• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

2.1 Kajian teori

2.1.3 Model pembelajaran kooperatif

2.1.3.1 Pengertian pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang menganut paham konstruktifis (Isjoni, 2012). Paham konstruktifis lebih memberikan ruang kepada siswa untuk belajar pada pross pembelajaran dibandingkan dengan peran guru di dalam pembelajaran tersebut (Asrori, 2007). Hal ini bisa diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat student centered teaching atau pembelajaran berpusat pada siswa. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara bekerja sama yang teratur dalam

31

kelompok yang beranggotakan dua orang atau lebih dan hasil dipengaruhi oleh keterlibatan tiap anggotanya (Solihatin & Raharjo, 2008). Model pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar dan bekerja sama dalam kelompok kecil beranggotakan 4 – 6 siswa dengan struktur kelompok yang heterogen disebut pembelajaran kooperatif (Slavin, 2008).

Pembelajaran memang seharusnya mempunyai dua alur yang komunikatif antara guru dengan siswa bahkan siswa dengan siswa lainnya. Pembelajaran berbasis teman sebaya (peer teaching) lebih efektif dibandingkan hanya guru yang mengajar. Pengajaran dengan sistem memberikan keleluasaan terhadap siswa untuk bekerja dalam kelompok secara bersama dan terstruktur dapat dikatakan sebagai pembelajaran gotong – royong atau cooperative learning (Lie, 2010).

Melalui penjelasan dari beberapa tokoh diatas dapat ditarik sebuah pengertian bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran

student centered teaching yang berbasis kelompok dengan beranggotakan 2 atau lebih siswa dalam satu kelompok, siswa belajar secara tutor sebaya dengan materi yang terstruktur dan didalamnya siswa saling bekerja sama untuk mendapatkan sebuah hasil.

2.1.3.2 Unsur – unsur pembelajaran kooperatif

Pembelajaran secara berkelompok belum tentu bisa dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Ada beberapa unsur yang harus tercermin dalam pembelajaran kooperatif antara lain (1) Adanya ketergantungan yang positif antar anggota, (2) Adanya tanggung jawab

32

pada setiap anggota kelompok, (3) Adanya tatap muka dalam kelompok, (4) Terjadi suatu komunikasi antar anggota, (5) Adanya evaluasi proses dalam kelompok (Lie, 2010).

Pada unsur ketergantungan positif antar anggota artinya keberhasilan kelompok terletak pada bagaimana anggota kelompok itu bekerja. Guru dapat memaksimalkan tugas yang diberikan pada setiap anggota kelompok sehingga setiap anggotanya dapat menyelesaikan tugasnya sendiri sehingga tujuan tercapai.

Tanggung jawab setiap anggota kelompok sangat berpengaruh terhadap hasil akhir kelompok. Hal ini dapat terlihat bagaimana siswa yang mengerjakan tugasnya dengan sungguh-sungguh ataupun tidak. Apabila salah satu anggota kelompok tidak bertanggung jawab pada tugasnya maka tujuan akhir kelompok tersebut tidak tercapai secara maksimal dan anggota kelompok bisa meminta pertanggungjawabannya.

Tatap muka dalam kelompok diartikan sebagai bertemu dan berdiskusi. Menyatukan berbagai macam perbedaan tentu tidak akan mudah, namun dengan adanya berbagai kekurangan individu dapat membuat suatu kelebihan tersendiri disamping lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya.

Keberhasilan suatu kelompok bergantung bagaimana setiap anggota kelompok saling berkomunikasi secara bijaksana. Kemampuan untuk mendengarkan dan mengutarakan setiap pribadi berlu dilatih. Guru sebagai fasilitator bisa mengajarkan cara-cara bijaksana dalam

33

menyampaikan, menyanggah, mengoreksi suatu pendapat. Proses saling mengomunikasikan merupakan suatu proses yang bermanfaat guna memperkaya pengalaman dalam belajar dan perkembangan mental dan emosi setiap anggotanya.

