TIGARAKSA KABUPATEN TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Mentari Ratna Dewi
NIM. 6661120735
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
ABSTRAK
Mentari Ratna Dewi. NIM 6661120735. Skripsi. Implementasi Program Simpanan Keluarga Sejahtera di Kantor Pos Tigaraksa Kabupaten Tangerang. Pembimbing I: Leo Agustino, Ph.D dan Pembimbing II: Riny Handayani, M.Si
Program Simpanan Keluarga Sejahtera adalah program pemberian bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang ditetapkan pemerintah dalam rangka kompensasi atas kenaikan harga BBM yang sifatnya seperti buku tabungan. Tujuan dari Program Simpanan Keluarga Sejahtera adalah untuk mencegah penurunan daya beli masyarakat dan kompensasi menyusul pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak. Adapun permasalahannya yakni penentuan penerima dana masih menggunakan data Pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011, kurangnya sosialisasi, penetapan lokasi pencairan dana dan penetapan jadwal pencairan dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana proses implementasi Program Simpanan Keluarga Sejahtera di Kantor Pos Tigaraksa Kabupaten Tangerang. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah masyarakat penerima dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera di Kantor Pos Tigaraksa Kabupaten Tangerang. Teori yang digunakan adalah teori Van Metter dan Van Horn. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, kuesioner dan studi dokumen. Uji hipotesis yang digunakan adalah t-test satu sampel. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa hasil menunjukkan bahwa presentase Program Simpanan Keluarga Sejahtera hanya mencapai 54.94% dan belum berjalan dengan baik karena dibawah angka minimal 60%. Saran peneliti adalah lebih meningkatkan komunikasi antar pihak terkait guna untuk memperlancar jalannya Program Simpanan Keluarga Sejahtera yang lebih baik.
Regency. Advisor I: Leo Agustino, Ph.D and Advisor II: Riny Handayani,
M.Si
Prosperous Family Saving Program is a program which provides cash assistance to the Targeted Households which was set by the government in order to compensate for the rising in fuel prices, similar to a passbook. The purpose of Prosperous Family Saving Program is to prevent a decline in consumer purchasing power and compensation following the reduction in fuel subsidies. The problem is that the determination of the beneficiary are still using the Social Protection Program Data Collection in 2011, lack of socialization, the determination on the location of the funds disbursement, and funds disbursement schedule determination of the Prosperous Family Saving Program. The purpose of this study was to describe the implementation process of Prosperous Family Saving Program in Tigaraksa Post Office, Tangerang Regency. The research method used was quantitative descriptive. The subject of research is the beneficiary communities of Prosperous Family Saving Program in Tigaraksa Post Office, Tangerang Regency. The theory used were the theory of Van Metter and Van Horn. Data collection techniques used were observations, interviews, questionnaires and document studies. Hypothesis test used was one sample t-test. Based on the research results, it can be seen that the percentage of Prosperous Family Saving Program only reached 54.94% and has not gone well for at least 60% below the figure. The suggestion from the researcher is improve a better communication between the related parties in order to reinforce the better Prosperous Family Saving Program.
Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan
Maka Apabila Engkau Telah Selesai (Dari Sesuatu Urusan),
Tetaplah Bekerja Keras (Untuk Urusan Yang Lain)
Dan Hanya Kepada Tuhan-
mu lah Engkau Berharap…
(Q.S: Al-Insyirah 5-8)
Persembahan :
“Skripsi ini saya Persembahkan untuk
Mamah -
Bapak Tercinta beserta Kakak - Adik Terkasih
dan Nenek serta Alm. Kakek Tersayang yang
telah memberikan semangat dan do’a tulusnya
serta motivasi secara moral dan materiil dalam
ii 5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, M.Si, Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing penulis dari awal hingga akhir.
8. Leo Agustino, Ph. D selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang selalu
membimbing, memberikan ilmunya, serta memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala ilmu dan bantuannya.
9. Riny Handayani, M.Si selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang telah
memberikan ilmunya serta membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
10.Semua Dosen dan Staff Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali
penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
11.Kesbanglinmas Kabupaten Tangerang yang telah memberikan izin
penelitian kepada peneliti.
12.Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Tangerang yang telah memberikan
informasi kepada peneliti.
13.Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang yang telah memberikan
iii 14.Kantor Pos Tangerang yang telah memberikan informasi kepada peneliti.
15.Para penerima dana PSKS yang telah bersedia untuk meluangkan
waktunya dan memberikan informasi kepada peneliti.
16.Kedua orang tua tersayang dan tercinta yang selalu membimbing dan
mengantarkan anaknya sampai ke dalam tahap perguruan tinggi serta
selalu memberikan semangat dan selalu menemani sehingga penulis dapat
termotivasi untuk cepat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Terimakasih banyak Bapak Sabrawi dan Mamah Umi Mar’ati.
17.Kakak dan Adikku, Mega Puspa Sari dan Gilang Firmansyah serta
keluarga besar yang tidak hentinya memberikan do’a serta semangat untuk
penulis.
18.Muhammad Ridwan Nurcholis yang selalu memberikan semangat dan
selalu menemani sehingga penulis dapat termotivasi untuk cepat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih banyak atas waktunya
dan sukses selalu.
19.Teman-teman seperjuangan Ilmu Administrasi Negara angkatan 2012,
khususnya teman-teman kelas C dan teman-teman ‘Ngebet Lulus’ (Pipi,
Ndew, Acut, Nong, Tangen, Upeh) semoga kami semua dapat berjuang
dan sukses bersama.
20.Sahabat-sahabat sekolah yang selalu memberikan semangat sehingga
penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini terdapat kekurangan. Oleh karena itu
iv Terimakasih.
