• Tidak ada hasil yang ditemukan

PTK UNTUK MATA PELAJARAN FIQH

A. Uraian Materi 1 Konsep Dasar PTK

3. Model-model PTK

Ada beberapa model PTK yang sering digunakan dalam dunia pendidikan antara lain: (1) model Kurt Lewin; (2) Model Kemmis & McTaggart; (3) model Dave Ebbut; (4) model John Elliot; dan (5) model Hopkins (Depdiknas, 1999:18). Sebagaimana akan diuraikan secara ringkas berikut ini:

a.Model Kurt Lewin

Model Kurt Lewin merupakan model pertama dalam PTK yang diperkenalkan pada tahun 1946, dan merupakan acuan pokok atau dasar dari berbagai model PTK yang lain.

Menurut konsep Lewin bahwa siklus PTK terdiri dari empat langkah, yaitu (1) perencanaan (planning); (2) aksi atau tindakan (acting); (3) observasi (observing); dan (4) refleksi (reflecting).

Model Lewin dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 PTK Model Lewin

b.Model Kemmis & Mc Taggart;

Model ini dikenal dengan penemunya yaitu Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart. Model Kemmis dan Mc Taggart merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin, sehingga kelihatan masih sangat dekat dengan model Lewin. Kemmis dan Mc Taggart menjadikan satu kesatuan komponen acting (tindakan) dan observing (pengamatan).

Model Kemmis dan Mc Taggart terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang keempatnya merupakan satu siklus (Depdikna, 1992:21).

Planning

Acting

observing

Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012:24) Gambar 3.2 PTK Model Kemmis & McTaggart

PLAN

Reflect

Act & Observe

Act & Observe Reflect

c.Model Dave Ebbut;

Model Ebbut mengembangkan pada ide-ide umum yang menjadi alasan pengembilan tindakan. Model ini bila digambarkan sebagai berikut:

Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012:27) Gambar 3.3 PTK Model Dave Ebbutt

d.Model John Elliot

Model John Elliot dikembangkan dari model Kurt Lewin, tetapi nampak lebih detail dan rinci. Pada model John Elliot dalam satu tindakan (acting) terdiri dari beberapa step atau langkah tindakan, yaitu langkah tindakan 1, langkah tindakan 2 dan langkah tindakan 3 (Depdiknas, 1999:22).

GENERAL IDEA AMENDED GENERAL IDEA RECONNAISSANCE RECONNAISSANCE NEW OVERALL PLAN ACTION 2 etc OVERALL PLAN ACTION 1 REVISED OVERALL PLAN ACTION 2 etc MONITORING & RENNAISSANCE REVISED OVER- ALL PLAN OR OR AMEND GENERAL IDEA

Model ini jika digambarkan sebagai berikut:

Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012:25) Gambar 3.4 PTK Model John Elliot

Ide Awal

Temuan dan Analisis

Perencanaan Umum Langkah Tindakan 1,2,3 Implementasi Langkah Tindakan Monitoring Implementasi dan Efeknya Penjelasan Kegagalan Tentang Implementasi Revisi Perencanaan Umum Perbaikan Perencanaan Langkah Tindakan 1,2,3 Implementasi dan Langkah Berikutnya Monitoring Implementasi dan Efeknya Monitoring Implementasi dan Efeknya

Penjelasan Kegagalan Revisi Ide Umum

Perbaikan Perencanaan Langkah

Implementasi dan Langkah Berikutnya

e.Model Hopkins

Model Hopkins dikembangkan dari model-model sebelumnya yang sudah ada. Model hopkins jika digambarkan adalah sebagai berikut:

Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012:26) Gambar 3.5 PTK Model Hopkins

f. Model Gabungan Sanford dan Kemmis.

Model gabungan Sanford dan Kemmis ini dikembangkan oleh Direktorat Ketenagaan Ditjen Dikti Depdikna. Sehingga diperoleh batasan penelitian tindakan adalah sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang siklis dan bersifat reflektif mandiri, yang

Perencanaan Tindakan, Target, Tugas, Kriteria

Keberhasilan Implementasi Evaluasi Menopang Komitmen Mengatasi Problem Cek Kemajuan Cek Hasil Pengambilan Stok Pelaporan Perencanaan Konstruk Audit Ambil Start

memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi.