Evaluasi proses dalam kelompok perlu diperhatikan oleh guru, hal ini membantu proses belajar selanjutnya. Perlunya waktu khusus untuk memberikan evaluasi secara individu maupun kelompok. Pengevaluasian dilaksanakan beberapa kali dalam waktu tertentu saja.

Beberapa unsur lainnya menurut Lungdren (Isjoni, 2012) yaitu (1) Siswa mempunyai persepsi bahwa mereka benar – benar satu tim yang tak bisa berjalan sendiri dan saling berkaitan, (2) Siswa memiliki tanggung jawab terhadap anggota lain dalam kelompoknya termasuk terhadap materi yang dipelajari, (3) Anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama, (4) saling berbagi tugas dan tanggung jawab antara anggota kelompok, (5) pemberian evaluasi setiap siswa yang berpengaruh terhadap hasil evaluasi kelompoknya, (6) saling berbagi kepemimpinan dengan tujuan untuk memperoleh dan melatih keterampilan kerjasama mereka dalam kelompok selama proses pembelajaran berlangsung, (7) adanya pertanggungjawaban atas materi yang didapatkan secara individu dalam kelompok kooperatif.

Melihat dari unsur – unsur yang telah dipaparkan dapat diambil pandangan secara umum bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai unsur yaitu (1) adanya keterkaitan antar setiap anggota kelompok, (2) adanya tanggung jawab terhadap tugas maupun kelompoknya, (3) adanya

34

keterbukaan pada setiap anggota untuk saling terlibat dalam komunikasi, (4) selalu ada evaluasi dalam bentuk kelompok maupun individu.

2.1.3.3 Jenis-jenis pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Beberapa contoh tipe pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan antara lain: Student Team Achievement Devision (STAD), Jigsaw, Teams-Games-Tournaments

(TGT), Group Investigation (GI), Rotating Trio Exchange, dan Group Resume (Isjoni, 2012).

Di bawah ini merupakan penjelasan beberapa contoh pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan:

a. Student Team-Achievement Devisions (STAD)

Metode ini dikembangkan oleh Slavin dan menekankan pada

“kompetisi” antar kelompok di dalam kelas tersebut. Kelompok yang terbentuk berdasarkan pada kemampuan tiap siswa, gender, ras, dan etnis. Bekerja dalam kelompok dapat membantu meningkatkan interaksi antar siswa untuk memberikan dukungan antar siswa. Proses pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdapat lima tahapan menurut Isjoni (2013) yaitu: (1) tahap penyajian materi, (2) tahap kerja kelompok, (3) tahap tes individual (kuis), (4) tahap perhitungan skor individu, dan (5) tahap pemberian penghargaan setiap kelompok.

35 b. Team-Games-Tournaments (TGT)

Metode Team-Games-Tournaments hampir sama dengan metode

Student Team-Achievement Devisions (STAD). Pembentukan kelompok pada TGT terfokus pada tingkat kemampuan setiap siswa (Huda, 2014). Setiap kelompok terdiri 3 orang siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Komposisi kelompok dicatat pada tabel khusus yang biasanya disebut tabel turnamen. Kelompok ini setiap minggunya akan berubah. Tipe ini sama dengan STAD dengan diawali oleh mempelajari materi terlebuh dahulu di dalam kelompok. Setelah mempelajari materi, setiap siswa diuji secara individual, jika STAD menyebutkan kuis sebagai tes individual, dalam TGT disebut sebagai games akademik yang dikemas sebagai kompetisi. Nilai yang diperoleh dari games akademik ini akan diakumulasikan menjadi nilai kelompok.

c. Group Investigation (GI)

Tipe pembelajaran group investigation ini merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang kompleks. Hal ini dikarenakan GI memadukan prinsip pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi (Isjoni, 2012).

