• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Sistem Peringatan Dini Cerdas Pasokan Minyak Sawit Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Sistem Peringatan Dini Cerdas Pasokan Minyak Sawit Nasional"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

WAHYU WIDJI PAMUNGKAS

SEKOLAH P ASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pemodelan Sistem Peringatan Dini Cerdas Pasokan Minyak Sawit Nasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, September 2016

(4)

RINGKASAN

WAHYU WIDJI PAMUNGKAS. Pemodelan Sistem Peringatan Dini Cerdas Pasokan Minyak Sawit Nasional. Dibimbing oleh M SYAMSUL MAARIF, TUN TEDJA IRAWADI, dan YANDRA ARKEMAN.

Minyak sawit dalam hal ini Crude Palm Oil (CPO), keberadaannya semakin strategis. Di tingkat dunia, rata-rata konsumsinya pertahun meningkat 4.78 persen, atau tumbuh 1.11 persen lebih tinggi dari produksinya. Hal ini terkait dengan semakin luasnya produk turunan penting yang dapat dihasilkan maupun tingkat produktivitas dan efisiensinya dalam produksi. Di dalam negeri, secara industri memiliki peran sangat penting, disamping menjadi sumber devisa negara, juga menjadi lokomotif perekonomian rakyat pedesaan. Sejak di perkebunan hingga pengolahan dan pemasarannya, kini melibatkan setidaknya 3.7 juta petani sawit maupun 20 juta tenaga kerja lainnya. Pengalaman menunjukkan, bahwa krisis ekonomi 1997-1998 yang memicu aksi ekspor masif minyak sawit nasional telah menimbulkan persoalan kelangkaan (shortage). Di sisi lain, sejak 2006, saat industri minyak sawit nasional mendulang prestasi sebagai produsen sekaligus eksportir terbesar dunia, senantiasa dihadapkan pada isu- isu lingkungan, persaingan bisnis hingga politik regional dan dunia yang berusaha menekan arus ekspor. Dihadapkan pada faktor globalisasi dunia yang terus meningkatkan ketidakpastian, maka dibutuhkan instrumen peringatan dini untuk potensi persoalan shortage maupun

oversupply, agar dapat disiapkan kebijakan tindakan antisipasi untuk meminimalisasi dampaknya.

Penelitian ini mengusulkan pengembangan model sistem peringatan dini cerda s pasokan minyak sawit nasional (model SPD-C PMSN) sebagai instrumen peringatan dini bagi stakeholder penentu kebijakan. Model SPDC-PMSN dikembangkan merujuk pada syarat model sistem peringatan dini yang efektif, dimana mengandung 4 unsur kunci: pengetahuan tentang risiko, pemantauan dan layanan peringatan, informasi dan komunikasi, dan respon tindakan. Keempat unsur kunci ini didedikasi dalam model SPD-C PMSN yang mengandung tiga komponen model utama yaitu pertama model penentuan variabel dominan PMSN, kedua model prediksi dan deteksi PMSN, dan ketiga model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN. Model pertama didedikasi untuk menghasilkan faktor- faktor sebagai dasar analisis persoalan, sedangkan model kedua didedikasi untuk memantau dan menghasilkan pengetahuan tentang risiko, sedangkan model ketiga didedikasi untuk menghasilkan layanan peringatan, informasi dan komunikasi serta saran respon tindakan.

Model pertama, menghasilkan output variabel- variabel dominan PMSN melalui proses pengujian korelasi setiap kandidat terhadap aspek PMSN yang didekati melalui teori supply dan demand yang meliputi aspek produksi, impor, konsumsi, dan ekspor. Input model ini adalah kandidat-kandidat variabel dominan PMSN berikut data historikalnya, teknik uji korelasi statistik, pengetahuan kelompok pakar tentang PMSN, dan teknik agregasi penilaian kelompok pakar multi-kriteria non-numerikal. Model kedua, menghasilkan output nilai-nilai prediksi aspek PMSN dan nilai- nilai parameter deteksi berupa frekuensi dan tren baik supply maupun

demand melalui proses pembentukan dan simulasi model- model: prediksi volume produksi (JST-BP PVPMS), prediksi volume impor (JST-BP PVIMS), prediksi volume konsumsi (JST-BP PVKMS), prediksi volume ekspor (JST-BP PVPMS), dan

(5)

dominan PMSN berikut data historikal yang dihasilkan oleh model pertama, teknik dan nilai- nilai parameter model prediksi jaringan syaraf tiruan dan teknik statistical process control (SPC). Model ketiga, menghasilkan output klasifikasi status pasokan dan notifikasi peringatan dini berikut informasi faktor- faktornya bila diperlukan melalui proses pembentukan rule base inferensi, inferensi nilai-nilai parameter deteksi frekuensi dan tren supply dan demand, menginterpretasikannya dalam klasifikasi status PMSN dan membangkitkan notifikasi peringatan maupun melakukan penelusuran balik untuk menemukan faktor penyebabnya jika diperlukan. Input model ini adalah nilai- nilai parameter deteksi PMSN yang dihasilkan model kedua, pengetahuan tahapan krisis dan teknik penelusuran If Then Analisys.

