-
15
Ibid, 97-98.
38
hubungan itu dengan berlandaskan kepada karya lapangan. Meskipun
demikian, tidaklah mudah untuk membedakan antara hubungan antara
kekerabatan dan kekuasaan dengan menimbang begitu eratnya hubungan
antara keduanya. Dibanyak masyarakat-masyarakat primitif misalnya banyak
ditemui adanya kekuasaan yang selalu disandingkan dengan kekerabatan.
Hal ini dapat dilihat dari kriteria masyarakat primitif khususnya dalam
keanggotaan suatu komunitas politik. Seperti halnya metode keturunan baik
dari garis keturunan patrilineal maupun matrilineal terutama
mengkondisikan kewarganegaraan dalam masyarakat-masyarakatnya serta
didasarkan atas hubungan-hubungan dan kelompok-kelompok yang
disusunnya secara tajam yang akan berbeda dengan kekerabatan dalam
pengertian ketatnya. Sedangkan dalam masyarakat segmenter yang menarik
sebuah sistem perbudakan domestik, status para budaknya didefinisikan
terutama dalam pengertian pengucilan dari sebuah garis keturunan dan
mengambil bagian sebagai kontrol atas kehidupan masyarakat.16
Kekerabatan adalah unit- unit sosial yang terdiri dari beberapa
keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.17
Sistem kekerabatan dijelaskan bukan hanya saja didasarkan karena adanya
hubungan perkawinan atau karena adanya hubungan keluarga tetapi karena
adanya hubungan darah. Selain itu juga menyebutkan bahwa kunci pokok
16
Georges Balander, Antropologi politik (Jakarta: PT Raja Grafindo persada,1996), 65
17
Menurut Chony dalam Ali Imron (2005:27)
39
sistem perkawinan bukan karena hubungan darah melainkan juga berasal
dari kelompok keturunan (linege) atau garis keturunan (descent). Antara
anggota kelompok keturunan saling berhubungan karena memiliki nenek
moyang yang sama dan kelompok kekerabatan ini bisa bersifat patrilineal
atau matrilineal. Sistem kekerabatan sekurang-kurangnya, mencakup
beberapa unsur antara lain:18
a. Interaksi yang intensif antara warga
b. Sistem norma-norma yang mengatur tingkah laku semua warganya
c. Adanya rasa kepribadian yang disadari semua warga.
Berdasarkan unsur tersebut kemudian membedakan 3 kategori
kelompok kekerabatan berdasarkan fungsi sosialnya yaitu:19
1) Kelompok kekerabatan Berkorporasi yang biasanya menyangkut adanya
hak bersama atas dasar sejumlah harta
2) Kelompok kekerabatan kadang kala yang hanya berkumpul jika ada
kebutuhan yang diperlukan dan biasanya tidak mempunyai ke-3 unsur
diatas.
3) Kelompok kekerabatan menurut adat, kelompok ini bentuknya sudah
semakin besar, sehingga warganya seringkali sudah tidak saling mengenal.
18
menurut Ihroni (2006:159)
19
GP Mudrock dalam koenjoroningrat (2005:109)
40
Rasa kepribadian sering kali juga ditemukan oleh tanda-tanda adat
tersebut.
