• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY DENGAN TEKNIK STORYTELLING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY DENGAN TEKNIK STORYTELLING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

SISWA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

DITA PURNAMASARI NIM: 1110017000011

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

NIM : 1110017000011

Fakultas/Jurusan : FITK/Pendidikan Matematika Jenis Penelitian : Skripsi

Judul : PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

MATEMATIKA KNISLEY DENGAN TEKNIK STORYTELLING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA

Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk :

1. Memberikan hak bebas royalty kepada perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas penulisan karya ilmiah saya, demi mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/pengalih formatkan.

3. Mengelola dalam bentuk pangkal an data (data base), mendistribusikannya serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya seagai penulis/pencipta.

4. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dari segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 10 Maret 2016 Yang menyatakan,

Dita Purnamasari

(6)

i

ABSTRAK

DITA PURNAMASARI (1110017000011). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling dengan model konvensional terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Sepatan Tahun Ajaran 2015/2016.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian randomized control group post test only, yang melibatkan 76 siswa sebagai sampel. Penentuan sampel menggunakan teknik cluster sampling.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep matematika siswa antara kelas yang pembelajarannya menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling dengan kelas yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Model Pembelajaran Matematika Knisley, Teknik Storytelling, Pemahaman Konsep Matematika.

(7)

ii

ABSTRACT

DITA PURNAMASARI (1110017000011). The Influence of Knisley Model of Mathematics Learning Using Storytelling Technique toward Student’s Mathematical Conceptual Comprehension. Undergraduate Thesis of Department of Mathematics Education Faculty of Tarbiya and Teaching Science Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This research aims to know the effect Knisley Model of Mathematics Learning with Storytelling Technique and conventional technique to student’s mathematical conceptual comprehension. This research have been done in SMPN 1 Sepatan at academic year 2015/2016. This research uses quasi-experiment method with randomized control group post-test only, involved 76 student as the sample. Sample is chosen using cluster sampling technique.

Result shows that student who have been taught using Knisley Model of Mathematics Learning with storytelling technique gained higher scores than the other who have been taught using conventional technique. It concludes that there is a different comprehension between student who have been taught using Knisley Model of Mathematics Learning with storytelling technique and the other who have been taught using conventional technique.

Keyword: Knisley Model of Mathematical Learning, Storytelling Technique, Conceptual Comprehension Of Mathematics.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa rahmat, hidayah, hikmah dan nikmat berupa sehat wal ‘afiyat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak, alhamdulillah semuanya dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Semoga Ibu selalu berada dalam lindunganNya.

5. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Semoga Bapak selalu berada dalam lindunganNya.

6. Bapak Drs. M. Ali Hamzah, M. Pd, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menjalani masa perkuliahan.

(9)

iv

7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan bermanfaat dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Kepala SMP Negeri 1 Sepatan, Bapak Drs. H. Nana Sujana, M. Pd yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

11. Bapak H. Sarta Suharta, S.Pd selaku guru bidang studi matematika kelas VII yang telah banyak membantu peneliti pada saat melakukan penelitian.

12. Seluruh dewan guru SMP Negeri 1 Sepatan yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

13. Siswa dan Siswi SMP Negeri 1 Sepatan, khususnya kelas VII yang telah menjadi subjek penelitian dan membantu saat proses penelitian.

14. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Bapak Umiyaya dan Ibu Rati yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

15. Teristimewa untuk adik-adikku tercinta dan tersayang Dewi Umiyyah dan Muhamad Fajri Arrasyiid serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

16. Sahabat seperjuangan, Nita, Tika dan Afni atas kesediaannya dalam memberikan dukungan, kasih sayang serta perhatian kepada penulis.

17. Teman- teman P.MTK A 2010 (SPARTA) serta P.MTK angkatan 2010 atas ketersediannya dalam memberikan dukungan serta perhatian kepada penulis.

18. Team Rising Fver (ANA, IAC, AA, AW, MAW, DS, FSA, MS dan RF) yang telah memberikan warna-warni lain saat kejenuhan hadir dalam hidup penulis.

19. Kakak kelas angkatan 2007, 2008 dan 2009 yang membantu mempermudah penulis dalam menyusun skripsi.

(10)

v

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Januari 2016

Penulis Dita Purnamasari

(11)

vi

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II : KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik 1. Pemahaman Konsep Matematika ... 8

a. Pengertian Pemahaman Konsep Matematika ... 8

b. Indikator Pemahaman Konsep Matematika ... 9

2. Model Pembelajaran Matematika Knisley ... 10

a. Pengertian Pembelajaran Matematika ... 10

b. Pengertian Model Pembelajaran Matematika ... 11

c. Model Pembelajaran Matematika Knisley ... 13

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Matematika Knisley ... 16

(12)

vii

e. Teknik Storytelling ... 18

B. Model Pembelajaran Konvensional ... 21

C. Penelitian yang Relevan ... 22

D. Kerangka Berpikir ... 22

E. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 26

1. Populasi dan Sampel ... 26

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 26

C. Metode dan Desain Penelitian ... 27

D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 28

1. Teknik Pengumpulan Data ... 28

2. Instrumen Penelitian ... 28

a. Uji Validitas ... 28

b. Uji Reliabilitas... 29

c. Taraf Kesukaran Soal ... 29

d. Daya Pembeda ... 30

E. Teknik Analisis Data ... 31

1. Uji Normalitas ... 31

2. Uji Homogenitas ... 32

3. Uji Hipotesis ... 33

F. Hipotesis Statistik ... 35

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 36

1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 36

(13)

viii

2. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator ... 38

B. Analisis Data. ... 40

1. Uji Prasyarat Analisis ... 40

2. Uji Homogenitas ... 41

3. Uji Hipotesis Statistik ... 42

C. Temuan Penelitian ... 44

D. Pembahasan ... 44

E. Keterbatasan Penelitian ... 59

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Korespondensi Model Pembelajaran Kolb dan Interpretasi

Knisley ... 15 Tabel 2.2 Peran Siswa dan Guru dalam Model Pembelajaran Matematika

