BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Pendahuluan
Rangkaian kegiatan dalam suatu proyek, dimulai dari lahirnya suatu gagasan karena adanya suatu kebutuhan (need), yang dapat berasal dari beberapa sumber seperti : rencana pemerintah, permintaan pasar, dari dalam perusahaan yang bersangkutan, kegiatan penelitian dan pengembangan dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan studi kelayakan (feasibility study), membuat penjabaran yang lebih rinci tentang rumusan kebutuhan tersebut dan menuangkan dalam bentuk rancangan (design), melakukan persiapan administrasi untuk pelaksanaan pembangunan dengan memilih calon pelaksana (procurement), melaksanakan pembangunan di lokasi yang telah disediakan (construction), mempersiapkan penggunaan bangunan tersebut (start up), operasi dan pemeliharaan (operation
and maintenance), selanjutnya penyelesaian dari seluruh fasilitas untuk siap
digunakan (disposal of facility). Rangkaian kegiatan tersebut oleh Hendrickson (2003) dalam the perspective of an owner dapat dijelaskan seperti Gambar II.1 berikut :
Gambar II.1 The Project Life Cycle of a Constructed Facility (Hendrickson, 2003)
Market Demands or Perceived Needs
Conceptual Planning and Feasibility Studi
Design and Engineering
Procurement and Construction
Startup for Occupancy
Operation anda Maintenance
Disposal of Facility
Definition of Project Objective and Scope
Conceptual Plan or Preliminary Design Construction Plans and
Specification Completion of Construction Acceptance of Facility Fulfillment of Useful Life
Rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan mencakup pekerjaan-pekerjaan seperti arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Tahap implementasi atau tahap pelaksanaan (construction) adalah tahap untuk mewujudkan suatu rencana menjadi suatu bentuk fisik. Tahap ini umumnya merupakan tahap yang paling banyak menyita pembiayaan, tenaga dan waktu, serta melibatkan berbagai pihak serta sumberdaya yang cukup besar, dibandingkan tahap lainnya.
II.1.1 Aspek-Aspek dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Keberhasilan pelaksanaan suatu proyek konstruksi secara garis besar dapat ditinjau dari dua aspek yaitu, effective aspect dan efficiency aspect (Paulson, 1984)
1 Effective aspect
Effective aspect adalah upaya-upaya koordinasi dan pengendalian yang
dilakukan oleh seluruh fungsi manajemen atau berbagai pihak yang terlibat dengan tanggung jawab yang jelas, tegas dan obyektif sehingga dapat mencegah keraguan dalam pelaksanaan pembangunan dan dapat meminimalisasi uncertain events yang kemungkinan dapat terjadi untuk tercapainya keberhasilan pelaksanaan proyek.
2. Efficiency Aspect
Efficiency Aspect adalah upaya-upaya yang harus dilakukan agar keberhasilan
pelaksanaan proyek yang terjadi, tepat sesuai tujuan yaitu tepat biaya, waktu dan kualitas (triple constraint).
Tercapainya ke dua aspek di atas bergantung pada hubungan ke tiga kriteria di atas yaitu kriteria waktu, biaya dan mutu pekerjaan (triple constraint) yang membentuk tata hubungan saling ketergantungan serta berpengaruh sangat kuat
pelaksanaan proyek konstruksi selalu ditujukan untuk menghasilkan suatu bangunan yang bermutu, diwujudkan dalam rentang waktu yang terbatas dengan pembiayaan sesuai anggaran.
Ketiga kriteria di atas akan tercapai, apabila didukung oleh faktor-faktor penunjang yang memadai yaitu :
- Perencanaan lingkup proyek dan penyusunan Work Breakdown Structure (WBS) dengan urutan yang logis dan cukup rinci.
- Rencana metode pelaksanaan yang efektif dan efisien .
- Rancangan organisasi yang akan menangani proyek dan pengisian personil meliputi : hirarkhi, wewenang, tugas, tanggung jawab masing-masing dan mekanisme koordinasi
- Proyeksi keperluan sumber daya dan cara pengadaannya meliputi : tenaga kerja, material dan peralatan.
- Rencana jadwal kegiatan dan jadwal alokasi sumber daya - Perkiraan biaya atau anggaran
- Standar mutu dan lain-lain.
II.1.2 Pihak – Pihak yang Terlibat dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Berbagai pihak yang turut berkontribusi dalam pelaksanaan proyek selain berasal dari lingkungan internal proyek yang bertanggung jawab langsung terhadap proses kegiatan proyek, berasal juga dari lingkungan eksternal proyek. Pihak-pihak dari eksternal proyek antara lain, pemerintah sebagai regulator dengan berbagai peraturan dan undang-undang yang berpengaruh bagi kelangsungan proyek, institusi keuangan, masyarakat dan alam lingkungannya. Pihak-pihak yang terlibat di dalam lingkungan internal proyek atau merupakan tim internal proyek adalah: pemilik proyek, konsultan perencana, konsultan pengawas, kontraktor dan subkontraktor, supplier, beserta tenaga kerja. Pihak-pihak yang terlibat tersebut akan berkontribusi secara berbeda-beda sesuai dengan fungsinya.
Dalam pelaksanaan proyek, perlu disusun kesepakatan tentang peran dan tanggung jawab di antara semua pihak yang terlibat. Tujuan sasaran dan strategi proyek perlu dinyatakan secara jelas dan terinci dengan menciptakan mekanisme
yang handal untuk memonitor mengkoordinasi, mengendalikan dan mengawasi setiap pelaksanaan seluruh tugas dan tanggung jawab. Ketidakpastian mengenai hubungan dasar antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut seperti ambiguitas, konflik dan kendala-kendala sosial serta pengalaman-pengalaman masa lalu yang tidak sepenuhnya dapat ditransfer ke proyek-proyek yang baru perlu diminimisasi.
1. Pemberi Tugas atau Pemilik Proyek
Pemberi Tugas atau Pemilik Proyek yang adalah perorangan atau institusi, sebagai pemrakarsa proyek dapat berasal dari kalangan swasta atau pejabat yang mewakili kepentingan pemerintah. Pemberi Tugas dari kalangan swasta, dapat selaku pemakai atau pemilik bangunan atau dapat pula mewakili pihak pengembang (developer). Sedangkan pada proyek–proyek pemerintah, Pemberi Tugas bertindak selaku Pemimpin Proyek (Pimpro) yang terikat oleh berbagai peraturan dan tatanan yang mekanismenya diatur sesuai dengan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara melalui Keputusan Presiden.
Kedudukan Pemberi Tugas berada di dalam sistem yang berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan katalisator dalam penyelenggaraan proyek sehingga dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang efektif dan efisien sesuai tujuan fungsional proyek. Pemberi Tugas juga dapat berperan sebagai stabilisator dalam menyelesaikan perselisihan yang dapat saja muncul selama siklus proyek.
Di Indonesia pengaturan pelaksanaan proyek berpedoman pada UU Jasa Konstruksi No.18 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Di samping itu Pemberi Tugas mempunyai fungsi untuk menyediakan lahan proyek, dana yang diperlukan proyek dan menetapkan sasaran (fungsi dan kualitas) serta jadwal proyek.
2. Konsultan
Seiring dengan perkembangan dalam pelaksanaan proses konstruksi, Pemberi Tugas memerlukan jasa seseorang atau lembaga yang secara profesional dapat memberikan rekomendasi serta jasa konsultasi. Konsultan pada tahap konseptual adalah Konsultan Perencana yang bertugas memberikan dan menuangkan pemikiran-pemikiran, gagasan untuk memenuhi kebutuhan agar hasil pembangunan benar-benar dapat berfungsi dengan struktur bangunan yang memenuhi syarat (suitable) dan layak untuk melayani aktivitas tertentu.
Dalam tahap pelaksanaan, konsultan adalah organisasi yang ditunjuk dan diberi kuasa oleh pemilik proyek sebagai pengawas pekerjaan yang melakukan tugas koordinasi dan memberi bimbingan tentang pelaksanaan konstruksi, melakukan pengawasan teknis pekerjaan selama siklus pelaksanaan serta memantau laju kemajuan pekerjaan para kontraktor agar sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
3. Kontraktor
Kontraktor pada hakekatnya adalah pelaksana konstruksi yang bertugas memberikan idea dan ketrampilan untuk mentransformasikan sumber daya– sumber daya konstruksi (input) dengan berlatar belakang kekayaan pengalaman secara terintegrasi dalam suatu proses produksi sehingga menghasilkan bangunan dalam bentuk fisik (output) sesuai syarat–syarat yang tertuang dalam kontrak. Di samping itu kontraktor sebagai pelaksana konstruksi dapat saja memberikan penilaian tentang kelayakan dokumen perencanaan dalam rangka mewujudkannya dalam bentuk fisik. Oleh karena itu kontraktor diwajibkan membuat shop
drawings secara terperinci sebelum melaksanakan konstruksi.