Proses siklus kegiatan PTK ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012:28) Gambar 3.6 PTK Model Gabungan Sanford dan Kemmis Siklus 1 Rencana Siklus 2 REFLEKSI Observasi dan Siklus 3 Observasi dan REFLEKSI Pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Observasi dan REFLEKSI

Berdasarkan model-model PTK di atas, secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:

Tahap 1 : Perencanaan

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. PTK yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Istilah ini disebut dengan penelitian kolaborasi. Penelitian kolaborasi ini dalam upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan.

Dalam tahap menyusun rancangan ini peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.

Dalam perencanaan PTK, terdapat tiga kegiatan dasar, yaitu identifikasi masalah, merumuskan masalah, dan pemecahan masalah. Pada masing-masing kegiatan, terdapat sub-sub kegiatan yang sebaiknya dilaksanakan untuk menunjang sempurnanya tahap perencanaan.

1.1. Identifikasi Masalah

Identifikasi yang tepat akan mengarahkan hasil penelitian sehingga dapat bermanfaat peningkatan hasil belajar siswa. Sebaliknya, identifikasi masalah yang keliru hanya akan membuat penelitian menjadi sia-sia di samping memboroskan waktu dan biaya.

Identifikasi masalah menjadi titik tolok bagi perencanaan PTK yang lebih matang. Sebab, tidak semua masalah belajar siswa dapat diselesaikan dengan PTK, sebagaimana tidak semua penyakit dapat disembuhkan dengan resep dokter. Berikut ini terdapat empat langkah agar dilakukan agar identifikasi masalah mengenai sasaran.

a. Masalah harus riil yaitu masalah yang dapat dilihat, dirasakan, dan didengar secara langsung oleh guru. Misalnya sebagian besar nilai fiqh siswa kelas X Madrasah Aliyah di bawah standar kelulusan. Masalah ini jelas nyata (riil) karena didukung oleh data empiris berupa dokumen-dokumen ulangan harian maupun ulangan umum.

b. Masalah harus problematik yaitu masalah yang dapat dipecahkan oleh guru, mendapat dukungan literatur yang memadai, dan ada kewenangan untuk mengatasinya secara penuh. Misalnya, sebagian besar siswa tidak mampu membaca teks arab. Masalah ini riil dan problematik, tetapi hanya khusus bagi guru bahasa Arab. Sebaliknya masalah tersebut menjadi tidak problematik bagi guru fiqh. Jadi, masalah yang problematik adalah masalah yang dapat diatasi guru dalam kewenangannya, dan mendapat dukungan literatur sesuai mata pelajaran yang diampu.

c. Manfaatnya jelas, yaitu hasil PTK harus dapat dirasakan, bagaikan obat yang menyembuhkan.

d. Masalah harus fleksibel, yaitu masalah harus bisa diatasi dengan mempertimbangkan kemampuan peneliti, waktu, biaya, tenaga, sarana prasarana, dan lain sebagainya.

1.2. Merumuskan Masalah

Setelah mengidentifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah. Dalam merumuskan masalah, peneliti mencari akar penyebab masalah. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menemukan penyebab masalah, diantaranya adalah dengan menyebar angket ke siswa, mewawancarai siswa, observasi langsung dan lain sebagainya. Seperti, terdapat masalah bahwa sebagian besar siswa kelas XI tidak mampu memecahkan soal fiqh waris. Kemudian, peneliti menyebar angket berisi sejumlah pertanyaan yang mengidentifikasi ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal fiqh waris.

Di samping itu, peneliti juga bisa melakukan wawancara dengan siswa dan observasi langsung. Kemudian, semua data dari segala sumber tersebut dikumpulkan dan dianalisis secara kolaboratif sehingga penyebab utama munculnya masalah dapat ditemukan. Misalnya dari data angket dan wawancara, ditemukan bahwa siswa menganggap akar masalah dari ketidakmampuannya menjawab soal fiqh waris adalah karena hal-hal sebagai berikut:

a. Belum menghafal ashabul furudh (karena terlalu rumit untuk dihafal)

b. Guru lebih banyak menjelaskan dan tidak memberikan latihan-latihan penyelesaian masalah waris.

c. Pelajaran fiqh waris sering diabaikan karena dianggap tidak lagi penting. Akar masalah tersebut harus terus digali sedalam-dalamnya sehingga ditemukan akar masalah yang benar-benar menjadi penyebab utama terjadinya masalah. Karena akar masalah inilah yang nantinya akan menjadi tolok ukur tindakan. Sebab dengan menemukan akar masalah, maka sama halnya si peneliti telah menemukan separuh dari solusi masalah.