Knisley ... 17 Tabel 3.1 Design Penelitian Randomized Subject Posttest-Only Control Group Design ... 27 Tabel 3.2 Interpretasi Uji Taraf Kesukaran Soal ... 30 Tabel 3.3 Interpretasi Uji Daya Beda ... 31 Tabel 4.1 Perbandingan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 37 Tabel 4.2 Perbandinga Nilai Pemahaman Konsep Matematika Siswa per

Indikator ... 38 Tabel 4.3 Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 41

(15)

x

Gambar 4.2 Jawaban siswa pada tahap integration ... 49 Gambar 4.3 Jawaban siswa pada tahap analysis ... 50 Gambar 4.4 Jawaban siswa pada tahap synthesis ... 50 Gambar 4.5 Siswa Menuliskan Hasil Diskusi Kelompoknya di Papan

Tulis ... 51 Gambar 4.6 Siswa mengerjakan Latihan Soal ... 52 Gambar 4.7 Jawaban siswa kelas kontrol untuk indikator memberikan

contoh dan bukan contoh ... 53 Gambar 4.8 Jawaban siswa kelas eksperimen untuk indikator memberikan

contoh dan bukan contoh ... 54 Gambar 4.9 Jawaban siswa kelas eksperimen untuk indikator

menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu ... 55 Gambar 4.10 Jawaban siswa kelas kontrol untuk indikator menggunakan,

memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu .. 56 Gambar 4.11 Jawaban siswa kelas eksperimen untuk indikator

mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah ... 58 Gambar 4.12 Jawaban siswa kelas kontrol untuk indikator mengaplikasikan

konsep ke pemecahan masalah ... 58

(16)

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Perbandingan Pemahaman Siswa per Indikator ... 39

(17)

xii

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 120 Lampiran 4 Peta Konsep ... 151 Lampiran 5 Indikator Pemahaman Konsep ... 153 Lampiran 6 Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Pemahaman Konsep

Matematika Siswa ... 154 Lampiran 7 Pedoman (Rubrik) Penskoran Tes Pemahaman Konsep

Matematika ... 156 Lampiran 8 Uji Coba Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 159 Lampiran 9 Kunci Jawaban Instrumen Tes ... 160 Lampiran 10 Hasil Uji Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 162 Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Pemahaman Konsep

Matematika ... 163 Lampiran 12 Perhitungan Uji Validitas Instrumen ... 166 Lampiran 13 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Pemahaman Konsep

Matematika ... 168 Lampiran 14 Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen ... 171 Lampiran 15 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes Pemahaman

Konsep Matematika ... 172 Lampiran 16 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 175 Lampiran 17 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Tes Pemahaman

Konsep Matematika ... 176 Lampiran 18 Perhitungan Daya Pembeda ... 179 Lampiran 19 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda dan Taraf

Kesukaran ... 180 Lampiran 20 Kisi-kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika .... 181 Lampiran 21 Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 183

(18)

xiii

Lampiran 22 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas

Eksperimen ... 184

Lampiran 23 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 186

Lampiran 24 Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 188

Lampiran 25 Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 190

Lampiran 26 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 192

Lampiran 27 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 193

Lampiran 28 Tabel  ... 194

Lampiran 29 Perhitungan Uji Homogenitas ... 195

Lampiran 30 Tabel Uji F ... 196

Lampiran 31 Perhitungan Uji Hipotesis ... 199

Lampiran 32 Surat Keterangan Penelitian ... 200

Lampiran 33 Uji Referensi ... 201

(19)

1

Menurut Zainal, “Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian individu melalui proses atau kegiatan tertentu (pengajaran, bimbingan atau latihan) serta interaksi individu dengan lingkungannya untuk mencapai manusia seutuhnya (insan kamil)”.1

Pendidikan ada yang bersifat formal dan bersifat non formal.

Pendidikan yang bersifat formal salah satunya adalah sekolah. Sekolah merupakan salah satu tempat untuk mendidik yang memiliki target-target tertentu untuk dicapai. Target ini dapat berupa hasil belajar siswa yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran yang ada di sekolah.

Ronald Gross meyatakan, sebagai akibat praktik belajar yang kurang kondusif, tidak demokratis, tidak memberikan kesempatan untuk berkreasi dan belum mengembangkan seluruh potensi anak didik secara optimal, telah mengidentifikasi enam mitos tentang belajar. Keenam mitos tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Belajar itu membosankan, merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan;

(2) Belajar hanya terkait dengan materi dan keterampilan yang diberikan sekolah;

(3) Pembelajar harus pasif, menerima dan mengikuti apa yang diberikan guru;

(4) Di dalam belajar, si pembelajar di bawah perintah dan aturan guru;

(5) Belajar harus sistematis, logis dan terencana;

(6) Belajar harus mengikuti seluruh program yang telah ditentukan.2

1 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 39.

2 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 11.

(20)

2

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran inti yang mempunyai peranan penting bagi mata pelajaran lainnya, sehingga matematika dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dasar yang harus diketahui oleh setiap siswa. Sedangkan matematika sendiri selama ini merupakan momok yang sangat menakutkan karena siswa hanya berperan secara pasif dan hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru saja sehingga siswa merasa kesulitan dalam memahami apa yang dijelaskan oleh guru.

Pada saat proses pembelajaran matematika di kelas, guru dituntut agar dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan aktif sehingga semua siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini akan membuat siswa lebih mudah dalam memahami dan mengerti apa yang diajarkan oleh guru.

Beberapa masalah yang ditemukan di kelas adalah saat siswa mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Saat siswa mengerjakan soal yang sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru, siswa akan dengan mudah mampu menjawab soal tersebut. Akan tetapi, saat guru memberikan soal yang berbeda dari contoh yang diberikan, siswa akan mengalami kesulitan dalam menjawabnya. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa kemampuan siswa dalam memahami konsep sangatlah kurang. Ini akan mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal dan bahkan memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Kemampuan pemahaman konsep ini sangat penting dimiliki oleh siswa.

