II.3 Biaya Kontinjensi
II.3.3 Model-Model Biaya kontinjensi
Biaya kontinjensi didefinisikan sebagai cadangan biaya dari suatu perkiraan biaya/anggaran untuk dialokasikan pada item pekerjaan berdasarkan pengalaman dan pelaksanaan proyek-proyek masa lalu dan merupakan salah satu bagian yang integral dari total estimasi biaya proyek.
Biaya kontinjensi kontraktor dapat dipandang sebagai suatu perkiraan peningkatan biaya pelaksanaan konstruksi akibat uncertain events yang akan dihadapi oleh kontraktor dalam pelaksanaan suatu proyek. Pada saat estimator melakukan estimasi biaya sebaiknya risiko akibat uncertain events tersebut telah diperhitungkan sehingga dapat diperhitungkan suatu jumlah biaya untuk kontinjensi. Namun apabila biaya kontinjensi ditetapkan terlalu tinggi, maka kecil kemungkinan kontraktor mendapatkan kontrak karena harga penawaran yang terlalu tinggi. Sedangkan apabila biaya kontinjensi ditetapkan terlalu rendah, maka akan menimbulkan kerugian finansial yang cukup besar bila terjadi peningkatan biaya pelaksanaan konstruksi akibat terjadinya hal-hal yang tak terduga sebelumnya. Kontinjensi ditentukan sebagai suatu fungsi dari tingkat
confidence (tingkat keyakinan) yang mewakili tingkat risiko yang dapat diterima
oleh kontraktor.
Tujuan dari pengalokasian biaya kontinjensi adalah untuk membuat agar anggaran proyek menjadi suatu representasi yang lebih realistis dari suatu pengeluaran yang mungkin akan timbul, atau untuk memastikan agar biaya proyek yang diperkirakan adalah realistis dan cukup untuk menutup setiap biaya yang ditimbulkan oleh risiko-risiko akibat ketidakpastian. Untuk meminimalkan biaya ini, estimasi biaya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Dalam estimasi biaya detail, Biaya kontinjensi merupakan salah satu komponen yang dialokasikan pada biaya tidak langsung. Biasanya biaya-biaya tidak langsung tidak tercantum secara eksplisit dalam format surat penawaran biaya, sedangkan biaya-biaya tidak langsung tersebut memiliki nilai yang besar. Oleh karena itu, estimator harus dapat menyisipkan biaya-biaya tak langsung tersebut ke dalam komponen-komponen biaya langsung. Cara ini dikenal dengan istilah markup atau kenaikan biaya.
Kenaikan biaya dikenal sebagai sejumlah penambahan pada nilai estimasi biaya langsung untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran perusahaan dan juga sebagai imbalan jasa seperti biaya overhead perusahaan, Job overhead, kontinjensi dan profit. Dengan demikian yang menjadi komponen markup itu sebenarnya adalah biaya-biaya tidak langsung proyek.
Kontinjensi didefinisikan oleh The Association for the Advancement of Cost
Engineering (AACE) sebagai suatu ketentuan untuk unsur-unsur biaya yang tidak
dapat diramalkan dalam suatu ruang lingkup proyek. Kontinjensi sangat penting, apabila pengalaman sebelumnya yang berkaitan dengan biaya-biaya menunjukkan bahwa ada kemungkinan akan terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diramalkan yang mengakibatkan biaya meningkat.
Posisi Biaya kontinjensi dalam estimasi biaya detail, oleh Cost Engineering
Gambar II.7 Komponen dari Estimasi Biaya Detail (AACE, 1992 didokumentasi oleh Partawijaya, 2001)
Berdasarkan bagan di atas, biaya kontinjensi dialokasikan pada biaya tidak langsung yang termasuk dalam item risiko. Hal ini berarti biaya ini dialokasikan untuk mengantisipasi ketidakpastian yang disebabkan oleh kekurangan informasi dan kesalahan dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh sehingga menimbulkan risiko dalam pelaksanaan proyek nantinya.Dalam rangka meminimalkan biaya ini, selain melakukan estimasi dengan sebaik-baiknya, kontraktor juga dapat melengkapi ketidakjelasan dan kekurangan informasi tersebut dengan melakukan diskusi langsung dengan pemilik proyek atau pihak-pihak yang terkait, sehingga didapatkan nilai estimasi biaya yang tepat.
