• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 MODEL OPTIMASI TUJUAN JAMAK RANTAI PASOK TEPUNG TERIGU

Abstrak

Tepung lokal Indonesia seperti tepung mocaf, tapioka, tepung ubi jalar, ganyong dan lain-lain dapat menggantikan sebagian atau keseluruhan tepung terigu untuk aplikasi berbagai produk berbasis tepung terigu. Bagaimanapun, substitusi tepung terigu dengan tepung lokal mempengaruhi terhadap rantai pasok seperti rancangan jaringan rantai pasok, kebijakan pasokan bahan baku, biaya, serta kualitas produk sehingga diperlukan rancangan rantai pasok yang optimal dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku. Studi ini bertujuan untuk merancang rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi tepung lokal dengan pendekatan optimasi tujuan jamak. Model rantai pasok dibangun ke bentuk tujuan jamak mixed integer non-linear programming dan kemudian dilakukan optimasi dengan pendekatan non-dominated sorting genetic algorithm II (NSGA II). Pengambilan keputusan untuk solusi terbaik dari himpunan Pareto front dilakukan dengan pendekatan fuzzy, LINMAP, dan TOPSIS. Model optimasi tujuan jamak rantai pasok ini dilakukan untuk minimisasi biaya total rantai pasok, maksimisasi kualitas, maksimisasi keandalan rantai pasok, dan maksimisasi penggunaan tepung lokal. Percobaan perhitungan numerik menggunakan konfigurasi rantai pasok dengan 3 tahapan yang terdiri dari pemasok gandum, pemasok tepung lokal, pabrik penggilingan tepung terigu, pabrik makanan dan distributor. Optimasi tujuan jamak menghasilkan rancangan rantai pasok yang optimal yang meliputi pemasok yang dipilih, jumlah bahan baku dikirim ke pabrik terigu, jumlah produk dikirim ke pabrik makanan dan distributor serta komposisi tepung lokal yang optimal 5.55% untuk tapioka.

Kata kunci: optimasi tujuan jamak, rantai pasok, substitusi bahan baku, NSGA II, TOPSIS.

Pendahuluan

Saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor gandum terbesar kedua setelah Mesir. Konsumsi tepung terigu Indonesia setiap tahunnya terus meningkat seperti terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) tahun 2016, konsumsi tepung terigu Indonesia mencapai 7.214 juta metrik ton (MT) pada tahun 2015.

Peranan tepung terigu di Indonesia sangatlah penting untuk ketahanan pangan, ekonomi, dan politik karena industri makanan pada umumnya berbasis tepung terigu baik industri kecil maupun industri besar. Apabila terjadi gangguan pasokan gandum atau tepung terigu maka dapat menyebabkan terganggunya proses produksi industri makanan di Indonesia yang selanjutnya dapat menggangu ekonomi nasional.

Untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap gandum atau tepung terigu beberapa usaha telah dilakukan seperti mengembangkan tanaman gandum di indonesia, tetapi gagal. Usaha lain yang dilakukan adalah dengan mensubstitusi tepung terigu dengan tepung lokal seperti tepung mocaf, tapioka,

tepung jagung termodifikasi, tepung ubi jalar, dll tapi belum dimanfaatkan secara maksimal.

Gandum sebagai bahan baku tepung terigu melibatkan rantai pasok global dan 100% impor sehingga rentan terhadap timbulnya risiko ketidakpastian harga produk dan pasokan dalam sistem produksi. Ketidakpastian harga karena tergantung dari nilai tukar rupiah terhadap dolar dimana nilai dolar berfluktuasi. Ketidakpastian pasokan dapat disebabkan oleh perubahan iklim, bencana, wabah penyakit, ancaman teroris dan pergolakan ekonomi menyebabkan peningkatan risiko dalam rantai pasok. Hal ini menyebabkan isu-isu tentang gangguan rantai pasok menjadi penting dalam industri (Dani 2012).