Kelompok kekerabatan yang sudah disebutkan diatas biasanya disebut
kelompok kekerabatan kindret yaitu berkumpulnya orang-orang yang saling
membantu melakukan kegiatan-kegiatan bersama saudara, sepupu dan yang
lainnya dengan tujuan memperlancar bisnis. Sedangkan kelompok kedua
disebut kelompok dame yang terdiri dari keluarga luas, keluarga ambilineal
keci dan besar serta paroh masyarakat.20
Kekerabatan biasanya selalu berdampingan dengan kekuasaan
sehingga kekuasaan dipandang sebagai suatu gejala yang selalu terdapat
dalam proses politik, namun para ilmuwan politik tidak ada yang sepakat
mengenai perumusan pengertian kekuasaan. Bahkan beberapa diantaranya
menyarankan agar konsep kekuasaan ditinggalkan dengan alasan bersifat
kabur dan selalu berkonotasi emosional. Namun tampaknya politik tanpa
kekuasaan apalagi yang sekarang muncul adalah fenomena politik
kekerabatan ibarat agama tanpa moral. Karena modern ini banyak para aktor
politik yang selalu melibatkan keluarganya untuk berkecimpung juga dalam
dunia politik hal ini terlihat diberbagai daerah menjelang pemilihan kepala
daerah yang serentak dilakukan pada akhir- akhir ini.21
20
Elly M. Setiadi dkk, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Prenada Media,2013), 93
21
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo,2010),71
41
Politik kekerabatan atau keluarga politik memang dapat dijumpai
dihampir semua negara. Di AS misalnya keluarga Cannedy masih dianggap
sebagai kekuatan politik berpengaruh atau dihormati, baik di Massachussedts
maupun ditingkat negara federal. Di indonesia politik kekerabatan identik
dengan kekuasaan dikeluarga atau dikerabat politik tertentu. Menguatnya
politik kekerabatan seperti ini tentu saja sangat mengkhawatirkan. Jika
kecenderungan ini semakin meluas, bukan tidak mungkin dalam waktu dekat
politik indonesia akan seperti yang terjadi di Filipina dimana Bossism
berbasis teritorial menguasai politik. Negara dijalankan oleh segelintir elit dari
beberapa keluarga, kaln, atau dinasti politik yang kuat diwiliyah-wilayah
tertentu dan karenanya sangat sulit untuk mengharapkan adanya perluasan
akses kekuasaan maupun proses demokrasi yang sehat dan substansial.22
B. Strategi Politik
1. Pengertian Strategi Politik
Strategi adalah ilmu tentang tekni atau taktik, cara atau kiat muslihat
untuik mencapai sesuatu yang diinginkan.23 Politik adalah interaksi antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksaan
keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal
dalam suatu wilayah tertentu.24 Jadi, strategi politik adalah ilmu tentang
22
Niko Harjanto, Artikel politik kekerabatan,diakses pada tanggal 07 oktober 2015, jam 20.52 WIB
23
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), 448.
24
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT.Gramedia Widisuasarana, 1992), 10-11.
42
teknik, taktik, cara, kiat yang dikelola oleh politisi untuk mendapatkan dan
mempertahankan sumber-sumber kekuasaa, merumuskan dan melaksanakan
keputusan politik sesuai yang diinginkan.
Strategi politik adalah strategi yang digunakan untuk merealisasikan
cita-cita politik. Contohnya adalah pemberlakuan peraturan baru, pembentukan
suatu struktur baru dalam administrasi pemerintahan atau dijalankannya
program deregulasi, privatisasi, dan desentralisasi.25 Tanpa strategi politik
perubahan jangka panjang atau proyek-proyek besar sama sekali tidak bisa
diwujudkan. Politisi yang baik berusaha untuk merealisasikan rencana yang
ambisius tanpa strategi, seringkali menjadi pihak yang harus bertanggung
jawab dalam menciptakan kondisi social yang menyebabkan jutaan manusia
menderita.
Dalam kamus Ebster New World Dictionary (1979), strategi mempunyai
tujuan sebagai. Setiap strategi bukanlah kemenangan yang dangkal, tetapi
perdamaian yang medasar. Dalam istilah politik, ‘perdamaian’ ini berarti
penerangan program-program yang tepat dan reformasi. Jika tujuan jangka
panjang strategi ini tidak tampak, misi kemenangan akan tampak sebagai
perjuangan bagi kekuasaan dan kekayaan pribadi, sebagai sebuah perjuangan
untuk mencapai tujuan-tujuan selain tujuann yag telah diciptakan.26 Tujuan
akhir strategi politik adalah idealism politik dan pragmatisme politik adalah
25
Peter Schoder, Strategi Politik (Jakarta: FNS, 2009), 5-6.
26
“Strategi Politik Persiapan Pemilu”, google.com (16 Januari 2016) 21:00
43
siapa yang mendapatkan apa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa atau
dengan lain perkataan bagaimana kekuasaan bisa direbut dan dipertahankan.
Dalam pragmatisme menggunakan realisme menghalalkan segala cara dan
politisi dagang sapi.27
Dalam strategi politik sangat penting mengenal strategi komunikasi.