Hendrickson (2003), menyatakan bahwa dalam sebagian besar anggaran konstruksi, selalu disediakan cadangan untuk biaya kontinjensi atau biaya-biaya tidak terduga yang timbul selama pelaksanaan konstruksi. Biaya Kontinjensi
Estimasi Biaya Detail
Biaya Langsung Biaya Tidak Langsung
Upah Material Peralatan Sub Kontrak Pajak General Condition Overhead Risiko Contingency Keuntungan
ini mungkin dimasukkan ke dalam masing-masing item biaya, atau mungkin berdiri sendiri sebagai kontinjensi konstruksi.
Tidak ada rumusan yang baku untuk menentukan besarnya angka kontinjensi. Hal ini tergantung pada kualitas perkiraan biaya, maupun pengalaman estimator atau perusahaan kontraktor yang bersangkutan, serta tingkat perkembangan proyek, ketika perkiraan biaya dibuat. Namun demikian, karena penentuan besarnya biaya kontinjensi tergantung sebagian besar kepada judgment, maka perlu dibuat suatu prosedur untuk membantu memecahkan permasalahannya.
Biaya kontinjensi menurut Yeo (1990) adalah biaya yang ditambahkan pada suatu estimasi biaya untuk menutup keadaan-keadaan yang tidak diketahui sebelumnya. Hal ini dikarenakan suatu estimasi adalah suatu perkiraan mengenai biaya yang akan terjadi pada suatu saat dimasa datang yang tidak selalu dapat diramalkan. Tujuan dari pengalokasian kontinjensi tersebut adalah untuk memastikan bahwa anggaran yang telah ditentukan untuk melaksanakan proyek adalah realistis dan cukup untuk menutup risiko kenaikan biaya yang tidak diperkirakan sebelumnya. Selanjutnya Yeo menyatakan bahwa pendekatan-pendekatan pengalokasian Biaya
kontinjensi yang telah dilakukan adalah memberikan suatu range sebesar kurang
lebih 25%-40% dari estimasi dasar. Hal ini jelas merupakan suatu pendekatan yang subyektif dan didasarkan terutama pada persepsi estimator tentang risiko dari proyek. Metode pengalokasian yang konvensional ini dapat sangat berbahaya karena terlalu sederhana dan hanya tergantung pada keyakinan estimator pada pengalamannya sendiri, sehingga sering terjadi cost overrun dalam jumlah besar pada proyek-proyek besar dan merupakan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa metode-metode estimasi yang telah ada masih belum memadai. Berdasarkan hal tersebut dilakukan suatu pemodelan Two-Tiered contingency
allocation yaitu suatu kerangka konseptual yang memberikan sebuah landasan
untuk mengusulkan sebuah sistim pengestimasian yaitu penambahan suatu
Engineering Allowance (C1) pada estimasi dasar yang dihasilkan oleh estimator
yang digunakan untuk menampung pendapat tentang suatu risiko yang dapat mengakibatkan biaya meningkat. Keputusan memasukkan C2 atau tidak, adalah sebuah keputusan yang harus diambil oleh manajemen, yang tergantung pada sikap manajemen terhadap risiko.
GG
C1 dan C2 ditambahkan kedalam anggaran proyek. Dalam hal ini, C2 tidak mencakup inflasi yangsangat tinggi, fluktuasi kurs tukar mata uang yang yang sangat tinggi, perubahan-perubahan ruang lingkup yang besar, disebabkan klien dan force majeure.
.