Serang, November 2016
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ……….………...………. v
DAFTAR TABEL .……….……….. viii
DAFTAR GAMBAR ……….... x
DAFTAR GRAFIK …………..………... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ………...……….. 1
1.2Identifikasi Masalah ………...……… 18
1.3Batasan Masalah ………. 19
1.4Perumusan Masalah ……….……….……….. 19
1.5Tujuan Penelitian ……… 20
1.6Manfaat Penelitian ……….. 20
vi
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Studi Kepustakaan ……….. 24
2.1.1 Definisi Kebijakan ………..….. 25
2.1.2 Definisi Publik ……….. 26
2.1.3 Definisi Kebijakan Publik .……… 27
2.1.4 Implementasi Kebijakan Publik ………..….. 28
2.1.5 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik ..………... 30
2.2 Penelitian Terdahulu ……….. 35
2.3 Kerangka Berpikir ……….. 39
2.4 Hipotesis Penelitian .………... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ………... 43
3.2 Populasi dan Sampel ……….. 44
3.2.1 Populasi ………..………... 44
3.2.2 Sampel ………..………. 45
3.3 Instrumen Penelitian ………... 47
3.4 Teknik Pengumpulan Data ………. 50
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ………... 52
3.5.1 Uji Validitas ………..……… 54
3.5.2 Uji Reliabilitas ………..……… 55
vii
3.6 Jadwal Penelitian ……… 56
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ………. 58
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Tangerang ……… 58
4.1.2 Deskripsi Responden Penelitian ……… 61
4.1.2.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 61
4.1.2.2 Responden Berdasarkan Usia ……… 62
4.1.2.3 Responden Berdasarkan Pendidikan ………. 63
4.1.2.4 Responden Berdasarkan Pekerjaan ………... 64
4.1.2.5 Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ………... 65
4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen ………. 66
4.3 Hasil Uji Reliabilitas ……….. 69
4.4 Pengujian Hipotesis ……… 70
4.5 Analisis Data ……….. 73
4.6 Interpretasi Hasil Penelitian ………. 132
4.7 Pembahasan ……….. 133
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……….. 146
5.2 Saran ……….… 148
DAFTAR PUSTAKA
viii Halaman
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin per-kabupaten Kabupaten Tangerang
Tahun 2010–2014 (Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional) ………… 6
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tangerang Tahun 2009-2013 6 Tabel 1.3 Jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) Penerima Dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) per-Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2014-2015 ……… 10
Tabel 1.4 Jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) Penerima Dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) per-Kecamatan Kabupaten Tangerang Tahun 2014-2015 ……… 11
Tabel 1.5 Jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) Penerima Dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) Per-Kantor Pos Bayar di Kabupaten Tangerang Tahun 2014-2015 ……… 12
Tabel 3.1 Jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) Penerima Dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) di Kantor Pos Bayar Tigaraksa Kabupaten Tangerang Tahun 2014-2015 ……… 45
Tabel 3.2 Perhitungan Sampel Penelitian ……… 47
Tabel 3.3 Skoring Item Instrumen ………... 48
Tabel 3.4 Instrumen Penelitian ……… 49
ix Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Tangerang
Tahun 2013 ………... 60
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen ……….. 68
Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas ……… 70
Tabel 4.4 Kategorisasi Indikator Standar dan Sasaran Kebijakan ………. 134
Tabel 4.5 Kategorisasi Indikator Sumber Daya ………. 136
Tabel 4.6 Kategorisasi Indikator Karakteristik Agen Pelaksana ………... 138
Tabel 4.7 Kategorisasi Indikator Sikap Para Pelaksana ………. 140
Tabel 4.8 Kategorisasi Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Agen Pelaksana ………... 142
x Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ……… 40
Gambar 4.1 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis ………... 72
Gambar 4.2 Mekanisme Pengambilan Dana Program Simpanan Keluarga
xi
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………... 62
Grafik 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ……….. 63
Grafik 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan ……… 64
Grafik 4.4 Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan ……….. 65
Grafik 4.5 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ……….. 66
Grafik 4.6 Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan ……… 74
Grafik 4.7 Hasil Pernyataan Pertama Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan .. 75
Grafik 4.8 Hasil Pernyataan Kedua Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan …. 77 Grafik 4.9 Hasil Pernyataan Ketiga Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan … 78 Grafik 4.10 Hasil Pernyataan Keempat Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan 80 Grafik 4.11 Hasil Pernyataan Kelima Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan . 81 Grafik 4.12 Hasil Pernyataan Keenam Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan 82 Grafik 4.13 Hasil Pernyataan Ketujuh Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan 83 Grafik 4.14 Indikator Sumber Daya ………. 86
Grafik 4.15 Hasil Pernyataan Kedelapan Indikator Sumber Daya ………... 87
Grafik 4.16 Hasil Pernyataan Kesembilan Indikator Sumber Daya ……… 88
Grafik 4.17 Hasil Pernyataan Kesepuluh Indikator Sumber Daya ……….. 90
Grafik 4.18 Hasil Pernyataan Kesebelas Indikator Sumber Daya ………... 91
Grafik 4.19 Hasil Pernyataan Kedua belas Indikator Sumber Daya ……… 92
xii Pelaksana ………...………... 97
Grafik 4.23 Hasil Pernyataan Kelima belas Indikator Karakteristik Agen
Pelaksana ………...………... 98
Grafik 4.24 Hasil Pernyataan Keenam belas Indikator Karakteristik Agen
Pelaksana ………...………... 99
Grafik 4.25 Hasil Pernyataan Ketujuh belas Indikator Karakteristik Agen
Pelaksana ………...………. 100
Grafik 4.26 Hasil Pernyataan Kedelapan belas Indikator Karakteristik Agen
Pelaksana ………...……….. 102
Grafik 4.27 Indikator Sikap Para Pelaksana ……….. 104
Grafik 4.28 Hasil Pernyataan Kesembilan belas Indikator Sikap Para
Pelaksana ……….... 105
Grafik 4.29 Hasil Pernyataan Kedua puluh Indikator Sikap Para Pelaksana …. 106
Grafik 4.30 Hasil Pernyataan Kedua puluh satu Indikator Sikap Para
Pelaksana ………. 108
Grafik 4.31 Hasil Pernyataan Kedua puluh dua Indikator Sikap Para
Pelaksana ... 109
Grafik 4.32 Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Agen
Pelaksana ………. 111
Grafik 4.33 Hasil Pernyataan Kedua puluh tiga Indikator Komunikasi
xiii Grafik 4.34 Hasil Pernyataan Kedua puluh empat Indikator Komunikasi
Antarorganisasi dan Aktivitas Agen Pelaksana ………. 113
Grafik 4.35 Hasil Pernyataan Kedua puluh lima Indikator Komunikasi
Antarorganisasi dan Aktivitas Agen Pelaksana ………... 115
Grafik 4.36 Hasil Pernyataan Kedua puluh enam Indikator Komunikasi
Antarorganisasi dan Aktivitas Agen Pelaksana ………. 116
Grafik 4.37 Hasil Pernyataan Kedua puluh tujuh Indikator Komunikasi
Antarorganisasi dan Aktivitas Agen Pelaksana ………. 117
Grafik 4.38 Hasil Pernyataan Kedua puluh delapan Indikator Komunikasi
Antarorganisasi dan Aktivitas Agen Pelaksana ………. 119
Grafik 4.39 Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik ………... 121
Grafik 4.40 Hasil Pernyataan Kedua puluh sembilan Indikator Lingkungan
Ekonomi, Sosial dan Politik ……….... 122
Grafik 4.41 Hasil Pernyataan Ketiga puluh Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial
dan Politik ………... 123
Grafik 4.42 Hasil Pernyataan Ketiga puluh satu Indikator Lingkungan Ekonomi,
Sosial dan Politik ………... 125
Grafik 4.43 Hasil Pernyataan Ketiga puluh dua Indikator Lingkungan Ekonomi,
Sosial dan Politik ………... 126
Grafik 4.44 Hasil Pernyataan Ketiga puluh tiga Indikator Lingkungan Ekonomi,
Sosial dan Politik ………... 127
Grafik 4.45 Hasil Pernyataan Ketiga puluh empat Indikator Lingkungan Ekonomi,
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi ini, semakin meningkatnya pertambahan penduduk,
maka semakin bertambah pula kebutuhan hidupnya. Kebutuhan masyarakat akan
hidup layak dari hari ke hari semakin meningkat. Akan tetapi, masih banyak
masyarakat yang belum mampu memenuhi kebutuhan hariannya, seperti sulitnya
mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan karena rendahnya tingkat
kesejahteraan dalam keluarga. Hal itu disebabkan karena masih tingginya angka
kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi suatu bangsa karena
kemiskinan tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Kemiskinan
merupakan kondisi di mana seseorang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam kehidupan sehari-harinya.