Selain itu, dapat juga dilihat pada hasil TIMSS. Indonesia telah mengikuti TIMSS sejak tahun 1999 hingga tahun 2011. Rata-rata skor siswa Indonesia kelas 8 pada TIMSS 2003 yaitu 411 turun menjadi 405 saat TIMSS 2007. Prestasinya pun menurun di tahun 2007 menjadi peringkat ke 36 dari 49 negara.3

Berikut soal pemahaman konsep yang ada pada TIMSS 2011.

3 Sri Wardhani dan Rumiati, Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP:

Belajar dari PISA dan TIMSS, (PPPPTK, 2011), h. 1.

(21)
(22)

4

Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematika yang dialami siswa disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu cara mengajar guru yang masih konvensional. Guru hanya menyampaikan rumus-rumus yang ada dan kemudian memberikan contoh soal. Setelah itu, siswa diminta untuk menjawab soal yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini, guru mengajar menggunakan ceramah sehingga tidak ada peran aktif siswa dalam proses penemuan rumus dan siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru.

Ketidak aktifan siswa di kelas dan tidak adanya ikut campur siswa dalam penemuan rumus akan membuat siswa merasa kesulitan dalam menjawab soal yang berbeda dari contoh yang diberikan.

Untuk mengatasi rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematika siswa harus dipilih model pembelajaran yang sesuai di mana kemampuan siswa dalam memahami konsep dapat terasah dengan baik sehingga siswa mampu menyelesaikan masalah. Model pembelajaran ini haruslah membuat siswa lebih aktif di kelas dan ikut bersama-sama dalam menemukan sebuah rumus.

Model Pembelajaran Matematika Knisley merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk mengatasi rendahnya pemahaman konsep matematika siswa. Pada Model Pembelajaran Matematika Knisley ini dapat menuntun siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Siswa tidak hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru tetapi siswa lbih aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri.

Model Pembelajaran Matematika Knisley merupakan pengembangan dari teori gaya belajar Kolb oleh Jeff Knisley. Terdapat 4 tahapan dalam Model Pembelajaran Matematika Knisley yaitu tahap allegorization, integration, analysis dan synthesis. Pada tahap allegorization, guru bertindak sebagai pencerita sedangkan siswa merumuskan konsep baru berdasarkan konsep yang sudah diketahui sebelumnya akan tetapi siswa belum dapat membedakan konsep baru dengan konsep yang sudah dipelajari sebelumnya.

Pada tahap integration, guru bertindak sebagai pembimbing dan motivator sedangkan siswa membandingkan antara konsep yang baru dengan konsep

(23)

yang sudah diketahui sebelumnya. Pada tahap analysis, guru bertindak sebagai sumber informasi sedangkan siswa menyelesaikan masalah secara logika, melangkah tahap demi tahap dimulai dengan asumsi awal dan berakhir dengan suatu solusi. Pada tahap akhir, yaitu tahap synthesis, guru bertindak sebagai pelatih sedangkan siswa memandang konsep sebagai alat untuk mengkonstruksi ide dan pendekatan baru dalam pemecahan masalah.

Teknik storytelling digunakan pada tahap allegorization dalam Model Pembelajaran Matematika Knisley, karena pada tahap ini guru bertindak sebagai pencerita. Cerita yang digunakan dapat berupa cerita fiktif seperti dongeng di mana di dalam cerita tersebut, siswa diminta untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh tokoh utama dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya oleh siswa.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, peneliti bermaksud untuk mengangkat masalah tersebut untuk menjadi sebuah penelitian. Adapun judul yang peneliti ajukan adalah “Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Siswa hanya mampu menyelesaikn soal yang sama dengan contoh yang diberikan guru.

2. Model pembelajaran yang digunakan masih berupa ceramah sehingga siswa cenderung kurang aktif dalam proses pembelajaran.

3. Pemahaman konsep matematika siswa yang masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitan ini lebih jelas dan terarah, maka berikut pembatasan masalah yang akan diteliti:

(24)

6

1. Subjek penelitian yang dimaksud adalah siswa-siswi kelas VII di SMP Negeri 1 Sepatan dengan pokok bahasan Bilangan Bulat.

2. Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan teknik Storytelling yang digunakan dalam penelitian di sini adalah suatu model pembelajaran yang memiliki 4 tahap yaitu allegorization, integration, analysis dan synthesis di mana teknik Storytelling digunakan di dalam tahap allegorization.

3. Pemahaman konsep matematika siswa diukur dari hasil posttest pada pokok bahasan Bilangan Bulat. Pemahaman konsep matematika yang dimaksud yaitu memberi contoh dan bukan contoh; menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu; dan mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, maka berikut rumusan masalah yang diajukan.

1. Bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah?

2. Bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling?

3. Apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling dengan siswa yang menggunakan model konvensional dengan metode ceramah?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah.

2. Mengetahui pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling.

(25)

3. Mengetahui perbedaan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan menggunakan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan Teknik Storytelling dengan siswa yang menggunakan model konvensional dengan metode ceramah.

F. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan manfaat kepada:

1. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif sebagai salah satu model dalam pembelajaran matematika di kelas.

2. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmu dalam rangka memperbaiki pembelajaran matematika di kelas demi meningkatnya mutu pendidikan.

3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dan bahan rujukan untuk mengadakan penelitian yang lebih lanjut.

(26)

8 BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pemahaman Konsep Matematika

a. Pengertian Pemahaman Konsep Matematika

Seseorang dikatakan paham apabila ia dapat menjelaskan kembali apa yang dipahaminya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Pemahaman dalam matematika erat kaitannya dengan konsep.

Di dalam matematika, konsep merupakan dasar dari pembelajaran matematika. Jika seorang anak memahami konsep yang diajarkan kepadanya maka ia mampu menjelaskan kembali konsep tersebut dengan bahasanya sendiri dan mampu menyelesaikan permasalahan atau soal-soal yang berhubungan dengan konsep tersebut.

Senada dengan hal di atas, Bloom juga menyatakan bahwa, pemahaman tidak hanya terbatas pada kemampuan dalam mengingat sebuah fakta akan tetapi pemahaman memiliki makna yang lebih luas yaitu kemampuan dalam menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan dalam menangkap sebuah makna atau arti dari suatu konsep yang disajikan.1 Selain itu, Ratna juga mengatakan bahwa,

“Konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya”.2Begitu juga dengan Carrol yang berpendapat bahwa,

“Konsep didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek atau

1 Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2013),h. 102.