Untuk menentukan besar biaya yang akan dialokasikan pada C1 digunakan rumus : =
∑
n 1 -i i iR Q B ...(12) dimana : B = estimasi dasar dari estimatorQ = kuantitas-kuantitas yang paling mungkin Ri = harga satuan
Selanjutnya menentukan even chance estimate (Ec) dengan rumus :
Ec=
∑
x~i ...(13) dimana : Ec = Even chance estimatex~i = nilai-nilai yang diharapkan (diperoleh dari estimasi tiga titik yaitu :
Xa = biaya yang paling optimistik Xb = biaya yang paling mungkin Xc = biaya yang paling konservatif Xt = tidak melebihi target biaya
Setelah nilai B dan Ec diketahui, maka C1 dapat ditentukan yaitu selisih antara Ec dan B (Ec-B). Sedangkan untuk menentukan besar biaya yang akan dialokasikan pada C2 tergantung sejauh mana sikap manajemen terhadap risiko. Penelitian yang dilakukan oleh Yeo ini, adalah pada tahap Feasibility Studi
Department of Energy di AS (1997), telah membuat pedoman-pedoman kontinjensi yang bertujuan untuk memberikan suatu pendekatan standar dalam menentukan kontinjensi proyek dan untuk meningkatkan pemahaman mengenai kontinjensi dalam proses manajemen proyek. Namun kontinjensi ini tidak dipergunakan untuk mencegah adanya penaksiran perkiraan biaya secara tidak akurat. Range yang diberikan dalam pedoman ini digunakan sebagai pedoman biaya dalam melakukan estimasi dengan menyajikan perkiraan cadangan biaya kontinjensi, berdasarkan tipe konstruksi seperti proyek konstruksi dan proyek pemulihan lingkungan. Range kontinjensi allowance ditentukan dalam persentasi, dengan memperhitungkan kondisi-kondisi yang tidak terduga, tidak pasti dan tidak dapat diramalkan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih kontinjensi pada proyek konstruksi adalah kompleksitas proyek, tingkat kerincian (detail) disain, kondisi pasar dan kondisi-kondisi khusus. Dalam kaitan dengan kompleksitas proyek, DOE memberikan range sebesar 5% sampai 10% untuk tanah dan hak atas tanah, 15% sampai 25% untuk bangunan-bangunan baru/tambahan/struktur lainnya.Untuk fasilitas khusus, 20% sampai 30% dan
yang diberikan adalah 5% sampai 15%, sedangkan dalam kaitan dengan kondisi pasar, 3% sampai 8% untuk kontrak konstruksi fixed price dan 15% sampai 17,5% untuk kontrak cost-plus setelah penyerahan (award).
Smith dan Bohn (1999) melakukan studi literatur yang diperbandingkan dengan wawancara tentang pengklasifikasian risiko-risiko kontrak konstruksi dan praktek-praktek manajemen risiko yang diterapkan dalam perusahaan-perusahaan kontraktor kecil sampai sedang serta strategi untuk mengurangi atau mengatasi risiko-risiko tersebut. Salah satu strategi adalah menggunakan biaya kontinjensi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa para kontraktor tidak memahami teknik-teknik pemodelan formal model risiko yang telah dipublikasikan. Apabila biaya kontinjensiy dimasukkan dalam kontrak, maka para manajer konstruksi umumnya menggunakan pendekatan berdasarkan suatu persentase tertentu, berdasarkan intuisi mereka, terhadap total biaya dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari kontrak sebelumnya. Sedangkan hasil studi literatur memperlihatkan bahwa menyatakan biaya kontinjensi yang ditetapkan kontraktor merupakan suatu persentasi yang berkisar antara 5%-10% terhadap nilai kontrak.
