• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

X 1 1 ) 2 harga minyak sawit domestik ( 2 )

4. Model penelusuran faktor

Mekanisme penelusuran terhadap penyebab potensi persoalan PMSN (oversupply atau shortage) berdasarkan hasil prediksi dan deteksi adalah menggunakan metode IF THEN Analisys yang dapat dinyatakan secara fungsi sebagai berikut:

IF Status-Pasokan(M) THEN Supply(B) AND Demand(KB) IF Supply(B) THEN

IF frekSupply(B) AND TrenSupply(B) THEN

IF frekSupply(B) THEN frekSupplyEksis(KB) AND frekSupplyPred(B) IF frekSupplyEksis(KB) THEN 1

IF frekSupplyPred(B) THEN 2

IF TrenSupply(B) THEN TrenSupplyEksis(B) AND TrenSupplyPred(B) IF TrenSupplyEksis(B) THEN 0.0636

IF TrenSupplyPred(B) THEN 0.0339 IF Demand(KB) THEN

IF FrekDemand(KB) AND trenDemand(B) THEN

IF FrekDemand(KB) THEN FrekDemandEksis(KB) AND FrekDemandPred(KB) IF FrekDemandEksis(KB) THEN 1

IF FrekDemandPred(KB) THEN 1

IF trenDemand(KB) THEN trenDemandEksis(S) AND trenDemandPred(S) IF trenDemandEksis(L) THEN 0.0648

IF trenDemandPred(L) THEN 0.0763

Dengan Status-Pasokan(M) yang diakibatkan oleh Supply(B) AND

Demand(KB), menunjukkan bahwa jenis potensi krisis adalah Demand yang kurang baik. Demand kurang baik ini merupakan interpretasi dari tidak dapatnya pola demand mengikuti pola Supply, yang berdasarkan deteksi model SCDA disebabkan karena secara frekuensi dan tren nilai- nilai

µ[Moderat] = (0.90 - 0.515) / (0.90 – 0.45) = (0.385) / (0.45)

prediksi Demand, diprediksi akan bertahan dalam kondisi kurang baik hanya 1 nilai Demand yang berada di dalam threshold-nya dan trend berada pada kategori kurang baik yaitu ”sedang”.

Evaluasi model SPD-C PMSN

Model SPD-C PMSN yang dihasilkan merupakan model integrasi dari model- model yang meliputi: (a) model penentuan variabel dominan PMSN, (b) model prediksi dan deteksi PMSN, dan (c) model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN. Model penentuan variabel dominan PMSN merupakan integrasi dari model proses pengujian secara statistik menggunakan uji korelasi person dan penilaian multikriteria kelompok pakar non-numerikal. Sedangkan model prediksi dan deteksi PMSN merupakan integrasi dari model- model prediksi JST-BP PVPMS, JST-BP PVIMS, JST-BP PVKMS, JST-BP PVEMS, dan model deteksi yang didalamnya merupakan integrasi dari model proses SCDA dengan model proses FIS secara berjenjang. Adapun model klasifikasi dan penelusuran faktor- faktor PMSN mengintegrasikan proses pembangkitan notifikasi dan proses IF Then Analysis sesuai dengan hasil klasifikasi.

1. Verifikasi model- model SPD-C PMSN

a. Verifikasi model penentuan variabel dominan PMSN

Model penentuan variabel dominan PMSN mengintegrasikan model- model proses pengujian secara statistik menggunakan uji korelasi person dan penilaian multikriteria kelompok pakar non- numerikal. Berdasarkan 21 kandidat variabel dominan PMSN yang teridentifikasi melalui studi literatur, menunjukkan hasil uji statistik korelasi pearson dan penilaian kelompok pakar yang diagregat dengan teknik ME-MCDM Non Numerical hanya terkonfirmasi 18 kandidat. Dengan demikian tingkat verifikasi model penentuan variabel dominan adalah sebesar (18/21) = 85.71%.