Pengembangan model SPD-C PMSN menggunakan pendekatan sistem yang berorientasi pada tujuan, menggunakan kerangka pemikiran holistik dan menekankan efektifitas pencapaian sasaran pemodelan dengan mengikuti tahapan pengembangan model: pembentukan model konseptual, mengkonstruksi model, mengevaluasi model, dan menyempurnakan model. Hasilnya, model SPD-C PMSN mengintegrasikan model penentuan variabel dominan PMSN dengan model prediksi dan deteksi PMSN, dan model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN. Model penentuan variabel dominan PMSN, menghasilkan output 18 variabel dominan dari 21 kandidat input, dengan tingkat validitas model sebesar 85.71 persen. Sedangkan untuk model prediksi JST-BP menghasilkan nilai-nilai prediksi volume produksi, impor, konsumsi, dan ekspor dengan tingkat validitas rata-rata simulasi terhadap target sebesar 92.23 persen. Nilai- nilai prediksi yang dipetakan bersama-sama nilai- nilai historikal dalam model SCDA menghasilkan output nilai- nilai parameter deteksi frekuensi dan tren

supply dan demand. Nilai- nilai ini menjadi input model klasifikasi FIS dan menghasilkan output klasifikasi status pasokan dengan tingkat validitas rata-rata rule base sebesar 76.66 persen. Adapun output status pasokan pada kategori “awas” dan ”bahaya” akan dibangkitkan notifikasi peringatan dini yang sesuai dan menjadi input bagi model penelusuran faktor untuk kemudian menghasilkan informasi faktor penyebab dengan tingkat validasi sebesar 80 persen. Akhirnya, secara agregat tingkat validitas model SPD-C PMSN mencapai 83.4 persen.

Simulasi model SPD-C PMSN menghasilkan kesimpulan status PMSN prediksi 2016-2018 adalah “Moderat” yang berarti keadaan “awas”. Status ini memicu bangkitnya notifikasi peringatan dini berikut faktor-faktor hasil penelusuran yang menunjukkan secara frekuensi, supply akan berubah dari kondisi kurang baik menjadi baik, sedangkan demand akan mengalami perubahan sangat tipis dan relatif tetap berada dalam kondisi kurang baik. Secara tren, supply akan bertahan pada kondisi baik dan demand bertahan pada kondisi kurang baik. Dengan dasar tersebut diusulkan rekomendasi untuk mempertahankan pertumbuhan supply dan mendorong pertumbuhan demand secara maksimal melalui langkah- langkah: fasilitasi kemitraan internasional, meninjau regulasi yang menghambat arus ekspor, mendorong regulasi yang menciptakan perluasan investasi industri hilir, menyediakan akses modal kompetitif bagi pelaku industri hilir, meningkatkan dukungan kapasitas infrastrukur operasi industri hilir nasional, menjamin stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan, serta mendorong kesadaran masyarakat dalam utilisasi produk hilir dalam negeri.

(6)

SUMMARY

WAHYU WIDJI PAMUNGKAS. Modeling of Intelligent Early Warning System of National Palm Oil Supply. Supervised by M. SYAMSUL MAARIF, TUN TEDJA IRAWADI, YANDRA ARKEMAN.

Palm oil, in this case Crude Palm Oil (CPO), has become more strategic. In the world’s rate, the average consumption increased 4.78 percent per year, or grew about 1.11 percent higher than the production rate. This is due to the increasing number of its diverse important derivative products and its productivity rate and efficiency. Domestically, palm oil has a critical role. It does not only generate foreign exchange income for the country, but also drive the economy of the people living in rural areas. Starting from plantation stage up to the processing and marketing stages, this industry has involved around 3.7 million oil palm farmers and 20 millions of other workers. Past experiences showed that the economic crisis that occurred during the period of 1997-1999 had triggered massive exports of oil palms, resulting in its supply shortage. On the other hand, since 2006, while the country had been known as the world’s biggest palm oil producer and exporter, the palm oil industry had always been beset by the issues of environment, business competition and regional and global politics which have become increasingly uncertain. Therefore, early warning instruments are required in order to solve any potential shortage and oversupply issues and make some anticipatory decisions to minimalize their impacts.

This research suggests the model development of the Intelligent Early Warning System of the National Palm Oil Supply (SPD-C PMSN model) as an instrument of early warning for stakeholders responsible for policy -making. This SPDC-PMSN model shall be developed by referring to the model requirements for an effective early warning system, which contains 4 key elements: knowledge of the risks, monitoring and warning, information and communication services, and action response. All those four key elements are dedicated to the SPD-C PMSN model which contains three main model components, which are, first, PMSN determination model of dominant variables; second, PMSN prediction and detection model; and third PSMN factor searching and classification model. The first model is dedicated to generating some factors as the basis of problem analysis, while the second model is dedicated to monitoring and generating knowledge of the risks, and the third model is dedicated to generating warning, information and communication services as well as action response.