Strategi komunikasi sangat penting sehingga membawa keuntungan yang jelas
bagi seseorang, atau yang selama ini diabaikan oleh lawan. Citra yang
diinginkan (target image) antara lain dalam proses implementasi, kelemahan
pemerintah dan satuan eksekutif terutama sekali terletak dibidang kehumasan,
target image menetapkan landasan bagi pekerjaan kehumasan, dan semua
tindakan kehumasan hanya bertujuan untuk menyebarluaskan citra ini dan
menanamkannya dalam benak kelompok sasaran sarana. Citra yang
diinginkan (target image) terkait dengan pilihan tema, Gaya, Cara konfrontasi
dan tawaran sumber daya manusia.28
1. Perencanaan Konseptual Strategi Politik
Sistematika 10 langkah strategi politik yaitu :
a. Merumuskan Misi
Perumusan menjabarkan hal apa saja yang perlu direncanakan
secara strategi. Hal ini harus mencakup tiga elemen yakni tujuan
secara keseluruhan yang menguraikan posisi yang ingin kita capai
27
Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009), 301-302
28
Rainer Aam, “Political Marketing Strategi Membangun Konstituen dengan Pendekatatn PR’,
google.com (16 januari 2016), 4-6.
44
melalui perencanaan strategi tersebut, alasan pentingnya pencapaian
tujuan keseluruhan tujuan harus dicapai.
Dalam sebuah strategi politik, misi dapat diartikan persetujuan
atas suatu posisi tertentu, partisipasi dalam suatu tugas tertentu, dipilih
sebagai kandidat.. sebuah perencanaan karir politik, misi harus
menyatakan untuk oleh siapa strategi itu direncanakan. Dengan
demikian misi dapat menetapkan suatu kerangka atau batasan.
Misi harus mengidentifikasi jangka waktu, hingga kapan
keseluruhan sasaran harus dicapai, dan misi tidak boleh dirumuskan
secara terlalu optimis sehingga menjadi tidak realistis.
b. Penilaian Situasional dan Evaluasi
Analisa situasi dan evaluasi membahas fakta-fakta yang
dikumpulkan, yang dikelompokkan dalam kekuatan dan kelemahan
serta perkiraan kemungkinan keberhasilan yang terealisasi.
1) Pengumpulan fakta
Pengumpulan fakta berarti pengumpulan fakta-fakta internal
dan eksternal yang relevan. Fakta internal adalah fakta yang
menyangkut organisasi sendiri. Fakta eksternal adalah fakta yang
menyangkut para pekerja atau lingkungan dimana akan direalisir.
Pembatasan antara fakta internal dan eksternal tidak terlalu mudah,
tetapi pembatasan dilakukan sebelum proses pengumpulan fakta
45
competitor atau pesaing adalah fakta yang berasal dari
organisasi-organisasi, yang merupakan pesaing langsung dari organisasi kita
sendiri. Fakta lingkungan adalah fakta yang berasal dari
masyarakat yang akan dijalankan.
2) Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
Fakta-fakta telah terkumpul, secara sistematis digolongkan dan
ditimbang berdasarkan kadar relevansi, ukuran, kepentingan dan
regensi. Setiap fakta diteliti untuk menentukan apakah fakta-fakta
tersebut mendukung atau justru mengganggu pelaksanaan. Apabila
sebuah fakta mendukung, fakta ini menjadi kekuatan. Sebaliknya,
apabila mengganggu pelaksanaan, ia akan menjadi sebagai
kelemahan.
3) Analisa kekuatan dan kelemahan
Kekuatan dan kelemahan sudah diketahuoi, maka keduanya
harus dievaluasi. Setelah mengelompkkan mereka berdasarkan
kadar kepentingan, perlu untuk menetapkan apakah kita memiliki
pengaruh terhadap kelemahan-kelemahan tersebut dalam arti dapat
mengeliminir atau setidaknya menguranginya.