Pemberi Tugas, Konsultan dan Kontraktor membentuk suatu mekanisme pengelolaan proyek yaitu proses pengendalian dan evaluasi pekerjaan terus menerus untuk mengantisipasi setiap ketidakpastian yang dapat menimbulkan risiko terhadap setiap kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yang sama sepanjang siklus proyek .
4. Subkontraktor
Berbagai tipe proyek memerlukan berbagai tipe keahlian khusus. Dengan demikian untuk mendapatkan kualitas kerja yang lebih baik, maka pengadaan subkontraktor spesialis sudah menjadi fenomena yang lazim dalam kegiatan pelaksanaan proyek konstruksi. Dengan adanya perbedaan pada masing – masing tipe proyek, kompleksitas teknologi yang digunakan dengan berbagai peralatan, serta metode dan tenaga kerja khusus yang diperlukan untuk mengaplikasikan rencana maka pola kombinasi keahlian subkontraktor yang diperlukan akan berbeda–beda pula. Di lain pihak dengan adanya subkontraktor, kontraktor tidak perlu mengalokasikan dana untuk pelatihan atau pendidikan secara khusus. Hal yang juga penting adalah, kontraktor dapat dengan mudah melakukan pengendalian biaya, karena umumnya kontrak yang disepakati antara kontraktor dan subkontraktor adalah kontrak harga tetap (fixed price) serta pengalihan risiko akibat ketidakpastian yang dapat terjadi pada item pekerjaan yang dilakukan subkontraktor.
5. Pemasok Material dan Peralatan (Supplier)
Pengadaan dalam arti luas mencakup pembelian peralatan, perlengkapan, material, tenaga kerja dan segala macam bentuk jasa yang diperlukan untuk proses konstruksi. Pengadaan sumber daya seperti material dan peralatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi merupakan bagian terpenting. Pemakaian material (material permanen dan material habis pakai) mempunyai persentasi yang cukup besar dari total biaya proyek. Sedangkan ketersediaan peralatan dengan berbagai ukuran dan jenis yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Oleh karena itu dalam proses pemilihan pemasok material dan peralatan, kontraktor harus menentukan beberapa kriteria selain berdasarkan harga terendah, yaitu : keandalan pemasok, pelayanan yang ditawarkan, syarat pembayaran yang disepakati, kualitas dan kemampuan menyediakan kebutuhan dalam keadaan yang tidak terjadwal. Agar proses alokasi material dan peralatan
6. Tenaga Kerja
Sumber daya yang sangat penting dalam kegiatan pelaksanaan proyek adalah sumber daya manusia dengan tingkat ketrampilan yang harus dikelola secara cermat untuk mendapatkan performa bangunan yang diinginkan, serta berfungsi dalam pengoperasiannya.
Beberapa faktor yang penting dalam mengelola sumber daya manusia/tenaga kerja menurut Anderson dan Woodhead (1981) adalah : hubungan manusia (human
relations), pengelolaan pribadi tenaga kerja (personal management of labor),
pengelolaan tenaga kerja secara umum (impersonal management of labor), serta hubungan industri (industrial relations) .
Pengelolaan terhadap tenaga kerja bertujuan untuk mencapai hasil kerja yang berkualitas tinggi karena andilnya yang besar terhadap keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan suatu proyek. Di Indonesia, pengerahan tenaga kerja untuk proyek konstruksi umumnya masih menggunakan cara tradisional yaitu melalui jasa perantara mandor borong. Mandor bertugas mendatangkan sejumlah tenaga kerja sesuai kualifikasi yang diperlukan (kelompok tukang batu,besi, kayu dan sebagainya) dan sekaligus memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian mandor dituntut untuk mengendalikan kualitas hasil pekerjaan agar sesuai dengan ketentuan spesifikasi teknis dan gambar-gambar perencanaan. Kontraktor melakukan pengawasan dan pengendalian secara menyeluruh terhadap setiap pekerjaan yang dilakukan tenaga kerja karena kegagalan dan keberhasilan dalam pelaksanaan merupakan tanggung jawab dari kontraktor.
7. Pemerintah (Regulator)
Dalam kegiatan jasa konstruksi, pemerintah sebagai regulator berperan penting dalam rangka penciptaan iklim usaha jasa konstruksi secara adil dan merata, struktrur usaha yang kokoh dan efisien, dengan dikeluarkannya UU Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999 dan PP No.29 tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Dengan demikian kesenjangan-kesenjangan yang selama ini
terjadi antara pemberi tugas dan kontraktor pada pelaksanaan proyek konstruksi diharapkan dapat diatasi. Di samping itu, kebijakan–kebijakan pemerintah yang mempengaruhi iklim ekonomi dalam negara dan sistem politik turut mempengaruhi kegiatan pelaksanaan proyek konstruksi pada saat yang bersamaan, misalnya peraturan-peraturan tentang kenaikan harga–harga kebutuhan pokok yang berdampak pada kenaikan biaya konstruksi.
8. Institusi Keuangan
Bank, lembaga keuangan non bank, perusahaan leasing dan asuransi adalah institusi keuangan di luar industri jasa konstruksi yang terlibat juga dalam kegiatan industri jasa konstruksi.
Dalam kegiatan pelaksanaan proyek, perusahaan asuransi merupakan suatu institusi keuangan yang bertindak sebagai alat sosial dan bertujuan untuk menangani proses pengalihan risiko. Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia, “asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan , yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”. Dengan demikian perusahaan asuransi dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengalihan risiko –risiko tertentu oleh kontraktor.
Di samping itu, jaminan juga merupakan salah satu bentuk pengalihan risiko akibat ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang dapat ditempuh oleh kontraktor. Namun berbeda dengan asuransi khususnya Asuransi
Contractor´s All Risks (CAR) yang hanya memberikan perlindungan terhadap
jenis kerugian tertentu , maka jaminan dapat memberikan perlindungan terhadap segala bentuk kerugian.
kenyataannya, proyek konstruksi memiliki ciri-ciri yang kompleks dan unik, sehingga proyek konstruksi memiliki tingkat ketidakpastian (uncertainty) yang cukup tinggi. Ketidakpastian (uncertainty) tersebut akan menghasilkan keluaran berupa peluang maupun risiko dan mempengaruhi setiap aspek dalam pelaksanaan proyek maupun pihak – pihak yang terlibat.
Risiko proyek adalah kumpulan efek dari segala peristiwa yang mungkin terjadi yang akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah diatur dalam kontrak menyangkut dua aspek di atas yang dapat menimbulkan kerugian sehingga berdampak pada meningkatnya biaya pelaksanaan. Dengan demikian perusahaan-perusahaan kontarktor harus dapat mengidentifikasi sejak awal peristiwa yang mengandung ketidapastian (uncertain
events) yang berpotensi ada selama pelaksanaan konstruksi yang menimbulkan
kerugian dan dapat mempengaruhi output yang diharapkan. Hal ini dikarenakan pengalaman-pengalaman dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi membuktikan bahwa tanpa memperhitungkan uncertain events, perusahaan-perusahaan kontraktor sering mengalami kerugian dengan meningkatnya biaya pelaksanaan akibat timbulnya risiko yang tidak diperhitungkan sebelumnya.
Dalam rangka mengantisipasi uncertain events tersebut, kontraktor harus mengidentifikasi, mengklasifikasi, serta memperhitungkan hubungan dari masing-masing peristiwa yang berdampak pada biaya pelaksanaan dan merespon hal-hal tersebut serta menentukan suatu nilai biaya kontinjensi yaitu sejumlah biaya yang dicadangkan dan diperhitungkan di dalam estimasi biaya sebagai usaha mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak terduga.
II.2 Ketidakpastian dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, ketidakpastian (uncertainty) dan risiko (risk) selalu melekat dalam setiap kegiatan terlepas dari apakah menyangkut ukuran proyek, kompleksitas proyek, lokasi proyek, atau lainnya. Namun demikian, sebelum kita dapat melakukan apapun untuk mengelola risiko tersebut, maka terlebih dahulu harus ada definisi mengenai apa yang disebut oleh
kontraktor sebagai risiko. Tanpa itu para kontraktor tidak akan dapat memperoleh metode yang sistematis untuk mengidentifikasi risiko.
”Risiko” adalah sebuah kata yang cukup sederhana untuk memahaminya tetapi sulit untuk mendefinisikannya. Untuk itu akan ditinjau beberapa definisi dari risiko yang telah dikemukakan dalam beberapa literatur. Walaupun kadang-kadang istilah ketidakpastian dan risiko dipergunakan dengan makna yang sama, namun ada perbedaan dalam makna formal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2002), ”risiko” adalah akibat yang kurang menyenangkan, merugikan, membahayakan dari suatu perbuatan atau tindakan. Sedangkan ”ketidakpastian” adalah keadaan yang tidak diketahui atau tidak pasti.