1.3. Pemecahan Masalah

Langkah berikutnya adalah pemecahan masalah. Dalam perencanaan, pemecahan masalah masih dalam ide peneliti yang berupa alternatif-alternatif pemecahan masalah. Semakin banyak pengembangan alternatif tindakan, maka akan semakin baik.

Setelah identifikasi masalah, menemukan akar masalah, merumuskan masalah dan menemukan alternatif tindakan sebagai solusi masalah, maka peneliti dapat membuat judul penelitian tindakan kelas. Contoh bahwa hasil identifikasi masalah menunjukan bahwa siswa MA kelas XI lemah dalam mengerjakan soal fiqh waris. Akar masalahnya adalah pembelajaran waris hanya berjalan satu arah, guru lebih mendominasi pembelajaran di kelas dan tidak banyak memberikan soal-soal latihan.

Kemudian peneliti mempunya ide untuk menggunakan metode problem solving (pemecahan masalah), yakni setiap siswa diberikan satu masalah waris untuk dipecahkan. Tentunya didukung dengan teori-teori yang membuat pembelajaran waris lebih menyenangkan.

Atas dasar di atas, maka PTK dapat diberi judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Fiqh Waris melalui metode problem solving.” (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI Madrasah Aliyah).

Tahap 2 : Pelaksanaan

Pada tahap ini, pelaksanaan adalah menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap satu, yaitu bertindak di kelas. Pelaksanaan harus sesuai dengan apa yang telah direncanakan, tetapi harus terkesan alamiah dan tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh dalam proses refleksi pada tahap empat nanti dan agar hasilnya dapat disinkronkan dengan maksud semula.

Pelaksanaan Tindakan dilaksanakan untuk memperbaiki masalah. Langkah- langkah praktis tindakan diuraikan. Apa yang pertama kali dilakukan? Bagaimana organisasi kelas? Siapa yang perlu menjadi kolaborator saya? Siapa yang mengambil data? Pada saat pelakanaan ini, guru benar-benar harus terlebih dahulu memahami masing-masing siswa jangan sampai ada yang menjadi obyek tindakan. Membagi kelas menjadi kelompok kontrol dan treatment harus dihindarkan.

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas diawali dengan kesadaran adanya masalah yang dirasakan menganggu proses pembelajaran. Bertolak dari kesadaran adanya permasalahan, guru baik sendiri maupun dalam kolaborasi dengan teman sejawat yang menjadi mitranya kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam dengan data lapangan ataupun kajian pustaka yang relevan.

Langkah-langkah persiapan dilakukan dengan memperhatikan hal berikut : (1) membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dan bentuk-bentuk kegiatan siswa; (2) mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan; (3) mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan; dan (4) melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan rancangan tindakan.

Skenario tindakan yang akan dilakukan, hendaknya dijabarkan serinci mungkin secara tertulis. Rincian tindakan itu menjelaskan: (a) langkah demi langkah kegiatan yang akan dilakukan, (b) kegiatan yang seharusnya dilakukan guru, (c) kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh siswa, (d) rincian tentang jenis media pembelajaran yang akan digunakan dan cara menggunakannya, (e) jenis instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data/ pengamatan disertai dengan penjelasan rinci bagaimana menggunaknnya. Rincian rancangan mengenai rencana tindakan dan bagaimana pelaksanaannya harus dituliskan pada laporan PTK.

Tahap 3 : Pengamatan

Pengamatan adalah alat untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Pada langkah ini, peneliti harus menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara mengumpulkan, dan alat atau instrumen pengumpulan data (angket/wawancara/observasi, dan lain-lain).

Jika PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pengamatan harus dilakukan oleh kolaborator, bukan guru yang sedang melakukan PTK. Walaupun demikian, antara tindakan (yang dilakukan oleh peneliti) dan pengamatan (dilakukan oleh kolaborator), keduanya harus berlangsung dalam satu waktu dan satu tempat atau kelas.