2 Ratna Wilis Dahar. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Penerbit Erlangga, 2006), h. 62.

(27)

kejadian.”3 Dengan demikian konsep-konsep itu sangat penting bagi manusia dalam berpikir, dan dalam belajar.

Dari beberapa pengertian konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa pemhaman konsep merupakan kemampuan dalam menjelaskan, menerangkan dan menafsirkan hasil atau kesimpulan yang dapat diambil dari serangkaian kejadian atau objek sebagai sebuah generalisasi untuk kemudian dapat digunakan dalam masalah yang berbeda.

b. Indikator Pemahaman Konsep Matematika

Dalam menilai seberapa besar pemahaman konsep yang sudah dikuasai oleh siswa maka diperlukan alat berupa indikator-indikator pemahaman konsep agar penilaian dapat terukur secara jelas.

Menurut Bloom, pemahaman terdiri dari tiga kategori yaitu penerjemahan (translasi), penafsiran (interpretation), ekstrapolasi (extrapolation).4

Sedngkan indikator pemahaman konsep matematika menurut dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004), yang menyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat dengan indikator pemahaman konsep sebagai berikut :

1. Menyatakan ulang sebuah konsep;

2. Mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu;

3. Memberi contoh dan bukan contoh;

4. Menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematik;

5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep;

3 Trianto. Model-Model Pembeajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 158.

4 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2013), h.157.

(28)

10

6. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu; dan

7. Mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah.5

Dari ketujuh indikator di atas yang menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu:

1. Memberi contoh dan bukan contoh;

2. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu; dan

3. Mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah.

2. Model Pembelajaran Matematika Knisley a. Pengertian Pembelajaran Matematika

Menurut Suyono dan Haryanto, “Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”.6Mereka juga mengatakan bahwa hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungannya atau sumber-sumber pelajaran yang ada di sekitarnya yaitu berupa suatu proses perubahan perilaku, pribadi atau perubahan dari struktur kognitif seseorang berdasarkan pengalamannya tersebut merupakan pengertian dari belajar.7

Definisi pembelajaran menurut Gagne adalah, “a set of events embedded in purposeful activities that facilitate learning”. 8 Pembelajaran merupakan suatu rencana atau rangkaian aktivitas yang sengaja dibuat dengan tujuan untuk memudahkan proses dalam belajar.

Selain itu, Degeng juga menyatakan bahwa, “Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Upaya ini direalisasikan dalam pembelajaran dengan kegiatan memilih,

5 Fadjar Shadiq. Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Depdiknas, 2009), h. 13.

6 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 9.

7 ibid., h. 14.

8 Benny A. Pribadi, Model Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), h.

9.

(29)

menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan yang didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada”.9

Senada dengan hal di atas, Wina juga mengatakan bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses kerjasama antara guru dan siswa untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam belajar. Proses kerjasama antara guru dan siswa ini memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada baik potensi yang ada dalam diri siswa maupun potensi yang ada di luar diri siswa tersebut.10

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses kerjasama antara guru dan siswa dengan memilih, menetapkan dan menggunakan sebuah metode dengan maksud untuk mencapai tujuan dari pembelajaran yang diinginkan.

b. Pengertian Model Pembelajaran Matematika

Enggen menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan sebuah strategi yang akan digunakan dalam proses pembelajaran dengan maksud agar tujuan dari sebuah pembelajaran dapat tercapai.

Model pembelajaran ini merupakan suatu pandangan agar guru dapat bertanggung jawab selama tahap perencanaan, implementasi dalam kelas serta penilaian dalam proses pembelajaran. Senada dengan Enggen, Joice and Weil juga menggambarkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola atau rencana dalam bentuk desain yang akan digunakan dalam proses pembelajaran yang ada di kelas dan untuk menentukan perangkat pembelajaran apa saja yang diperlukan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Bell juga menjelaskan, “A teaching/learning model is a generalized instructional process which may be used for many different topics in

9 Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara: 2011), h. 2.

10 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012), h. 26.

(30)

12

variety subjects”.11 Artinya, model pembelajaran merupakan sebuah perumuman dari proses pembelajaran yang dapat digunakan untuk topik yang berbeda dalam berbagai pokok bahasan dengan tujuan untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Sependapat dengan hal di atas, Arends mengatakan bahwa, “Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.” Arends juga memberikan empat ciri khusus dari model pembelajaran yang tidak dimiliki oleh strategi tertentu, yakni sebagai berikut: (1) teori yang bersifat rasional dan logis yang disusun oleh pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar, dalam hal ini tertuang ke dalam tujuan pembelajaran yang akan dicapai; (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.12 Tatag juga mengatakan bahwa, “Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Model pembelajaran ini berfungsi sebagai tuntunan dalam melaksanakan pembelajaran bagi guru dalam merancang proses pembelajaran.13

Menurut Rusman, model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut14.

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh

11 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: UNESA Press, 2008), h. 57.

12 ibid., h. 58.

13 ibid., h. 59.

14 Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), h.

136.

(31)

Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectetic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.

4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip- prinsip reaksi; (3) sistem sosial; (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.

Dampak tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan untuk menentukan perangkat-perangkat yang menunjang dalam proses pembelajaran.

c. Model Pembelajaran Matematika Knisley

Model Pembelajaran Matematika Knisley merupakan Model Pembelajaran Kolb yang dikembangkan oleh Knisley. Kolb menyatakan bahwa, “A student’s learning style is determined by two factors-whether the student prefers the concrete to the abstract, and

(32)

14

whether the student prefers active experimentation to reflective observation”.15

Siklus pembelajaran 4 tahap yaitu concret-reflective, concrete- active, abstract-reflective dan abstract-active ini oleh Kolb telah dimasukkan ke dalam pembelajaran sebagai sebuah prinsip pusat teori pembelajaran eksperiensialnya. Menurut Kolb, dalam teori pembelajaran eksperiensialnya, pengalaman yang segera atau konkret dapat memberikan dasar bagi observasi dan refleksi. Dari observasi dan refleksi inilah yang akan disaring menjadi konsep abstrak untuk kemudian dapat menghasilkan akibat yang baru terhadap aktivitas sehingga dapat menciptakan berbagai pengalaman yang baru.

