• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

F. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H0 : 1 2

H1 :1 2 Keterangan :

μ1: Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok eksperimen.

μ2: Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok kontrol.

H0 : Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih kecil sama dengan rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok kontrol.

H1 : Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok kontrol.

Adapun kriteria pengujian yaitu:

Jika thitung ≤ ttabel , maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Jika thitung > ttabel , maka H0 ditolak dan H1 diterima.

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sepatan. Perlakuan diberikan sebanyak 8 kali pertemuan. Sampel yang digunakan adalah 76 siswa kelas VII yang terdiri dari 38 siswa pada kelas eksperimen yaitu kelas VII.1 dan 38 siswa pada kelas kontrol yaitu kelas VII.3. Kedua kelas tersebut diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diajarkan dengan menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan teknik storytelling sedangkan pada kelas kontrol diajarkan dengan model pembelajaran konvensional yaitu model pembelajaran ekspositori dengan metode ceramah. Setelah diberikan perlakuan, siswa di kedua kelas tersebut diberikan tes akhir (post test).

Sebelum dilakukan tes akhir, instrumen tes tersebut diuji coba terlebih dahulu pada sampel yang sudah mempelajari materi bilangan bulat. Sampel yang dimaksud adalah siswa kelas VIII.2 yang berjumlah 43 siswa di SMP Negeri 1 Sepatan.

Setelah dilakukan uji validitas dengan Product Moment, Daya Pembeda, Reliabilitas dan Tingkat Kesukaran diperoleh hasil bahwa kesembilan butir soal yang telah diuji cobakan adalah valid dan memiliki tingkat kesukaran yang berimbang dari mudah, sedang dan sukar.

Berikut ini disajikan data hasil perhitungan tes pemahaman konsep matematika siswa setelah pembelajaran dilaksanakan.

1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Data hasil tes pemahaman konsep matematika yang diperoleh pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4. 1

Perbandingan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Statistik Kelas

Eksperimen Kontrol

Nilai Terendah 13 10

Nilai Tertinggi 87 84

Mean 54,24 44,39

Median 51,50 43,91

Modus 46,50 43,55

Varians 274,92 238,87

Simpangan Baku 16,58 15,46

Tabel 4.1 menunjukkan sebaran data pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah dilakukan proses pembelajaran dengan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan menggunakan teknik Storytelling pada kelas eksperimen. Rentang nilai pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 74. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki rentang nilai yang sama. Nilai siswa tertinggi pada kedua kelas tersebut juga terdapat pada kelas eksperimen dengan nilai 87. Artinya, pemahaman konsep matematika perorangan tertinggi berada pada kelas eksperimen.

Ditinjau dari nilai rata-rata kedua kelas di atas, kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan selisih sebesar 9,85. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata skor pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki modus sebesar 46,50 dan modus pada kelas kontrol yaitu sebesar 43,55.

38

2. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator

Indiator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 yaitu (1) Memberi contoh dan bukan contoh; (2) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu; dan (3) Mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah. Skor pemahaman konsep matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan indikator disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. 2

Perbandingan Nilai Pemahaman Konsep Matematika Siswa per Indikator

Indikator Pemahaman Konsep Matematika yang diukur

Nilai Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol Memberi contoh dan bukan contoh 61,58 57,37 Menggunakan, memanfaatkan dan memilih

prosedur atau operasi tertentu 22,37 27,63 Mengaplikasikan konsep ke pemecahan

masalah 66,78 37,83

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pemahaman konsep matematika dengan indikator pertama yaitu memberi contoh dan bukan contoh dan indikator ketiga yaitu mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Untuk indikator kedua yaitu menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur

atau operasi tertentu pada kelas kontrol lebih baik daripada kelas eksperimen.

Secara lebih jelas, perbedaan nilai rata-rata siswa berdasarkan indikator pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam diagram berikut ini.

Grafik 4.1

Perbandingan Pemahaman Siswa per Indikator

Diagram di atas menunjukkan bahwa pencapaian skor rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada indikator pertama dan ketiga di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Sedangkan pada indikator kedua pencapaian skor rata-rata pemahaman konsep matematika siswa di kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk indikator pemahaman konsep yang pertama dan ketiga kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sedangkan untuk indikator pemahaman konsep yang kedua kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen.