(7)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak sawit, dalam hal ini crude palm oil (CPO) memiliki rekam jejak keamanan penggunaan yang sudah teruji lama. Minyak sawit banyak digunakan dalam berbagai aplikasi untuk menghasilkan produk turunan yang sangat luas dan beragam; baik produk turunan pangan maupun non-pangan. Dalam bidang pangan, minyak sawit banyak digunakan sebagai minyak goreng, shortening, margarin, vanaspati, cocoa butter substitutes, dan berbagai ingridien pangan lainnya. Karena sifat fisik, kimia dan gizi yang cocok, maka minyak sawit dan produk turunannya mempunyai potensi unggul untuk diaplikasikan pada produk pangan, antara lain (Hariyadi 2015):

 Produk pangan yang diformulasikan dengan menggunakan minyak sawit akan mempunyai keawetan yang lebih baik, karena minyak sawit sangat stabil terhadap proses ketengikan dan kerusakan oksidatif lainnya;

 Minyak sawit mempunyai kecederungan untuk mengalami kristalisasi dalam bentuk kristal yang lebih halus (kecil), sehingga mampu meningkat kan kinerja

creaming jika digunakan pada formulasi cake dan margarin;

 Kandungan asam palmitat minyak sawit sangat baik untuk proses aerasi campuran lemak/gula; misalnya pada proses baking;

 Minyak sawit baik digunakan untuk membuat vanaspati, atau vegetable ghee, yang mengadung 100% lemak nabati; bisa digunakan untuk substitusi mentega susu dan mentega coklat;

 Produk rerotian yang diproduksi dengan shortening dari minyak sawit, mempunyai tekstur dan keawetan yang lebih baik;

 Minyak sawit juga banyak dipakai untuk produksi krim biskuit; terutama karena kandungan padatan dan titik lelehnya yang cukup tinggi;

Sebagai bahan pangan, minyak sawit memiliki karakter yang lebih disukai konsumen karena padat pada suhu ruangan, sementara bahan pangan dari minyak nabati lain seperti: minyak bunga matahari, kanola, dan kedelai, kurang disukai karena bersifat cair, dan kalaupun dapat dipadatkan melalui hidrogenisasi, namun tidak dianjurkan untuk dikonsumsi karena akan menghasilkan lemak trans yang merugikan kesehatan (PASPI 2015).

(8)

PVKMS), prediction of export volume (JST-BP PVPMS), and statistical control detection adaptive (SCDA). The third model generates an output of the classification of the supply status and notifications of early warning along with the information of its factors, if required, through inference rule base development process, inference of parameter values of frequency detection as well as supply and demand trends, interprets them in the classification of PMSN status and generates notifications of warning or does the trace back in order to find any contributing factors, if required. The inputs of this model are parameter values of PMSN detection generated by the second model, knowledge of crisis stages and If Then Analysis searching technique.

The SPD-C PMSN model is developed using a system which is oriented toward the achievement of goals using a holistic thinking framework with an emphasis on the effectiveness of the modelling objective achievements by following model stage development covering, the establishment of conceptual model, construction of model, evaluation of model and improvement in model. As a result, the SPD-C PMSN model integrates the PMSN dominant variables determination model with PMSN prediction and detection model and PMSN classification and factor searching model. The PMSN dominant variables determination model generates an output of 18 dominant variables out of 21 input candidates wit h a validity rate of 85.71 percent. Meanwhile, the JST-BP prediction model generates prediction values of production, import, consumption and export volume with an average validity rate of the simulation against target reaches 92.23 percent. The prediction values mapped together with historical values in SCDA model generates outputs of parameter values of frequency detection and supply and demand trend. These values serve as an input for FIS classification model and generates an output of status classification of the supply with an average validity rate of rule base of 76.66 percent. Meanwhile, the output of the supply status in the “caution” and “danger” category will generate a corresponding early warning notification and serve as an input for factor searching model in order to produce contributing factor information with a validity rate of 80 percent. Finally, in aggregate, the validity rate of the SPD-C PMSN model reaches 83.4 percent.

Based on the simulation of SPD-C PMSN model, it is concluded that the PMSN status of the 2016-2018 prediction is “Moderate”, which means that it is in a “caution” state. This status will trigger the generation of early warning notification along with the searching result factors, which demonstrates that, in terms of frequency, supply will change from poor to good state, while demand will see a slight change and relatively remain in a poor state. In terms of trend, the supply will remain in a good state while demand will stay in a poor state. Based on these, the research suggests some recommendations to maintain supply growth and encourage demand in an optimum fashion through the following measures: establishing international partnership, reviewing regulations which hinder exports, promoting regulations that can expand investments in downstream industry, providing access to capitals in a competitive manner to actors in downstream industry, improving supports for basic infrastructure capacity for the operations of national downstream industry, ensuring economic, political and sec urity stability, encouraging people to use the national downstream products.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)

PEMODELAN SISTEM PERINGATAN DINI CERDAS

PASOKAN MINYAK SAWIT NASIONAL

WAHYU WIDJI PAMUNGKAS

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH P ASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Sukardi, MM.

2. Dr. Ir. Triwulandari SD, MM.

Penguji pada Sidang Promosi : 1. Prof. Dr. Ir. Sukardi, MM.

(12)

Judul Disertasi : Pemodelan Sistem Peringatan Dini Cerdas Pasokan Minyak Sawit Nasional

Nama : Wahyu Widji Pamungkas

NRM : F361110021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir M Syamsul Maarif, MEng Ketua

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Anggota

Dr Ir Yandra Arkeman, MEng Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Machfud, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup: 29 Agustus 2016 Tanggal Ujian Promosi: 23 September 2016

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama satu setengah tahun pada kurun waktu bulan Mei 2013 hingga Januari 2016 ini ialah pasokan minyak sawit (crude palm oil) nasional dengan judul Pemodelan Sistem Peringatan Dini Cerdas Pasokan Minyak Sawit Nasional.