Mensubstitusi sebagian atau keseluruhan tepung terigu dengan tepung lokal dapat mempengaruhi kebijakan rantai pasok karena mengharuskan perusahaan menggunakan multi-sumber sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan. Studi sebelumnya mengenai substitusi dilakukan oleh Lu et al. (2011) yang menggunakan multi-sumber dan strategi substitusi untuk mengurangi dampak gangguan rantai pasok. Melakukan substitusi bahan baku pada produksi tepung terigu dapat mengurangi dampak gangguan rantai pasok, tetapi di sisi lain, substitusi tersebut membutuhkan sumber pasokan lain untuk menyediakan bahan baku. Selain itu, menggunakan multi-sumber pasokan dapat meningkatkan biaya rantai pasok karena harga tepung lokal ada yang lebih mahal dari tepung terigu. Selain itu, substitusi tepung terigu dengan tepung lokal pada jumlah tertentu dapat mempengaruhi kualitas, rasa dan kandungan gizi produk (Richana 2010).

Studi sebelumnya mengenai substitusi produk, umumnya membahas substitusi yang didorong oleh konsumen atau disebut substitusi permintaan. Substitusi dorongan konsumen ini terjadi karena produk yang dipesan oleh konsumen tidak tersedia sehingga perusahaan menawarkan produk lain yang sejenis untuk menggantikan produk yang dipesan konsumen. Untuk permasalah substitusi permintaan Bassok et al. (1999) melakukan optimasi produksi dengan mempertimbangkan substitusi untuk multi-produk dan periode tunggal. Model optimasi produksi dengan substitusi downward dilakukan oleh Hsu dan Bassok (1999) untuk periode tunggal, multi-produk yaitu mempunyai satu jenis bahan baku sebagai input produksi untuk menghasilkan sejumlah produk berbeda. Model produksi yang mereka kembangkan dengan mempertimbangkan permintaan dan hasil produksi sebagai bilangan random.

Menurut Chopra dan Meindl (2004), rantai pasok adalah suatu urutan proses dan aliran di dalam tahapan-tahapan rantai pasok yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan konsumen pada suatu produk. Suatu rantai pasok terdiri dari kumpulan fasilitas, pemasok, produk dan metode pengendalian persediaan, pembelian dan distribusi. Rantai menghubungkan pemasok yang memproduksi bahan baku (produk) dan konsumen sebagai pengguna akhir produk (Altiparmak et al. 2006).

Dalam dunia nyata, permasalahan rantai pasok sering menghadapi beberapa tujuan yang harus dicapai dalam waktu bersamaan dan beberapa tujuan tersebut ada terjadi konflik. Pada permasalahan rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi dengan tepung lokal, pengambil keputusan menghadapi keputusan untuk meningkatkan penggunaan tepung lokal, maksimisasi kualitas, minimisasi biaya, maksimisasi keandalan rantai pasok, dan maksimisasi penggunaan tepung lokal. Untuk memenuhi beberapa tujuan pada

rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku maka diperlukan penyelesaian dengan pendekatan optimasi tujuan jamak.

Beberapa studi mengenai optimasi tujuan jamak yang telah dilakukan sebelumnya belum ada mempertimbangkan substitusi bahan baku. Altiparmak et al. (2006) mengunakan pendekatan optimasi tujuan jamak untuk merancang jaringan rantai pasok produk berbasis plastik dengan tujuan untuk minimisasi biaya total, maksimisasi pelayanan konsumen, dan minimisasi rasio penggunaan kapasitas. Azaron et al. (2008) mengembangkan rancangan rantai pasok dengan mempertimbangkan kondisi tidak pasti dengan pendekatan program stokastik tujuan jamak. Paksoy et al. (2011) menggunakan pendekatan optimasi tujuan jamak pada rantai pasok hijau untuk mendapatkan tujuan minimisasi biaya total dan emisi gas. Moncayo-Martínez dan Zhang (2014) melakukaan optimasi pada setiap eselon rantai pasok untuk minimisasi biaya total dan lead time.

Banyak studi mengenai optimasi tujuan jamak pada rantai pasok dilakukan sebelumnya, tetapi belum ada studi mempertimbangkan substitusi bahan baku. Hal inilah yang memotivasi untuk menggunakan pendekatan optimasi tujuan jamak untuk merancang rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku. Pada studi ini, optimasi tujuan jamak pada rantai pasok tepung terigu bertujuan untuk memenuhi tujuan minimisasi biaya total, maksimisasi kualitas produk, maksimisasi keandalan rantai pasok, dan maksimisasi penggunaan tepung lokal sehingga diperoleh keputusan alternatif pemasok yang dipilih, keputusan jumlah pasokan, dan distribusi yang optimal.