b. Verifikasi model prediksi dan deteksi PMSN

Model prediksi dan deteksi PMSN merupakan integrasi dari model- model prediksi (JST-BP PVPMS, JST-BP PVIMS, JST-BP PVKMS, JST-BP PVEMS) dan model deteksi SCDA. Verifikasi terhadap model prediksi menghasilkan korelasi antara output simulasi dengan model prediksi masing- masing sebagai berikut:

 JST-BP PVPMS sebesar 99.24%  JST-BP PVIMS sebesar 88.04%  JST-BP PVKMS sebesar 97.51%  JST-BP PVEMS sebesar 84.47%

Sehingga hasil verifikasi rata-rata model prediksi sebesar (99.24 + 88.04 + 97.51 + 84.47) = 92.32%. Sedangkan verifikasi terhadap model deteksi SCDA menunjukkan bahwa dari 4 nilai fluktuasi yang dihasilkan sebagai maximum threshold dimana 3 nilai diantaranya berada pada rentang nilai fluktuasi maksimum sesuai kriteria pelaku industri, dan 1 nilai berada dibawah kriteria pelaku industri. Dengan demikian verifikasi model SCDA sebesar ¾ = 75.00%. Sehingga hasil

verifikasi agregat model prediksi dan deteksi PMSN adalah sebesar (92.32 + 75.00) / 5 = 83.66%.

c. Verifikasi model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN Model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN mengintegrasi- kan model klasifikasi status pasokan FIS dengan model penelusuran faktor IF THEN ANALISYS. Verifikasi terhadap model klasifikasi FIS didasarkan pada algoritma dalam rule set menurut pendapat pakar. Adapun hasil verifikasi rule set pada setiap jenjang FIS adalah sebagai berikut:

 inferensi tingkat pertama sebesar 80.00%  inferensi tingkat kedua sebesar 72.00%  inferensi tingkat ketiga sebesar 78.00%

Dengan demikian hasil verifikasi agregat untuk model klasifikasi FIS adalah (80.00 + 72.00 + 78.00) / 3 = 76.66%. Sedangkan verifikasi terhadap model penelusuran faktor, yang merupakan proses terbalik menemukan faktor berdasarkan hasil inferensi FIS pada model klasifikasi, maka menunjukkan hasil seluruhnya tepat (sesuai hasil inferensi FIS). Sehingga hasil verifikasi agregat terhadap model klasifikasi status pasokan PMSN dan model penelusuran faktor PMSN adalah sebesar (76.66 + 100.00) / 2 = 88.33%.

2. Validasi model SPD-C PMSN.

Validasi terhadap model SPD-C PMSN dilakukan melalui instrumentasi pendapat kelompok pakar. Berdasarkan penilaian 5 orang pakar diperoleh perbandingan hasil simulasi model klasifikasi status pasokan dengan penilaian pakar untuk periode prediksi 2016-2018 seperti tercantum dalam Tabel 4.47.

Tabel 4.47. Statistik penilaian kelompok pakar terhadap status pasokan

“moderat” hasil simulasi model SPD-C PMSN untuk periode prediksi 2016-2018

Parameter Hasil Model Penilaian Pakar

Tingkat keyakinan 1 2 3 4 5 Klasifikasi Status-Pasokan Prediksi ”Aman” Yakin Cukup yakin  Tidak Yakin ”Moderat” Yakin   Cukup yakin   Tidak Yakin ”Bahaya” Yakin Cukup yakin Tidak Yakin Berdasarkan Tabel 4.47, menunjukkan bahwa dari instrumentasi terhadap 5 orang pakar, diperoleh hasil validasi simulasi model SPD-C PMSN sebagai berikut:

 Satu orang pakar memberikan penilaian terhadap hasil prediksi

adalah salah dengan tingkat keyakinan “cukup yakin” dan yang benar menurutnya adalah “aman”.

 Empat orang pakar lainnya memberikan penilaian terhadap prediksi

status pasokan “moderat” menurut hasil simulasi SPD-C PMSN adalah benar. Dari 4 orang pakar tersebut 2 orang pakar

diantaranya menyatakan “yakin”, sedangkan 2 orang pakar lainnya

menyatakan “cukup yakin”

Dengan demikian tingkat validasi status pasokan “moderat” hasil

simulasi model SPD-C PMSN menurut penilaian kelompok pakar adalah (4 / 5) = 80%.