61.58

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3

Frekuensi

40

B. Analisis Data

1. Uji Prasyarat Analisis

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil dari sampel yang diteliti berasal dari kemampuan pemahaman konsep matematika yang berdistribusi normal atau tidak. Teknik pengujian yang digunakan adalah uji kecocokan Chi-Square. Untuk menerima atau menolak hipotesis nol dilakukan dengan membandingkan dengan nilai kritis yang diambil dari daftar nilai kritis umtuk uji kecocokan Chi-Square pada taraf nyata 0,05.

Berikut hipotesis yang dirumuskan.

Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut.

Jika maka diterima Jika maka ditolak

Dari hasil uji normalitas kelompok eksperimen menunjukkan harga

yang tidak melebihi harga kritis untuk db = 6 – 3 = 3 dengan taraf signifikansi yaitu , sehingga

. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa diterima atau data berasal dari kemampuan pemahaman konsep matematika berdistribusi normal. Perhitungan dapat dilihat di lampiran.

Sedangkan hasil uji normalitas untuk kelompok kontrol menunjukkan harga yang tidak melebihi harga kritis untuk db = 6 – 3 = 3 dengan taraf signifikansi yaitu sehingga Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa diterima atau data berasal dari kemampuan pemahaman konsep matematika berdistribusi normal. Perhitungan dapat dilihat di lampiran.

Tabel 4.3

Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Variabel Derajat

Kelas Eksperimen 3 2,85 7,82 Berdistribusi

Normal

Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher. Berikut hipotesis yang dirumuskan.

Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas untuk data hasil belajar matematika kedua kelompok, diperoleh nilai varians kelas eksperimen adalah 274,92 dan varians kelas kontrol adalah 238,87.

Sehingga didapat . Pada taraf signifikansi untuk dan pada tabel F didapat . Berikut adalah kriteria pengujian homogenitas kedua kelompok.

Jika maka H0 diterima Jika maka H0 ditolak

Berdasarkan perhitungan didapat , sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok mempunyai varians yang sama atau homogen.

42

3. Uji Hipotesis Statistik

Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan pemahaman konsep matematika pada pokok bahasan bilangan bulat antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley menggunakan teknik Storytelling dengan siswa yang diajarkan dengan Model Pembelajaran Konvensional berupa Model Pembelajaran Ekspositori dengan metode ceramah. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa rata-rata dari kelas eksperimen yaitu sebesar 54,24 lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol yaitu sebesar 44,39. Perbedaan rata-rata kedua kelompok tersebut perlu diuji signifikansinya. Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya perbedaan rata-rata kedua kelas tersebut maka digunakanlah uji t.

Perhitungan uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan varians kemampuan pemahaman konsep matematika siswa homogen sehingga untuk uji t dilakukan dengan menggunakan rumus berikut.

Dengan hipotesis statistik yang diajukan sebagai berikut.

H0 : 1 2 H1 :1 2 Keterangan :

μ1: Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok eksperimen.

μ2: Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok kontrol.

H0 : Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih kecil atau sama dengan rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok kontrol.

H1 : Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematik siswa pada kelompok kontrol.

Berdasarkan tabel pemahaman konsep yang dapat dilihat pada lampiran, didapat hasil perhitungan sebagai berikut:

1) Nilai

2) Harga pada taraf signifikansi 5%

Nilai dicari menggunakan excel dengan rumus =TINV(0,1;74).

Sehingga didapat nilai sebesar . 3) Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan uji t diperoleh hasil bahwa , maka ditolak atau diterima. Dengan kata lain, rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada kelompok eksperimen yaitu kelompok siswa yang telah diajarkan dengan menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley menggunakan teknik storytelling lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada kelompok kontrol yaitu kelompok siswa yang telah diajarkan dengan Model Pembelajaran Konvensional berupa Model Pembelajaran Ekspositori dengan metode ceramah.

44

C. Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil dan pembahasan posttest tiap indikator yang terdapat pada analisis data, peneliti menemukan bahwa untuk indikator kedua yaitu menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, siswa yang menggunakan Model Pembelajaran Ekspositori dengan ceramah lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley menggunakan teknik storytelling. Ini merupakan temuan bagi peneliti.