Tinjauan Pustaka Optimasi Tujuan Jamak (OTJ)

Optimasi tujuan jamak adalah melakukan optimasi permasalahan yang mempunyai beberapa tujuan yang saling bertolak belakang yang ingin dicapai secara bersamaan (Tzeng dan Huang 2011). Secara umum permasalahan optimasi tujuan jamak adalah untuk mencari himpunan variabel keputusan yang mengoptimasi sebuah vektor fungsi tujuan f(x) = [f1 (X), f2(X), ..., fn(X)] melewati

ruang himpuan variabel keputusan layak yang disebut dengan solusi Pareto. Permasalahan optimasi tujuan jamak dapat diformulasikan dengan persamaan sebagai berikut:

Minimisasi/ maksimisasi f(x) = [f1 (X), f2(X), ..., fn(X)]

dengan batasan hi (X) =0, i = 1, 2, ..., I

gj (X) ≤ 0, j= 1, 2, ...., J (5.1)

dimana f(x) = [f1 (X), f2(X), ..., fn(X)] adalah vektor fungsi tujuan, n adalah

jummmlah fungsi tujuan, i adalah jumlah batasan persamaan, j adalah jumlah batasan pertidaksamaan, serta hi(X) dan gj(X) masing-masing adalah fungsi

batasan persamaan dan tidak persamaan.

Solusi Pareto

Sebuah vektor A dari X* adalah sebuah Pareto optimal jika tidak ada vektor X yang layak yang akan menurunkan beberapa fungsi tujuan tanpa menyebabkan sebuah peningkatan yang bersamaan dalam paling kurang satu fungsi tujuan. Dengan kata lain, vektor keputusan X* dikatakan Pareto optimal jika dan hanya

jika tidak ada X mendominasi X* atau secara matematika, solusi Pareto optimal dinyatakan sebagai berikut:

j j i i

f (X) f (X*), j 1, 2, ..., n, j i 

  f (X) f (X*)

(5.2) Secara umum ada sejumlah solusi Pareto optimal pada permasalahan. Pengambil keputusan harus memilih sebuah kompromi atau memenuhi solusi dari himpunan solusi Pareto optimal berdasarkan preferensi pengambil keputusan. Ini menunjukkan bahwa jika X’ adalah sebuah solusi optimal global maka X’ juga sebuah solusi Pareto optimal.

Pendekatan Algoritme Genetika untuk Optimasi Tujuan Jamak (OTJ)

Secara umum dalam permasalahaan OTJ tidak ada solusi tunggal yang terbaik untuk memenuhi semua tujuan; suatu solusi mungkin optimal pada satu tujuan tetapi tidak optimal pada tujuan yang lain.

Menurut Konak et al. (2006), ada dua pendekatan umum untuk menyelesaikan permasalahan OTJ. Pendekatan pertama yaitu mengkombinasikan fungsi tujuan ke bentuk fungsi gabungan tunggal atau memindahkan semua ke fungsi tujuan kecuali satu tujuan ke himpunan batasan atau disebut dengan metode klasik. Contoh metode ini adalah weighted sum method, ε-constraint,weighted metric methods, min-max, dll. Kelebihan metode klasik adalah mudah digunakan dan pada permasalahan fungsi cembung akan mudah diperoleh himpunan Pareto optimal. Kekurangan metode klasik antara lain untuk optimasi campuran (min- maks) diperlukan untuk mengkonversikan semua tujuan ke satu jenis optimasi, penentuan bobot yang tepat untuk setiap fungsi tujuan, serta susah digunakan pada pemasalahan fungi tidak-cembung (non-convex).

Pendekatan umum kedua adalah menentukan semua himpunan Pareto optimal sebagai himpunan solusi yang tidak terdominasi oleh yang lain. Pada permasalahan OTJ, seorang pengambil keputusan dihadapkan dengan solusi Pareto-optimal yang mana merupakan kumpulan trade-offs antara tujuan satu dengan tujuan lainnya (Aslam et al. 2011).