Dalam beberapa literatur, oleh beberapa pengarang kata ”risiko” (risk) didefinisikan sebagai suatu kondisi yang akan menimbulkan kerugian, kerusakan atau kehilangan (Kerzner, 1995 ; Flanagan dan Norman, 1993; Palmer, 1996 didokumentasi oleh Muttaqin, 2002). Sedangkan Al-Bahar dan Crandall, (1990) mendefinisikan risiko sebagai peluang timbulnya suatu kejadian, baik yang memberikan dampak positif maupun negatif, yang dapat mempengaruhi tujuan proyek sebagai akibat adanya ketidakpastian. Walaupun di satu sisi Al-Bahar (1990) melihat dari dua segi yaitu kerugian maupun keuntungan dengan memberikan suatu contoh yaitu pada risiko foreign currency fluctuation, bahwa apabila risiko tersebut terjadi, bisa menimbulkan kerugian atau bisa mendatangkan keuntungan tergantung dari besar exchange rate yang ditetapkan sebelumnya.
Lowe. J, 1996 mendefinisikan risiko sebagai peristiwa-peristiwa dengan probabilitas yang dapat diperkirakan sehingga dapat dimodelkan secara statistik. Sedangkan ”ketidakpastian” (uncertainty) adalah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang tidak diketahui, yang tidak dapat diramalkan secara meyakinkan dan teknik-teknik matematika yang dipergunakan untuk memperkirakan pengaruhnya adalah didasarkan ppaaddaa sskkeennaarriioo kkeemmuunnggkkiinnaann yyaanngg ””ppaalliinngg bbaaiikk”” a
Partawijaya, (2001) mendefinisikan ketidakpastian sebagai hal-hal yang tidak dapat diduga secara pasti (unforeseeable), atau yang tidak dapat dinyatakan secara jelas (intangible) atau tidak dapat diramalkan (unforseen).
Dalam hal ini definisi dari Lowe (1996) dapat diadopsi untuk kebutuhan definisi risiko pada penelitian yang akan dilakukan. Risiko dilihat dari sisi negatifnya, karena sisi positif bagi kontraktor bukan suatu masalah tetapi merupakan suatu peluang bagi perusahaan kontraktor tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian yang dilakukan risiko pelaksanaan proyek konstruksi dapat didefinisikan sebagai ”Kombinasi-kombinasi dari peristiwa yang mengandung ketidakpastian (uncertain events) yang memiliki dampak buruk dan dapat mempengaruhi pelaksanaan proyek sehingga mendatangkan kerugian pada aspek finansial (meningkatnya biaya pelaksanaan)”. Uncertain events tersebut dapat diperkirakan probabilitas terjadinya sehingga dapat dimodelkan secara kuantitatif. Dengan demikian di dalam penelitian ini ada tiga hal pokok yang dapat diuraikan menyangkut ketidakpastian, risiko dan dampak dari risiko sebagai berikut :
- Ada peristiwa-peristiwa pada pelaksanaan proyek yang tidak pasti dan dapat terjadi (uncertain events).
- Risiko adalah akibat adanya uncertain events
- Kerugian adalah keadaan yang terjadi dengan adanya risiko.
II.2.1 Identifikasi uncertain events di dalam pelaksanaan proyek konstruksi
Penelitian-penelitian terhadap risiko akibat ketidakpastian (uncertainty) pada proyek konstruksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil-hasil penelitian tersebut akan diidentifikasi dengan melakukan studi terhadap literatur-literatur terkait dan studi terhadap pasal-pasal dalam kontrak kerja yang digunakan dalam proyek konstruksi di Indonesia sebagai dasar/landasan untuk melakukan identifikasi melalui pengamatan langsung dilapangan (survey) nantinya.
Proses identifikasi ini adalah proses yang sangat penting karena keakuratan dalam proses selanjutnya bergantung dari seberapa baik pengidentifikasian uncertain events dalam
Menurut Al-Bahar (1990), proses analisis risiko dan manajemen respons, dapat dilaksanakan hanya terhadap risiko-risiko yang telah teridentifikasi. Apabila tidak ada risiko yang diidentifikasi, maka tidak ada yang perlu dievaluasi dan dikelola. Hal yang paling buruk dapat terjadi apabila risiko yang tidak teridentifikasi adalah yang cenderung berakibat yang paling buruk. Akibat-akibat seperti ini disebabkan munculnya risiko-risiko yang tidak teridentifikasi karena dianggap memiliki probabilitas kemunculan yang rendah. Untuk itu dalam penelitian ini proses identifikasi dilakukan secara mendalam dan hanya dibatasi pada uncertain events dalam tahap pelaksanaan proyek konstruksi.
1. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai ketidakpastian dan risiko di dalam proyek konstruksi
Penelitian yang dilakukan oleh Burcu (1998), difokuskan pada faktor-faktor risiko yang berakibat pada cost overburden yang terdiri dari faktor-faktor risiko yang dapat dikontrol dan yang tidak dapat dikontrol. Risiko yang dapat dikontrol dianggap dapat ditanggulangi oleh kontraktor. Sedangkan risiko yang tidak dapat dikontrol diteliti dengan pendekatan sebatas mengidentifikasi sumber-sumber risiko melalui wawancara dan selanjutnya memetakan risiko-risiko yang mengakibatkan cost overburden. Faktor-faktor risiko tersebut dibagi dalam beberapa kelompok yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perkiraan biaya seperti: kesalahan estimasi; faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan konstruksi seperti: lingkungan,ekonomi dan keuangan; faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak seperti: tipe kontrak, konteks kontrak (lihat Tabel II-1).
Al-Bahar (1990) meneliti tentang pendekatan sistem manajemen risiko untuk proyek konstruksi dengan studi kasus pada pembangunan Jembatan Jamuna-Bangladesh. Proses manajemen risiko yang diterapkan adalah model Construction
Risk Management System (CRMS). CRMS adalah model yang memberikan suatu
frame work tentang identifikasi risiko, analisis risiko dan evaluasi, manajemen respons risiko serta siatem administrasi dalam proyek konstruksi. Hasil identifikasi risiko-risiko pada pelaksanaan proyek Jembatan Jamuna
penyesuaian sesuai peristiwa-peristiwa yang mengandung ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia (telah diadopsi oleh Azwar, 2003).
Selanjutnya Lowe dan Withworth (1996) melakukan kajian literatur tentang manajemen risiko dalam proyek-proyek konstruksi yang besar dengan ilustrasi pelaksanaan sebuah proyek konstruksi yang besar yaitu ”Channel Tunnel” di Inggris United Kingdom. Menurut Lowe proyek-proyek besar sangat rentan terhadap risiko-risiko tertentu. Sebagai contoh, suatu proyek yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyelesaiannya, kemungkinan akan menghadapi sekurang-kurangnya satu kali inflasi yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan peningkatan biaya. Identifikasi risiko dengan ilustrasi contoh proyek di atas menemukan sebelas faktor risiko yang terjadi pada masa pelaksanaannya. Namun karena proyek ini didukung oleh Pemerintah, maka tidak langsung mengalami kebangkrutan (insolvency). Karena didasarkan pada sebuah proyek konstruksi yang besar, dengan jangka waktu pelaksanaan yang panjang, maka ke sebelas faktor risiko yang diidentifikasi (Lihat Tabel II-1) mungkin belum mengakomodir risiko-risiko akibat peristiwa-peristiwa yang mengandung ketidakpastian pada saat proyek tersebut dilaksanakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Bohn (1999) dengan cara studi literatur dan wawancara terhadap beberapa kontraktor kecil sampai menengah menghasilkan 8 kategori risiko serta klasifikasinya yaitu sebagai risiko internal dan risiko eksternal. Risiko-risiko internal adalah risiko-risiko yang ditemukan dalam proyek dan merupakan risiko yang mungkin dikontrol. Sedangkan risiko eksternal adalah risiko yang berasal dari luar proyek dan umumnya bukan merupakan risiko yang dapat dikontrol.
Sementara itu beberapa text book yang telah membahas tentang manajemen risiko proyek konstruksi dan menjelaskan berbagai faktor risiko yang berpengaruh dalam pelaksanaan proyek konstruksi antara lain adalah yang ditulis oleh Niwa (1989), Flanagan (1993), Raftery (1994), dan Kerzner (1995).