Terima kasih penulis sampaikan kepada komisi pembimbing Prof Dr Ir M Syamsul Maarif Meng, Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi MS, dan Dr Ir Yandra Arkeman MEng yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sukardi MM dosen pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB dan Dr Ir Triwulandari SD MM dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Tr isakti, serta Prof Dr Ir Machfud dan Dr Ir Titi Chandra selaku perwakilan pejabat program studi yang telah mengkritisi dan memberikan saran serta masukannya untuk karya ilmiah ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir Gamal Nasir MS beserta jajarannya di Ditjenbun dan Puslitbangbun Kementerian Pertaniana RI, Bapak Panggah Susanto dan Bapak Edy Sutopo beserta jajarannya di Ditjen Agroindustri Kementerian Perindustrian RI, Bapak Dirjen dan staf Perdagangan luar negeri Kementerian Perdagangan RI, Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Kepala Pusat Pelayanan Data Badan Pusat Statistik RI, Bapak Seger Budiarjo selaku Direktur Human Capital Management & Umum PTPN III Medan beserta staf, Bapak Ir Akhmad Afifuddin MM Direktur Produksi PTPN XIII dan Bapak Agus Budi Manajer Pabrik Minyak Sawit Parindu PTPN XIII Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat, Bapak Dr Ir Fadli Hasan dan staf dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Pimpinan dan Staf dari Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Pimpinan dan Staf dari Gabungan Industri Minyak Sawit Nasional Indonesia (GIMNI), Pimpinan dan staf dari PT IVOMAS yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2. TINJAUAN PUSTAKA

Industri Kelapa Sawit 8

Persoalan Krisis 12

Pengertian-Pengertian Krisis 12

Karakteristik, Jenis, dan Tahapan Krisis 13

Dampak Krisis 13

Manajemen Krisis 14

Rekayasa Model Sistem 15

Sistem Peringatan Dini 15

Deteksi Dini 16

Teori Sinyal Deteksi Dini 18

Analisis Ambang Batas (Threshold) 19

Analisis Statistical Prosess Control (SPC) 19

Analisis Regresi Threshold 20

Data dan Analisis Data 21

Data Berkala dan Pengolahannya 21

Analisis Data Berkala 22

Uji Korelasi Statistik 23

Normalisasi Data 24

Metode Pengambilan Keputusan ME-MCDM Non-Numerical 25 Jaringan Saraf Tiruan Jenis Backpropagation (JST-BP) 28

Konsep Model JST-BP 28

Algoritma Pelatihan JST-BP 29

Fungsi Aktivasi JST-BP 31

Fuzzy Inference System (FIS) 32

Fungsi Keanggotaan dalam Sistem Fuzzy 33

Operator-Operator Dasar Operasi Himpunan Fuzzy 36

Metode Penalaran Sistem Fuzzy 36

(15)

Metode-Metode Inferensi Fuzzy 37

Penelitian Terdahulu 40

Kebaruan Penelitian 43

3. METODOLOGI

Kerangka Pemikiran 46

Pendekatan dan Metode Pengembangan Model SPD-C PMSN 47

Tatalaksana Penelitian 49

Pengumpulan dan Pengolahan Data 49

Pengembangan Model Sistem (SPD-C PMSN) 50

Membangun Model Sistem Konseptual 51

Mengkonstruksi Model Sistem 51

Mengevaluasi Model Sistem 51

Menyempurnakan Model Sistem 51

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancang Bangun Model Sistem Peringatan Dini Cerdas Pasokan MinyakSawit

Nasionl (SPD-C PMSN) 53

Model Sistem Konseptual 53

Tujuan Model Sistem 53

Komponen-Komponen Model Sistem 53

Variabel Input Model Sistem 54

Pengukuran Output Model Sistem 56

Pengendalian-Pengendalian Model Sistem 57

Asumsi- Asumsi Model Sistem 57

Relasi dan Interaksi Diantara Komponen Model Sistem 57

Konstruksi Model SPD-C PMSN 58

Model Penentuan Variabel Dominan PMSN 59

Model Prediksi dan Deteksi PMSN 74

Model Klasifikasi dan Penelusuran Faktor PMSN 124

Evaluasi Model SPD-C PMSN 133

Revise Model SPD-C PMSN

Keterbatasan Penelitian 147

5. PENUTUP

Kesimpulan 148

Saran 148

Implikasi Manajerial 149

DAFTAR PUSTAKA 150

LAMPIRAN 156

(16)