Uraian di atas menerangkan bahwa terdapat siklus dalam pembelajaran di mana siswa melakukan proses dari keempat tahap yang ada. Keempat siklus tersebut mewakili semua dasar yaitu siklus pengalaman, refleksi, pemikiran, dan tindakan. Pada siklus pengalaman yang konkrit disitulah terjadi tahap observasi dan refleksi.

Refleksi ini kemudian diserap dan ditafsirkan ke dalam konsep-konsep abstrak dengan berbagai implikasi untuk aksi, sehingga orang dengan aktif menguji dan bereksperimen. Hal tersebut pada gilirannya dapat menciptakan pengalaman-pengalaman baru. 16 Jika seseorang menggunakan keterampilan dari keempat tipe pembelajaran di atas maka seseorang tersebut dapat memahami pembelajaran dan memecahkan masalah dengan efektif.17

Berdasarkan pengamatan, percobaan dan interaksi siswa selama beberapa tahun, Knisley menginterpretasikan model pembelajaran Kolb dalam konteks matematik menajadi:

15 Jeff Knisley, A Four Stage of Mathematical Learning, The Mathematics Educator, 2002, h.11.

16 Dina Indriana, Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), h. 109.

17 ibid., h. 115.

(33)

1. Allegorizer 2. Integrators 3. Analyzers 4. Synthesizers

Tabel di bawah ini menunjukkan korespondensi atau hubungan antara model pembelajaran Kolb dan interpretasi Knisley dalam sebuah konteks matematik.18

Tabel 2. 1

Korespondensi Model Pembelajaran Kolb dan Interpretasi Knisley

Kolb’s learning styles Equivalent mathematical style Concrete-Reflective Allegorizer

Concrete-Active Integrator

Abstract-Reflective Analyzer

Abstract-Active Synthesizer

Selain itu, Knisley tidak hanya mengamati siswa yang mampu menggunakan ke empat gaya di atas pada setiap topik, tetapi juga mengamati gaya belajar mana yang disukai siswa saat topik-topik yang berbeda. Ternyata, gaya belajar yang disukai siswa bervariasi dari topik ke topik. Misalnya, siswa yang lebih suka tahap synthesize terhadap satu topik mungkin lebih menyukai tahap integration pada topik yang lain dan sebaliknya. Selain itu, ketika gaya belajar siswa tidak dapat memfasilitasi siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, Knisley mengamati bahwa siswa sering terhenti kepada penalaran heuristik.

18 Knisley, op. cit., h. 12.

(34)

16

Observasi yang telah dilakukan Knisley membuatnya berhipotesis bahwa gaya belajar yang lebih disukai siswa saat siswa belajar sebuah konsep, dapat menunjukkan seberapa baik siswa dalam memahami konsep tersebut. Knisley mempercayai bahwa hal ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami topik dan dapat digunakan untuk merancang instruksi sehingga siswa dapat meningkatkan pemahaman mereka pada topik tersebut.19

Di sini, siswa membentuk pengetahuannya sendiri (bersifat konstruktivis). Menurut Sigit, “Konstruktivisme menurut Brunning merupakan perspektif psikologis dan filosofis yang memandang bahwa masing-masing individu membentuk atau membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan pahami”. Selain itu, Brooks dan Brooks menyatakan bahwa, “the constructivist approach stimulates lerning only around concepts in which the students have a prekindles interest”.20 Pernyataan tersebut dapat bermakna bahwa konstruktivis merupakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang mengarahkan pada penemuan konsep yang lahir dari pandangan, dan gambaran serta inisiatif peserta didik.

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Matematika Knisley Ada 4 tahapan dalam Model Pembelajaran Matematika Knisley, yaitu:

a. Allegorization

Pada tahap ini, konsep baru dijelaskan secara figuratif dalam konteks yang sudah dikenal pada bagian konsep yang sudah diketahui. Pada tahap ini, siswa belum mampu membedakan konsep yang baru dengan konsep yang sudah diketahui.

19 ibid., h. 12.

20 Sigit Mangun Wardoyo. Pembelajaran Konstruktivisme Teori dan Aplikasi Pembelajaran dalam Pembentukan Karakter, (Bandung: Alpabeta, 2013), h. 22-23.

(35)

b. Integration

Perbandingan, pengukuran dan eksplorasi digunakan untuk membedakan konsep baru dengan konsep yang sudah diketahui.

Pada tahap ini, siswa mengetahui sebuah konsep yang baru, tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana menghubungkannya dengan konsep yang sudah diketahui sebelumnya.

c. Analysis

Pada tahap ini, siswa dapat menghubungkan konsep baru dengan konsep yang sudah diketahui tetapi mereka melangkah tahap- demi tahap dalam menyelesaikan masalah.

d. Synthesis

Pada tahap ini, siswa telah menguasai konsep yang baru dan dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah.

Penjelasan mengenai peran siswa dan guru pada keempat tahapan di atas disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2. 2

Peran Siswa dan Guru dalam Model Pembeajaran Matematika Knisley No. Tahap Hal yang

dilakukan guru

Hal yang dilakukan siswa

1. Allegorization Guru bertindak sebagai

pencerita

Siswa merumuskan konsep baru berdasarkan konsep yang sudah diketahui sebelumnya akan tetapi siswa belum dapat membedakan konsep yang baru

(36)

18

dengan konsep yang sudah dipelajari sebelumnya itu 2. Integration Guru bertindak

sebagai pembimbing dan motivator

Siswa membandingkan antara konsep yang baru dengan konsep yang sudah diketahui sebelumnya 3. Analysis Guru bertindak

sebagai sumber informasi

Siswa menyelesaikan masalah secara logika, melangkah tahap demi tahap dimulai dengan asumsi awal dan berakhir dengan suatu solusi