Masalah-masalah dalam proyek konstruksi yang menimbulkan risiko dipetakan oleh Niwa (1989) berdasarkan tahap-tahap dalam rangkaian kegiatan proyek konstruksi yaitu tahap kontraktual, tahap disain, tahap pengadaan, tahap transportasi, tahap konstruksi dan tahap uji coba. Dalam tahap pelaksanaan konstruksi (construction), masalah yang dianggap sebagai risiko adalah : keterlambatan pekerjaan (contoh, pekerjaan pengelasan), pemogokan tenaga kerja dan kegagalan para engineers disebabkan kesenjangan komunikasi dengan tenaga kerja-tenaga kerja lokal. Pemetaan risiko yang dilakukan Niwa masih terbatas, sementara kegiatan pelaksanaan proyek sebenarnya sangat kompleks dan unik sehingga mengandung banyak ketidakpastian.
Selanjutnya, Flanagan (1993) menyatakan bahwa identifikasi risiko adalah bagaimana melihat peristiwa-peristiwa dengan jelas, sumber dari risiko serta dampak dari peristiwa tersebut. Ada risiko yang dapat dikontrol dan ada yang tidak dapat dikontrol. Perbedaan antara risiko yang terkontrol dan yang tidak terkontrol sangat penting dipahami, agar memudahkan penanganannya.
Flanagan melakukan pembahasan secara sistematis dan mendalam tentang risiko-risiko dalam proyek konstruksi, sumber, dampak dan akibat yang akan terjadi, pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dan alternatif-alternatif di dalam memitigasi risiko beserta contoh-contohnya. Disamping itu juga direkomendasikan beberapa metode dalam menganalisis risiko-risiko.
Raftery (1994), menyatakan bahwa identifikasi risiko meliputi penggunaan informasi dan pengalaman terbaik yang ada, pada waktu pengambilan keputusan bersama tim proyek, dengan mempertimbangkan secara eksplisit perbedaan-perbedaan, minimal dalam tiga hal yaitu :
1. risiko internal proyek, dengan pemecahan pekerjaan proyek dalam paket- paket utama
2. risiko eksternal proyek, yang berasal dari bisnis dan lingkungan fisik.
Selanjutnya risiko-risiko ini dikategorikan berdasarkan sumbernya seperti : ukuran proyek, kompleksitas, pengalaman baru, kecepatan disain dan pelaksanaan, serta lokasi. Pemisahan antara risiko eksternal dan risiko internal dalam proyek konstruksi tidak terlalu jelas dan proses analisis risiko yang lebih menjadi perhatian di dalam makalah ini.
Menurut Kerzner (1995), tahap pertama di dalam manajemen risiko adalah mengidentifikasi dan menilai semua risiko yang potensial. Identifikasi risiko dilakukan secara luas meliputi beberapa bidang seperti:
- bidang proyek : pendanaan, jadwal, hubungan dalam kontrak dan politik. - bidang teknis : kinerja, kelayakan konsep, disain dan peralatan.
Kerzner juga menyatakan bahwa tidak semua risiko yang tinggi akan berdampak kritis pada suatu proyek, tetapi efek kumulatif kombinasi beberapa risiko yang sangat rendah dapat mempunyai dampak yang besar. Beberapa metode untuk pengidentifikasian yang diusulkan Kerzner, antara lain dokumentasi sistem rekayasa, expert judgment, brainstorming.
Di Indonesia beberapa peneliti telah melakukan penelitian terhadap peristiwa-peristiwa yang mengandung ketidakpastian dan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Umumnya penelitian meliputi studi kasus pada proyek kostruksi.
Saputra (1998) telah mengemukakan beberapa faktor risiko dengan dipilihnya alternatif penggunaan teknologi pada pelaksanaan proyek melalui hasil wawancara dan kuesioner terhadap 7 perusahaan kontraktor, 6 perusahaan konsultan dan 2 perusahaan produsen beton pracetak. Kesimpulannya faktor risiko kecelakaan pekerja, kebakaran, perubahan desain, kesalahan disain, cuaca, koordinasi/ pengawasan, tidak sesuai spesifikasi, kemampuan kontraktor dan inflasi merupakan faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi waktu dan biaya pelaksanaan (lihat Tabel II-1).
Dalam hal pemilihan teknologi/metode, Azwar (2003) juga telah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Saputra (1998). Hanya saja setelah kegiatan identifikasi, Azwar mengklasifikasikan faktor-faktor risiko tersebut ke dalam kategori-kategori risiko utama. Dari kegiatan wawancara dan penyebaran
kuesioner diperoleh 4 kategori risiko utama dengan 30 faktor risiko yang dianggap berpengaruh dalam pelaksanaan proyek sebagai akibat dari pemilihan teknologi yang digunakan (lihat Tabel II.1)
Apabila diperbandingkan kedua penelitian di atas dalam hal pemilihan teknologi maka hasil-hasil identifikasi yang dilakukan oleh Azwar lebih spesifik dan mendetail, mengklasifikasi butir-butir risiko kedalam kategori risiko utama dengan tujuan untuk memahami butir-butir risiko tersebut dan memudahkan dalam memitigasi risiko.
Melihat lokasi proyek dan kondisi ekonomi Indonesia pada saat pembangunan proyek tempat di mana Saputra melakukan penelitian (mulai 29 September 1996, selama 9 bulan) maka beberapa hal yang dapat disarankan antara lain :
- Mengidentifikasi lingkungan lokasi proyek, karena berhubungan dengan pensupplian material konstruksi berdasarkan lalu-lintas disekitar proyek.
- Identifikasi perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan.
- Dengan adanya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, maka faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kondisi ekonomi dan keuangan negara, perlu diidentifikasi.
- Mengidentifikasi kondisi bawah bangunan (tanah) mungkin meliputi instalasi utilitas yang dapat menghambat pelaksanaan dan berdampak pada jadwal pelaksanaan yang akhirnya bermuara pada biaya pelaksanaan proyek.
- Mengklasifikasikan risiko-risiko dalam kategori-kategori utama untuk memudahkan alokasi faktor-faktor risiko.
Azwar (2003) melakukan penelitian yang serupa dengan Saputra, namun dengan lokasi dan karakteristik proyek yang berbeda. Penelitian ini telah mengidentifikasi dan mengklasifikasi faktor-faktor risiko secara sistematis sehingga mudah dipahami. Namun beberapa aspek belum ditinjau di dalam penelitian ini seperti :
- Risiko yang disebabkan oleh kurangnya penguasaan teknologi, karena pengalaman yang minimal dari kontraktor sehingga yang terjadi adalah belajar sambil bekerja. - Risiko yang disebabkan oleh keterlambatan penyelesaian pembebasan lahan.
tetap berdampak pada jadwal pelaksanaan.
- Risiko yang disebabkan oleh tidak tersedianya sumber daya manusia - Risiko yang disebabkan oleh birokrasi yang berbelit-belit.
Umar (2000) dalam penelitiannya pada Proyek Krib Pengaman Pantai Padang, telah menguraikan beberapa risiko yang dihadapi kontraktor dalam pelaksanaan proyek beserta cara penanganannya. Hasil identifikasi risiko-risiko diklasifikasikan kedalam 5 kategori risiko utama dengan 20 faktor risiko (lihat Tabel II.1). Di dalam cara penanganan risiko ketidakpastian finansial (Kategori risiko ekonomi) dan risiko kegagalan pembayaran (Kategori risiko kontrak), Umar mengusulkan dihentikannya pekerjaan bila tidak ada atau terjadi keterlambatan pembayaran. Ditinjau dari fakta bahwa pemilik proyek yang adalah pemerintah dan kontraktor adalah perusahaan BUMN yang berpengalaman maka seyogyanya keterlambatan pembayaran yang mengakibatkan pemberhentian pekerjaan tidak perlu terjadi, kecuali bila ada peristiwa-peristiwa setempat atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang secara langsung mengakibatkan pekerjaan tersebut harus dihentikan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Partawijaya (2001) meliputi identifikasi dan analisis variabel ketidakpastian untuk mendapatkan variabel yang paling berpengaruh dalam melakukan estimasi harga satuan pekerjaan konstruksi, dengan studi kasus proyek konstruksi di Padang, Sumatera Barat.
Menurut Partawijaya, ketidakpastian pada proyek konstruksi di Indonesia lebih kompleks, mengingat kondisi negara yang memiliki keanekaragaman sosial budaya, kondisi geografi, tingkat pendidikan yang masih rendah, taraf kehidupan perekonomian masyarakat yang belum merata, gejolak politik yang masih berlangsung dan krisis ekonomi yang masih belum pulih. Untuk itu ketidakpastian pada proyek konstruksi di Indonesia dikelompokkan menjadi faktor ketidakpastian eksternal dan faktor ketidakpastian internal. Identifikasi yang dilakukan menghasilkan 4 kategori risiko (variabel) dengan 12 faktor risiko (indikator variabel) dari eksternal proyek dan 2 kategori risiko (variabel) dengan 7 faktor risiko (indikator variabel) dari internal proyek (lihat Tabel II.1).
Karena penelitian Partawijaya bertujuan untuk mendapatkan variabel ketidakpastian yang sangat berpengaruh dalam melakukan estimasi harga satuan
yang akan digunakan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, maka hasil penelitian ini menjadi masukan bagi penelitian yang akan dilakukan.