Observing adalah kegiatan pengamatan untuk memotret sejauh mana efektivitas kepemimpinan atas tindakan telah mencapai sasaran. Efektivitas kepemimpinan atasan dari suatu intervensi terus dimonitor secara reflektif. Selain itu peneliti menguraikan jenis- jenis data yang dikumpulkan, cara pengumpulan data dan alat koleksi data (angket/wawancara/observasi dan lain-lain).

Observasi kelas akan memberi manfaat apabila pelaksanaannya diikuti balikan (review discussion). Diskusi bahkan akan bermanfaat jika:

a. Diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi

b. Dilakukan dalam suasana yang mutually supportive dan non-threatening

c. Bertolak dari rekaman data

d. Diinterpretasikan secara bersama-sama

e. Pembahasannya mengacu pada penetapan sasaran serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan rencana berikutnya.

Tahap 4 : Refleksi

Refleksi adalah kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah dilakukan. Refleksi juga sering disebut dengan istilah ‘memantul’. Dalam hal ini peneliti seolah memantulkan pengalamannya ke cermin, sehingga tampak jelas penglihatannya, baik kelemahan dan kekurangannya.

Refleksi atau evaluasi diri baru bisa dilakukan ketika pelaksanaan tindakan telah selesai dilakukan. Refleksi akan lebih efektif jika antara guru yang melakukan tindakan berhadapan langsung atau diskusi dengan pengamat atau kolaborator. Tetapi jika PTK dilakukan secara sendirian, maka refleksi yang paling efektif adalah berdialog dengan diri sendiri untuk mengetahui sisi-sisi pembelajaran yang harus dipertahankan dan sisi-sisi lain yang harus diperbaiki.

Reflecting adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi yaitu siswa, suasana kelas dan guru. Refleksi dimaksudkan sebagai pantulan dari hasil analisis terhadap peneliti berdasarkan kepada kriteria yang telah ditetapkan. Apabila hasil analisis menunjukkan belum tercapainya kriteria yang ditetapkan maka disusun rencana tindakan siklus berikutnya. Guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa (why), bagaimana (how) dan sejauhmana (to what extenct) intervensi telah menghasilkan perubahan secara signifikan. Kolaborasi dengan rekan-rekan akan memainkan peran sentral peneliti untuk mengetahui sejauhmana action membawa perubahan, kekurangan dan kelebihan langkah-langkah. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama guru dapat melakukan revisi perbaikan terhadap rencana awal. Sistem berdaur ini dilakukan secara berulang-ulang (siklus) sampai masalah teratasi.

Siklus-siklus pada PTK

Siklus adalah putaran dari suatu rangkaian kegiatan, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, hingga pada evaluasi. Dengan demikian siklus pada PTK adalah satu putaran penuh tahapan-tahapan dalam PTK, sebagaimana disebutkan di atas. Jadi satu siklus adalah kegiatan penelitian yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Jika dalam PTK terdapat lebih dari satu siklus, maka siklus kedua dan seterusnya merupakan putaran ulang dari tahapan sebelumnya. Hanya saja, antara siklus pertama, kedua dan seterusnya, selalu mengalami perbaikan setahap demi setahap. Jadi, antara siklus yang satu dengan yang lain tidak akan pernah sama, meskipun melalui tahap-tahap yang sama.

Pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus yang pertama, apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang dilaksanakan pada siklus pertama tersebut, guru (bersama peneliti) menentukan rancangan untuk siklus yang kedua. Kegiatan pada siklus kedua dapat berupa kegiatan yang sama dengan kegiatan

sebelumnya, tetapi pada umumnya mempunyai berbagai hambatan perbaikan dari tindakan terdahulu yang tentu saja ditujukan untuk memperbaiki berbagai hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam siklus yang pertama. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan guru belum merasa puas, dapat melanjutkan dengan siklus ketiga, yang cara dan tahapannya sama dengan siklus terdahulu. Tidak ada ketentuan tentang berapa siklus harus dilakukan. Banyaknya siklus tergantung dari kepuasan peneliti sendiri, namun ada saran, sebaiknya tidak kurang dari dua siklus