Penelitian yang dilakukan Mak dan Picken (2000), adalah tentang pengaruh
Estimating Using Risk Analysis (ERA). ERA adalah sebuah metodologi yang dapat
dipergunakan untuk menentukan biaya kontinjensi dengan jalan mengidentifikasi ketidakpastian dan kemudian memperkirakan implikasi-implikasi finansialnya. Di dalam penelitian ini dibandingkan variabilitas biaya kontinjensi antara proyek-proyek ERA dan Non-ERA. ERA awalnya diterapkan oleh Pemerintah Hongkong (1993) dalam usaha untuk menentukan biaya kontinjensi dalam semua pekerjaan publik dengan cara yang lebih analitis. ERA menghasilkan perkiraan dasar serta perkiraan biaya kontinjensi pada pra tender. Biaya kontinjensi yang ditentukan pada proses ERA akan ditambahkan pada estimasi dasar. Langkah pertama dalam proses ERA, adalah identifikasi risiko oleh tim proyek, kemudian risiko-risiko tersebut dikategorikan sebagai risiko yang tetap dan risiko yang variabel. Yang termasuk di dalam risiko tetap adalah peristiwa yang apabila terjadi, akan terjadi secara total dan menimbulkan biaya yang sangat besar (maksimum) atau tidak terjadi sama sekali, sehingga tidak akan ada biaya yang timbul. Risiko variabel
menyangkut peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, tetapi sampai sejauh mana peristiwa tersebut akan terjadi adalah merupakan suatu ketidakpastian. Dengan demikian, biaya yang akan timbul adalah tidak pasti dan variabel. Untuk masing-masing dari peristiwa risiko akan dihitung risk allowance rata-rata dan risk allowance risiko maksimum.
Hubungan antara kategori risiko dan risk allowance diperlihatkan pada Tabel berikut :
Tabel II-9. Hubungan antara risk allowance dan Kategori Risiko dalam
ERA
Type Risiko Allowance Risiko Rata-rata Allowance Risiko Maksimum
Risiko Tetap Probabilitas x biaya maksimum Biaya maksimum Risiko Variabel Estimasi tersendiri Estimasi Tersendiri
Asumsi 50% peluang akan terlampaui 10% peluang akan terlampaui
Asumsi bahwa hanya diperkenankan adanya 10% peluang bahwa biaya yang sebenarnya adalah lebih besar dibandingkan dengan allowance maksimum, diharuskan oleh pemerintah Hongkong dalam metode ERA. Sedangkan dasar pemikiran penggunaan 50% peluang akan terlampaui dalam kasus allowance rata-rata adalah karena jarang sekali ada kasus dimana semua risiko yang telah diidentifikasi akan terjadi. Ini berarti bahwa allowance yang disediakan harus mampu menutup biaya-biaya yang paling mungkin akan timbul. Setelah mengidentifikasi semua peristiwa risiko dan menghitung risk allowance rata-rata dan maksimumnya, maka hasil penjumlahan dari semua risk allowance rata-rata dari semua peristiwa akan menghasilkan biaya kontinjensi proyek tersebut.
Perbandingan perkiraan biaya kontinjensi dua proyek pekerjaan publik dengan jalan menganalisis himpunan data dari proyek-proyek pra-1993 (Non-ERA) dengan proyek-proyek pasca (ERA) menghasilkan perbedaan cadangan biaya kontinjensi yang hampir mencapai dua kali lipat (115% versus 215%) antara proyek-proyek ERA dan Non-ERA sehingga mngakibatkan terjadinya mis-alokasi sumberdaya yang sangat besar. Apabila biaya kontinjensi diperbesar dengan cara
cukup dana yang tersedia. Proyek-proyek kelompok ERA memiliki nilai kontinjensicCost yang lebih kecil dibandingkan proyek-proyek kelompk
Non-ERA. Namun cadangan biaya kontinjensi berdasarkan ERA masih dianggap terlalu
besar (lebih tinggi 115% dibandingkan dengan rata-rata). Untuk itu dianjurkan melakukan penelitian lebih lanjut.
Nasser (2002), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa proyek konstruksi adalah proyek yang berisiko, karena banyaknya variabel yang mempengaruhi hasil akhir sebuah proyek, terutama biaya akhir proyek konstruksi tersebut. Untuk menghadapi berbagai risiko yang meyebabkan kenaikan biaya ini, banyak owner dan kontraktor mengalokasikan sejumlah biaya kontinjensi untuk masing-masing proyek. Perusahaan-perusahaan kontraktor memasukkan sejumlah biaya
kontinjensi ke dalam setiap penawaran yang mereka ajukan. Ada sejumlah metoda
yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya jumlah biaya kontinjensi tersebut, yaitu mulai dari opini ahli sampai simulasi.