3. Hasil model SPD-C PMSN

Berdasarkan model- model yang telah dihasilkan pada setiap tahapan dengan hasil verifikasi agregat (85.71 + 83.66 + 88.33) / 3 = 85.90 % menghasilkan tingkat validasi hasil simulasi model sebesar 80%. Agregasi terhadap (a) model penentuan variabel dominan PMSN, (b) model prediksi dan deteksi PMSN, dan model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN menghasilkan model generik SPD-C PMSN seperti pada Gambar 4.39.

Model spesifik SPD-C PMSN terdiri dari tiga model yaitu model pertama yaitu model penentuan variabel dominan PMSN, sedangkan model kedua adalah model prediksi dan deteksi PMSN, dan model ketiga adalah model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN. Model pertama dengan input dan prosesnya tersendiri menghasilkan output yang dibutuhkan sebagai input bagi model kedua. Model kedua dengan input dan prosesnya tersendiri menghasilkan output bagi model ketiga. Sebagian output model ketiga yang bersifat tak terkendali menjadi umpan balik lingkungan yang kemudian menjadi input bagi model pertama.

Adapun model spesifik yang pertama yaitu model penentuan variabel dominan PMSN adalah seperti terdapat pada Gambar 4.40 mencakup elemen-elemen model sebagai berikut:

a. Elemen-elemen input. Elemen-elemen input model terdiri dari:  Kandidat variabel “luas lahan sawit nasional”

 Kandidat variabel “harga minyak sawit domestik”

 Kandidat variabel “volume konsumsi MSdomestik”

 Kandidat variabel “harga BBM domestik”

 Kandidat variabel “harga minyak sawit dunia”

 Kandidat variabel “produktivitas minyak sawit rata-rata”  Kandidat variabel“nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”  Kandidat variabel “GDP nasional”

 Kandidat variabel“harga minyak sawit dunia”  Kandidat variabel “volume ekspor minyak sawit”

 Kandidat variabel “nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”  Kandidat variabel“harga minyak sawit domestik”

 Kandidat variabel“volume produksi MS domestik”  Kandidat variabel“harga minyak sawit domestik”  Kandidat variabel “volume produksi MS domestik”  Kandidat variabel“nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”  Kandidat variabel “harga ekspor minyak sawit”

 Kandidat variabel “pajak ekspor”

 Kandidat variabel “volume konsumsi minyaksawit dunia”  Teknik uji statistik korelasi pearson

 Teknik NE-MCDM Non Numerical

b. Elemen-elemen proses. Elemen-elemen proses model mencakup:  Pengujian setiap kandidat variabel dengan teknik uji statistik

korelasi pearson

 Penilaian kelompok pakar terhadap korelasi setiap kandidat variabel yang diagregat dengan menggunakan teknik ME-MCDM Non Numerical.

 Penentuan keterpilihan variabel dominan yang didasarkan kepada kedua hasil pengujian korelasi dengan menetapkan minimal nilai korelasi variabel adalah cukup untuk teknik korelasi pearson (Sarwono 2006), dan sedang untuk agregat penilaian pakar.

c. Elemen-elemen output. Model output model meliputi:

Variabel berkorelasi dominan terhadap “volume produksi” terdiri dari:  “luas lahan sawit nasional”, tingkat korelasi (0.99 : T)

 “harga minyak sawit domestik”, tingkat korelasi (0.96 : S)

 “volume konsumsi MS domestik”, tingkat korelasi (0.95 : S)  “harga BBM domestik”, tingkat korelasi (0.95 : S)

 “harga minyak sawit dunia”, tingkat korelasi (0.68 : S)

 “produktivitas minyak sawit rata-rata”, tingkat korelasi (0.79 : S)

Variabel berkorelasi dominan terhadap “volume impor” terdiri dari:  “nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”, tingkat korelasi (0.46 : S)

 “GDP nasional”, tingkat korelasi (0.37 : S)

 “harga minyak sawit dunia”, tingkat korelasi (0.38 : S)

Variabel berkorelasi dominan terhadap “volume konsumsi” erdiri dari:  “volume ekspor minyak sawit”, tingkat korelasi (0.69 : S)