Secara matematika dalam permasalahan OTJ untuk fungsi tujuan minimisasi, sebuah solusi layak x1 disebut mendominasi solusi x2 jika fi(x1) ≤ fi(x2), i = 1, 2,...,

n dan fj(x1)<fj(x2) mendominasi (optimum) untuk paling kurang satu fungsi tujuan.

Dengan kata lain, sebuah solusi x(1) mendominasi solusi yang lain x(2), jika solusi x(1) tidak lebih buruk dari x(2) untuk semua fungsi tujuan dan solusi x(1) lebih baik dari x(2) minimal pada satu fungsi tujuan. Sebuah solusi tidak terdominasi (non-dominated) oleh solusi lain disebut dengan Pareto-optimal.

Pada penelitian ini, permasalahan tujuan jamak rantai pasok tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi dengan bahan baku tepung lokal dilakukan dengan pendekatan algoritme genetika yaitu non-dominated sorting genetic algorithm II (NSGA II). Penggunaan metode ini karena perhitungan yang lebih efisien untuk memperoleh himpunan Pareto optimal dengan menggunakan operator elistis dan crowding distance untuk mempertahankan keragaman tanpa menggunakan berbagai parameter tambahan (Deb et al. 2002).

Teknik Pengambilan Keputusan Hasil Optimisasi Tujuan Jamak

Hasil penyelesaian optimasi tujuan jamak diperoleh berupa himpunan Pareto front dengan banyak alternatif-alternatif solusi. Hal ini menyebabkan

pengambil keputusan sulit memutuskan solusi yang terbaik untuk dipilih. Prinsip pengambilan keputusan solusi terbaik adalah mencari solusi yang dekat dengan solusi ideal untuk semua fungsi tujuan dan mengaplikasikan preferensi pengambil keputusan pada nilai-nilai fungsi tujuan untuk mengidentifikasi solusi terbaik menurut preferensi tersebut. Beberapa metode yang telah dikembangkan untuk keputusan pemilihan solusi terbaik dari himpunan Pareto front, antara lain sebagai berikut:

1. Pengambilan keputusan dengan pendekatan fuzzy

Pada pengambilan keputusan dengan pendekatan fuzzy setiap fungsi tujuan (fi) diubah menjadi tujuan fuzzy dengan batas minimum dan maksimum yang ditentukan berdasarkan tingkat kepuasan pengambil keputusan. Pada fungsi tujuan maksimisasi, nilai solusi yang paling tinggi memberi derajat kepuasan yang tinggi begitu juga sebaliknya. Untuk fungsi tujuan minimisasi, semakin rendah nilai solusi yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat kepuasan pengambil keputusan. Tingkat kepuasan fungsi tujuan didefinisikan ke bentuk derajat keanggotaan fuzzy yang dapat diformulasikan untuk fungsi maksimisasi sebagai berikut: m aks ij i min ij i min m aks ij m aks min i ij i i i 1, jika f f f f (f ) , jika f f f f f 0, ji        min ij i ka f f        (5.3)

Derajat keanggotaan fuzzy untuk fungsi tujuan minimisasi diformulasikan sebagai berikut: min ij i m aks i ij min m aks ij m aks min i ij i i i 1, jika f f f f (f ) , jika f f f f f 0, ji        m aks ij i ka f f        (5.4)

Dimana (f )ij adalah derajat keanggotaan fungsi tujuan i untuk solusi ke-j. fij adalah nilai fungsi tujuan i untuk solusi ke j. f adalah nilai minimum fungsi imin

tujuan i dan m aks i

f adalah nilai maksimum tujuan i.

Derajat keanggotaan untuk ke solusi j merupakan titik potong atau irisan (intersection) semua derajat keanggotaan fungsi tujuan i pada solusi ke j. Berdasarkan Bellman dan Zadeh (1970) irisan derajat keanggotaan fungsi tujuan pada solusi ke j ((f )ij D) dapat ditulis sebagai berikut:

n ij D i 1 ij 1j 2 j ij 1j 2 j ij (f ) (f ) (f ) (f ) .... (f ) Min( (f ), (f ),...., (f ))             (5.5)

Selanjutnya solusi akhir yang optimal dengan pendekatan fuzzy adalah nilai maksimum dari (f )ij D atau dapat ditulis:

2. Pengambilan keputusan dengan pendekatan LINMAP

Pengambilan keputusan dengan pendekatan linear programming technique for multi-dimentional analysis of preference (LINMAP) pertama kali dikenalkan oleh Srinivasan dan Shocker (1973) dan kemudian diaplikasikan untuk pemilihan solusi terbaik pada Pareto front oleh Arora et al. (2016), Li et al. (2015) dan Sayyaadi dan Mehrabipour (2012). Metode ini dilakukan dengan menghitung jarak Euclidian antara setiap titik pada Pareto front dan titik ideal yang diformulasikan sebagai berikut:

√∑

(5.7)

dimana n adalah jumlah tujuan, i menyatakan setiap solusi pada Pareto front yaitu i=1, 2, 3.., m. adalah nilai ideal untuk tujuan ke-j yang diperoleh dengan sebuah optimasi tujuan tunggal. Teknik LINMAP menyusun titik pada Pareto front dengan jarak minimum dari solusi ideal. Sehingga, ifinal = I ϵ min (Di+).

3. Pengambilan keputusan dengan pendekatan TOPSIS

Pengambilan keputusan dengan pendekatan technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS) dikembangkan oleh (Hwang, Lai, and Liu 1993). Teknik ini telah diaplikasikan untuk pemilihan solusi terbaik pada Pareto front OTJ oleh Arora et al. (2016), Li et al. (2015) dan Sayyaadi dan Mehrabipour (2012). Teknik ini menggunakan titik ideal dan titik bukan-ideal (nadir) pada himpunan solusi. Titik-titik bukan-ideal merupakan kebalikan dari titik ideal yaitu titik dengan solusi yang paling buruk untuk setiap fungsi tujuan. Titik (solusi) ideal dan nadir diilustrasikan seperti Gambar 9 untuk dua fungsi tujuan minimisasi. Jarak solusi dengan titik bukan-ideal (Di-) diformulasikan sebagai

berikut:

√∑

(5.8)

Selanjut metode TOPSIS menggunakan parameter tambahan Di yang

diformulasikan sebagai berikut:

i i i i D D D D      (5.9)

Solusi yang terbaik dengan pendekatan TOPSIS adalah nilai dimana titik Di

maksimum.

4. Pendekatan Shannon entropy

Metode ini diaplikasikan oleh Guisado et al. ( 2005) untuk menentukan pilihan terbaik dari himpunan Pareto front. Teknik Shannon entropy sebagai satu dari alat penting untuk memperoleh bobot alternatif dalam bentuk matriks Lij dengan sebuah keputusan matriks Fij mempertimbangkan n alternatif dengan m tujuan dalam sistem. Untuk tujuan ke-j, elemen matriks Lij dapat dihitung sebagai berikut:

ij ij n ij i F L , i= 1, 2,..., n dan j=1, 2,..., m F 

(5.10)

Entropi Shannon ditentukan sebagai berikut: n

j ij ij

i

SE  M

L ln L , dimana M=1/ln n (5.11)

Derajat deviasi (Dj) ditentukan sebagai berikut:

Dj=1-SEj (5.12)

Bobot tujuan ke-j diperoleh berdasarkan persamaan 5.13. m

j j j

j

W D

D (5.13)

Selajutnya dihitung Yi=Lij .Wj. Solusi yang terbaik dari Pareto optimal front

adalah pada Yi paling maksimum.

5. Metode fuzzy subtractive clustering dan Level Diagrams

Metode ini dikembangkan oleh Zio dan Bazzo (2011, 2012) yang menggunakan dua tahap prosedur yaitu subtractive clustering dengan penilaian fuzzy dan diagram level (Blasco et al. 2008). Subtractive clustering adalah metode pengklasteran tidak-terawasi berdasarkan ukuran densitas titik-titik data dalam suatu variabel dimana titik yang mempunyai famili paling banyak dipilih sebagai pusat klaster. Metode ini terdiri dari kelompok famili dengan pengklasteran subtraktif solusi tidak-terdominasi dari himpunan Pareto front berdasarkan jarak hubungan geometrik relatif himpunan solusi-solusi tersebut dalam ruang fungsi tujuan (Pareto Frontier) dan selanjutnya memilih pusat famili yang mewakili solusi dalam tiap klaster. Diagram level digunakan untuk mewakili dan menganalisis dengan efektif solusi himpunan dan Pareto front dari solusi ideal dan optimal dengan semua tujuan secara bersamaan.