Dalam penelitiannya, Nasser menyajikan sebuah pendekatan kuantitatif untuk melaksanakan analisis biaya kontinjensi bagi sebuah proyek konstruksi dengan mempergunakan teknik-teknik dasar spreadsheet. Pendekatan yang disajikan dibagi menjadi lima langkah,sebagai berikut:
1. Menentukan tiga estimasi untuk masing-masing item biaya.
Hal ini dapat dilakukan dengan jalan memperhatikan data sebelumnya dan kemudian menentukan nilai minimum,nilai maksimum dan nilai yang paling mungkin. Perkiraan nilai untuk setiap item biaya dapat dihitung sebagai berikut,
(nilai maksimum + 4 nilai yang paling mungkin + nilai minimum)/6 ... (14)
Sedangkan variance dari masing-masing item biaya adalah,
Variance= [(nilai maksimum – nilai minimum)/6]2 ...(15)
2. Menentukan expected cost proyek secara keseluruhan. Setelah dihitung
adalah sama dengan jumlah biaya yang diharapkan untuk masing-masing item yang terdapat dalam proyek, sebagai berikut :
expected cost item 1 + expected cost item 2 + ….expected cost item n .……….(16)
Hal yang sama juga berlaku untuk variance, sehingga variance dari total biaya adalah :
Variance biaya item 1+ variance biaya item 2 + variance biaya item n ………(17)
3. Menghitung probabilitas pencapaian biaya yang diharapkan dan memplot kurva biaya kontinjensi. Selanjutnya menghitung probabilitas bahwa suatu total biaya tertentu pada proyek (misalnya L) akan terlampaui. Untuk itu yang harus dilakukan adalah menghitung nilai Z (nilai dari standar distribusi normal) dengan rumus:
(L– the expected total cost)/(variance of the total cost total biaya)05…. ……….(18)
Kemudian nilai Z di masukkan ke dalam tabel standar distribusi normal untuk menentukan probabilitas bahwa biaya L akan terlampaui. Hal ini diulang-ulang untuk nilai-nilai L lainnya dan selanjutnya dapat memplot kurva biaya
kontinjensi yang sesuai.
4. Analisis sensivitas hasil
Selanjutnya dilakukan pembandingan berdasarkan bentuk kurva kontinjensi dimana perubahan dalam masing-masing unsur biaya dapat mempengaruhi jumlah keseluruhan kontinjensi yang dialokasikan. Selisih antara jumlah ini dengan perkiraan anggaran yang telah dibuat adalah biaya kontinjensi
.
5. Pengalokasian biaya kontinjensi terhadap seluruh pelaksanaan proyek.
Pengalokasian sejumlah biaya kontinjensi terhadap seluruh biaya pelaksanaan proyek sesuai dengan pengeluaran yang telah diperkirakan.
Berdasarkan langkah-langkah diatas maka implementasi Spreadsheet dapat dilakukan untuk menyederhanakan proses pengalokasian kontinjensi serta membuat analisis kepekaan lebih cepat.
Menurut Dysert, L.R (2004) biaya kontinjensi dalam banyak aspek merupakan salah satu unsur dalam estimasi yang paling sedikit dipahami. Hal ini dikarenakan, pihak-pihak yang terlibat dalam tim proyek, memandang biaya kontinjensi dari sudut pandang mereka masing-masing.
Bagi seorang estimator, biaya kontinjensi adalah suatu jumlah yang dipergunakan dalam estimasi untuk menghadapi ketidakpastian-ketidakpastian yang melekat dalam proses pengestimasian. Para estimator menganggap biaya kontinjensi sebagai sejumlah dana yang ditambahkan terhadap estimasi awal agar dicapai suatu probabilitas bahwa estimasi tidak overrun. Pemahaman mengenai probabilitas terjadinya overrunning terhadap suatu nilai estimasi dapat diketahui dengan melakukan analisis risiko terhadap item-item yang mengakibatkan terjadinya overrun seperti disain yang tidak lengkap, cuaca yang mungkin berbeda dibandingkan dengan yang diasumsikan dalam memperkirakan produktivitas buruh, biaya material dan peralatan yang berubah karena inflasi dan lain-lain (tidak termasuk, perubahan ruang lingkup proyek yang signifikan, bencana alam, inflasi berlebihan diluar perkiraan, fluktuasi nilai tukar uang yang tidak dapat diperkirakan, pemogokan yang tidak dapat diperkirakan dan lain-lain).