4. Synthesis Guru bertindak sebagai pelatih

Siswa memandang konsep sebagai alat untuk mengkonstruksi ide dan pendekatan baru dalam pemecahan masalah

e. Teknik Storytelling

Storytelling dapat diartikan juga sebagai bercerita. Cerita adalah sebuah kejadian dan lain sebagainya baik itu yang fakta (sungguh-sungguh terjadi) ataupun hanya fiksi belaka (rekaan atau karangan) saja.21 Selain itu Eko mengatakan bahwa, “Cerita adalah

21 Frista Artmanda W.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,(Jombang:Lantas Media), h.210.

(37)

riwayat, sejarah; (al)kisah, lakon, stori, anekdot, deskripsi, narasi, fiksi, karangan, prosa, rencana”.22

Storytelling merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran matematika terutama dalam pemahaman konsep matematika di bagian awal pelajaran. Dalam strorytelling, siswa diajak memahami konsep materi yang akan dipelajari melalui permasalahan yang disajikan dalam bentuk cerita. Cerita di sini hanya bersifat fiksi atau fakta. Mary dan Cindy berpendapat bahwa, “Although storytelling is not considered to be a “model”, it is considered as another pedagogical technique that can enhance the understanding of abstract mathematics concepts”.23

Rina Zazkis dan Peter Liljedahl dalam bukunya Teaching Mathematics as Storytelling menyatakan, “We do not suggest here that every lesson or every topic can be learned with a story. However, we believe that introducing stories in mathematics classrooms will change the stories about the mathematical experiences of learners mentioned above”.24

Selain itu, Alison Davies dalam bukunya yang berjudul Storytelling in the Classroom menyatakan,

”I enjoy writing and I think it has immense value, in fact in some cases storytelling has actually helped with my written work. But storytelling allows me to escape the confines of the page. I can add colour and texture to my words and make them flexible. It doesn’t matter where I take the tale, because I am the only one that knows it; I am the captain, and the ship is my story. I am

22 Eko Endarmoko.Tesaurus Bahasa Indonesia,(Jakarta:Gramedia Pustaka Umum,2006), h. 128.

23 Mary Barr Goral and Cindy Meyers Gnadinger, Using Storytelling to Teach Mathematics Concepts, 2006, h. 8.

24 Rina Zazkis dan Peter Liljedahl, ebook Teaching Mathematics as Storytelling, 2009, h.3.

(38)

20

taking the audience on a journey. I move through the story, changing pace and style.”. 25

Storytelling di sini, bisa dalam bentuk cerita apapun dan dikemas dengan gaya apapun sesuai dengan yang diinginkan oleh si pencerita karena si pencerita memiliki kendali terhadap cerita yang akan disampaikannya.

Teknik storytelling dilakukan di tahap Allegorization pada model pembelajaran matematika Knisley saat guru bertindak sebagai pencerita. Selain itu, Rina Zazkis dan Peter Liljedahl mengatakan,

“Words like narrative, account, yarn, legend, chronicle are listed among the synonyms that describe the meaning of story.”26

Cerita yang disajikan berisi permasalahan mengenai konsep yang baru dengan modal konsep yang sudah diketahui sebelumnya. Di sini siswa diminta untuk menyelesaikan masalah yang diberikan lewat storytelling oleh guru. Berbeda dengan pembelajaran berbasis masalah di mana penetapan topik masalah ditentukan oleh siswa meski sebenarnya guru telah menyiapkannya. Di sini guru bertugas untuk mengarahkan siswa agar membahas topik permasalahan yang sudah dipilih oleh guru. Pada pembelajaran berbasis masalah ini, siswa dituntut untuk mampu menyelesaikan masalah secara logis dan sistematis.27 Sedangkan pada teknik storytelling, siswa diberikan sebuah cerita yang di dalamnya terdapat sebuah masalah yang harus dipecahkan. Masalah ini dapat tertuang dalam pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa dalam lembar LKS.

25 Alison Davies, Storytelling in the Classroom, (London: Paul Chapman Publishing, 2007), h. 5.

26 ibid., h. 2.

27 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,2006), h. 213.

(39)

B. Model Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional atau disebut juga pembelajaran biasa adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam mengajarkan matematika selama ini. Model pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di sekolah yang akan diteliti adalah pembelajaran dengan model ekspositori.

Model pembelajaran ekspositori adalah suatu model pembelajaran yang bertujuan agar siswa dapat menguasai materi secara optimal dengan cara menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal. 28 Model Ekspositori ini merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada guru karena dalam strategi ini, guru memiliki peran yang dominan sedangkan siswa hanya duduk manis dan mendengarkan penjelasan dari guru. Siswa sebelumnya tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Model pembelajaran dengan kuliah atau ceramah merupakan bentuk dari pembelajaran ekspositori.

Model pembelajaran dengan ceramah ini yang digunakan di sekolah tempat penelitian. Di sini, guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Guru menyajikan materi pelajaran dengan banyak berbicara dalam hal menerangkan materi pelajaran dan memberikan contoh-contoh soal, serta membahas semua permasalahan yang dialami. Siswa hanya menerima materi pelajaran dan menghapalnya.

Beberapa kelemahan yang terdapat dalam ekspositori yaitu29:

1. Pada ekspositori, terdapat lebih banyak ceramah sehingga akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubugan interpersonal serta kemampuan berpikir kritis.

2. Gaya komunikasi yang dilakukan lebih banyak satu arah sehingga kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa dalam mempelajari sebuah materi pelajaran sangat teratas. Selain itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pemahaman siswa hanya terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru.

28ibid., h. 179.

29 ibid., h. 191.