D. Pembahasan

Setelah dilakukan uji hipotesis pemahaman konsep matematika siswa secara keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan teknik Storytelling memiliki perbedaan dengan siswa yang mengunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah. Dengan merujuk pada nilai rata-rata tes pemahaman kedua kelas terlihat bahwa rata-rata pemahaman konsep matematika siswa eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan teknik Storytelling lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah. Akan tetapi jika dilihat rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada tiap indikator, hanya pada indikator pertama dan ketiga saja rata-rata pemahaman konsep matematika pada kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Sedangkan pada indikator kedua, rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen.

Model Pembelajaran Matematika Knisley merupakan model pembelajaran yang bersifat konstruktivis, yaitu membangun pengetahuan

siswa dengan pengetahuan dasar yang sudah dimiliki sebelumnya oleh siswa.

Pada model pembelajaran ini, proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. Guru hanya menjadi fasilitator yang membimbing proses pembelajaran di kelas sehingga melatih siswa untuk memahami konsep matematika secara mandiri dan mendalam. Sedangkan pada pembelajaran konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran, artinya sumber dari proses pembelajaran adalah guru. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan kemudian mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru.

Selain itu, dari hasil pengamatan selama penelitian, pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley menggunakan teknik storytelling yang diterapkan pada kelas eksperimen menjadikan siswa lebih aktif karena memberikan kesempatan langsung pada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan memahami konsep dari materi yang diajarkan.

Hal ini membuktikan bahwa penggunaan Model Pembelajaran Matematika Knisley menggunakan teknik storytelling dapat membantu proses pembelajaran. Lain halnya pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan Model Pembelajaran Konvensional berupa Model Pembelajaran Ekspositori dengan metode ceramah pada kelas kontrol, siswa lebih pasif karena siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru.

Penggunaan teknik Storytelling dalam Model Pembelajaran Matematika Knisley dapat mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa pada indikator pertama, yaitu memberi contoh dan bukan contoh, dan indikator ketiga, yaitu mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah, sehingga untuk kedua indikator ini, rata-rata skor siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata skor siswa kelas kontrol. Karena pada indikator ini, Storytelling mampu membantu siswa dalam memahami dan menghubungkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Sedangkan untuk indikator yang kedua, yaitu menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, rata-rata skor siswa kelas kontrol lebih tinggi dari rata-rata skor siswa kelas eksperimen. Karena pada indikator ini, Storytelling terasa lebih rumit untuk dipahami oleh siswa kelas

46

eksperimen. Sedangkan model pembelajaran konvensional berupa ceramah lebih mudah dipahami oleh siswa kelas kontrol pada indikator ini.

Berikut akan dibahas proses pembelajaran di kelas ekperimen dan kelas kontrol beserta hasil posttestnya.

1. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Model Pembelajaran Matematika Knisley terdiri dari 4 tahap, yaitu allegorization, integration, analysis, dan synthesis. Sebelum memulai pembelajaran, guru membuka pelajaran dengan kegiatan pendahuluan terlebih dahulu. Dalam proses pembelajaran, siswa diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan didiskusikan dan dikerjakan oleh siswa secara berkelompok. Dalam 1 kelompok terdiri dari 3-4 orang siswa.

Dengan adanya diskusi dengan teman dalam 1 kelompok maka terjadi proses bertukar pendapat antar siswa dalam kelompok tersebut. Proses bertukar pendapat ini merupakan salah satu cara agar siswa yang belum menemukan maksud dari LKS tersebut dapat berbagi kepada teman sekelompoknya. Hal ini juga merupakan salah satu cara agar siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata kelasnya dalam kelompok tersebut bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada siswa yang memiliki kemapmuan di bawah rata-rata kelasnya agar maksud dari LKS tersebut dapat dipahami oleh seluruh anggota kelompok.

Tahapan pertama Model Pembelajaran Matematika Knisley adalah tahap allegorization. Pada tahap ini, guru memberikan sebuah cerita di bagian awal LKS di mana cerita tersebut mengenai pengenalan bilangan bulat menggunakan pengetahuan bilangan cacah yang sudah dimiliki sebelumnya oleh siswa. Berikut ini soal yang disajikan pada LKS 1 beserta hasil pekerjaan siswa pada tahap allegorization dari soal yang disajikan.