Solusi ideal

Solusi nadir

Gambar 9 Ilustrasi titik ideal dan nadir pada suatu Pareto front untuk dua fungsi tujuan minimisasi

6. Metode Self-Organizing Maps solution clustering (SOM) dan Data Envelopment Analysis (DEA)

Metode ini dikenalkan oleh Li et al. (2009) berdasarkan Self-Organizing Maps (Fausett 1994) dan Data Envelopment Analysis (Cook et al. 2001). Solusi himpunan Pareto optimal terlebih dahulu diklasifikasikan ke beberapa klaster dengan mengaplikasikan metode SOM yaitu suatu metode klasifikasi tidak terawasi berdasarkan jaringan syaraf tiruan tertentu dengan struktur umpan maju (feedforward) lapisan tunggal. Solusi yang tidak efisien dikeluarkan dari setiap klaster dan solusi yang efisien diidentifikasi dengan metode DEA. Untuk pemilihan keefisienan, DEA mempertimbangkan indikator kinerja solusi input/output berdasarkan kriteria keefisienan relatif yang telah ditentukan. Pada permasalahan tujuan jamak, tujuan minimisasi dapat sebagai input, dan maksimisasi sebagai output.

Metode

Untuk menyelesaian permasalahan optimasi tujuan jamak rantai pasok tepung terigu yang mempertimbangkan substitusi dengan tepung lokal diperlukan beberapa tahapan yaitu:

Langkah 1. Pernyataan permasalahan

Pada tahapan ini ditentukan ruang lingkup permasalahan rantai pasok yang akan diteliti meliputi: konfigurasi rantai pasok, jumlah eselon (stages), tujuan yang ingin dicapai, variabel keputusan, asumsi-asumsi yang diperlukan, parameter model yang terlibat, serta batasan-batasan model dan variabel.

Langkah 2. Formulasi matematika

Tujuan yang ingin dicapai dan batasan variabel serta parameter diformulasikan ke bentuk persamaan matematika yaitu mixed integer non-linear programming (MINLP) tujuan jamak. Fungsi tujuan yang ingin dicapai meliputi minimisasi biaya rantai pasok, maksimisasi kualitas produk, maksimisasi keandalan rantai pasok, dan maksimisasi penggunaan tepung lokal. Variabel keputusan meliputi pemasok yang dipilih, jumlah bahan baku yang dikirim dari pemasok ke pabrik, dan jumlah produk yang dikirim dari pabrik ke pabrik makanan dan distributor.

Langkah 3. Optimasi rantai pasok dengan pendekatan algoritme genetika

Setelah formulasi matematika model MINLP tujuan jamak dibangun selanjutnya dilakukan optimasi dengan pendekatan algoritme genetika. Pada studi ini, teknik optimasi digunakan adalah non-dominated sorting genetic algorithm II (NSGA II) yang dikembangkan oleh Deb et al. (2002)dengan alat bantu MOEA Framework version 2.8 yang tersedia di http://www.moeaframework.org/ dan dikodekan pada Java Netbeans.

Tahapan-tahapan penyelesaian permasalahan optimasi tujuan jamak dengan pendekatan NSGA II diilustrasikan pada Gambar 10 dan 11 dengan tahapan- tahapan diuraikan sebagai berikut:

1. Inisialisasi populasi

Populasi diinisialisasi berdasarkan cakupan permasalahan, seperti jumlah variabel, jumlah fungsi tujuan, dan batasan jika ada. Pada tahapan ini dilakukan penentuan presentasi kromosom yang meliputi jumlah gen, nilai gen, tipe data,

dan jumlah populasi awal. Sebuah kromosom atau individu terdiri dari gen-gen yang mempresentasikan semua variabel keputusan yang dibutuhkan.

2. Pengurutan tidak-terdominasi (non-dominated)

Populasi awal yang sudah dibentuk kemudian diurutkan berdasarkan bukan- dominasi (non-domination). Sebuah individu (solusi) mendominasi individu yang lain jika paling kurang satu dari fungsi tujuan lebih baik dari solusi yang lain. Pengurutan tidak-terdominasi dilakukan untuk mengklasifikasikan front-front F1,

F2, .., FR pada populasi. Front pertama (F1) adalah himpunan non-dominasi terdiri

dari solusi-solusi terbaik dari populasi awal. Front kedua (F2) didominasi oleh

solusi pada front pertama, dan seterusnya dimana front terakhir berisikan solusi- solusi terburuk.