(40)

22

C. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nonoy Intan Haety dan Endang Mulyana terhadap siswa kelas XI salah satu SMA Negeri di Cimahi dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA menunjukkan bahwa rata-rata hasil postest siswa kelas eksperimen naik dari 25,93 menjadi 40,41. Ini menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Matematika Knisley dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.30 2. Penelitian yang dilakukan oleh Tuti Alawiah di kelas VII SMP

Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang dengan judul Pengaruh Pembelajaran Terpadu Model Terkait (Connected) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa menunjukkan bahwa rata-rata pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen yaitu 61,02 lebih tinggi daripada rata-rata pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol yaitu 54,50. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran model terpadu (Connected) memiliki pengaruh positif terhadap pemahaman konsep matematika siswa.31

3. Penelitian yang dilakukan oleh Chandra Balakrishnan dalam tesisnya yang berjudul Teaching Secondary School Mathematics Through Storytelling yang menyatakan bahwa siswa sangat tertarik dengan pelajaran matematika yang telah dipelajari dan ingin mengetahui lebih banyak tentang pelajaran tersebut.32

D. Kerangka Berpikir

Kesulitan siswa dalam menjawab soal matematika yang tidak sama dengan contoh yang diberikan merupakan salah satu tanda bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa yang masih rendah. Kemampuan

30 Nonoy Intan Haety dan Endang Mulyana, “ Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA”, Skripsi, h. 5.

31 Tuti Alawiah, “Pengaruh Pembelajaran Terpadu Model Terkait (Connected) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa”, Skripsi S1 pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 49, tidak dipublikasikan.

32 Chandra Balakrishnan, “Teaching Secondary School Mathematics Through Storytelling”, Tesis Magister Science pada Simon Fraser University, ebook, h. 282.

(41)

pemahaman konsep merupakan kemampuan yang sangat penting dimiliki oleh siswa. Jika siswa mampu memahami sebuah konsep, maka siswa tidak akan menemukan kesulitan dalam menyelesaikan soal mengenai konsep tersebut. Hal ini akan berlaku sebaliknya. Jika siswa tidak mampu memahami konsep, maka siswa akan menemukan kesulitan dalam menyelesaikan soal mengenai konsep tersebut.

Dalam penyampaian sebuah konsep, guru dituntut untuk menggunakan model pembelajaran yang dapat menunjang hal tersebut. Jika guru hanya menyampaikan rumus-rumus dan memberikan contoh saja dalam pembelajaran, siswa tidak akan memahami konsep mengenai materi tersebut.

Model Pembelajaran Matematika Knisley merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa dituntut untuk memahami sebuah konsep dengan menggunakan konsep yang sudah diketahui sebelumnya tanpa mereka tahu apa hubungan antara konsep yang sudah dipelajarinya itu dengan konsep yang akan dipelajarinya.

Ada 4 tahap dalam Model Pembelajaran Matematika Knisley, yaitu:

1. Allegorization

Pada tahap allegorization, guru bertindak sebagai pencerita.

Cerita ini terdapat dalam LKS dan siswa merumuskan konsep baru berdasarkan konsep yang sudah diketahui sebelumnya akan tetapi siswa belum dapat membedakan konsep yang baru dengan konsep yang sudah dipelajari sebelumnya itu dengan bantuan LKS.

2. Integration

Pada tahap integration, guru bertindak sebagai pembimbing dan motivator sedangkan siswa membandingkan antara konsep yang baru dengan konsep yang sudah diketahui sebelumnya dengan bantuan LKS.

3. Analysis

Pada tahap analysis, guru bertindak sebagai sumber informasi dan siswa menyelesaikan masalah secara logika, melangkah tahap demi tahap dimulai dengan asumsi awal dan berakhir dengan suatu

(42)

24

solusi. Tahap ini tertuang dalam LKS sehingga dapat membantu siswa dalam memahami yang dipelajarinya.

4. Synthesis

Pada tahap synthesis, guru bertindak sebagai pelatih dan siswa memandang konsep sebagai alat untuk mengkonstruksi ide dan pendekatan baru dalam pemecahan masalah. Di sini, siswa mengambil kesimpulan secara menyeluruh berdasarkan tahap-tahap yang telah dilakukan sebelumnya. Tahap ini juga terdapat dalam LKS.

Pada keempat tahap di atas, teknik storytelling akan digunakan pada tahap allegorization, saat guru bertindak sebagai pencerita. Cerita yang disajikan berisi permasalahan mengenai konsep yang baru dengan modal konsep yang sudah diketahui sebelumnya. Di sini siswa diminta untuk menyelesaikan masalah yang diberikan lewat storytelling oleh guru.

Melalui keempat tahap di atas, terdapat beberapa indikator dari kemampuan pemahaman konsep yang akan ditingkatkan. Pada tahap allegorization dan tahap integration, indikator pemahaman konsep yang akan ditingkatkan yaitu memberi contoh dan bukan contoh. Pada tahap analysis, indikator pemahaman konsep yang akan ditingkatkan yaitu mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah. Dan pada tahap synthesis, indikator pemahaman konsep yang akan ditingkatkan yaitu menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. Dari keempat tahap di atas, Model Pembelajaran Matematika Knisley diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa melalui indikator- indikator pemahaman konsep yang akan dicapai. Kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada gambar 2.1.

(43)

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah, “Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan Model Pembelajaran Matematika Knisley dengan menggunakan Teknik Storytelling lebih tinggi dari pada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah”.

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir Penelitian

Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep 1. Memberi contoh dan bukan

contoh;

2. Menggunakan,

memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu; dan

3. Mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah.

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep

Matematika Siswa Masalah

Rendahnya Kemampuan Pemahaman Konsep

Matematika Siswa

Model Pembelajaran Matematika Knisey dengan Teknik Storytelling

 Allegorization

 Integration

 Analysis

 Synthesis

(44)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sepatan. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas VII semester genap tahun ajaran 2014/2015.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel

Populasi ataupun universe adalah keseluruhan objek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi.1 Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah:

 Populasi target : Seluruh siswa SMP Negeri 1 Sepatan

 Populasi terjangkau: Siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sepatan

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini (miniatur population).2 Adapun sampel dalam penelitian ini berasal dari 2 kelas VII yang berbeda di mana kelas VII yang satu akan dijadikan sebagai kelas eksperimen, dan kelas VII yang lainnya dijadikan sebagai kelas kontrol.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil secara random dengan teknik cluster sampling.