Dalam menganalisa dan mengevaluasi kekuatan dan
kelemahan kita, yang diperhadapkan dengan pesaing atau lawan
dalam konteks perencanaan strategi politik dan lingkungan
46
4) Umpan-balik (freedback)
Setelah menganalisa kekuatan dan kelemahan, langkah
berikutnya adalah menentukan apakah dapat dicapai dalam kurun
waktu yang telah ditetapkan. Analisa kekuatan dan kelemahan
menunjukkan bahwa ada keuntungan strategis yang jelas sehingga
kemenangan pasti dapat diperoleh, dan kelemahan cukup dapat
dilindungi, maka tersebut memiliki kemungkinan untuk dapat
dicapai.
c. Perumusan Sub-Strategi
Sementara langkah penilaian situsional lebih menyibukkan diri
dengan keadaan dan situasi masa lalu, fokus kita harus bergerak maju
kedepan untuk perumusan sub-strategi. Langkah-kangkahnya sebagai
berikut menyusun tugas-tugas, merumuskan strategi dan mengevaluasi
strategi. Apabila penilaian situsional sudah selesai, menjadi jelas
sesuatu yang telah dirumuskan akan dijalankkan atau masih perlu
direvisi.
a) Menyusun tugas-tugas
Berdasarkan analisa kekuatan dan kelemahan, lahirnya
tugas-tugas yang harus diselesaikan. Tugas-tugas-tugas tersebut adalah
meneliti kelemahan kita yang harus diminimalisirkan, memberikan
pertahanan dengan cara menutupi, mengalihkan perhatian yang
47
menyerang lawan dan jika lawan menunjukkan kelemahan yang
tidak berhubungan dengan kekuatan kita, maka kita harus
membangun kekuatan ini.
b) Merumuskan strategi
Pertama-tama harus memilih isu-isu yang dihadapkan dengan
pesaing atau lawan. Isu-isu ini hendaknya berupa isu atau
argument yang membawa keuntungan yang jelas. Lingkungan
dimana sebuah isu dijalankan memainkan peranan yang penting
dalam penentuan isu dan memusatkan kekuatan serta semua
penyerangan hanya satu isu dalam waktu tertentu saja.
c) Mengevaluasi strategi
Masing-masing strategi yang dipilih untuk menyelesaikan
tugas haruslah saling melengkapi. Mereka harus saling cocok, baik
di tingkat sub-sub strategi maupun dalam strategi menyeluruh.
Karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap strategi-strategi yang
dipilih setelah strategi itu dirumuskan.
d. Perumusan Sasaran
Setelah sasaran diputuskan, tanggung jawab untuk
memindahkan strategi ke unit-unit taktis, dan diimplementasikan
melalui pembagian-pembagian tugas. Strategi telah di tetapkan, maka
pendekatan untuk memanfaatkan kekuatan terhadap kelamahan lawan
48
harus menggambarkan keadaan pada akhir sebuah proses dalam
jangka waktu tertentu. Tujuan ini harus dapat dicapai dan tidak boleh
hanya menjadi sebagi ilusi belaka. Selain tujuan itu suda dirumuskan,
masing-masing strategi harus direalisasikan dan dijalankan. Tujuan ini
harus dibagi masing-masing dalam unit taktis yang bertanggung jawab
untuk pencapaian tujuan. Karena itu kuantitas, kualitas, jangka waktu
dan tanggung jawab harus ditetapkan setelah tujuan dirumuskan.
e. Target Image (Citra yang diinginkan)
Strategi untuk kegiatan kehumasan atau public relations (pr)
dirumuskan dan diimplementasikan di tingkat “PR”. Setelah keputusan
mengenai citra yang diinginkan (target iamage) ditetapkan. Target
image melukiskan citra yang diharapkan, yang hendak dicapai setelah
dijalankannya rangkaian pekerjaan kehumasan yang panjang dalam
kelompok target. Target image ditentukan oleh keputusan strategis
mengenai perumusan tugas dan pilihan-pilihan yang berkaitan dengan
isu, gaya, jenis konfrontasi dan orang-orang yang diperhitungkan.
f. Kelompok-kelompok Target
Kelompok target adalah kelompok-kelompok masyarakat atau
organsasi mereka yang penting untuk pencapian misi, kelompok ini
perlu didekati dengan kurun waktu yang telah ditentukan. Kelompok
ini diidentifikasi dengan mengimpretasikan keputusan strategis,