Contoh soal pada tahap allegorization

Contoh jawaban siswa pada tahap allegorization di bawah ini merupakan jawaban dari salah satu kelompok yang ada di kelas eksperimen. Jawaban yang diberikan tepat. Hal ini karena pada tahap allegorization, siswa menggunakan pengetahuan mengenai bilangan cacah yang sebelumnya sudah diketahui.

Adi dan Toni sedang berlatih kegiatan baris berbaris.

Toni berdiri di depan Adi untuk memberikan aba-aba sedangkan Adi melakukan aba-aba yang diberikan oleh Toni.

Adi berdiri di atas lantai berpetak. Ia berdiri di salah satu garis lurus yang menghubungkan petak-petak lantai tersebut.

Toni memberikan aba-aba untuk bergeser ke kiri dan ke kanan. Adi berdiri di satu titik awal yang ia namakan dengan angka 0 (nol), sedangkan garis pada petak di sebelah kanannya ia beri nama angka 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya dan garis pada petak di sebelah kirinya ia beri nama angka 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya. Jika Adi melangkah ke kanan sebanyak 4 petak, maka ia berada di angka ...Kemudian Adi melangkah ke kiri sebanyak 2 petak, maka ia berada di angka ...Lalu Adi melangkah lagi ke kiri sebanyak 3 petak, maka ia berada di angka ...Selanjutnya Adi melangkah lagi ke kiri 2 langkah, ia berdiri di angka ...

48

Gambar 4.1

Jawaban siswa pada tahap allegorization

Tahapan yang kedua yaitu integration. Pada tahap ini, siswa membandingkan antara konsep mengenai bilangan bulat dengan konsep bilangan cacah yang sebelumnya sudah diketahui oleh siswa. Berikut adalah contoh soal pada tahap integration

Gambar 4.2

Jawaban siswa pada tahap integration

Contoh jawaban siswa pada tahap integration di atas merupakan jawaban dari salah satu kelompok. Jawaban yang diberikan tepat. Hal ini karena pada tahap integration, siswa membandingkan pengetahuan mengenai bilangan cacah yang sebelumnya sudah diketahui dengan bilangan bulat.

Tahapan yang ketiga yaitu analysis. Pada tahap ini, siswa menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan bilangan bulat dan bilangan cacah.

50

Gambar 4.3

Jawaban siswa pada tahap analysis

Contoh jawaban siswa pada tahap analysis di atas merupakan jawaban dari salah satu kelompok. Jawaban yang diberikan tepat, tetapi hanya mengacu pada bilangan bulat yang ada di bagian allegorization saja.

Tahapan yang keempat yaitu synthesis. Pada tahap ini, siswa memberikan kesimpulan yang didapat dari ketiga tahapan yang telah dilalui.

Gambar 4.4

Jawaban siswa pada tahap synthesis

Contoh jawaban siswa pada tahap synthesis di atas merupakan jawaban dari salah satu kelompok yang ada di kelas eksperimen. Jawaban

yang diberikan kurang lengkap. Hal ini karena pada tahap synthesis, siswa membangun pengertaian yang baru mengenai bilangan bulat erdasarkan ketiga tahap yang sudah dilewati.

Setelah seluruh tahapan pada LKS telah selesai dikerjakan oleh seluruh kelompok, salah satu siswa sebagai perwakilan dari kelompoknya menulis hasil diskusi kelompoknya di papan tulis dan mempresentasikan jawaban kelompok mereka di depan kelas. Hal ini bertujuan untuk meluruskan pemahaman siswa apabila terdapat jawaban yang tidak sesuai.

Gambar 4.5

Siswa Menuliskan Hasil Diskusi Kelompoknya di Papan Tulis

Pada kelas kontrol, pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional berupa Ekspositori menggunakan metode ceramah. Sama seperti kelas eksperimen, sebelum memulai pembelajaran, guru membuka pembelajaran dengan kegiatan pendahuluan terlebih dahulu. Setelah itu, guru menjelaskan materi di depan kelas kemudian memberikan contoh-contoh soal yang dikerjakan siswa dengan bantuan guru. Kemudian tanya jawab dan memberikan latihan soal yang sama dengan kelas eksperimen.