Hal-hal yang didapatkan dalam kegiatan penelaahan literatur tentang peristiwa- peristiwa yang mengandung ketidakpastian dan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi menyatakan bahwa kegiatan identifikasi terhadap uncertain events yang menimbulkan risiko dalam pelaksanaan proyek adalah kegiatan awal yang penting dan harus dilakukan sebelum melakukan kegiatan analisis.
Prosedur untuk melakukan identifikasi umumnya telah jelas. Dengan demikian pada penelitian ini nantinya akan diadopsi prosedur yang ada dan dilakukan penyesuaian-penyesuaian sebelum melakukan kegiatan identifikasi uncertain
events secara langsung pada pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia, sehingga
didapatkan suatu prosedur yang rasional selangkah demi selangkah dan mudah diterapkan. Prosedur dari Flanagan (1993) sangat signifikan untuk diterapkan yaitu mengidentifikasi berdasarkan sumber risiko yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol serta dampak akibat terjadinya uncertain events tersebut.
Uncertain events yang teridentifikasi oleh beberapa peneliti di atas akan
diadopsi sebagai dasar untuk melakukan pengamatan langsung di lapangan, disamping kondisi-kondisi lain yang terjadi di Indonesia yang dapat menimbulkan risiko pada biaya pelaksanaan proyek konstruksi.
Rangkuman identifikasi yang dilakukan para peneliti terdahulu menghasilkan sembilan kategori risiko dengan 69 faktor risiko dari lingkungan eksternal proyek dan lingkungan internal proyek. Hasil identifikasi peristiwa yang mengandung ketidakpastian yang menimbulkan risiko berdasarkan studi literatur tersebut diperlihatkan pada Tabel II.1 berikut ini :
Di samping itu identifikasi uncertain events yang menimbulkan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia berdasarkan media massa diperoleh dari : Majalah Proyeksi yang khusus menyajikan masalah-masalah bisnis rancang bangun dan investasi, koran-koran nasional, serta pencarian informasi melalui internet.
Kondisi-kondisi yang menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek jalan layang dan jembatan Pasupati (Pasteur-Cikapayang-Surapati) ditengarai sebagai berikut (Majalah Proyeksi, 2005) :
- Waktu penyelesaian tertunda akibat terhentinya aliran dana pinjaman pada saat krisis moneter.
- Jumlah SDM yang kurang pada awal proyek. - Diterapkannya teknologi baru.
- Peralatan konstruksi yang spesifik dan harus diimpor. - Biaya pengadaan peralatan lebih mahal.
- Permasalahan nonteknis yang belum selesai
Sedangkan uncertain events dan menimbulkan risiko pada pelaksanaan proyek jalan Tol Cipularang [(Cikampek-Purwakarta-Padalarang) Proyeksi, 2005] adalah: - Kondisi lokasi
- Jadwal pelaksanaan yang ketat. - Kondisi finansial kontraktor - Teknologi konstruksi - Karakteristik tanah.
Keluhan masyarakat sekitar yang kemudian akan berdampak pada pelaksanaan proyek merupakan uncertainty yang menimbulkan risiko pada jadwal maupun biaya pelaksanaan proyek seperti yang diberitakan oleh surat kabar Kompas (2004) tentang :Sekolah Terganggu Pembangunan Bandung Electronic Mall: dan pemberitaan Surat Kabar Pikiran Rakyat (2005) tentang belum adanya persyaratan AMDAL untuk proyek pembangunan dua mall di Jatinangor yang sedang dilaksanakan.
Di samping itu kenaikan harga merupakan kondisi yang perlu diperhitungkan pula, dimana kenaikan bahan bangunan hingga 40% (Properti, 14 Oktober 2005) sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga bahan bakar minyak rata-rata diatas 100% (Indoproperty, 19 Oktober 2005) merupakan ketidakpastian yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Risiko yang terbesar akibat peristiwa tersebut adalah kebangkrutan pemberi tugas ataupun kontraktor.
Kepala Bappenas pada tahun 2005 menyampaikan bahwa pengaruh ikutan kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 adalah laju inflasi hingga 8,6% dan efek lanjutannya hingga kuartal pertama tahun 2006. Dampak lainnya adalah rencana adanya kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan upah minimum regional. Hal ini diperparah dengan kenaikan tarif jasa angkutan akibat kenaikan BBM sebelumnya (Kapan lagi. Com, 2005). Biaya angkutan yang naik sebesar 50 %, mengakibatkan harga bahan bangunan pasir dan batu kali meningkat tajam (Dirut Perumnas, Kompas 29 Oktober 2005).
2. Tinjauan terhadap Aspek Legal
Di dalam industri konstruksi, kontrak adalah perjanjian perikatan secara hukum antara pemberi kerja yaitu pemilik proyek dan penerima kerja, yaitu kontraktor, atau supplier, atau konsultan perencana atau konsultan pengawas.
Kontrak antara pemilik proyek dan kontraktor pada umumnya terdiri dari beberapa dokumen yang saling melengkapi dan secara bersama disebut dokumen kontrak. Di dalam Dokumen Kontrak, terdapat syarat-syarat perjanjian (Conditions of Contract) yang berisi ketentuan-ketentuan tentang :aturan main: yang disetujui oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian.
Industri konstruksi di Indonesia belum mempunyai format atau bentuk standar kontrak yang dapat dipakai sebagai dokumen baku untuk perjanjian antara pemilik proyek dan kontraktor, namun demikian sudah banyak digunakan syarat-syarat perjanjian yang mengacu kepada format standar kontrak Internasional antara lain
format standar kontrak FIDIC (Federation Internationale Des Ingenieurs
Conseils) atau ICE (Institution of Civil Engineer).
Syarat-syarat perjanjian di dalam setiap kontrak antara pemilik proyek dan kontraktor di Indonesia selalu berisi dua bagian utama yaitu : syarat-syarat umum perjanjian dan syarat-syarat khusus perjanjian. Syarat-syarat umum perjanjian berisi ketentuan-ketentuan yang merupakan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak serta pihak ketiga yang terkait dalam perjanjian yang terdiri dari pasal-pasal yang memuat persyaratan, larangan, tanggung jawab, sanksi-sanksi, hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sedangkan syarat-syarat khusus perjanjian berisi antara lain lingkup pekerjaan, nilai kontrak, waktu pelaksanaan dan lain-lain.
Selain identifikasi uncertain events terhadap kontrak berdasarkan FIDIC, sebagai contoh kasus juga dilakukan penelaahan Dokumen Kontrak Proyek Paskal Hypersquare Bandung, tempat survey penelitian dilakukan yaitu, Dokumen Kontrak yang berisi syarat-syarat perjanjian antara pemberi tugas dengan kontraktor.
Tinjauan dilakukan juga terhadap undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan proyek konstruksi. Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi diterbitkan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya pemerintah dalam rangka mengatasi masalah-masalah dalam industri jasa konstruksi di Indonesia dan merupakan landasan bagi penyelenggaraan jasa konstruksi. Selanjutnya UU ini dijabarkan lebih lanjut dengan PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Hasil tinjauan berdasarkan aspek legal dijabarkan dalam Tabel II.2, Tabel II.3, Tabel II.4 dan Tabel II.5 berikut ini :
Tabel II.2. Identifikasi Ketidakpastian di dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Berdasarkan FIDIC (Federation International des Inginieurs
Conseils) No. Pasal-pasal Dalam FIDIC Deskripsi Berdampak terhadap Pasal-pasal Tanggung Jawab 1. 4 : 1 Pengsubkontrakkan agennya, pegawainya atau karyawannya. → kelalaian, kealpaan setiap subkontraktor,
6:5,22: 1
24:1, 29:1 Kontraktor
2. 4 : 1
Kelalaian, kealpaan kontraktor, agennya, pegawainya atau
karyawannya. 24:1;29:1 6:5;22:1
39:2;40:2 47:1
Kontraktor 3. 6 : 4 Penundaan gambar-gambar/pekerjaan oleh Pengawas Pekerjaan. - Owner 4. 6 : 5 Kegagalan kontraktor untuk menyerahkan gambar-gambar (Shop drawing) 47:1 Kontraktor
5. 12 : 2 20 : 3 20 : 4
Hambatan/keadaan fisik yang merugikan (kondisi yang tidak dapat diduga).
Perang, invasi, pemberontakan, revolusi, kerusuhan, kekuatan alam, pencemaran oleh bahan radio aktif atau bahan berbahaya lain, kerusakan karena desain pekerjaan, kerugian/kerusakan karena pemberi pekerjaan menguasai suatu bagian dari pekerjaan permanen.