Kemiskinan dapat membuat masyarakat menjadi terbelakang karena
lingkup kemiskinan bukan hanya ekonomi saja, tetapi mencakup aspek sosial dan
politik. Masyarakat yang sulit memenuhi kebutuhan hidupnya dapat terlihat dari
segi ekonominya. Hal ini dapat terjadi di mana masyarakat tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan serta pendidikan
berpengaruh terhadap kemiskinan karena hal ini dapat menghambat dan
menghalangi seseorang untuk mendapatkan informasi guna memanfaatkan
kesempatan yang ada. Hubungan sosial yang baik mendukung seseorang
mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan atau bahkan memiliki keahlian
agar taraf kesejahteraannya meningkat. Politik yang tidak sehat juga dapat
menyebabkan kemiskinan yang berlarut-larut. Hal ini dapat terjadi karena
sebagian pihak yang mempunyai kekuasaan salah dalam menggunakan
kekuasaannya, sebagian pihak menggunakan kekuasaannya hanya untuk
kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Seharusnya para elit politik dapat
memberikan kontribusi yang nyata terhadap masyarakat miskin agar dapat
memperkecil jumlah kemiskinan yang ada di Indonesia.
Kondisi kemiskinan yang terjadi di Indonesia menuntut pemerintah untuk
menanggulangi, mengurangi bahkan memberantas permasalahan yang sudah
merajalela ini. Pemerintah harus mampu mengatasi permasalahan kemiskinan
dengan memberikan kebijakan atau program yang berorientasi kepada masyarakat
miskin agar angka kemiskinan di Indonesia dapat berkurang karena pada
hakikatnya masyarakat miskin dipelihara oleh negara jadi pemerintah mempunyai
kewajiban dalam menganggulangi kemiskinan. Hal ini disebutkan dalam Pasal 34
Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tentang Hak Asasi Manusia yang
menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat (1) tertanam jelas bahwa
fakir miskin merupakan tanggung jawab dan wewenang pemerintah. Hal tersebut
3
Sosial Pasal 24 ayat (1) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kesejahteraan
sosial menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.
Pemerintah memegang peranan penting dalam memberantas kemiskinan.
Untuk itu, pemerintah wajib memberikan kebijakan atau program yang
mengutamakan masyarakat miskin agar dapat meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat miskin menjadi sejahtera. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah
dalam menangani permasalahan kemiskinan dari pemerintah.
Dalam penanggulangan kemiskinan memerlukan keterlibatan berbagai
pihak yang berkepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah serta
masyarakat merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab yang sama
terhadap penanggulangan kemiskinan. Pemerintah telah melaksanakan
penanggulangan kemiskinan melalui berbagai kebijakan atau program dalam
upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga negara secara layak dan meningkatkan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin. Untuk menunjang
penanggulangan kemiskinan dan mewujudkan percepatan penanggulangan
kemiskinan maka dibuat program yang merujuk pada masyarakat miskin guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.
Pada era Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi berbagai program
penanggulangan kemiskinan dicetuskan oleh pemerintah dengan nama yang
berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengurangi tingkat
kemiskinan bahkan memberantas kemiskinan di Indonesia, seperti Program BLT
diselenggarakan sebagai respon kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia pada
saat itu dan tujuan utama dari program ini adalah membantu masyarakat
miskin untuk tetap memenuhi kebutuhan hariannya. Kedua Program ini
menyalurkan bantuan berupa pemberian kompensasi uang tunai dengan besaran
untuk Program BLT adalah senilai Rp. 100.000,-
(https://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan_langsung_tunai 5 Maret 2016) dan untuk
Program BLSM sebesar Rp. 150.000,- per keluarga
(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/18/19561159/BLSM.Mulai.Dib
agikan.Akhir.Bulan.Ini 19 Maret 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian SMERU terkait kajian
cepat pelaksanaan Program BLT 2008 dan evaluasi penerima Program BLT 2005
di Indonesia dan penggunaan KPS dan pelaksanaan BLSM 2013 menarik
kesimpulan bahwa Program BLT masih relevan dan dapat membantu masyarakat
miskin tetapi dalam pelaksanaannya masih terjadi ketegangan dan bahkan konflik
di tingkat masyarakat. Konflik bersumber dari kecemburuan sosial dan tidak
transparannya proses verifikasi penerima program. Pemotongan dana BLT terjadi
di tingkat masyarakat dengan jumlah yang cenderung bertambah dan dilakukan
secara sistematis. Keadaan ini tidak diantisipasi dan ditangani oleh aparat terkait,
bahkan aparat cenderung menutup mata atas kondisi tersebut. Adanya BLT pun
tidak mengakibatkan kemalasan dan perubahan jam kerja RTS. Jumlah dana yang
terbatas dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam jangka pendek
menyebabkan masyarakat miskin harus bertindak rasional dengan tetap bekerja
5
masih terjadi kesalahan penetapan sasaran dan ketidak tercakupan penerima BLT
karena verifikasi tidak berjalan dengan semestinya. Selain itu, pelaksanaan BLSM
tidak menimbulkan permasalahan sosial yang berarti, meskipun sosialisasi
program cenderung terbatas dan terlambat. Umumnya rumah tangga menerima
dana dari kantor pos sesuai ketentuan, namun di beberapa desa terdapat
pemotongan ditingkat lokal yang hasilnya dibagikan kepada rumah tangga lain
yang tidak menjadi penerima.
Di Kabupaten Tangerang, banyak keluarga miskin yang tidak
mendapatkan bantuan BLT maupun BLSM. Perataan terkait pembagian dana
dirasa masih kurang menyentuh semua keluarga miskin. Akibat tidak tepat
sasaran, banyak keluarga miskin yang mengembalikan Kartu Perlindungan Sosial
(KPS) ke kantor desa setempat maupun ke kantor pos karena perbandingannya
lebih banyak yang tidak menerima dari pada yang menerima
(http://metro.sindonews.com/read/759480/31/takut-didemo-2-000-warga-tangerang-kembalikan-kps-1373444678 20 Januari 2016). Mereka tidak ingin
konflik terjadi di tengah masyarakat karena kecemburuan sosial antara keluarga
miskin yang mendapatkan KPS dan yang tidak mendapatkannya.