Industri minyak sawit nasional memiliki peran strategis, antara lain sebagai sumber devisa negara, menjadi lokomotif perekonomian nasional, menjadi bagian dari kedaulatan energi, serta menjadi penopang sektor ekonomi kerakyatan dan penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2014, industri minyak sawit dan turunannya menyumbang devisa sebesar 21.1 miliar US$ dan penerimaan pemerintah dari bea keluar secara kumulatif mencapai Rp80 triliun. Selanjutnya, melalui kebijakan

renewable energy dalam bentuk mandatori biodiesel yang sedang diimplementasi-kan pemerintah dari B-15 (2015) ke B-20 (2016) dan B-30 (2020), berhasil menghemat solar impor dari 6.4 juta ton pada 2015 menjadi 9.8 juta ton pada 2016, dan diprediksi akan menjadi 15.2 juta ton pada 2020. Hal tersebut berarti pula menghemat devisa impor, dari sebelumnya sebesar USD 5.6 miliar pada 2015 akan menjadi USD 16.7 miliar pada 2020. Penghematan ini menjadi bagian penting dalam membangun kedaulatan energi nasional. Pada sisi yang lain, industri minyak sawit juga telah menciptakan ekonomi kerakyatan melalui penggerakan roda ekonomi di pedesaan. Sejak diperkebunan hingga pengolahan dan pemasaran, industri ini telah melibatkan sekitar 3.7 juta petani sawit dan menyerap sekitar 20 juta tenaga kerja (PASPI 2015). Sementara itu, melalui kebijakan yang lain seperti Permenku RI No. 128/PMK.011/2011 yang menentukan BK CPO dan produk turunannya dibedakan antara 6%-7%, menurut Kementerian Perindustrian RI, telah mendorong secara signifikan terjadinya hilirisasi industri sawit nasional, dari yang semula ragam produk hilir hanya sekitar 54 jenis pada 2011, kemudian meningkat menjadi 169 jenis pada tahun 2014 (Berlian 2015).

Secara produktivitas dan efisiensi industri, minyak sawit merupakan yang tertinggi dari seluruh minyak nabati yang diperdagangkan di dunia. Dari 7 minyak nabati utama yang diperdagangkan secara global, minyak sawit memiliki produktivitas yang tertinggi yakni mencapai 3.74 ton/ha/tahun, disusul pada urutan kedua yaitu minyak rapeseed sebesar 0.67 ton/ha/tahun, dan bunga matahari sebesar 0.48 ton/ha/tahun pada urutan ketiga, serta minyak kedelai sebesar 0.38 ton/ha/tahun pada urutan keempat (Al Hakim 2013).

Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi minyak nabati (GAPKI 2013) Secara statistik berdasarkan grafik pada Gambar 1.1 menunjukkan bahwa biaya produksi minyak sawit Indonesia merupakan yang paling efisien, yakni kurang dari US$ 300 per ton atau hanya sekitar 30 hingga 40% dari biaya produksi minyak nabati lain di beberapa negara (Drajat 2012, GAPKI 2013). Sementara itu, biaya produksi minyak kedelai di Brasil, AS, dan Kanada menempati urutan yang tinggi.

(17)

4.21 Korelasi target dengan output simulasi model JST-BP PVIMS 111 4.22 Grafik MSE simulasi rancangan model JST-BP PVKMS 113

4.23 Struktur neuron model JST-BP PVKMS 114 .

4.24 Kinerja training, validasi dan testing model JST-BP PVKMS 115 4.25 Korelasi target dengan output simulasi model JST-BP PVKMS 115 4.26 Grafik MSE simulasi rancangan model JST-BP PVEMS 118.

4.27 Struktur neuron model JST-BP PVEMS 118

4.28 Kinerja training, validasi dan testing model JST-BP PVEMS 119 4.29 Korelasi target dengan output simulasi model JST-BP PVEMS 120 4.30 Perubahan frekuensi nilai- nilai prediksi supply PMSN sepanjang periode

2016-2018 122

4.31 Perubahan tren nilai- nilai prediksi supply PMSN sepanjang periode

2016-2018 123

4.32 Perubahan frekuensi nilai-nilai prediksi demand PMSN sepanjang

periode 2016-2018 123

4.33 Perubahan tren nilai-nilai prediksi demand PMSN sepanjang periode

2016-2018 124

4.34 Konstruksi model klasifikasi dan penelusuran faktor PMSN 125

4.35 Struktur inferensi bertingkat FIS-Mamdani 126

4.36 Visualisasi simulasi inferensi model FIS tingkat pertama 130 4.37 Visualisasi simulasi inferensi model FIS tingkat kedua 130 4.38 Visualisasi simulasi inferensi model FIS tingkat ketiga 131

4.39 Nilai Status-Pasokan hasil simulasi model 132

4.40 Model generik SPD-C PMSN 136

4.41 Model spesifik dari model penentuan variabel dominan SPD-C PMSN 138 4.42 Model spesifik dari model prediksi dan deteksi SPD-C PMSN 140 4.43 Model spesifik dari model klasifikasi dan penelusuran faktor SPD-C

(18)

4.42 Basis data prediksi dan hasil simulasi model JST-BP PVKMS 116 4.43 Variabel-variabel utama PMSN aspek “Ekspor MS” 117 4.44 Statistik simulasi rancangan model JST-BP PVEMS 117 4.45 Basis data prediksi dan hasil simulasi model JST-BP PVEMS 121 4.46 Nilai supply-demand periode historis, eksisting dan prediksi 121 4.47 Statistik penilaian kelompok pakar terhadap status pasokan “moderat” hasil

simulasi model SPD-C PMSN untuk periode prediksi 2016-2018

(19)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Perbandingan biaya produksi minyak nabati 2