44:1 Owner dan Kontraktor
6. 22 : 1 Kerusakan harta benda orang lain. - Kontraktor 7. 24 : 1 Kecelakaan atau cedera pada karyawan - Owner 8. 27 : 1 Keterlambatan pekerjaan karena adanya penemuan fosil, mineral atau barang peninggalan lain dilapangan. 40:2 Owner 9. 29 : 1 Gangguan terhadap lalu lintas dan harta benda disekitarnya. 22:1 Kontraktor 10. 30 : 2
Biaya untuk perkuatan jembatan, penggantian atau memperbaiki jalan yang menghubungkan dengan atau didalam rute ke lokasi pekerjaan untuk memudahkan pemindahan perlengkapan kontraktor atau pekerjaan sementara.
- Kontraktor 11. 39 : 2 Kegagalan kontraktor untuk melaksanakan instruksi 47:1 Kontraktor 12. 40 : 2 Penundaan pekerjaan oleh Owner 6:4 Owner 13. 42 : 2 Kegagalan untuk memberi hak penggunaan lokasi dan akses oleh Owner - Owner 14. 42 : 3 Pengeluaran biaya untuk jalan yang melewati tanah orang dan fasilitas tambahan. - Kontraktor 15. 44 : 1
Perpanjangan waktu untuk menyelesaian pekerjaan akibat banyaknya atau sifat dari pekerjaan tambahan atau keadaan iklim yang kelewat merugikan, suatu keterlambatan, halangan atau pencegahan oleh pemberi pekerjaan atau keadaan khusus lain.
- Owner 16. 47 : 1 Membayar suatu jumlah apabila kontraktor gagal mematuhi waktu untuk penyelesaian sesuai lampiran tender - Kontraktor 17. 63 : 1 Kelalaian kontraktor (bangkrut, tidak membayar hutang-hutang yang jatuh tempo likuiditas dan lain-lain) - Kontraktor 18. 69 : 1
Kelalaian owner dalam membayar kontraktor, bangkrut, menghambat atau menolak persetujuan yang diperlukan untuk mengeluarkan suatu sertifikat.
40:2
42:2 Owner 19. 70
Nilai kontrak tidak berubah, akibat perubahan biaya tenaga kerja, bahan bangunan atau sebab-sebab lain yang mempengaruhi
Tabel II.3. Identifikasi Ketidakpastian berdasarkan Dokumen Kontrak yang umumnya digunakan pada Proyek-Proyek Konstruksi di Indonesia
No. Pasal-pasal Deskripsi Uncertain events
Akibat terhadap Pasal- pasal Tanggung jawab I. Syarat-syarat Perjanjian Umum
1. Pasal 3 : 1 Pengalihan pekerjaan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan pemberi tugas 4:11 a 7:9;16 Kontraktor 2. Pasal 3 : 2 Penentuan Sub Kontraktor tanpa persetujuan pemberi tugas - Kontraktor 3. Pasal 4 : 11.a Penghentian pekerjaan karena pengabaian instruksi dari pemberi/wakil pemberi tugas. 7:9 Kontraktor 4. Pasal 5 : 11 Kesalahan setting out oleh kontraktor 7:9 Kontraktor 5. Pasal 5 : 4,19, Pasal 11 : 4 Kerusakan-kerusakan, kehilangan-kehilangan pada saat pelaksanaan pekerjaan sementara Kontraktor
6. Pasal 5 : 15 a Force Majeure - Owner
7. Pasal 5 : 18 Kecelakaan tenaga kerja akibat kelalaian kontraktor Kontraktor 8. Pasal 5 : 21
Gangguan terhadap lalu lintas perorangan maupun umum dan ketentraman penduduk disekitar lokasi
proyek. Kontraktor
9. Pasal 5 : 22
Kerusakan pada jalan atau jembatan yang menghubungkan proyek tempat lalu lalang untuk
mengangkut material guna keperluan proyek. Kontraktor 10. Pasal 5 : 23 Kerusakan pada instalasi-instalasi proyek dan sekitar proyek akibat pelaksanaan pekerjaan oleh kontraktor. Kontraktor 11. Pasal 5 : 24
Pembuatan perkuatan-perkuatan pada jalan atau jembatan yang akan dilalui mesin-mesin berat atau
alat-alat berat lainnya . Kontraktor
12. Pasal 7 : 8 Kontraktor gagal menjalankan perintah-perintah 7:9;8:8 Kontraktor 13. Pasal 7 : 9 Penundaan pekerjaan oleh pemberi tugas Owner 14. Pasal 8 : 3 Biaya untuk melalui milik orang lain dan akomodasi diluar lapangan. Kontraktor 15. Pasal 8 : 8 Denda dan klaim atas keterlambatan pekerjaan Kontraktor 16. Pasal 9 : 2 Perbaikan-perbaikan dan pembetulan-pembetulan atas segala kesalahan sesuai permintaan wakil pemberi
tugas/konsultan
Kontraktor 17. Pasal 9 : 4 Kontraktor gagal melakukan perbaikan-perbaikan Kontraktor
18. Pasal 14 Kontraktor bangkrut Kontraktor
19. Pasal 15 :1 Peperangan Owner
20. Pasal 16 Perselisihan antara Owner/Konsultan dengan Kontraktor Owner dan Kontraktor 21. Pasal 18 : 4 d Kegagalan klaim asuransi kecelakaan tenaga kerja.
II. Syarat-syarat Perjanjian Khusus
1. Pasal 5 : 1.b Denda keterlambatan akibat kelalaian kontraktor lain (pekerjaan lebih dari 1 kontraktor). Kontraktor 2. Pasal 6 Kegagalan kontraktor melaksanakan tugas sesuai kontrak 7:9;16 Kontraktor
Tabel II.4. Undang-Undang No 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Pasal-pasal yang berkaitan dengan pelaksanaan Proyek Konstruksi
No. Pasal Uraian
1 Pasal 22 : 2.c Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa (Kontraktor).
2 Pasal 22 : 2.g
Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
diperjanjian.
3 Pasal 22 : 2.h Penyelesaian perselisihan yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan. 4 Pasal 22 : 2.i Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat
dipenuhinya kewajiban salah satu pihak.
5 Pasal 22 : 2.j Keadaan memaksa (force mojeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
6. Pasal 22 : 2.l Perlindungan pekerja yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.
7. Pasal 22 : 2.m Aspek lingkungan yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan.
8. Pasal 22 : 5
Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.
9 Pasal 23 : 2
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja., perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
10 Pasal 29 b Masyarakat berhak untuk memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
11 Pasal 37 : 1
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan.
12 Pasal 38 : 1
Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara
a.orang perseorangan
b.kelompok orang dengan pemberian kuasa.
Tabel II.4…..lanjutan
No. Pasal Uraian
13 Pasal 38 : 2
Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
14 Pasal 41 & 42:1
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa :
a. Peringatan tertulis
b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi
15 Pasal 43 :2
Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.
Tabel II.5. Peraturan Pemerintah No. 29. Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi. Pasal-pasal yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Proyek Konstruksi
No. Pasal Uraian
1 Pasal 23 : 1.c
Pertanggungan dalam kontrak kerja konstruksi meliputi : jenis pertanggungan yang menjadi kewajiban penyediaan jasa yang berkaitan dengan pembayaran uang muka, pelaksanaan pekerjaan, hasil pekerjaan, tenaga kerja, tuntutan pihak ketiga dan kegagalan bangunan,
2 Pasal 23 : 1.c
Dalam hal penyedia jasa tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kontrak kerja konstruksi, pengguna jasa dapat mencairkan dan selanjutnya menggunakan jaminan dari penyedia jasa sebagai kompensasi pemenuhan kewajiban penyedia jasa.
3 Pasal 23 : 1.g
Ketentuan mengenai cidera janji yang meliputi :
1. bentuk cidera janji :
oleh penydia jasa yang meliputi : - tidak menyelesaian tugas; - tidak memenuhi mutu;
- tidak memenuhi kuantitas; dan - tidak menyerahkan hasil pekerjaan
4 Pasal 23 : 1.g
1. Dalam hal terjadi cidera janji yang dilakukan oleh penyedia jasa atau pengguna jasa, pihak yang dirugikan berhak untuk memperoleh kompensasi, penggantian biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau pemberian ganti rugi;
5 Pasal 23 : 1.i
Ketentuan pemutusan kontrak kerja konstruksi memuat :
1. Bentuk pemutusan yang meliputi pemutusan yang disepakati para pihak atau pemutusan secara sepihak; dan
2. Hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa sebagai konsekuensi dari pemutusan kontrak kerja konstruksi;
6. Pasal 23 : 1.j
Keadaan memaksa mencakup kesepakatan mengenai : 1. Risiko khusus;
2. Macam keadaan memaksa lainnya;dan
3. Hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa pada keadaan memaksa;
7. Pasal 23 : 1.l
Perlindungan pekerja memuat :
1. Kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
2. Bentuk tanggung jawab dalam perlindungan pekerjaan;
8. Pasal 23 : 1.m
Aspek lingkungan memuat :
1. Kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan undang-undang yang berlaku; dan
2. Bentuk tanggung jawab mengenai gangguan terhadap lingkungan dan manusia.
Tabel II-5…….Lanjutan
No. Pasal Uraian
9 Pasal 23 : 4
Kontrak kerja konstruksi dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa dan atau pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan mengenai hal-hal :
a. Pengusulan oleh penyedia jasa dan pemberian izin oleh pengguna jasa untuk sub penyedia jasa/pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan;
b. Tanggung jawab penyedia jasa dalam kaitan penggunaan sub penyedia jasa/pemasok terhadap pemenuhan ketentuan kontrak kerja konstruksi; dan
c. Hak intervensi pengguna jasa dalam hal :
1) pembayaran dari penyedia jasa kepada sub penyedia jasa/pemasok terlambat; dan
2) sub penyedia jasa/pemasok tidak memenuhi ketentuan kontrak kerja konstruksi
10 Pasal 30 : 1
Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang :
a. keteknikan, meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, mutu hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku;
b. keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku;
d. tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11 Pasal 55 : 3
Pelaksana konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub pengawas konstruksi dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat.