 “nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”, tingkat korelasi (0.81 : S)

 “harga minyak sawit domestik”, tingkat korelasi (0.92 : S)

 “volume produksi MS domestik”, tingkat korelasi (0.95 : S)

Variabel yang berkorelasi dominan terhadap “volume ekspor” terdiri dari:

 “harga minyak sawit domestik”, tingkat korelasi (0.83 : S)

 “volume produksi MS domestik”, tingkat korelasi (0.86 : S)

 “nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”, tingkat korelasi (0.70 : S)

 “harga ekspor minyak sawit”, tingkat korelasi (0.79 : S)

 “volume konsumsi minyak sawit dunia”, tingkat korelasi (0.75 : S) Sedangkan model spesifik yang kedua yaitu model prediksi dan deteksi PMSN adalah seperti terdapat pada Gambar 4.41 mencakup elemen-elemen model sebagai berikut:

a. Elemen-elemen input. Elemen-elemen input model terdiri dari:

Variabel berkorelasi dominan terhadap “volume produksi” terdiri dari:

 “luas lahan sawit nasional”, tingkat korelasi (0.99 : T)

 “harga minyak sawit domestik”, tingkat korelasi (0.96 : S)

 “volume konsumsi MS domestik”, tingkat korelasi (0.95 : S)

 “harga BBM domestik”, tingkat korelasi (0.95 : S)

 “harga minyak sawit dunia”, tingkat korelasi (0.68 : S)

 “produktivitas minyak sawit rata-rata”, tingkat korelasi (0.79 : S) Variabel berkorelasi dominan terhadap “volume impor” terdiri dari:  “nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”, tingkat korelasi (0.46 : S)

 “GDP nasional”, tingkat korelasi (0.37 : S)

 “harga minyak sawit dunia”, tingkat korelasi (0.38 : S)

Variabel berkorelasi dominan terhadap “volume konsumsi” erdiri dari:

 “volume ekspor minyak sawit”, tingkat korelasi (0.69 : S)

 “nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”, tingkat korelasi (0.81 : S)

 “harga minyak sawit domestik”, tingkat korelasi (0.92 : S)

 “volume produksi MS domestik”, tingkat korelasi (0.95 : S)

Variabel yang berkorelasi dominan terhadap “volume ekspor” terdiri

 “harga minyak sawit domestik”, tingkat korelasi (0.83 : S)  “volume produksi MS domestik”, tingkat korelasi (0.86 : S)

 “nilai tukar rupiah terhadap dollar AS”, tingkat korelasi (0.70 : S)

 “harga ekspor minyak sawit”, tingkat korelasi (0.79 : S)

 “volume konsumsi minyak sawit dunia”, tingkat korelasi (0.75 : S)  Teknik dan parameter pemodelan JST

 Teknik dan parameter pemodelan SPC

b. Elemen-elemen proses. Elemen-elemen proses model mencakup:  Membentuk dan mensimulasikan model prediksi JST-BP  Membentuk dan mensimulasikan model SCD.

 Melakukan inferensi secara bertingkat terhadap aspek supply dan

demand, berdasarkan parameter frekuensi dan tren. c. Elemen-elemen output. Model output model meliputi:

Variabel berkorelasi dominan terhadap “volume produksi” terdiri dari:

 Menghasilkan nilai-nilai prediksi volume produksi, impor, konsumsi, dan ekspor.

 Menghasilkan nilai-nilai parameter:

 frekuensi supply periode eksisting (2013-2015)= 1  frekuensi supply periode prediksi (2016-2018)=2  tren supply periode eksisting (2013-2015)=0.0636  tren supply periode eksisting (2016-2018)=0.0339  frekuensi demand periode eksisting (2013-2015)= 1

 frekuensi demand periode prediksi (2016-2018)=1  tren demand periode eksisting (2013-2015)=0.0648  tren demand periode eksisting (2016-2018)=0.0763