1.2 Produksi minyak sawit dunia 3

1.3 Rasio kepemilikan lahan sawit nasional 4

2.1 Diagram proses pengolahan TBS menjadi CPO dan PKO 8

2.2 Pohon industri pengolahan kelapa sawit 11

2.3 Kerangka ambang batas sebaran nilai-nilai 20

2.4 Metode ME-MCDM Non-Numerical 26

2.5 Representasi fungsi aktivasi linear 31

2.6 Representasi fungsi aktivasi sigmoid bipolar 31 2.7 Representasi fungsi aktivasi logistik sigmoid 32 2.8 Representasi himpunan fuzzy linear naik dan turun 33

2.9 Representasi himpunan fuzzy kurva segitiga 33

2.10 Representasi himpunan fuzzy kurva trapesium 34 2.11 Representasi himpunan fuzzy kurva bentuk bahu 35 2.12 Representasi himpunan fuzzy kurva pertumbuhan dan penyusutan 35 2.13 Representasiaplikasi fungsi implikasi min 37

2.14 Representasiaplikasi fungsi implikasi dot 37

2.15 RepresentasiinferensimetodeTsukamoto 38

3.1 Kerangka pemikiran pemodelan SPD-C PMSN 46

3.2 Tahapan pengembangan model sistem (Sage 2011) 47

4.1 Mekanisme operasi sistem PMSN 54

4.2 Komponen model sistem konseptual SPD-C PMSN 55

4.3 Konseptual model SPD-C PMSN 58

4.4 Konstruksi model SPD-C PMSN 59

4.5 Konstruksi model prediksi dan deteksi PMSN 74 4.6 Diagram proses penentuan variabel dominan PMSN 75

4.7 Periode waktu analisis (periodesasi) 77

4.8 Nilai-nilai threshold SCDA frekuensi supply PMSN 78 4.9 Nilai-nilai threshold SCDA tren supply PMSN 79 4.10 Nilai-nilai threshold SCDA frekuensi demand PMSN 79 4.11 Nilai-nilai threshold SCDA tren demand PMSN 80 4.12 Ilustrasi pengklasifikasian model prediksi 81

4.13 Arsitektur jaringan model prediksi 84

4.14 Grafik MSE simulasi rancangan model JST-BP PVPMS 104

4.15 Struktur neuron model JST-BP PVPMS 104

4.16 Kinerja training, validasi dan testing model JST-BP PVPMS 106 4.17 Korelasi target dengan output simulasi model JST-BP PVPMS 106 4.18 Grafik MSE simulasi rancangan model JST-BP PVIMS 109

4.19 Struktur neuron model JST-BP PVIMS 109

(20)

DAFTAR TABEL

4.1 Hasil uji statistik korelasi kandidat faktor-faktor PMSN 65

4.2 Skala penilaian 68

4.3 Penilaian kepentingan kriteria dan negasinya 68 4.4 Hasil penilaian kandidat faktor-faktor setiap kriteria dari setiap pakar 69 4.5 Hasil nilai agregat kriteria setiap penilaian pakar 70 4.6 Hasil penilaian agregat seluruh kriteria dari seluruh pakar 71

4.7 Keterpilihan variabel utama sistem PMSN 72

4.8 4.9

Variabel-variabel dominan PMSN

Perbandingan nilai threshold maksimum periode prediksi 2013-2015 dan 2016-2018 hasil model SCDA dengan temuan lapang

72

81 4.10 Statistik hasil percobaan rancangan model prediksi (X11) 89

4.11 Hasil simulasi model prediksi (X1

1) 90

4.12 Statistik hasil percobaan rancangan model prediksi (X12) 90

4.13 Hasil simulasi model prediksi (X12) 91

4.14 Statistik hasil percobaan rancangan model prediksi (X13) 91

4.15 Hasil simulasi model prediksi (X13) 92

4.16 Statistik hasil percobaan rancangan model prediksi (X14) 92

4.17 Hasil simulasi model prediksi (X14) 93

4.18 Statistik hasil percobaan rancangan model prediksi (X15) 92

4.19 Hasil simulasi model prediksi (X15) 94

4.20 Statistik hasil percobaan rancangan model prediksi (X16) 94

4.21 Hasil simulasi model prediksi (X16) 95

4.22 Statistik hasil percobaan ranangan model prediksi (X21) 95

4.23 Hasil simulasi model prediksi (X21) 96

4.24 Statistik hasil percobaan ranangan model prediksi (X2

2) 96

4.25 Hasil simulasi model prediksi (X22) 97

4.26 Statistik hasil percobaan ranangan model prediksi (X31) 98

4.27 Hasil simulasi model prediksi (X31) 98

4.28 Statistik hasil percobaan ranangan model prediksi (X34) 99

4.29 Hasil simulasi model prediksi (X34) 99

4.30 Statistik hasil percobaan ranangan model prediksi (X44) 101

4.31 Hasil simulasi model prediksi (X44) 101

4.32 Statistik hasil percobaan ranangan model prediksi (X45) 102

4.33 Hasil simulasi model prediksi (X45) 102

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Training Model JST-BP PVPMS 156

2. Data Training Model JST-BP PVIMS 157

3. Data Training Model JST-BP PVKMS 158

4. Data Training Model JST-BP PVEMS 159

5. Kuesioner Penilaian Korelasi Antar Dua Variabel 160

6. Rule Base Fuzzy Inference System 168

7. Validasi Rule Inferensi FIS Tingkat Pertama 169 8. Rule Inferensi dan Validasi Rule Inferensi FIS Tingkat Kedua 170

9. Validasi Rule Inferensi FIS Tingkat Ketiga 171

10. Posisi Penelitian 172

(22)