Dengan adanya program dari pemerintah yang ditujukan untuk keluarga
miskin. Pada tahun 2010-2014, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tangerang
mengalami penurunan. Penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 2011 dengan
angka penurunan sebesar 0,76 % (BPS Kabupaten Tangerang). Untuk lebih
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk Miskin per-kabupaten Kabupaten Tangerang Tahun 2010–2014
(Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional)
No. Tahun Jumlah Presentase (%)
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2015)
Selain menurunnya tingkat kemiskinan di Kabupaten Tangerang, laju
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tangerang mengalami peningkatan. Laju
pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2011. Hal tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tangerang Tahun 2009-2013
Sumber: BPS, IPM Kabupaten Tangerang (Hal: 28)
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tangerang tahun 2009 sebesar
4,41 persen naik menjadi 6,33% di tahun 2010 kemudian pada tahun 2011
menjadi 6,39% dan pada tahun 2012 mengalami penurunan 5,86% kemudian
sedikit meningkat di tahun 2013 sebesar 6,11%. (Sumber: BPS, IPM Kabupaten
7
Untuk meminimalisir permasalahan kesejahteraan sosial, khususnya
kemiskinan, Pemerintah mencetuskan program yang ditujukan untuk masyarakat
miskin guna menanggulangi bahkan memberantas kemiskinan di Indonesia. Pada
tahun 2014 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal (2) ayat (2) Program
tersebut meliputi Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia
Pintar dan Program Indonesia Sehat. Dengan dikeluarkannya Perpres tersebut,
selanjutnya dikeluarkan pula Intruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar
dan Program Indonesia Sehat untuk membangun Keluarga Produktif pada tanggal
3 November 2014.
Program nasional dalam upaya penanggulangan kemiskinan tersebut
merupakan bentuk perlindungan sosial yang diperlukan bagi masyarakat miskin
guna untuk mencegah terjadinya guncangan dan kerentanan sosial, salah satu
diantaranya melalui Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). Program
Simpanan Keluarga Sejahtera merupakan program yang diberikan dalam bentuk
kompensasi yang sifatnya seperti buku tabungan.
Program Simpanan Keluarga Sejahtera adalah program pemberian bantuan
tunai kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang ditetapkan pemerintah dalam
rangka kompensasi atas kenaikan harga BBM. Tujuan dari PSKS adalah untuk
mencegah penurunan daya beli masyarakat dan kompensasi menyusul
BBM yang diikuti dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sehingga daya
beli masyarakat menurun terutama keluarga miskin. Untuk itulah PSKS
disalurkan (http://blsm.posindonesia.co.id/umum.php 3 April 2016).
Program Simpanan Keluarga Sejahtera diberikan karena untuk
memperbaiki efektivitas dalam penyaluran bantuan sosial, jadi pemerintah
memutuskan untuk memberikan dalam bentuk simpanan. Alasan pemberian dalam
bentuk simpanan adalah:
1. Simpanan/tabungan merupakan bentuk kegiatan produktif,
2. Simpanan/tabungan merupakan bagian dari strategi nasional keuangan inklusif,
3. Perbaikan dari program BLSM 2013 yang sekedar membagikan uang tunai, dan
4. Mengurangi antrian (www.tnp2k.go.id/id/program/program-membangun-keluarga-produktif/mengapa-bantuan-dalam-bentuk-simpanan/ 21 Desember 2015).
Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin. Melalui
program simpanan keluarga sejahtera ini diharapkan berdampak langsung
terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga miskin karena di tingkat keluarga,
program perlindungan sosial dapat mendorong perkembangan anggota keluarga
yang lebih baik, seperti adanya asupan gizi yang cukup dalam keluarga dan juga
dapat mendorong terciptanya ketahanan keluarga secara ekonomi.
Program Simpanan Keluarga Sejahtera yang diperuntukkan bagi
pemegang KKS merupakan program pemberian bantuan non tunai dalam bentuk
simpanan yang diberikan kepada 15,5 Juta Keluarga kurang mampu di seluruh
9
dibayarkan sekaligus Rp. 400.000 untuk bulan November dan Desember.
Program Simpanan Keluarga Sejahtera diberikan kepada keluarga kurang
mampu, secara bertahap diperluas mencakup penghuni panti asuhan, panti
jompo dan panti-panti sosial lainnya.Saat ini, 1 Juta keluarga diberikan dalam
bentuk layanan keuangan digital dengan pemberian SIM Card, sedangkan 14,5
Juta keluarga diberikan dalam bentuk simpanan giro pos
(http://www.psks.sapa.or.id/tentang-psks 4 Maret 2016). Pada tahun anggaran
2015, bantuan yang akan diberikan dalam waktu 3 bulan dengan total Rp.
600.000,-. (http://intelresos.kemsos.go.id/?module=Program+Kks 13 Januari
2016).
Provinsi Banten merupakan satu dari 34 provinsi yang ada di Indonesia
yang menjalankan Program Simpanan Keluarga Sejahtera. Di Provinsi Banten,
RTS penerima dana PSKS berjumlah 417.532 keluarga yang meliputi delapan
Tabel 1.3
Jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS)
Penerima Dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) Provinsi Banten
Tahun 2014-2015
No. Kabupaten/Kota Rumah Tangga
Sasaran
1. Kabupaten Tangerang 146.278
2. Kabupaten Lebak 118.021
3. Kabupaten Serang 58.432
4. Kota Tangerang 46.239
5. Kota Serang 17.121
6. Kota Tangerang Selatan 16.439
7. Kota Cilegon 11.489
8. Kabupaten Pandeglang 3.513
Jumlah 417.532
Sumber: www.psks.info (4 November 2015)
Berdasarkan tabel jumlah RTS penerima dana PSKS per-kabupaten/kota
diatas, dapat diketahui bahwa Kabupaten Tangerang memiliki jumlah RTS
penerima dana PSKS terbanyak diantara delapan kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Banten dengan jumlah 146.278 keluarga yang tersebar di 29 kecamatan.
Kabupaten Tangerang sendiri menjalankan Program Simpanan Keluarga Sejahtera
dalam bentuk simpanan giro pos offline. Selanjutnya, untuk dapat melihat jumlah
RTS penerima dana PSKS per-kecamatan dan per-kantor pos bayar di Kabupaten
11
Tabel 1.4
Jumlah RTS Penerima Dana PSKS
per-Kecamatan di Kabupaten TangerangTahun 2014-2015
No. Kecamatan Rumah Tangga Sasaran
1. Pakuhaji 11.388
Tabel 1.5
Jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS)
Penerima Dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) per-Kantor Pos Bayar di Kabupaten Tangerang
Tahun 2014-2015
Sumber: Kantor Pos Tangerang (2016)
Berdasarkan tabel di atas, dari 6 kantor pos bayar di Kabupaten Tangerang
yang ditunjuk untuk menyalurkan dana PSKS kepada RTS penerima dana PSKS,
13
PSKS terbanyak, yaitu berjumlah 47.170 RTS penerima dana yang tersebar pada
10 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Adapun kecamatan tersebut yaitu,
kecamatan Tigaraksa, Cisoka, Solear, Jambe, Cikupa, Balaraja, Jayanti,
Sukamulya, Kresek dan Gunung Kaler.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal peneliti dengan beberapa
pihak terkait pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, peneliti
menemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan Program Simpanan Keluarga
Sejahtera, antara lain sebagai berikut.
Pertama, dalam menentukan RTS penerima dana PSKS membutuhkan
data mengenai nama dan alamat RTS yang layak menerima dana PSKS. Data RTS
penerima dana PSKS pada tahun 2014 dan 2015 menggunakan hasil Pendataan
Program Perlindungan Sosial (PPLS) pada tahun 2011. Penggunaan data PPLS
tahun 2011 untuk pembagian dana PSKS dapat terjadi kemungkinan besar bahwa
data tersebut sudah terjadi banyak perubahan, yang awalnya terdapat keluarga
tidak mampu kemudian menjadi mampu dan sebaliknya, ada pula yang
sebelumnya mampu akan tetapi sekarang menjadi kurang mampu. Hal tersebut
dapat terjadi karena kemiskinan yang bersifat dinamis.