12 Pasal 55 : 4
Pelaksanaan konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub pengawas konstruksi dan atau pemasok dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pemasokan bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat.
13 Pasal 55 : 5
Penggunaan jasa dan atau penyedia jasa dan atau pemasok yang melakukan persekongkolan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kejelasan pasal-pasal dalam kontrak FIDIC maupun dokumen kontrak yang digunakan di Indonesia yang memuat syarat-syarat umum dan khusus, akan memudahkan dalam pengalokasian tanggung jawab apabila uncertain events tersebut benar-benar terjadi dan menimbulkan risiko yang berdampak pada biaya proyek dan menimbulkan kerugian bagi proyek.
UU No 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan PP. No. 29 tahun 2000, tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang diterbitkan oleh pemerintah, dimaksudkan untuk terciptanya ketertiban dalam kegiatan jasa konstruksi. Hal ini dicerminkan dengan adanya pasal-pasal dalam UU dan PP yang mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak apabila terjadi kondisi-kondisi yang menimbulkan risiko. Walaupun hal-hal yang diamanatkan dalam UU dan PP tersebut khususnya pasal-pasal yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek konstruksi, kemungkinan akan mengalami kendala-kendala akibat kompleksitas dari proyek konstruksi, namun upaya pemerintah dalam rangka mengatasi masalah-masalah dalam pelaksanaan proyek konstruksi dapat dijadikan landasan ke arah peningkatan yang lebih baik.
II.2.2 Interaksi antara uncertain events yang dapat menimbulkan risiko dan metode yang digunakan.
Uncertain events yang dapat menimbulkan risiko pada pelaksanaan proyek, saling
berinteraksi satu sama lain dan akhirnya akan berdampak pada output proyek yaitu risiko terjadinya biaya pelaksanaan proyek.
Hubungan antar risiko akibat ketidakpastian maupun hubungan risiko dengan biaya ataupun waktu pelaksanaan proyek, telah dibahas oleh beberapa peneliti antara lain oleh Al-Bahar (1990), yang telah melakukan penelitian tentang risiko pada proyek Jembatan Jamuna dengan menyajikan suatu hubungan antara risiko-risiko yang dikelompokan dalam lima kategori risiko-risiko yang berpengaruh pada masa pelaksanaan proyek, dan Influence Diagram digunakan sebagai alat untuk
Mulholland (1999), telah mengembangkan suatu sistim berbasis komputer yaitu program Hyper Card yang menyediakan suatu modul informasi untuk menilai risiko-risiko yang mempengaruhi jadwal proyek dan menggunakan Excel untuk memodelkan pengaruh-pengaruh risiko terhadap waktu pelaksanaan proyek sehingga waktu pelaksanaan proyek yang direncanakan akan dapat dicapai dengan baik. Namun Mulholland tidak membahas hubungan keterkaitan antar risiko-risiko tersebut yang dapat mempengaruhi output yang diinginkan yaitu tercapainya waktu pelaksanaan proyek.
Partawijaya (2001), melakukan penelitian terhadap variabel-variabel ketidakpastian yang paling berpengaruh dalam melakukan estimasi harga satuan pekerjaan serta interaksi antara variabel-variabel ketidakpastian tersebut terhadap komponen harga satuan pekerjaan.
Salah satu model yang relevan untuk menggambarkan secara grafis interaksi dan saling tergantungan antara uncertain events tersebut adalah model Influence
Diagram (ID) atau Diagram Pengaruh (DP).
1. Influence Diagram (ID)/Diagram Pengaruh (DP)
Influence Diagram (ID), adalah sebuah representasi visual yang digunakan dalam
analisis keputusan. ID menawarkan sebuah cara yang intuitif untuk mengidentifikasi dan menampilkan variabel-variabel yang esensial termasuk keputusan-keputusan, ketidakpastian-ketidakpastian, tujuan-tujuan dan bagaimana variabel-variabel tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Lumina, 1998).
Menurut Howard (1983) seperti yang didokumentasi oleh Lumina (1998), ID menunjukan suatu tindakan yang diambil oleh seseorang berdasarkan informasi yang dimilikinya. Alat ini merupakan suatu alat komunikasi yang sangat efektif untuk menggambarkan secara grafis risiko-risiko, keputusan-keputusan dan semua hubungan-hubungan penting yang ada dalam suatu masalah tertentu.
Tujuan dari pemodelan diagram pengaruh adalah, untuk memilih salah satu alternatif keputusan yang akan menghasilkan keuntungan tertinggi yang diharapkan. Secara sederhana penggunaan ID dapat diilustrasikan dalam proyek konstruksi pada pekerjaan tanah yang disampaikan oleh Halligan (1988) yang didokumentasikan oleh Alarcon (1995) sebagai berikut :
Keterangan : - Simpul keputusan yang mewakili keputusan-keputusan atau tindakan kontrol
- Simpul yang mewakili peristiwa-peristiwa dengan hasil-hasil yang tidak pasti
- Simpul nilai yang mewakili nilai-nilai atau biaya - Tanda panah yang menghubungkan simpul mewakili
pengaruh-pengaruh antara simpul-simpul
Gambar II.2 Sample ID : Unforeseen Site Conditions (Halligan, 1988)
Di Indonesia, Azwar (2003) telah melakukan penelitian tentang hubungan antara suatu variabel risiko dengan variabel risiko lainnya dalam suatu kategori risiko, serta variabel-variabel risiko tersebut dengan kategori risiko, kemudian kategori-kategori risiko dengan total risiko pada pelaksanaan struktur atas Jembatan Tipe I-Girder dan Box I-Girder proyek Pasupati-Bandung dengan menggunakan model
Influence Diagram. Hubungan antar variabel-variabel risiko tersebut dapat
Soil Excavation Equipment &Methods Excavation Productivity Scheduled Performance Rework Embank Equipment &Methods Value
Gambar II.3. Model Influence Diagram untuk menghitung
total risiko Kategori Risiko Konstruksi (Azwar, 2003)
Gambar II.4. Model Influence Diagram untuk menghitung total risiko Kategori Risiko Ekonomi dan Keungan (Azwar, 2003)
Kerusakan material konstruksi saat pemasangan struktur atas Ketidakpastian peralatan konstruksi Kerusakan peralatan konstruksi saat pengoperasian Koordinasi pelaksanaan yang buruk Ketidakmampuan kontrakktor Kecelakaan pekerja di lapangan Kesalahan pengukuran (R5) Ketidaksesuaian spesifikasi
Total Risiko untuk Kategori Risiko
Konstruksi
Inflasi
Total Risiko untuk Kategori Risiko
Ekonomi dan Keuangan Kenaikan harga
akibat kenaikan kurs mata uang
dolar Kerugian akibat kegagalan sub-kontraktor/kontraktor spesialis Kerugian akibat kegagalan supplier material dan peralatan
Gambar II.5. Model Influence Diagram untuk menghitung total risiko Kategori Risiko Desain (Azwar, 2003)
Gambar II.6. Model Influence Diagram untuk menghitung
Total Risiko Pelaksanaan Struktur Atas (Azwar, 2003)
Kerugian akibat desain salah dan tidak lengkap
Total Risiko untuk Kategori
Risiko Desain Desain kurang
detain dan akurat
Lingkup desain kurang jelas Kerugian fisik akibat defective design Adanya additional work akibat defective design
Adanya penundaan waktu akibat spesifikasi dan detailing tidak sesuai
Kategori Risiko Disain
Total Risiko untuk Pelaksanaan Struktur Atas Kategori Risiko Ekonomi dan Keuangan Kategori Risiko Konstruksi
Interaksi antara risiko-risiko tersebut selanjutnya dapat dianalisis dengan menggunakan suatu model sebagai landasan struktur matematis dalam menghitung probabilitas terjadinya dengan memperhitungkan pengaruh dari masing-masing risiko. Cross Impact Analysis (CIA) adalah metode yang dapat digunakan untuk menganalisis interaksi yang ada antara risiko-risiko (Seung, 2001).