2015, yang berarti pertahun rata-rata hanya meningkat 3.67%. Sedangkan konsumsinya, pada periode yang sama, meningkat sebesar 23.90% dari 50.47 juta metrik ton pada 2011 menjadi 62.53 juta metrik ton pada 2015, yang berarti rata-rata meningkat pertahun sebesar 4.78%. Pada sisi yang lain, share minyak sawit terhadap minyak nabati dunia juga terus mengalami peningkatan baik dari aspek produksi maupun konsumsi. Pada 2015, dari total 186.4 juta ton pasokan minyak dan lemak nabati global, minyak sawit menempati urutan terbesar pertama dari tujuh kelompok sumber minyak dan lemak nabati, yakni sebesar 32%, kemudian disusul kedelai (soybean) sebesar 22.4%, bunga canola (rapeseed) 13.1%, bunga matahari (sunflower) 7.9%, biji kapas (cotton) 2.7%, kacang tanah (groundnut) 2.2%, dan lain- lain sebesar 19.7%. Minyak sawit juga menguasi 55.9% pangsa pasar minyak dan lemak nabati perdagangan global (USDA 2015).

Gambar 1.2 Produksi minyak sawit dunia 2015 (USDA 2015)

Menurut USDA (2015) ekspor minyak sawit nasio nal ke pasar dunia mencapai 53% sedangkan Malaysia hanya 33% sementara itu Thailand 3%, Colombia 2% dan Nigeria 1% serta 8% sisanya adalah gabungan dari negera-negara dengan tingkat ekspor yang relatif kecil (Gambar 1.2).

Sejak tahun 2006, Indonesia berhasil menggeser posisi Malaysia sebagai produsen sekaligus eksportir minyak sawit terbesar di dunia, lebih cepat dari yang diproyeksikan semula, yaitu tahun 2010. Peran Indonesia sebagai produsen minyak sawit dunia setelah itu terus meningkat tajam menjadi 44.3% pada 2008, sejalan dengan pesatnya pertumbuhan produksi yang tumbuh rata-rata 9.1% per tahun. Sebaliknya peran Malaysia turun secara tajam dari 49.8% pada tahun 2000 menjadi 40.9% pada tahun 2008 (Miranti, 2010). Demikian pula sisi ekspor, pada 2011 industri minyak sawit nasional berhasil membukukan ekspor sebesar 18.45 juta ton atau 63% dari total supply CPO domestik (Purba 2011), yang kemudian meningkat lagi sebesar 10.41% menjadi 20.37 juta ton pada 2012. Sementara itu pada periode yang sama, ekspor industri minyak sawit Malaysia hanya sebesar 17.79 juta ton atau meningkat 5.33% dari tahun sebelumnya sebesar 17.59 juta ton (USDA 2015, diolah). Prestasi sebagai produsen sekaligus eksportir terbesar dunia bagi industri minyak sawit nasional sungguh menggembirakan. Akan tetapi, kegembiraan ini ternyata juga menyimpan sebagian keprihatinan. Dibandingkan dengan industrri sawit Malaysia, setidaknya ada dua alasan yang mendasari keprihatinan ini. Pertama, produktivitas industri minyak sawit nasional masih kalah. Kini produktivitas industri minyak sawit Malaysia telah mencapai 5 ton/ha/tahun, sedangkan produktivitas minyak sawit nasional hanya sebesar 3.2

(23)

memenuhi ekspor. Sementara itu, Indonesia justeru menggunakan sekitar 59.38% untuk memenuhi ekspor, dan sisanya hanya sekitar 41.62% yang mampu diolah di dalam negeri (Ditjenbun 2015, diolah). Merupakan sebuah perbandingan yang sangat kontras hingga Industri sawit Malaysia mampu memperoleh jauh lebih banyak nilai tambah di dalam negerinya di banding industri sawit Indonesia.

Utilisasi ekspor minyak sawit nasional yang begitu tinggi disamping mereduksi potensi pendapatan nilai tambah di dalam negeri, rentan menghadapi gangguan. Isu- isu internasional dalam bentuk revisi pajak ekspor (PE) negara-negara eksportir seperti Malaysia, penerapan pajak impor (PI) diskriminatif oleh negara pengimpor seperti India, maupun isu- isu gencarnya kampanye penyelamatan lingkungan oleh para aktivis LSM di Amerika Serikat dan Uni Eropa (seperti Greenpeace, Robin Wood, WWF, Environmental Protection Agency/EPA), merupakan beberapa contoh faktor- faktor yang dapat memicu persoalan kerentanan gangguan arus ekspor. Malaysia yang melanggar kesepakatan dengan Indonesia berencana menerapkan PE hingga 0% secara bertahap dan telah dimulai sejak Januari 2013. Sementara itu, isu black campaign

yang belum terbukti secara ilmiah (Suswono 2012) dari para LSM Eropa telah pula menggerus pasar minyak sawit nasional yang sensitif terhadap perubahan harga terutama pasar India (Bachroeny 2013) maupun pasar Eropa yang telah berubah menjadi importir terbesar minyak sawit nasional sejak 2008.