Adapun model spesifik yang ketiga yaitu model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN adalah seperti terdapat pada Gambar 4.42

mencakup elemen-elemen model sebagai berikut:

a. Elemen-elemen input. Elemen-elemen input model terdiri dari:  frekuensi supply periode eksisting (2013-2015)= 1

 frekuensi supply periode prediksi (2016-2018)=2  tren supply periode eksisting (2013-2015)=0.0636  tren supply periode eksisting (2016-2018)=0.0339  frekuensi demand periode eksisting (2013-2015)= 1

 frekuensi demand periode prediksi (2016-2018)=1  tren demand periode eksisting (2013-2015)=0.0648  tren demand periode eksisting (2016-2018)=0.0763

b. Elemen-elemen proses. Elemen-elemen proses model mencakup:  inferensi frekuensi eksisting terhadap frekuensi prediksi untuk

aspek supply

 inferensi tren eksisting terhadap frekuensi prediksi untuk aspek

supply

 inferensi frekuensi eksisting terhadap frekuensi prediksi untuk aspek supply

 inferensi tren eksisting terhadap frekuensi prediksi untuk aspek

 inferensi frekuensi terhadap tren untuk aspek supply

 inferensi frekuensi terhadap tren untuk aspek demand

 inferensi supply terhadap demand

 klasifikasi status PMSN hasil inferensi

 Jika status pasokan = “awas” atau status pasokan = “bahaya”, maka

model akan membangkitkan notifikasi peringatan dini dilanjutkan menelusuri balik untuk menemukan faktor penyebab dan menyiapkan saran rekomendasi.

c. Elemen-elemen output. Model output model meliputi:

 Informasi status PMSN periode prediksi 2016-2018 yaitu

“moderat” dengan klasifikasi “awas”

 Notifikasi peringatan dini

 Menyajikan informasi faktor penyebab berupa “pergerakan volume

demand yang kurang selaras dengan pergerakan supply, dimana secara frekuensi dan tren nilai- nilai prediksi Demand, akan bertahan dalam kondisi kurang baik atau ”sedang”.

 Saran rekomendasi yang berisi:

Memfasilitasi kemitraan internasional untuk memperlancar dan meningkatkan kapasitas serta perluasan pasar ekspor minyak sawit nasional.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa lebih dari setengah kapasitas produksi minyak sawit nasional utilisasinya adalah ekspor, maka jelas bahwa potensi krisis oversupply lebih didominasi karena adanya potensi gangguan arus ekspor. Hal ini cukup menjadi petunjuk bahwa persoalan potensi krisis over supply

tersebut salah satu pendekatan solusi jangka pendeknya adalah membenahi pasar tujuan melalui berbagai instrumentasi kemitraan internasional. Kemitraan ini harus dibangun melalui peran pemerintah. Kerjasama pemerintah yang diperluas skalanya dalam berbagai bentuk seperti government to government, government to bussines, bussines to governmentakan menjadi fasilitasi penting bagi kerangka kemitraan internasional industri minyak sawit nasional dalam rangka membina pasar-pasar tujuan ekspor yang telah ada, sekaligus menciptakan peluang penetrasi ke pasar-pasar baru. Dengan demikian fasilitasi kemitraan internasional ini mendukung upaya memperlancar arus ekspor minyak sawit nasional khususnya dalam jangka pendek untuk menghadapi potensi terjadinya oversupply di dalam negeri.

Meninjau regulasi-regulasi yang menghambat arus ekspor minyak sawit nasional: seperti simplifikasi administrasi kepabeanan, pemberian insentif atas bea keluar, pajak-pajak, dan lain sebagainya.

Tata aturan administrasi kepabeanan yang panjang dan bertele- tele, kebijakan barrier tarif dan non-tarif maupun berbagai pungutan pajak sejauh ini menjadi momok bagi para pelaku industri minyak sawit nasional. Pada satu sisi memang diperlukan