Model analisis yang umum digunakan adalah :
• Model analisis risiko yang strategi untuk mengevaluasi tingkat kesulitan proyek dan implementasi proyek secara teknis dalam rangka menentukan risiko keseluruhan biaya proyek, dan
• Model analisis risiko yang rinci yang mengevaluasi range keakuratan dari masing-masing atau kelompok-kelompok komponen estimasi dalam rangka menentukan risiko keseluruhan terhadap biaya proyek.
Kedua bentuk model analisis risiko ini, pada umumnya akan menghasilkan distribusi risiko keseluruhan biaya akhir yang diharapkan dari suatu proyek serta tabel-tabel yang menyamakan tingkat keyakinan dengan nilai-nilai biaya akhir tertentu. Distribusi probabilitas yang dihasilkan untuk biaya akhir, akan dapat dipergunakan untuk menentukan jumlah yang harus dimasukkan kedalam estimasi sebagai biaya kontinjensi. Selisih antara pendanaan yang dipilih dengan titik estimasi awal, adalah jumlah biaya kontinjensi.
Baccarini (2004), melakukan penelitian terhadap data biaya 48 proyek konstruksi jalan raya yang telah selesai, untuk menganalisis secara kuantitatif pengestimasian biaya kontinjensi konstruksi. Selama ini institusi yang terkait menggunakan pendekatan persentase tradisional sekitar 5-10% untuk menghitung biaya kontinjensi. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk dipergunakan oleh sponsor proyek, yang perlu mengetahui perkiraan biaya akhir proyek, sebelum memasuki fase konstruksi untuk keperluan penganggaran. Anggaran tersebut mencakup gabungan antara nilai kontrak yang diserahkan kepada kontraktor ditambah dengan biaya kontinjensi konstruksi.
Data yang diperoleh, dianalisis secara statistik dengan mempergunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Science), dimana hasil analisis akan menginformasikan parameter statistik umum seperti mean, deviasi standar dan koefisien dari variasi variabel-variabel serta korelasi untuk mengkaji hubungan antara dua variabel.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab 2 pertanyaan sebagai berikut : 1. Seberapa akuratkah biaya kontinjensi konstruksi, dan
2. Apa variabel proyek yang berkorelasi dengan biaya kontinjensi konstruksi sehingga dapat ditentukan (diturunkan) sebuah model yang prediktif untuk memperkirakan biaya kontinjensi konstruksi.
Pengukuran keakuratan biaya kontinjensi (CA) diukur dengan jalan membandingkan antara biaya kontinjensi konstruksi, dengan variasi-variasi
CA = Σ V % - Σ C %...(19) (selisih antara biaya kontinjensi dan variasi)
ACV = nilai kontrak yang diberikan
C(%) = biaya kontinjensi konstruksi yang dinyatakan sebagai % dari ACV
( )
x 100 ACV C % C∑∑
= ...(20) C = biaya kontinjensi konstruksi ($)V(%) = Variasi-variasi dinyatakan sebagai % dari ACV
( )
x 100 ACV C % V∑∑
= ...(21) V = Variasi-variasi dalam kontrak yang telah disetujui ($)Berdasarkan hasil analisis, didapatkan akurasi biaya kontinjensi (CA) sebesar 4,68 yang menunjukkan bahwa 4,68 % dari peningkatan ACV, tidak dapat ditutup oleh biaya kontinjensi. Sedangkan analisis tentang variabel-variabel proyek (ukuran proyek, variabilitas penawaran, penawaran-penawaran yang diterima, lamanya proyek, lokasi proyek, dan tahun) menunjukkan tidak ada nilai korelasi yang signifikan dengan biaya kontinjensi yang dapat digunakan untuk meramalkan biaya kontinjensi tersebut.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa analisis biaya kontinjensi konstruksi lebih sering tidak cukup untuk menutup variasi-variasi dalam kontrak dan biaya kontinjensi tersebut harus dinaikkan dalam proyek-proyek yang akan datang. Di samping itu perlu dilakukan identifikasi setiap variabel yang memiliki suatu hubungan dengan keakuratan biaya kontinjensi proyek sehingga memberikan landasan bagi suatu model prediktif yang dapat digunakan untuk memperkirakan biaya kontinjensi.