Pembelajaran ini diawali dengan pembagian kelompok belajar yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Guru mendampingi siswa dalam memilih topik dengan permasalahan yang ada dari topik tersebut. Setiap

36

kelompok menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada dengan menggunakan metode investigasi seperti misalnya, diawali dengan pengumpulan data, analisis data, sintesis, dan menarik kesimpulan. Pada akhir kegiatan, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil dari investigasinya. Selain presentasi, sebaiknya guru memberikan evaluasi baik secara individu ataupun kelompok (Suprijono, 2009).

d. Jigsaw

Jigsaw yang dikembangkan Aronson merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dengan menerapkan

Jigsaw menekankan kepada siswa untuk saling membantu dalam memahami suatu materi dan aktif selama pembelajaran berlangsung (Isjoni, 2012). Jenis pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sangat cocok untuk diterapkan dalam segala tingkatan kelas (Lie, 2010). Langkah awal untuk memulai tipe ini dalam sebuah pembelajaran adalah membentuk kelompok berlatarbelakang heterogen. Setiap kelompok idealnya terdiri dari 4-6 siswa. Langkah kedua adalah memberikan sub materi yang berbeda pada setiap kelompok tentang topik yang sedang dipelajari saat itu. Masing-masing anggota kelompok mempelajari salah satu bagian dari sub materi yang diberikan dan bertanggung jawab penuh terhadap materi yang didapatkan.

Pada tahun 1989, Slavin mengadopsi dan memodifikasi Jigsaw

37

Perbedaan dari Jigsaw dengan Jigsaw II terletak pada adanya pemberian reward di akhir pelajaran. Kagan (1990) mengembangkan

Jigsaw dengan diterapkan pada kelas bilingual. Jigsaw yang dikembangkan oleh Kagan ini dikenal dengan Jigsaw III. Jigsaw III

umumnya menggunakan bahasa Inggris untuk materi, bahan, kuis, dan lembar kegiatannya (Huda, 2014).

2.1.3.4 Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan olah Aronson dan timnya sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif. Tipe ini memadukan keterampilan membaca, menulis, mendengarkan, serta berbicara. Jigsaw bisa digunakan dalam mata pelajaran IPA, IPS, bahasa, agama, dan matematika. Penggunaannya mencakup segala tingkatan kelas. Dalam melakukan pembelajaran di kelas, guru sebaiknya memperhatikan latar belakang pengalaman yang telah diperoleh siswa, hal ini bertujuan untuk mengaktifkan siswa selama pembelajaran berlangsung sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Tipe Jigsaw ini juga melatih keterampilan komunikasi antar siswa (Lie, 2010).

Salah satu cara untuk mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal, kelompok hendaknya bersifat heterogen dari segi kemampuan siswa maupun dari segi karakteristik tiap siswanya. Jumlah anggota dalam satu kelompok idealnya 4 – 6 orang (Isjoni, 2012). Berbagai macam tipe

Jigsaw dengan ciri yang berbeda dan merupakan pengembangan dan perbaikan dari Jigsaw yang sebelumnya.

38

Jigsaw awalnya dikembangkan oleh Aronson pada tahun 1978 (Slavin, 2008). Siswa masuk ke dalam kelompok- kelompok kecil, guru memberikan topik materi yang akan dipelajari saat itu. Masing – masing anggota kelompok harus mempelajari topik yang berbeda. Setelah mempelajari materi yang telah menjadi bagiannya, kemudian membentuk sebuah kelompok baru yang beranggotakan perwakilan tiap kelompok asal serta dalam satu materi yang sama membentuk sebuah kelompok ahli. Dalam kelompok ahli ini, siswa diminta untuk berdiskusi tentang materi yang menjadi tanggung jawabnya. Setelah mencapai sebuah kesepakatan maka masing-masing siswa yang tergabung dalam kelompok ahli ini kembali ke kelompok asal untuk mempresentasikan atau menyampaikan informasi yang telah disepakati dalam kelompok ahli (Suprijono, 2009). Pemberian kuis secara individu untuk melihat penguasaan materi setiap siswa. Penilaian yang individu yang dihasilkan menentukan penilaian kelompok. Pada Jigsaw ini tidak ada reward yang diberikan secara khusus.

Jigsaw mengalami perkembangan, pada tahun 1989, Slavin mengadopsi dan membuat modifikasi pada Jigsaw yang di kembangkan oleh Aronson. Pemodifikasian ini lebih dikenal dengan tipe Jigsaw II .