untuk mendorong tumbuhnya hilirisasi industri minyak sawit nasional, akan tetapi pada tingkatan tertentu hal ini justeru akan melemahkan daya saing minyak sawit nasional. Oleh karena itu tata administraasi kepabeanan sedapat mungkin disederhanakan, kebijakan barrier tarif dan non-tarif maupun pungutan pajak-pajak penting untuk ditinjau ulang hingga batas yang mampu mendorong daya saing minyak sawit nasional di pasar dunia. Manajemen kepabeanan terpadu dan otomasi barangkali menjadi pilihan terbaik, karena akan mempersingkat, mempercepat bahkan meningkatkan akurasi proses administrasi kepabeanan, serta menekan resiko praktek-praktek kecurangan. Dengan demikian regulasi-regulasi yang mendorong simplifikasi administrasi kepabeanan,dan kebijakan-kebijakan barrier maupun pungutan- pungutan pajak yang menarik akan memberikan insentif bagi pelaku industri untuk mendorong arus ekspor minyak sawit nasional dalam menghadapi adanya potensi krisis oversupply

tersebut.

Mendorong regulasi-regulasi yang dapat menciptakan perluasan investasi industri hilir sawit nasional secara lebih cepat, seperti: insentif perpajakan, simplifikasi perijinan, fasilitasi pengembangan dan pemasaran produk-produk hilir sawit nasional.

Disadari, bahwa terjadinya hilirisasi industri minyak sawit akan banyak memberikan berbagai nilai tambah di dalam negeri, seperti: meningkatnya nilai tambah produk, munculnya industri- industri pendukung, tumbuhnya lapangan kerja, dan lain sebagainya. Akan tetapi menciptakan hilirisasi ini memang membutuhkan investasi sumberdaya baik waktu, infrastruktur, finansial, SDM, dan lain- lain yang sangat besar. Dihadapkan pada berbagai keterbatasan sumberdaya yang ada, maka program-program hilirisasi menjadi strategi jangka panjang yang harus dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Sehingga dalam konteks jangka pendek untuk menghadapi adanya potensi krisi oversupply ini pun penting mendorong regulasi-regulasi yang mampu menciptakan iklim perluasan investasi industri hilir sawit nasional dengan tetap merujuk pada strategi jangka panjang, seperti: pemberian insentif perpajakan, simplifikasi perijinan, fasilitasi pengembangan dan pemasaran produk-produk hilir sawit nasional, dan lain- lain. Dengan demikian mendorong regulasi-regulasi ini dalam jangka pendek akan membangkitkan efek keyakinan psikologis secara positif untuk menghadapi adanya potensi terjadinya krisis

oversupply minyak sawit nasional bagi para pelaku industri, dan dalam jangka panjang akan menghasilkan hilirisasi industri minyak sawit nasional.

Mendorong regulasi-regulasi yang dapat menciptakan perluasan investasi industri hilir sawit nasional secara lebih cepat, seperti: insentif perpajakan, simplifikasi perijinan, fasilitasi pengembangan dan pemasaran produk-produk hilir sawit nasional.

Disadari, bahwa terjadinya hilirisasi industri minyak sawit akan banyak memberikan berbagai nilai tambah di dalam negeri, seperti: meningkatnya nilai tambah produk, munculnya industri- industri pendukung, tumbuhnya lapangan kerja, dan lain sebagainya. Akan tetapi menciptakan hilirisasi ini memang membutuhkan investasi sumberdaya baik waktu, infrastruktur, finansial, SDM, dan lain- lain yang sangat besar. Dihadapkan pada berbagai keterbatasan sumberdaya yang ada, maka program-program hilirisasi menjadi strategi jangka panjang yang harus dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Sehingga dalam konteks jangka pendek untuk menghadapi adanya potensi krisi oversupply ini pun penting mendorong regulasi- regulasi yang mampu menciptakan iklim perluasan investasi industri hilir sawit nasional dengan tetap merujuk pada strategi jangka panjang, seperti: pemberian insentif perpajakan, simplifikasi perijinan, fasilitasi pengembangan dan pemasaran produk-produk hilir sawit nasional, dan lain- lain. Dengan demikian mendorong regulasi-regulasi ini dalam jangka pendek akan membangkitkan efek keyakinan psikologis secara positif untuk menghadapi adanya potensi terjadinya krisis oversupply minyak sawit nasional bagi para pelaku industri, dan dalam jangka panjang akan menghasilkan hilirisasi industri minyak sawit nasional.