3. Pengurutan berdasarkan crowding distance

Crowding distance merupakan pembanding antara dua individu dalam front yang sama agar solusi yang dihasilkan dapat mewakili keseluruhan solusi pareto- optimal. Pengurutan dengan crowding distance bertujuan untuk mempertahankan keragaman populasi dan membantu untuk menyelusuri ruang pencarian. Perhitungan keliling cuboid yang dibentuk oleh solusi terdekat dalam satu front seperti ditunjukkan pada Gambar 12.

Untuk semua fungsi tujuan k, urutkan solusi dalam front F1, F2, .., Fj dalam

bentuk pengurutan meningkat. Jika p=| Fj| dan x(i,k) mewakili solusi ke i dan daftar

yang diurutkan berhubungan dengan fungsi tujuan k. Menetapkan cdkx(1,k)= ∞ dan

cdk x(p,k)= ∞, dan untuk i=2, .., p-1 ditentukan seperti persamaan 5.14.

min k max k k k] 1, - [i k] 1, + [i ] , [ k z z ) ( ) ( ) ( cd    z x z x xik k k (5.14)

Untuk mendapatkan crowding distance cd(x) dari solusi x, jumlahkan crowding distance solusi untuk tiap tujuan, yaitu cd(x)= .

4. Seleksi individu

Setelah individu diurutkan berdasarkan non-dominasi dan crowding distance, selanjutnya dilakukan seleksi untuk memilih induk dari populasi yang terbaik. Proses seleksi dilakukan dengan menggunakan fungsi turnamen dimana prosesnya berdasarkan kriteria front/rank dan jarak crowding distance. Individu yang terpilih secara random kemudian dilakukan turnamen berdasarkan nilai front yang minimum, jika nilainya sama maka dipilih nilai crowding distance yang maksimum.

Gambar 12 Metode crowding distance untuk genetik algoritme tujuan jamak (Konak et al. 2006)

5. Membangkitkan keturunan (offspring)

Keturunan dibangkitkan menggunakan operator genetika yaitu pindah silang (crossover) dan mutasi. Prosedur pindah silang adalah mengambil dua individu (kromosom) dari populasi dan mengkombinasikan mereka untuk membangkitkan dua individu baru (offspring) yang berisikan sifat-sifat dari orang tuanya. Pada penelitian ini, prosedur pindah silang berdasarkan Simulated Binary Crossover (SBX) yang dikenalkan oleh Deb dan Agrawal (1994). Operator SBX mensimulasikan prinsip kerja operator pindah silang pada kromoson-kromosom biner.

Dua keturunan (offspring) y1 dan y2 diperoleh dari induk x1 dan x2 dengan pengoperasian satu variabel pada waktu bersamaan seperti yang ditunjukkan pada persamaan 5.15.

[( ) ( ) ] ( ) ( )

(5.15) Dimana merupakan distribusi probabilitas yang dihitung dengan menggunakan persamaan 5.16, sebagai berikut:

{

( )

(5.16) Dengan,

μi = Bilangan random yang benilai antara 0 dan 1

nc = Indeks distribusi

Prosedur mutasi dilakukan setelah operasi pindah silang. Prosedur mutasi merubah nilai gen secara random. Induk dipilih secara acak dan kemudian nilai gen diubah berdasarkan jangkauan variabel masing-masing.

Pada penelitian ini prosedur mutasi dilakukan berdasarkan mutasi polynomial yang dikenalkan oleh Deb dan Goyal (1996). Apabila variabel xi

adalah variabel ke-i yang dipilih untuk dimutasi maka nilai perubahan variabel (yi) dapat ditentukan berdasarkan distribusi probabilitas polynomial P(�)=

0.5(m+1)(1-|�|)�m, seperti persamaan 5.17.

�̅ (5.17)

dimana dan adalah masing-masing nilai dari batas bawah dan batas atas dari variabel xi, sedangkan �̅ merupakan parameter pengontrol distribusi yang