2. Metode Cross Impact Analysis (CIA)
Model Cross Impact Analysis (CIA) adalah suatu teknik yang didesain secara khusus untuk memprakirakan peristiwa-peristiwa masa datang berdasarkan interaksi antar variabel-variabel yang berbeda-beda dari sebuah model matematika sebagai suatu usaha dalam mempertimbangkan dampak dari peristiwa-peristiwa tersebut (Gordon, 1994)
Awalnya teknik ini dikembangkan oleh Gordon dan Hayward (1968 ) yang kemudian dikembangkan dalam sejumlah bidang prakiraan (Gordon dan Helmer, 1968; Gordon et.al, 1970; Stover,1975; Ezner, 1983; Honton et.al, 1985; Peter
et.al, 1991). Dasar pemikiran Gordon dan Hayward adalah, bahwa interaksi antara
peristiwa-peristiwa yang disajikan dalam model ini mempengaruhi probabilitas terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut dan menimbulkan berbagai mata rantai dampak yang mungkin ada. Tujuan model ini adalah menentukan pengaruh keseluruhan dari mata rantai tersebut terhadap probabilitas terjadinya masing-masing peristiwa.
Evolusi dari teknik ini berlangsung dengan tidak mengikuti satu jalur, melainkan telah menghasilkan berbagai metode untuk membuat, mempergunakan, dan mengevaluasi cross impact matrix (matriks dampak silang). Unsur-unsur analisis cross impact adalah probabilitas awal terjadinya peristiwa-peristiwa yang relevan dan matriks dampak silang yang mendefinisikan bagaimana probabilitas-probabilitas tersebut kemungkinan akan berubah akibat terjadinya peristiwa-peristiwa yang lain. Matrik dampak silang adalah matriks yang menggambarkan kekuatan interaksi antara peristiwa-peristiwa yang dinyatakan dengan suatu nilai
indeks integer, berdasarkan pendapat para ahli dalam memandang suatu peristiwa yang akan terjadi pada masa datang. Karena hubungan peristiwa-peristiwa tersebut adalah bersifat kuantitatif dan kualitatif maka analisis cross-impact menjadi sangat bermanfaat.
Beberapa peneliti telah mengadopsi model CIA ke dalam penelitian antara lain, Alarcon (1995) yang menggunakan CIA sebagai dasar model dalam penelitian yang membahas tentang Pengambilan Keputusan Proyek. Dalam penelitian ini metodologi model CIA, digunakan untuk mengembangkan sebuah General
Performance Model (GPM) yaitu suatu model performansi proyek dengan
menggabungkan pengalaman-pengalaman dari para ahli dan penilaian-penilaian dari team proyek mengenai interaksi-nteraksi dari variabel-variabel yang mempengaruhi performansi proyek seperti, struktur organisasi, sumber daya manusia, kualitas pekerjaan dan pilihan-pilihan lain sesuai penilaian team. Selanjutnya hasil penelitian ini diimplementasikan dalam sistem komputer untuk menyebarkan hasil-hasil penelitian.
Seung dan Diekmann (2001) telah mengadopsi model CIA ini dalam penelitian tentang pengambilan keputusan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan proyek-proyek internasional berdasarkan risiko. Hal ini dikarenakan risiko-risiko yang tercakup dalam konstruksi internasional sangat sulit dinilai dan memiliki hubungan-hubungan yang sangat kompleks antar variabel-variabel risiko. Untuk menentukan apakah model ini dapat membantu pengambil keputusan dalam menangani kompleksitas dan ketidakpastian yang berkaitan dengan keputusan melaksanakan atau tidak melaksanakan proyek internasional, maka dilakukan sebuah pilot test terhadap model. Beberapa model digunakan sebagai pembanding yaitu, intuisi dan influence diagram. Dari hasi analisis, kelompok yang menggunakan intuisi menghasilkan keputusan 55,60 % benar, kelompok
influence diagram menghasilkan keputusan 60 % benar sedangkan model CIA
memberikan keputusan 87,5% benar. Hal ini dikarenakan model CIA efektif untuk menjelaskan hubungan-hubungan antar risiko dan para ahli dapat
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas maka model CIA dianggap sangat relevan sebagai dasar untuk melakukan analisis interaksi antara uncertain events dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia yang berdampak pada meningkatnya biaya proyek. Selanjutnya, dengan ke dua model di atas (ID dan CIA) dilakukan penelitian untuk menentukan besarnya biaya kontinjensi berdasarkan suatu kerangka yang sistematis yang dapat digunakan untuk mengantisipasi uncertain
events dalam pelaksanaan proyek.
Metodologi Cross Impact Analysis (CIA) menurut Honton, 1985; Alarcon, 1992 dan Seung 2001 adalah sebagai berikut :
- Mendefenisikan peristiwa-peristiwa
Definisi peristiwa-peristiwa yang akan diperhitungkan di dalam penelitian adalah sangat penting. Setiap peristiwa yang tidak dimasukkan ke dalam himpunan akan diabaikan sepenuhnya dalam analisis. Sebaliknya, peristiwa-peristiwa yang tidak penting, apabila dimasukkan ke dalam himpunan peristiwa-peristiwa akan mengakibatkan analisis menjadi terlalu kompleks. - Memperkirakan probabilitas awal (prior probability) masing-masing peristiwa
Probabilitas awal (prior probability) menunjukkan kemungkinan terjadinya masing-masing peristiwa pada suatu tahun pada masa yang akan datang. Dalam mempertimbangkan probabilitas awal masing-masing peristiwa mempertimbangkan juga pengaruh peristiwa tersebut terhadap peristiwa-peristiwa lainnya. Probabilitas pengaruh satu peristiwa-peristiwa dengan peristiwa-peristiwa lainnya dipetakan dalam cross impact matrix. Kemudian cross-impact yang telah dilaksanakan tersebut akan dipergunakan untuk menunjukkan bagaimana perubahan-perubahan mengenai masa depan akan mempengaruhi seluruh himpunan peristiwa. Dalam satu peristiwa dapat ditentukan dua sampai empat keadaan (state) dengan probabilitas awal untuk setiap state.
3. Memperkirakan (estimasi) probabilitas kondisional untuk masing-masing pasangan peristiwa
Matriks probabilitas kondisional diperkirakan dengan jalan menanyakan langsung pertanyaan, apabila peristiwa :m: terjadi, bagaimana probabilitas yang baru dari peristiwa “n” [Stover 78]. Jadi, apabila menurut perkiraan
probabilitas awal dari peristiwa “n” adalah 0,5, maka setelah terjadinya peristiwa “m” tersebut, probabilitas peristiwa “n” kemungkinan akan diperkirakan sebesar 0,75. Seluruh occurrence matrix (matriks keterjadian)
cross-impact yaitu matriks yang menyatakan kekuatan antara satu peristiwa
akibat terjadinya peristiwa yang lain, akan diselesaikan dengan jalan mengajukan pertanyaan ini untuk masing-masing kombinasi terjadinya peristiwa dan dampak peristiwa tersebut. Sama halnya non occurrence matrix (matriks ketidak terjadian) yaitu matriks yang menyatakan kekuatan antara satu peristiwa akibat tidak terjadinya peristiwa yang lain dapat juga dibuat untuk ketidak terjadian dari peristiwa-peristiwa dengan jalan mengikuti prosedur yang sama. Pendekatan yang dilakukan oleh Honton (1985) untuk memperkirakan probabilitas kondisional adalah menanyakan arah dan kekuatan dari :dampak: terjadinya peristiwa :n: terhadap peristiwa :m: dengan mempergunakan skala numerik seperti yang ditunjukkan dalam Tabel II.6. berikut :
Tabel II.6 Kekuatan Hubungan CIA (Honton,1985)
Nilai Indeks Tipe Kekuatan
-3 (-SIG) Significantly decreases the probability -2 (-MOD) Decreases the probability
-1 (-SLI) Slightly decreases the probability 0 (No) No effect on the probability 1 (+SLI) Slightly increases the probability 2 (+MOD ) Increases the probability
3 (+SIG ) Significantly increases the probability 4. Mengkalibrasi cross impact matrix (matriks dampak silang)
Apabila :matriks keterjadian: dan :matriks ketidakterjadian: telah diperoleh, maka perhitungan dapat mulai dilaksanakan. Pendekatan yang orisinil adalah percobaan Monte Carlo dilakukan menurut langkah-langkah sebagai berikut : - Suatu peristiwa diseleksi secara random dari himpunan peristiwa.