Menurut Rothwell (2005), biaya kontinjensi adalah sama dengan deviasi standar terhadap estimasi biaya, yang dapat ditentukan dengan mempertimbangkan keakuratan dan keyakinan terhadap estimasi biaya yang didasarkan atas pertimbangan ahli atau dengan mempergunakan teknik-teknik statistik atau simulasi Monte Carlo.
Untuk memahami range keakuratan dan tingkat keyakinan secara lebih baik, dapat digambarkan suatu distribusi probabilitas normal yaitu suatu distribusi probabilitas yang berbentuk lonceng. Karena distribusi normal adalah simetris, maka tergambarkan kemungkinan estimasi biaya akan lebih tinggi atau lebih rendah dari biaya yang diharapkan. Dengan distribusi ini dapat diketahui biaya yang diharapkan(mean) dan deviasi standar yaitu suatu ukuran dari ketidakpastian estimasi biaya.
Deviasi standar adalah akar kuadrat variance,sedangkan variance adalah sama dengan rata-rata deviasi kuadrat dari masing-masing pengamatan dari mean. Apabila estimasi biaya terdistribusi secara normal,maka deviasi standar adalah :
Apabila estimasi biaya terdistribusi secara normal, maka deviasi Standar adalah :
Z X =
σ ………...(22)
Dimana σ = S = deviasi standar X = tingkat keakuratan
Z = distribusi normal yang tergantung pada tingkat keyakinan. Sebagai contoh digambarkan suatu perkiraan biaya yang terdistribusi secara normal dengan mean, median dan mode sama dengan $ 1 milyar dan deviasi standar sebesar $ 0,234 milyar atau 23,4% dari biaya yang diharapkan. Tingkat keakuratan untuk perkiraan pendahuluan adalah sekitar kurang lebih 30%. Apabila estimator memiliki tingkat keyakinan sebesar 80% dalam range keakuratan ini,maka Z = 1,28, artinya 80% dari distribusi normal adalah antara 1,28 σ, sehingga X/Z = 30%/1,28 = 23,4 persen. Lebih jelasnya dapat
Gambar I.9 Estimasi Biaya dengan Suatu Distribusi Normal (Rothwell,2005)
Dalam contoh ini, sekitar 10% dari distribusi adalah dibawah $0,700(rendah) dan 10% di atas $1300 milyar(tinggi),sehingga diperoleh tingkat keyakinan sebesar 80%. Untuk menghubungkan hal ini dengan perkiraan kontinjensi maka Rothwell membandingkan dengan pedoman-pedoman AACE dan EPRI (Electric Power Research Institute) dan mendapatkan bahwa dibawah distribusi normal, untuk suatu final estimate dengan X = kira-kira 10 % dan tingkat keyakinan 80%, = (X/Z) = (10%/1,28) = 7,8%. Diperbandingan hal ini dengan AACE menunjukkan
kontinjensi sebesar 5% sedangkan EPRI menunjukkan kontinjensi sebesar
5%-10%. Dengan demikian deviasi standar dalam penelitian Rothwell, hampir sama dengan kontinjensi yang dikemukakan oleh AACE dan EPRI.
Karlsen dan Lereim (2005), mendefinisikan biaya kontinjensi atau cadangan biaya sebagai dana tambahan yang dibutuhkan untuk mempertanggung jawabkan biaya-biaya yang timbul akibat risiko. Dalam menentukan besar biaya-biaya kontinjensi tersebut, masing-masing perusahan memakai cara yang berbeda-beda.
Keseluruhan studi literatur yang telah dilakukan, memperlihatkan bahwa ada