• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Studi Kepustakaan

2.1.5 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik

Dalam studi implementasi kebijakan publik terdapat beberapa model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang melihat variabel apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja implementasi suatu kebijakan publik. Adapun beberapa ahli tersebut diantaranya ialah Van Meter dan Van Horn, Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier dan Hogwood dan Gunn.

Terdapat enam variabel model implementasi kebijakan yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2006:142) yang dapat mempengaruhi kinerja impelementasi kebijakan publik, yaitu:

1. Ukuruan dan Tujuan Kebijakan.

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan.

2. Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.

Tetapi diluar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.

Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Agen Pelakasana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahanakan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Adapun model implementasi yang dikembangkan oleh Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier. Model ini disebut A Frame Work for Implementation Analysis (kerangka analisis implementasi). Mazmania dan Sabatier berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijaksanaan negara adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, antara lain sebagai berikut (Anggara, 2014: 268):

a. Mudah-tidaknya masalah yang akan dikendalikan, mencakup: 1) kesukaran teknis;

2) keragaman perilaku kelompok sasaran;

3) presentase kelompok sasaran dibandingkan dengan jumlah penduduk;

4) ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan.

b. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya, mencakup:

1) kejelasan dan konsistensi tujuan; 2) digunakan teori kausal yang memadai; 3) ketetapan alokasi sumber dana;

4) keterpatuan hierarki dalam dan di antara lembaga-lembaga pelaksana;

5) aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana; 6) rekrutmen pejabat pelaksana;

7) akses formal pihak luar.

c. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut, mencakup:

1) kondisi sosio-ekonomi dan teknologi; 2) dukungan publik;

3) sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok; 4) dukungan dari pejabat atasan;

5) komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana.

Tahap-tahap dalam proses implementasi, yaitu: 1) output kebijaksanaan badan-badan pelaksana;

3) dampak nyata output kebijaksanaan;

4) dampak output kebijaksanaan sebagai dipersasi; 5) perbaikan mendasar dalam undang-undang.

Selanjutnya model implementasi kebijakan publik menurut Hogwood dan Gunn (dalam Mulyadi, 2015: 73) menyatakan bahwa untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat, yaitu:

1. Berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah besar. 2. Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumberdaya yang memadai, termasuk sumberdaya waktu. Gagasan ini sangat bijaksana karena berkenaan dengan fisibilitas implementasi kebijakan.

3. Apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada. Kebijakan publik adalah kebijakan yang kompleks dan menyangkut dampak yang luas oleh karena itu implementasi kebijakan publik akan melibatkan berbagai sumber yang diperlukan baik dalam konteks sumberdaya maupun sumber-aktor. Salah satu contoh adalah kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak akan berjalan efektif jika kerjasama antar departemen dan antar daerah tidak terbangun secara efektif. 4. Apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan

kausal yang andal. Jadi prinsipnya adalah apakah kebijakan tersebut memang dapat menyelesaikan masalah yang hendak ditanggulangi. Dalam metodologi dapat disederhanakan menjadi apakah jika X dilakukan akan terjadi Y.

5. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Asumsinya semakin sedikit sebab-akibat semakin tinggi pula hasil yang dikehendaki oleh kebijakan tersebut dapat dicapai. Sebuah kebijakan yang mempunyai hubungan kausalitas yang kompleks otomatis menurunkan efektifitas implementasi kebijakan.

6. Apakah hubungan saling kebergantungan kecil. Asumsinya adalah jika hubungan saling kebergantungan tinggi, implementasi tidak akan dapat berjalan efektif apalagi jika hubungannya adalah hubungan kebergantungan. Sebagai contoh implementasi kebijakan pengarus-utamaan gender banyak menemui kendala karena kantor menteri negara pemberdayaan perempuan bergantung dalam intensitas tinggi kepada seluruh departemen dan LPND serta kepada daerah-daerah. 7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Sudah

dapat disepakati bahwa mereka yang ada dalam perahu yang sama sepakat akan ke sebuah tujuan yang sama. Sebuah perahu dengan penumpang yang berbeda-beda tujuan dan pemimpin yang tidak mampu memimpin adalah perahu yang tidak akan pernah bisa beranjak jauh dari tempat semula.

8. Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar. Tugas yang jelas dan prioritas yang jelas adalah kunci efektifitas implementasi kebijakan.

9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Komunikasi adalah perekat organisasi dan koordinasi adalah asal muasal dari kerjasama tim dan terbentuknya sinergi.

10.Bahwa pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Kekuasaan adalah syarat bagi keefektifan implementasi kebijakan. Tanpa otoritas dari kekuasaan kebijakan akan tetap berupa kebijakan tanpa ada impak bagi target kebijakan.

Dari model implementasi kebijakan publik di atas menurut Van Meter dan Van Horn, Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier, serta Hogwood dan Gunn mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Model implementasi kebijakan menurut Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier lebih mengedepankan analisis implementasi yang diklarifikasikan dalam tiga variabel kategori besar yang selanjutnya terdapat tahapan dalam proses implementasi. Sedangkan model Hogwood dan Gunn sebenarnya mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang mengarah pada praktik manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pokok. Kelemahannya konsep ini tidak secara tegas menunjukkan mana yang bersifat politis, strategis, teknis dan operasional (Mulyadi, 2015: 73).

Selain itu, model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Horn menyebutkan inti dari masing-masing variabel yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, masing-masing variabel merupakan faktor yang signifikan yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk tercapainya kinerja implementasi kebijakan tersebut. Variabel-variabel yang dikemukakan oleh Van Meter dan Horn yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumberdaya, karakteristik agen pelaksana, sikap para pelaksana, komunikasi

antarorganisasi dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik berhubungan dengan judul maupun masalah penelitian yaitu Implementasi Program Simpanan Keluarga Sejahtera. Dari model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Horn dapat mengetahui tujuan dari suatu program tersebut, sumberdaya yang ada seperti manusia, waktu dan finansial harus berimbang, agen pelaksana yang terlibat, karakteristik agen pelaksana dari masing-masing daerah, sikap dari para pelaksana program, komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam program dan kondisi eksternal yang dapat mempengaruhi jalannya suatu program.

Dengan begitu, seperti penjelasan yang sudah peneliti jelaskan di atas, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori model implementasi kebijakan publik Van Meter dan Horn karena dianggap relevan dengan materi pembahasan dari yang diteliti.

Dokumen terkait