• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

2. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)

Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Mohammad Asikin, 2001: 3).

Metode dapat menjadi model jika memenuhi empat unsur yang dikemukakan Joyce dan Weil (1986: 14-15), bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut: a. Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang

menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?

commit to user

b. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.

c. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas.

d. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

Menurut Rachmadi Widdiharto (2004:4) mendefinisikan model penemuan terbimbing dengan model pembelajaran dari sebagian banyak model pembelajaran dimana menempatkan guru sebagai fasilitator, membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri dengan memanfaatkan pengalamannya sehingga dapat “menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang disediakan oleh guru. Seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.

commit to user

Menurut Bruner dalam Prince dan Felder (2006:132) belajar dengan penemuan adalah satu pendekatan yang berbasis pemeriksaan dimana para siswa diberi suatu pertanyaan untuk menjawab, suatu masalah untuk dipecahkan, atau pengamatan-pengamatan untuk menjelaskan, dan mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi tugas-tugas mereka yang ditugaskan dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dari hasil-hasil, "menemukan" pengetahuan konseptual dan berdasar fakta yang diinginkan di dalam proses.

Model penemuan memungkinkan siswa aktif, guru aktif. Guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing dimana siswa mengalami kesulitan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Metzler dalam Thomas (2007:15):

Explained that in discovery-learning: the teacher’s main function is to stimulate thinking, which leads to development in the psychomotor domain; questions become the most prominent discourse; the teacher is seen as the facilitator of student learning who prompts students with carefully thought-out questions to promote student exploration and creativity”.

Prince dan Felder (2006:123) mengemukakan bahwa model penemuan terbimbing merupakan salah satu model mengajar secara

inductive, sedangkan inductive teaching bertolak belakang pada teori kontruktivisme, sehingga model penemuan terbimbing merupakan aplikasi dari kontruktivisme. Lebih lanjut, Prince dan Felder (2006:123) berpendapat bahwa pengajaran yang induktif meliputi inquiry leaning, pembelajaran

commit to user

berbasis masalah, project base learning, case based teaching, pembelajaran penemuan, dan just-in-time teaching”.

Berdasarkan definisi beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa yang dimana siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan, terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error), yang menghendaki guru sebagai penunjuk jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Secara sederhana, peran guru dan siswa dalam model penemuan terbimbing ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan Terbimbing Penemuan Terbimbing Peran Guru Peran Siswa

Sedikit bimbingan ·Menyatakan persoalan

·Menemukan pemecahan Banyak Bimbingan ·Menyatakan

persoalan ·Memberikan bimbingan ·Mengikuti petunjuk ·Menemukan penyelesaian (Rachmadi Widdiharto, 2004:5) Biknell-Holmes & Hoffman dalam Castronova (2002:2) menjelaskan tiga ciri utama belajar menemukan antara lain:

a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.

commit to user b. Berpusat pada siswa.

c. Kegiatannya untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengatahuan yang sudah ada.

Model penemuan terbimbing lebih menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – B), siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi yang mungkin terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing. (Markaban, 2008:12) Langkah–langkah dalam Penemuan Terbimbing dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan

commit to user

guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

c. Siswa menyusun perkiraan dari hasil analisis yang dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, perkiraan (konjektur) yang telah dibuat siswa tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai (guru memberikan penegasan).

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya.

f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

(Markaban, 2008:17-18) Menurut Marzano dalam Markaban (2008:18) kelebihan model penemuan terbimbing antara lain:

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan). c. Mendukung kemampuan problemsolving siswa.

d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru. e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi

commit to user

dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

Sementara itu kekurangannya adalah sebagai berikut: a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Beberapa siswa masih terbiasa dengan metode ceramah.

c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing.

(Markaban, 2008:18-19)

Dokumen terkait