Pengunaan data PPLS tahun 2011 menjadi tidak tepat sasaran. Banyak
penerima dana PSKS yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Hal
tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan penerima dana PSKS, yaitu Ibu
Ilyanah yang mengatakan bahwa terdapat keluarga yang benar-benar miskin tetapi
tidak mendapatkan dana PSKS, berbeda dengan keluarga yang sebenarnya sudah
kenyataannya keluarga tersebut mendapatkan dana PSKS. Selain itu, hasil
wawancara dengan Bapak Endang selaku Kasi Kelembagaan, Kepahlawanan dan
Kesetiakawanan Sosial Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Tangerang juga
mengatakan bahwa Dinas Sosial Kesejahteraan Kabupaten Tangerang banyak
menerima laporan dari masyarakat terkait ketidaktepatan sasaran penerima dana
PSKS.
Secara umum, RTS penerima dana PSKS seharusnya adalah rumah tangga
miskin, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak rumah tangga yang
sama-sama miskin bahkan sangat miskin tetapi tidak mendapatkan dana PSKS. Di
sisi lain, tak sedikit ditemukan beberapa rumah tangga yang mampu bahkan
tergolong berada mendapatkan dana PSKS. Seharusnya pihak terkait melakukan
pembaharuan data kepada RTS penerima danakarena penggunaan data PPLS 2011
tersebut sudah tidak up to date.
Kedua, kurangnya sosialisasi dari pemangku kepentingan/pihak yang
terlibat kepada masyarakat penerima dana mengenai Program Simpanan Keluarga
Sejahtera. Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak H. Ade selaku Kepala Seksi
Penanganan Fakir Miskin. Beliau mengatakan bahwa pihak Dinas Kesejahteraan
Sosial Kabupaten Tangerang tidak melakukan sosialisasi secara menyeluruh ke
semua kelurahan/desa maupun kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten
Tangerang. Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Tangerang hanya melakukan
sosialisasi mengenai Program Simpanan Keluarga Sejahtera kepada kepala
desa/lurah, RT maupun RW setempat serta masyarakat ketika ada kegiatan
15
Kecamatan Jayanti mengaku hanya memberikan informasi mengenai jadwal
pencairan dana PSKS dengan cara menempelkan jadwal pencairan dana PSKS
pada papan informasi yang terdapat dikelurahan/desa setempat.
Kurangnya sosialisasi tersebut memberikan dampak bagi masyarakat
penerima dana PSKS. Banyak penerima dana PSKS yang tidak mengetahui
jadwal pengambilan dana PSKS, sehingga penerima dana tidak mengetahui kapan
saatnya kecamatan ataupun desa mereka dapat mencairkan dana PSKS. Selain itu,
kurangnya komunikasi/koordinasi antar pendamping PSKS, kepala desa/lurah dan
RT/RW setempat membuat para penerima dana PSKS minim akan informasi
mengenai PSKS. Salah satunya, yaitu Bapak Rohimin selaku penerima dana
PSKS mengatakan bahwa Program Simpanan Keluarga Sejahtera ini baru
diketahuinya pada tahun 2015 lalu, bapak Rohimin tidak mengetahui bahwa pada
tahun 2014 ada pencairan dana PSKS karena pihak setempat seperti RT dan RW
tidak memberikan informasi tentang program tersebut. Selain itu, banyak
masyarakat penerima dana PSKS yang tidak mengetahui bahwa program
pemerintah yang diberikan saat ini bernama Program Simpanan Keluarga
Sejahtera dan bersifat simpanan. Dana PSKS dapat diambil di lain waktu tanpa
menghilangkan nilai rupiah yang ada dalam simpanan tersebut karena PSKS
bersifat seperti buku tabungan. Salah satunya Ibu Latmunah selaku penerima dana
PSKS yang mengaku kalau beliau mengetahui program pemerintah ini masih
bernama BLSM dan tidak mengetahui kalau program ini sifatnya simpanan.
Ketiga, penyebaran atau penentuan lokasi pengambilan dana Program
kantor pos yang melakukan penyaluran dana PSKS dengan jumlah kecamatan dan
penerima terbanyak yaitu sebanyak 10 kecamatan dan 47.170 RTS penerima dana
PSKS. Lokasi kantor pos Tigaraksa sebagai penyalur dana PSKS dirasa memiliki
jarak yang cukup jauh bagi beberapa penerima dana PSKS. Dengan begitu,
banyak dari penerima dana PSKS yang mengeluh karena jarak tempuh tempat
tinggal mereka berada cukup jauh dari lokasi pencairan dana PSKS. Padahal,
berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Herman yang ditemui di kantor pos
Tangerang, ditunjuknya kantor pos tersebut guna untuk mendekatkan pembayaran
dan meningkatkan kenyamanan kepada RTS penerima dana PSKS agar dapat
memudahkan RTS dalam pengambilan dana PSKS. Akan tetapi, pada
kenyataannya yang dirasakan oleh penerima dana PSKS penetapan lokasi
pengambilan dana tersebut menyulitkan beberapa RTS yang tempat tinggalnya
jauh dari kantor pos bayar karena harus menempuh jarak cukup jauh serta harus
mengeluarkan biaya transportasi yang cukup banyak agar dapat sampai ke kantor
pos bayar Tigaraksa yang telah ditunjuk untuk mencairkan dana PSKS. Hal
tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan Bapak Endang selaku Kasi
Kelembagaan, Kepahlawanan dan Kesetiakawanan Sosial Dinas Kesejahteraan
Sosial Kabupaten Tangerang yang mengatakan bahwa beliau telah banyak
menerima keluhan dari masyarakat penerima dana PSKS karena lokasi kantor pos
bayar yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal penerima.
Selain itu, salah satu penerima dana PSKS yaitu Ibu Ilyanah yang
mengaku bahwa jarak tempuh dari tempat tinggalnya menuju kantor pos bayar
17
saja menyulitkan penerima dana PSKS yang tempat tinggalnya jauh dari lokasi
kantor pos bayar Tigaraksa karena harus memakan waktu dan mengeluarkan biaya
yang tidak sedikit untuk dapat sampai ke kantor pos bayar Tigaraksa.
Keempat, penetapan jadwal pencairan/pengambilan dana Program
Simpanan Keluarga Sejahtera. Pada masa pencairan dana, pihak terkait telah
menetapkan/membuat jadwal untuk masing-masing daerah penerima dana. Dalam
satu hari, terdapat 2.000 sampai 5.000 RTS penerima dana yang mencairkan dana
PSKS. Dengan jumlah yang dirasa masih sangat banyak, hal tersebut membuat
masih adanya antrian panjang yang menghiasi pengambilan dana PSKS di kantor
pos bayar Tigaraksa. Padahal alasan pemerintah membuat Program Simpanan
Kleuarga Sejahtera dan memutuskan memberikan program tersebut dalam bentuk
simpanan salah satunya adalah untuk mengurangi antrian tetapi yang terjadi di
lapangan antrian yang panjang masih menghiasi pengambilan dana PSKS.