Setelah latihan soal selesai, beberapa siswa menuliskan jawabannya di

52

papan tulis untuk dibahas bersama dengan guru. Pembahasan bersama ini untuk meluruskan pemahaman yang salah.

Gambar 4.6

Siswa Mengerjakan Latihan Soal

2. Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Posttest pemahaman konsep bilangan bulat dilakukan pada pertemuan ke 9. Jumlah siswa yang mengikuti posttest di kelas eksperimen sama dengan jumlah siswa yang mengikuti posttest di kelas kontrol yaitu sebanyak 38 siswa. Dalam penelitian ini, terdapat 3 indikator pemahaman konsep yang diteliti, yaitu:

a. Memberi Contoh dan Bukan Contoh

Indikator ini diwakili oleh soal posttest nomor 1.a, b dan c. Di bawah ini merupakan soal dan perbandingan jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada soal posttest nomor 1.a, b dan c.

Berikut ini adalah soal indikator memberi contoh dan bukan contoh.

Soal di atas merupakan soal pilihan. Siswa diminta untuk memilih mana saja yang termasuk ke dalam bilangan bulat diantara beberapa bilangan yang tersedia pada soal 1.a, b dan c.

Berikut ini adalah jawaban siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk indikator memberikan contoh dan bukan contoh.

Gambar 4.7

Jawaban siswa kelas kontrol untuk indikator memberikan contoh dan bukan contoh

54

Gambar 4.8

Jawaban siswa kelas eksperimen untuk indikator memberikan contoh dan bukan contoh

Dari contoh jawaban siswa kelas eksperimen terlihat bahwa siswa lebih mampu memilih bilangan bulat diantara bilangan-bilangan lain yang tersedia.

Dari jawaban siswa kelas kontrol terlihat bahwa siswa kurang mampu memilih bilangan bulat diantara bilangan-bilangan lain yang tersedia. Ia hanya bisa memilih 3 bilangan bulat dari 5 bilangan bulat yang ada (pada soal nomor 1.b dan c).

Dari jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan memberi contoh dan bukan contoh pada siswa kelas eksperimen lebih baik dari siswa kelas kontrol.

b. Menggunakan Memanfaatkan dan Memilih Prosedur atau Operasi Tertentu

Indikator ini diwakili oleh soal posttest nomor 2.a, b, c dan d. Di bawah ini merupakan soal dan perbandingan jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada soal posttest nomor 2.a, b, c dan d.

Soal indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

Soal di atas merupakan soal operasi hitung campuran. Siswa diminta untuk memilih dan menggunakan operasi hitung yang ada.

Gambar 4.9

Jawaban siswa kelas eksperimen untuk indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

56

Gambar 4.10

Jawaban siswa kelas kontrol untuk indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

Dari jawaban siswa kelas eksperimen di atas terlihat bahwa siswa kurang mampu memilih dan menggunakan operasi hitung. Dari jawaban siswa kelas kontrol terlihat bahwa siswa lebih mampu memilih dan menggunakan operasi hitung.

Dari jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu pada siswa kelas kontrol lebih baik dari siswa kelas eksperimen.

c. Mengaplikasikan Konsep ke Pemecahan Masalah

Indikator ini diwakili oleh soal posttest nomor 3 dan 4. Di bawah ini merupakan soal dan perbandingan jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada soal posttest nomor 3.

Soal indikator mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah

Soal di atas merupakan soal pemecahan masalah. Siswa diminta untuk menghitung berapa nilai yang diperoleh siswa jika berlaku aturan penilaian seperti yang tertera pada soal nomor 3.

Dari gambar 4.11 mengenai jawaban siswa kelas eksperimen terlihat bahwa siswa lebih mampu menghitung berapa nilai yang diperoleh siswa.

Sedangkan pada gambar 4.12 mengenai jawaban siswa kelas kontrol terlihat

Sedangkan pada gambar 4.12 mengenai jawaban siswa kelas kontrol terlihat

Dokumen terkait