Menyediakan akses modal secara kompetitif bagi pelaku industri hilir sawit nasional

Akses modal yang memadai dan mudah dijangkau (kompetitif) melalui berbagai instrumen, misalnya kredit lunak, plafon kredit yang memadai, maupun kelonggaran persyaratan administrasi, dan lain- lain akan memperkuat operasi industri hilir sawit nasional yang telah ada sekaligus dapat merangsang tumbuhnya industri- industri hilir sawit nasional yang baru. Dalam jangka pendek, akses modal yang dikhususkan bagi pelaku industri hilir sawit nasional ini penting untuk menghadapi adanya potensi terjadinya krisis oversupply periode kedepan sekaligus untuk sinergi mempersiapkannya mencapai strategi jangka panjang hilirisasi industri minyak sawit nasional.

Meningkatkan dukungan kapasitas infrastrukur dasar bagi operasi industri hilir nasional

Bagian penting lain dalam operasi industri hilir sawit adalah ketersedian fasilitas infrastruktur dasar secara memadai. Seperti diketahui, bahwa hingga saat ini, infrastruktur dasar industri seperti jalan & jembatan, pelabuhan, bandara, stasiun, rel, dan bahkan energi dan fasilitas komunikasi, serta yang lainnya masih menjadi tantangan be sar untuk diselesaikan.Sebagian infrastruktur yang telah ada kapasitasnya terbatas dan bahkan belum tersebar secara merata di seluruh wilayah geografis nasional. Sehingga saat ini secara keseluruhan dihadapkan pada infrastruktur yang ada, operasi-operasi industri hilir ini umumnya masih

menghadapi masalah ekonomi biaya tinggi. Oleh karena itu, menyediakan infrastuktur operasi industri hilir secara memadai merupakan strategi jangka panjang untuk menciptakan hilirisasi industri minyak sawit nasional, dan dalam jangka pendek akan menjadi pemicu (trigger) percepatan sehingga adanya potensi terjadinya krisis over supplyperiode kedepan dapat diminimalisasi.

Menjamin stabilitas nasional baik politik, keamanan, maupun perekonomian makro (tingkat inflasi, suku bunga dan nilai tukar terhadap valuta asing, dan lain-lain)

Stabilitas nasional merupakan faktor utama dalam menjaga iklim kondusif operasi industri hilir sawit nasional. Stabilitas ini dalam berbagai aspek, seperti, politik, keamanan maupun perekonomian makro dalam jangka panjang akan sangat menentukan perjalanan untuk mencapai hilirisasi industri sawit nasional, dan dalam jangka pendek dibutuhkan untuk memperlancar operasi industri hilir sawit nasional yang telah ada. Dapat dibayangkan jika terjadi instabilitas politik dan keamanan, seperti demonstrasi-demonstrasi masal yang dapat berujung menjadi kerusuhan sosial, maka operasi industri hilir tentu akan tergangu. Demikian pula bila pemerintah tidak mampu menjaga stabilitas perekonomian makro, seperti: terjadinya fluktuasi- fluktuasi tak terkendali atas inflasi, suku bunga bank, nilai tukar valuta asing, dan lain- lain, tentu akan menimbulkan ketidakpastian bagi kemampuan operasi industri hilir dalam jangka pendek. Pada gilirannya, strategi jangka panjang hilirisasi industri sawit nasional pun menjadi terganggu. Oleh karena itu, setiap saat dibutuhkan kepastian stabilitas nasional, termasuk didalamnya dalam rangka menghadapi adanya potensi terjadinya krisis over supply minyak sawit nasional pada periode yang akan datang.

Mendorong masyarakat untuk terus yakin dan bangga dalam menggunakan produk hilir sawit nasional

Peran penting pemerintah yang lain adalah mendorong terciptanya budaya bangga dan cintai produk dalam negeri khususnya produk-produk hilir sawit nasional, sebagai bagian dari membina nasionalisme warga negara. Seiring pembudayaan ini, maka akan terjadi peningkatan konsumsi produk-produk hilir sawit nasional sekaligus akan mengisolasi produk- produk hilir sawit asing. Selanjutnya peningkatan konsumsi ini, akan