Permasalahan tersebut adalah permasalahan klasik yang terus berulang, seperti
pada masa pencairan dana BLSM sebelumnya.
Kepala Seksi Penanganan Fakir Miskin Dinas Kesejahteraan Sosial
Kabupaten Tangerang, Bapak H. Ade mengatakan bahwa terjadi antrian panjang
yang tidak dapat dihindari menyebabkan para penerima dana PSKS
berdesak-desakan dengan penerima lainnya. Ketidaksabaran para penerima dana PSKS
menjadi salah satu penyebabnya karena sebagian RTS sudah mengantri sejak pagi.
Dengan kondisi di lapangan yang berdesakan, Dinas Kesejahteraan Sosial
Kabupaten Tangerang ikut andil dalam berjalannya pengambilan dana PSKS,
meningkatkan keamanan, melakukan pemantauan dan untuk mengetahui kondisi
di lapangan.
Dalam pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS),
peneliti memberi batasan untuk meneliti bagaimana pelaksanaan Program
Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) di Kabupaten Tangerang khususnya di
sepuluh kecamatan, yaitu Tigaraksa, Cisoka, Solear, Kresek, Gunungkaler,
Sukamulya, Jayanti, Balaraja, Jambe dan Cikupa yang melakukan
pencairan/pengambilan dana PSKS di kantor pos bayar Tigaraksa. Apakah
program tersebut berjalan sesuai dengan mekanisme atau petunjuk pelaksanaan
yang telah ditetapkan atau tidak, karena pada dasarnya mekanisme dan petunjuk
pelaksanaan tersebut merupakan panduan bagi unit organisasi pelaksana dalam
kegiatan implementasi kebijakan. Selain itu, implementasi kebijakan publik
merupakan bagian dari program studi Ilmu Administrasi Negara. Jadi, peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai pelaksanaan Program Simpanan Keluarga
Sejahtera, agar dapat mengetahui sejauh mana Program Simpanan Keluarga
Sejahtera ini sudah berjalan. Dengan begitu, penulis mengambil judul penelitian
“Implementasi Program Simpanan Keluarga Sejahtera di Kantor Pos
Tigaraksa Kabupaten Tangerang”.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis
19
1. Rumah Tangga Sasaran penerima dana Program Simpanan Keluarga
Sejahtera menggunakan data lama, yaitu Pendataan Program Perlindungan
Sosial (PPLS) tahun 2011,
2. Kurangnya sosialisasi yang diberikan terkait Program Simpanan Keluarga
Sejahtera,
3. Penetapan/penyebaran lokasi pengambilan dana Program Simpanan
Keluarga Sejahtera cukup jauh dari tempat tinggal Rumah Tangga Sasaran
penerima dana,
4. Penetapan jadwal pencairan/pengambilan dana Program Simpanan
Keluarga Sejahtera menyebabkan masih adanya antrian panjang dalam
pengambilan dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera.
1.3Batasan Masalah
Agar permasalahan yang diteliti tidak terlalu luas, maka peneliti
membatasi ruang lingkup permasalahan ini pada Implementasi Program Simpanan
Keluarga Sejahtera di Kantor Pos Tigaraksa Kabupaten Tangerang.
1.4Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa
permasalahan yang telah terangkum dalam identifikasi masalah, untuk itu penulis
merumuskan masalah sebagai berikut, Bagaimana implementasi Program
1.5Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan
masalah, maka dapat ditentukan tujuan penelitian yaitu, untuk mengetahui
implementasi Program Simpanan Keluarga Sejahtera di Kantor Pos Tigaraksa
Kabupaten Tangerang.
1.6Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
a. Untuk dapat mengembangkan Ilmu Adminisitrasi Negara, khususnya
dalam implementasi kebijakan publik.
b. Untuk memperoleh tambahan pengetahuan mengenai pelaksanaan
Program Simpanan Keluarga Sejahtera diKabupaten Tangerang.
1.6.2 Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan saran sebagai masukan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan seperti Dinas Kesejahteraan Sosial, Badan Pusat
Statistik, Kantor Pos dan pihak berkepentingan lainnya.
b. Bagi masyarakat diharapkan pengembangan dari penelitian ini dapat
memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat.
c. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi
bahan pendamping antara teori yang dipelajari dengan kenyataan di
lapangan, serta sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program
21
1.7Sistematika Penulisan Penelitian
Berikut merupakan sistematika penulisan dalam penelitian ini yang terdiri
dari beberapa Bab dan lengkap dengan penjelasannya adalah sebegai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menjelaskan ruang lingkup dan kedudukan
masalah yang akan diteliti. Bentuk penjelasan diuraikan secara deduktif,
artinya dimulai dari penjelasan yang berbentuk umum hingga menukik ke
masalah yang spesifik dan relevan dengan judul penelitian.
Sumber penjelasan latar belakang masalah dapat berasal dari hasil
penelitian sebelumnya, seminar ilmiah, pengamatan atau pengalaman
pribadi. Latar belakang masalah harus diuraikan secara jelas, faktual dan
logis dengan didukung oleh data-data lapangan. Data yang ditulis dapat
berbentuk data kuantitatif maupun data kualitatif.
1.2Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang akan
diteliti dan dikaitkan dengan tema/judul atau variabel penelitian.
1.3Batasan Masalah
Batasan masalah bertujuan untuk membatasi masalah yang akan diteliti
oleh peneliti sesuai dengan judul penelitian.
1.4Perumusan Masalah
Perumusan masalah bertujuan untuk menetapkan masalah yang paling
mendefinisikan permasalahan yang telah diterapkan dalam bentuk definisi
konsep dan definisi operasional. Kalimat yang digunakan dalam
perumusan masalah adalah kalimat tanya.
1.5Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dalam penelitian.
1.6Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian menjelaskan mengenai manfaat dari temuan penelitian.
1.7Sistematika Penulisan Penelitian
Sistematika penulisan penelitian menjelaskan beberapa poin penulisan
penelitian secara rinci.
2. BAB II STUDI KEPUSTAKAAN
Bab ini berisi tentang beberapa teori yang digunakan sebagai rujukan dan studi
kepustakaan, kerangka berpikir dan hipotesis guna menunjang dalam kegiatan
penelitian.
3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian serta berisi teknik pengolahan dan
analisis data yang akan digunakan dalam penelitian.
4. BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi tentang paparan data-data serta analisis dari penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti.
5. BAB V PENUTUP
23
6. DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan peneliti dalam penelitiannya.
7. LAMPIRAN-LAMPIRAN
Berisi lampiran-lampiran yang menunjang dalam penelitian serta dokumentasi
24
2.1 Studi Kepustakaan
Wahyuni (dalam Pasolong, 2010: 9) mendefinisikan teori adalah sebagai
suatu himpunan konsep, definisi dan proporsi yang berhubungan secara sistematis
yang dibangun untuk menjelaskan dan meramalkan suatu fenomena. Sementara
itu, Sugiyono (2012: 43) mendefinisikan bahwa teori adalah seperangkat konsep,
asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi, baik organisasi formal maupun
organisasi informal. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikemukakan ada empat
kegunaan teori di dalam penelitian, yaitu (Sugiyono, 2012: 43):
1. Teori berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis. 2. Teori berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi
perilaku yang memiliki keteraturan.