Jigsaw II digunakan pada pada matri yang berbentuk narasi tertulis. Pembelajaran menekankan pada pengusaan konsep dalam materi tersebut (Slavin, 2008).

Pada Jigsaw II ini, setiap kelompok saling berkompetisi untuk mendapatkan group reward. Apabila di dalam kelompok, masing-masing

39

anggota dapat menunjukkan peningkatan kemampuan dibandingkan dengan kemampuan sebelumnya pada saat kuis maka akan memperoleh poin extra poin. Secara garis besar tipe pelaksanaan Jigsaw II tidak terlalu berbeda dengan Jigsaworiginal.

Langkah - langkah penerapan Jigsaw II (Slavin, 2008) adalah pertama awal pelaksanaan Jigsaw II ini adalah membuat kelompok beranggotakan 4-6 orang dan membagikan handout materi termasuk topik ahli pada masing-masing siswa. Siswa diminta untuk membaca materi (lewati pada bagian topik ahli). Guru memilihkan topik yang harus benar-benar dikuasai oleh siswa pada setiap kelompoknya. Ketika siswa telah memperoleh topik yang harus dipelajari, guru mempersilahkan siswa untuk membaca bagian materi yang sudah menjadi tugasnya atau bisa juga siswa diminta membaca di rumah sebagai PR dan bisa melengkapi topik yang didapat dari buku sumber lainnya.

Guru membantu siswa untuk membuat kelompok ahli sesuai topik berkumpul bersama. Apabila kelompok ahli terdiri dari lebih dari 6 siswa maka dibagi mejadi 2 kelompok kecil. Pada setiap kelompok, guru memilih salah satu siswa untuk menjadi moderator diskusi yang berhak atas jalannya diskusi. Setiap siswa berbagi informasi dalam kelompok ahli serta mencatat poin – poin yang dibahas selama diskusi berlangsung. Guru berkeliling untuk membimbing dan meluruskan kesalahpahaman.

Pada waktu yang telah ditentukan, siswa kembali ke kelompok awal dan bersiap untuk menyampaikan dan mengajari topik yang mereka

40

dapatkan kepada anggota kelompok lainya. Guru menekankan pada siswa bahwa mereka bertanggungjawab atas teman sekelompoknya. Di dalam kelompok ini siswa dilatih menjadi guru yang baik serta pendengar yang baik.

Setelah melalui tahap peer teaching, guru memberikan tes secara individu untuk mengetahui pemahaman materi mereka melalui kegiatan tadi. Guru bisa juga meminta siswa untuk menukarkan lembar jawaban pada kelompok lain untuk menghitung skor perolehan. Perhitungan skor mulai dari poin kemajuan dalam belajar secara individu yang akan berpengaruh pada poin kemajuan kelompok. Permberian reward pada kelompok yang memiliki poin tertinggi sebagai kelompok terbaik. Hal ini berguna untuk memotivasi siswa dalam belajar.

Jigsaw II mempunyai karakteristik antara lain dalam pelaksanaanya

Jigsaw II diawali dengan pemberian materi secara keseluruhan pada seluruh siswa, pembagian topik dilaksanakan setelah seluruh siswa membaca materi yang diberikan, dan adanya reward pada akhir pelajaran. Penentuan poin kemajuan diawali dengan menentukan skor awal siswa. Pada setiap pembelajaran diberikan kuis atau soal evaluasi. Dari hasil kuis dapat dihitung poin kemajuannya. Di bawah ini tabel acuan penentuan poin kemajuan.

41

Tabel 2.4 Poin berdasarkan hasil kuis (Slavin, 2008)

No Skor Kuis Poin Kemajuan

1 Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 2 1-10 poin di bawah skor awal 10 3 Sampai 10 poin di atas skor awal 20 4 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 5 Skor sempurna (terlepas dari skor awal) 30

2.2.4 Pembelajaran IPS di sekolah dasar dengan model pembelajaran

Dokumen terkait