Cluster sampling adalah cara pengambilan sampel berdasarkan sekelompok individu dan tidak diambil secara individu atau perseorangan.3 Satu kelas dipilih secara random sebagai kelas eksperimen dan secara random pula dipilih satu kelas lain sebagai kelas kontrol pada kelas VII.

1 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung:

PT.Remaja Rosdakarya, 2011), h. 215.

2 ibid., h. 215.

3 ibid., h. 222.

(45)

C. Metode dan Desain Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap faktor lain yang mempengaruhi variabel dan kondisi eksperimen.

Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan (treatment) yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran matematika knisley dengan teknik storytelling sedangkan kelas kontrol tidak diberikan perlakuan (treatment).

Pada penelitian ini kita membandingkan kelas yang diberikan perlakuan (treatment) dengan kelas yang tidak diberi perlakuan.

Metode ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain penelitian randomized subject posttest-only control group design yaitu hanya melihat test akhir setelah kedua kelas mendapatkan perlakuan.

Tabel 3. 1

Design Penelitian Randomized Subject Posttest-Only Control Group Design Desain Penelitian

Kelas Treatment Post Test

R (Eksperimen) X O

R (Kontrol) - O

Keterangan:

R = Proses pemilihan sampel secara acak kelas eksperimen dan kelas kontrol X= Perlakuan dengan metode pembelajaran matematika Knisley dengan

teknik storytelling

O = Pemberian post test kemampuan pemahaman matematika

Pada pelaksanaannya, peneliti terlibat langsung dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis, serta menarik suatu kesimpulan dari data yang diperoleh. Awalnya peneliti memberikan materi kepada kedua kelompok (kelas) yang diteliti yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol

(46)

28

sesuai dengan metode dan teknik di atas. Kemudian peneliti memberikan test akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes ini akan diberikan kepada siswa setelah perlakuan terhadap dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Bentuk soal berupa tes uraian yang memuat indikator-indikator kemampuan pemahaman konsep. Penyusunan soal diawali dengan membuat kisi-kisi soal yang mencakup sub pokok bahasan, kemampuan yang akan diukur serta jumlah butir soal.

Dilanjutkan dengan pembuatan soal beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian kali ini berupa soal tes.

Soal tes yang akan dijadikan intrumen harus diuji terlebih dahulu untuk mengetahui apakah soal tersebut valid dan reliabel. Selain itu, soal tes juga perlu diuji tingkat kesukaran dan daya pembedanya.

Berikut penjelasan mengenai pengujian soal tes.

a. Uji Validitas

Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.4 Untuk menghitung koefisien validitas dilakukan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:5

  

 

2

2

 

2

 

2

Y Y

N X X

N

Y X XY

rxy N

4 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), ed. 2 cet. 2, h. 73.

5 ibid., h. 87.

(47)

Keterangan:

rxy =Koefisien korelasi antara variabel X dan Y N = Banyaknya siswa

X = Skor item soal Y = Skor total

Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka harus mengetahui hasil perhitungan rhit dibandingkan rtabel product moment pada Jika hasil perhitungan maka soal tersebut valid.

Jika hasil penelitian maka soal tersebut dinyatakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.6 Untuk menentukan reliabilitas soal uraian, penulis menggunakan rumus Koefisien Alpha (Alpha Cronbach), yaitu:7

(( )) ( ) Keterangan:

= Reliabilitas yang dicari = Banyaknya item

∑ = Jumlah varians skor tiap-tiap item

= Varians total

c. Taraf Kesukaran Soal

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang, dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Rumus untuk

6 ibid., h. 100.

7 ibid., h. 122.

(48)

30

mengukur taraf kesukaran soal digunakan rumus 8:

Keterangan:

= Indeks kesukaran

= Jumlah skor yang diperoleh siswa pada tiap item soal = Jumlah skor maksimum seluruh siswa pada tiap item soal

Tabel 3. 2

Interpretasi Uji Taraf Kesukaran Soal Kisaran Indeks Kesukaran Interpretasi

Terlalu Sukar

Sukar

Sedang Mudah

Terlalu Mudah

d. Daya Pembeda

Suatu alat tes yang baik harus bisa membedakan mana siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Rumus untuk menghitung daya pembeda butir soal9 :

Keterangan:

= Indeks daya pembeda suatu butir soal = Skor siswa kelompok atas

= Skor siswa kelompok bawah

= Skor maksimum siswa kelompok atas = Skor maksimum siswa kelompok bawah

= Proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar

8 ibid., h. 223.

9 ibid., h. 228.

Gambar

Tabel 2.1  Korespondensi Model Pembelajaran Kolb dan Interpretasi
Gambar 4.2  Jawaban siswa pada tahap integration  ...................................   49  Gambar 4.3  Jawaban siswa pada tahap analysis  ......................................
Grafik 4.1  Perbandingan Pemahaman Siswa per Indikator  .......................   39
Tabel di bawah ini menunjukkan korespondensi atau hubungan  antara  model  pembelajaran  Kolb  dan  interpretasi  Knisley  dalam  sebuah konteks matematik
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik perawat, motivasi, dan supervisi dengan kualitas dokumentasi proses

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui strategi komunikasi pemasaran yang diterapkan oleh Radio Smart FM Makassar dalam meningkatkan jumlah pengiklan; (2)

Pada usia anak-anak kebutuhan gizi lebih banyak dibandingkan pada orang dewasa, khususnya pada anak usia sekolah, di karenakan pada usia ini tubuh dan otak

Problematika ini menjadi rumusan permasalahan yang akan dibahas pada section berikutnya dengan melakukan analisis terhadap setiap komponen hukum (keadilan, kepastian

Permasalahan yang diakibatkan oleh gaya hidup biasanya mengalami perkembangan yang cepat seiring dengan perkembangan dari gaya hidup tersebut, begitu juga

Karena lebih sering berinteraksi dengan komunitas mereka, perempuan mengalami ketegangan (anxiety) selama interaksi yang disebabkan oleh adanya perasaan asing dan

Interaksi sosial Majikan dan PRT baik yang asosiatif maupun yang disasosiatif sebagaimana dikemukakan oleh Soekamto, S (2004) adalah sebuah realitas dan penyebabnya diduga