3. Teori sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.
4. Teori sebagai pisau bedah untuk suatu penelitian.
Pada sub bab ini, peneliti memaparkan teori-teori dari beberapa ahli yang
dipergunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Berikut ini beberapa teori dari
25
2.1.1 Definisi Kebijakan
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti
kebijakan. Laswell dan Kaplan (dalam Abidin, 2012: 6) melihat kebijakan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang
diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik (a projected program of goals, values and practices). Friedrich (dalam Abidin 2012: 6) mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goals), sasaran (objective), atau kehendak (purpose).
H. Hugh Heglo (dalam Abidin, 2012: 6) menyebutkan kebijakan sebagai
“a course of action intended to accomplish some end” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya, Titmuss (dalam
Suharto, 2005: 7) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang
mengatur tindakan yang diarahkan kepada kepada tujuan-tujuan tertentu. Dari
beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, kebijakan lebih
diartikan sebagai serangkaian tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan yang
di ambil oleh aktor terkait yang mempunyai tujuan tertentu guna untuk
memecahkan suatu masalah.
Thomas Dye (dalam Abidin, 2012:5) menyebutkan kebijakan sebagai
pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever governments choose to do or not to do). Selain itu, Edi Suharto (2005: 7) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk
lebih diartikan sebagai sebuah dasar untuk merumuskan sebuah keputusan yang
dibuat oleh pemerintah untuk dilakukan maupun tidak dilakukan.
Jadi, berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan adalah suatu keputusan atau tindakan yang di ambil oleh pemegang
kekuasaan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang didalamnya
memiliki nilai-nilai serta memiliki tujuan tertentu.
2.1.2 Definisi Publik
Definisi publik pada dasarnya berasal dari bahasa Inggris “public” yang berarti umum, rakyat umum, orang banyak dan rakyat (Pasolong, 2010: 6).
Sedangkan menurut Syafiie (2010: 18) arti publik itu sendiri adalah sejumlah
manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan harapan, sikap dan
tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
Berbeda dengan Frederickson (dalam Pasolong, 2010: 6) menjelaskan
konsep publik dalam 5 (lima) perspektif, yaitu:
1. Publik sebagai kelompok kepentingan, yaitu publik dilihat sebagai manifestasi dan interaksi kelompok yang melahirkan kepentingan masyarakat,
2. Publik sebagai pemilih yang rasional, yaitu masyarakat yang terdiri atas individu-individu yang berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan sendiri,
3. Publik sebagai perwakilan kepentingan masyarakat, yaitu kepentingan publik mewakili “suara”,
27
negara dalam seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan dipandang sebagai sesuatu yang paling penting.
Berdasarkan beberapa definisi publik di atas, dapat disimpulkan bahwa
publik adalah sekelompok atau sejumlah orang yang saling berhubungan dan
membutuhkan satu sama lain dengan memiliki kepentingan sendiri.
2.1.3 Definisi Kebijakan Publik
Thomas R Dye (dalam Agustino, 2006:7) mengatakan bahwa, “kebijakan
publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak
dikerjakan.” Berdasarkan pengertian Thomas R Dye ini, apapun yang dipilih
pemerintah untuk dikerjakan maupun tidak dikerjakan itu adalah suatu kebijakan
publik.
James Anderson (dalam Agustino, 2006:7) memberikan pengertian atas
definisi kebijakan publik, dalam bukunya Public Policy Making, sebagai berikut: “serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan
suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.” Konsep kebijakan ini
menitikberatkan pada apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang
diusulkan atau dimaksud. Dan hal inilah yang membedakan kebijakan dari suatu
keputusan yang merupakan pilihan diantara beberapa alternatif yang ada.
Secara konseptual kebijakan publik dapat dilihat dari Kamus Administrasi
Publik Chandler dan Plano mengatakan bahwa kebijakan publik adalah
memcahkan masalah publik atau pemerintah. Bahkan Chandler dan Plano (dalam
Pasolong, 2010: 38) beranggapan bahwa kebijakan publik merupakan suatu
bentuk investasi yang kontinu oleh pemerintah demi kepentingan orang-orang
yang tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan.
Selanjutnya, Chaizi Nasucha (dalam Pasolong, 2010: 39), mengatakan
bahwa kebijakan publik adalah kewenangan pemerintah dalam pembuatan suatu
kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan
tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika sosial dalam masyarakat yang akan
dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang
harmonis.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah suatu tindakan/kegiatan yang diputuskan oleh pemerintah
yang mempunyai tujuan untuk memecahkan suatu masalah publik serta
mempengaruhi sebagian besar masyarakat dalam waktu tertentu.
2.1.4 Implementasi Kebijakan Publik
Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan
yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya
implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan
tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan
29
Implementasi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam
proses kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan
sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak
kebijakan yang baik, yang mampu dibuat oleh pemerintah, baik yang dirumuskan
dengan meggunakan tenaga ahli dari dalam negeri, maupun dengan menggunakan
tenaga ahli dari luar negeri, tetapi kemudian ternyata tidak mempunyai pengaruh
apa-apa dalam kehidupan negara tersebut karena tidak mampu atau tidak
dilakasanakan (Abidin, 2012: 145).
Dalam derajat lain Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (dalam Agustino,
2006: 139) mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.”
Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2006: 139) mendefinisikan
implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam keputusan kebijaksanaan.
Sedangkan, Merrile Grindle (dalam Agustino, 2006: 139), menyatakan
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah program tujuan tersebut tercapai.”
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan
menyangkut 3 hal, yaitu (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya
aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; (3) adanya hasil kegiatan (Agustino,
2006: 139).
Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
implementasi kebijakan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh
pelaksana kebijakan untuk dapat mencapai hasil dari kegiatan tersebut agar dapat
mencapai tujuan suatu kebijakan.
2.1.5 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik
Dalam studi implementasi kebijakan publik terdapat beberapa model
implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang
melihat variabel apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja implementasi suatu
kebijakan publik. Adapun beberapa ahli tersebut diantaranya ialah Van Meter dan
Van Horn, Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier dan Hogwood dan Gunn.
Terdapat enam variabel model implementasi kebijakan yang dikemukakan
Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2006:142) yang dapat mempengaruhi
31
1. Ukuruan dan Tujuan Kebijakan.
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.
Tetapi diluar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.
Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Agen Pelakasana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahanakan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Adapun model implementasi yang dikembangkan oleh Daniel Mazmania
dan Paul A. Sabatier. Model ini disebut A Frame Work for Implementation Analysis (kerangka analisis implementasi). Mazmania dan Sabatier berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijaksanaan negara adalah
mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan
formal pada keseluruhan implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, antara lain sebagai berikut (Anggara,
2014: 268):
a. Mudah-tidaknya masalah yang akan dikendalikan, mencakup: 1) kesukaran teknis;
2) keragaman perilaku kelompok sasaran;
3) presentase kelompok sasaran dibandingkan dengan jumlah penduduk;
4) ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan.
b. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya, mencakup:
1) kejelasan dan konsistensi tujuan; 2) digunakan teori kausal yang memadai; 3) ketetapan alokasi sumber dana;
4) keterpatuan hierarki dalam dan di antara lembaga-lembaga pelaksana;
5) aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana; 6) rekrutmen pejabat pelaksana;
7) akses formal pihak luar.
c. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut, mencakup:
1) kondisi sosio-ekonomi dan teknologi; 2) dukungan publik;
3) sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok; 4) dukungan dari pejabat atasan;
5) komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana.
Tahap-tahap dalam proses implementasi, yaitu: 1) output kebijaksanaan badan-badan pelaksana;
33
3) dampak nyata output kebijaksanaan;
4) dampak output kebijaksanaan sebagai dipersasi; 5) perbaikan mendasar dalam undang-undang.
Selanjutnya model implementasi kebijakan publik menurut Hogwood dan
Gunn (dalam Mulyadi, 2015: 73) menyatakan bahwa untuk melakukan
implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat, yaitu:
1. Berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah besar. 2. Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumberdaya yang memadai, termasuk sumberdaya waktu. Gagasan ini sangat bijaksana karena berkenaan dengan fisibilitas implementasi kebijakan.
3. Apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada. Kebijakan publik adalah kebijakan yang kompleks dan menyangkut dampak yang luas oleh karena itu implementasi kebijakan publik akan melibatkan berbagai sumber yang diperlukan baik dalam konteks sumberdaya maupun sumber-aktor. Salah satu contoh adalah kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak akan berjalan efektif jika kerjasama antar departemen dan antar daerah tidak terbangun secara efektif. 4. Apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan
kausal yang andal. Jadi prinsipnya adalah apakah kebijakan tersebut memang dapat menyelesaikan masalah yang hendak ditanggulangi. Dalam metodologi dapat disederhanakan menjadi apakah jika X dilakukan akan terjadi Y.
5. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Asumsinya semakin sedikit sebab-akibat semakin tinggi pula hasil yang dikehendaki oleh kebijakan tersebut dapat dicapai. Sebuah kebijakan yang mempunyai hubungan kausalitas yang kompleks otomatis menurunkan efektifitas implementasi kebijakan.
6. Apakah hubungan saling kebergantungan kecil. Asumsinya adalah jika hubungan saling kebergantungan tinggi, implementasi tidak akan dapat berjalan efektif apalagi jika hubungannya adalah hubungan kebergantungan. Sebagai contoh implementasi kebijakan pengarus-utamaan gender banyak menemui kendala karena kantor menteri negara pemberdayaan perempuan bergantung dalam intensitas tinggi kepada seluruh departemen dan LPND serta kepada daerah-daerah. 7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Sudah
8. Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar. Tugas yang jelas dan prioritas yang jelas adalah kunci efektifitas implementasi kebijakan.
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Komunikasi adalah perekat organisasi dan koordinasi adalah asal muasal dari kerjasama tim dan terbentuknya sinergi.
10.Bahwa pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Kekuasaan adalah syarat bagi keefektifan implementasi kebijakan. Tanpa otoritas dari kekuasaan kebijakan akan tetap berupa kebijakan tanpa ada impak bagi target kebijakan.
Dari model implementasi kebijakan publik di atas menurut Van Meter dan
Van Horn, Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier, serta Hogwood dan Gunn
mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Model implementasi
kebijakan menurut Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier lebih mengedepankan
analisis implementasi yang diklarifikasikan dalam tiga variabel kategori besar
yang selanjutnya terdapat tahapan dalam proses implementasi. Sedangkan model
Hogwood dan Gunn sebenarnya mendasarkan pada konsep manajemen strategis
yang mengarah pada praktik manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan
kaidah-kaidah pokok. Kelemahannya konsep ini tidak secara tegas menunjukkan
mana yang bersifat politis, strategis, teknis dan operasional (Mulyadi, 2015: 73).
Selain itu, model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Horn
menyebutkan inti dari masing-masing variabel yang saling berhubungan satu
dengan yang lainnya. Dengan demikian, masing-masing variabel merupakan
faktor yang signifikan yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk
tercapainya kinerja implementasi kebijakan tersebut. Variabel-variabel yang
dikemukakan oleh Van Meter dan Horn yaitu ukuran dan tujuan kebijakan,
35
antarorganisasi dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik berhubungan dengan
judul maupun masalah penelitian yaitu Implementasi Program Simpanan Keluarga
Sejahtera. Dari model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Horn dapat
mengetahui tujuan dari suatu program tersebut, sumberdaya yang ada seperti
manusia, waktu dan finansial harus berimbang, agen pelaksana yang terlibat,
karakteristik agen pelaksana dari masing-masing daerah, sikap dari para pelaksana
program, komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam program dan
kondisi eksternal yang dapat mempengaruhi jalannya suatu program.
Dengan begitu, seperti penjelasan yang sudah peneliti jelaskan di atas,
dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori model implementasi kebijakan
publik Van Meter dan Horn karena dianggap relevan dengan materi pembahasan
dari yang diteliti.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu bermanfaat dalam membantu untuk mengolah atau
memecahkan masalah yang terdapat dalam penelitian peneliti, yaitu tentang
implementasi Program Simpanan Keluarga Sejahtera di Kantor Pos Tigaraksa
Kabupaten Tangerang. Di bawah ini terdapat beberapa hasil penelitian yang fokus
dan lokusnya berbeda tetapi sangat membantu peneliti dalam menemukan
sumber-sumber dalam lingkup implementasi Program Simpanan Keluarga Sejahtera di
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2014) dalam jurnal yang
berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur Kota
Pontianak”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
dalam proses pelaksanaan program BLSM ini masih belum tepat sasaran,
sehingga masyarakat yang benar-benar miskin tidak mendapatkan dana BLSM,
sedangkan masyarakat yang dirasa mampu malah mendapatkan dana bantuan dari
pemerintah. Hal ini disebabkan karena pendataan terhadap masyarakat miskin di
Kelurahan Dalam Bugis kurang serius dalam menanganinya dan tidak lengkapnya
syarat-syarat yang dimiliki masyarakat miskin untuk mendapatkan BLSM.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Syamsir (2014) dalam skripsi yang
berjudul “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) Bidang Pendidikan Di
Kecamatan Tamalate Kota Makassar”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk
mendeskripsikan bagaimana proses implementasi PKH dan untuk menganalisis isi
kebijakan dan lingkungan kebijakan dalam implementasi PKH bidang pendidikan
di Kecamatan Tamalate serta bagaimana hasil PKH terhadap kelompok sasaran di
Kecamatan Tamalate. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif
untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai implementasi PKH bidang
pendidikan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi
dan studi dokumen. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa
pendamping selalu mengadakan pertemuan kelompok secara rutin, pemutakhiran