Gambar 1.3 Rasio kepemilikan lahan sawit nasional (Ditjenbun 2013)

Gambar 1.3 memperlihatkan bahwa di sisi lain dari total 9,074,621 ha lahan sawit nasional yang tercatat pada tahun 2012 adalah terdiri dari perkebunan nasional (PBN) seluas 3,773,526 ha, perkebunan rakyat (PR) seluas 683,227 ha dan perkebunan besar swasta (PBS) seluas 4,617,868. Ironisnya, PBS swasta yang menguasai 51% lahan dengan share produksi mencapai 52.93% terhadap produksi nasional, 50 persennya merupakan perusahaan asing yang dimiliki oleh Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Belgia, dan Inggris, seperti: Wilmar Group, Cargil, Sime Derby, dan lain- lain (PTPN VIII 2014). Dominasi kepemilikan asing disektor industri sawit hulu, sebagai penghasil minyak sawit nasional, membawa dampak kesulitan tersendiri. Apapun regulasinya, jika investasi industri hilir asing didalam negeri tidak menarik, maka arus ekspor minyak sawit nasional akan sulit dicegah.

(24)

2011). Pada satu sisi, ketika berbagai aspek perekonomian menunjukkan kondisi memburuk (peningkatan inflasi tak wajar, peningkatan pengangguran, penurunan tingkat pendapatan, timbulnya kerusuhan di berbagai tempat, dan lain- lain) mengakibatkan operasi industri di dalam negeri mengalami banyak kesulitan, akan tetapi pada sisi yang lain justeru memberikan peluang besar bagi industri berbasis sumberdaya alam untuk memperluas pangsa pasarnya melalui ekspor. Hal ini menimbulkan dorongan aksi ekspor minyak sawit nasional secara besar-besaran oleh para eksportir untuk meraih keuntungan. Hal ini kemudian menurunkan volume pasokan secara drastis hingga akhirnya industri pengolahan di dalam negeri kesulitan pasokan (shortage), seperti industri minyak goreng yang menghasilkan salah satu bahan pokok. Efek domino yang ditimbulkan selanjutnya adalah melambungnya harga minyak sawit hingga lebih dari 300% dalam tempo kurang dari 3 bulan (Salya 2006). Tentu saja jika aksi ekspor masif ini dapat dicegah, maka kecukupan pasokan minyak sawit bagi industri pengolah di dalam negeri tidak terganggu akibat dampak krisis ekonomi tersebut.

GAPKI (2014) melaporkan bahwa ekspor minyak sawit nasional tertekan sepanjang Januari 2014, hal ini karena disamping terjadi peningkatan produksi pada akhir tahun lalu, juga karena terjadi stok minyak nabati yang melimpah di beberapa negara produsennya, seperti Malaysia, Brazil, Paraguay dan Canada. Brazil dan Paraguay mencatat kenaikan panen kedelai, yang meningkat sesuai harapan menyusul berakhirnya masa kekeringan di kedua negara tersebut. Menurut laporan FAO, stok rapeseed di Canada juga melimpah karena ekspor yang melambat diikuti oleh stok biji bunga matahari di region Laut Hitam yang juga tercatat melimpah. Stok minyak nabati yang melimpah di dunia berdampak pada penurunan ekspor minyak sawit dan turunannya asal Indonesia. Menurut GAPKI (2014), total ekspor minyak sawit dan turunannya pada Januari 2014 tercatat hanya mencapai 1.57 juta ton yang berarti turun sebesar 454.6 ribu ton atau 22.5% dari bulan sebelumnya yang mencapai 2.02 juta ton. Lebih lanjut dari sisi harga, harga rata-rata pada Januari 2014 juga tertekan dan mengalami penurunan sekitar 5% menjadi US$ 865 per metrik ton dari sebelumnya US$ 909.6 per metrik ton pada Desember lalu. Hal ini menggambarkan bahwa betapa ada persoalan potensi oversupply, jika tidak dilakukan langkah- langkah cerdas yang mendorong hilirisasi minyak sawit nasional. Akan tetapi mendorong hilirisasi tidaklah bisa sekonyong-konyong melainkan memerlukan perhitungan dan persiapan secara cermat, hal ini menyangkut keberlanjutannya dimasa mendatang.

(25)

perekonomian nasional, juga semakin menguatkan keyakinan bahwa di dalam negeripun minyak sawit kedepan akan semakin strategis. Akan tetapi masih terbatasnya penyerapan utilisasi domestik yang mendorong orientasi utilisasi ekspor minyak sawit nasional demikian mendominasi, menjadikannya persoalan PMSN tersendiri. Ketidakpastian operasi industri substitusinya di dunia akibat pengaruh perubahan iklim turut mempengaruhi kapasitas pasokan ekspor minyak sawit nasional. Apalagi dengan adanya penguasaan asing atas PBS dalam negeri yang sangat besar, maka akan menambah kerumitan dalam mengelola kuantitas pasokan minyak sawit nasional. Pengalaman juga menunjukan, bahwa pernah terjadi shotage dan bahkan kini tengah dirasakan munculnya feno mena oversupply

ditandai dengan melimpahnya pasokan minyak nabati di beberapa negara produsennya. Dengan demikian betapa pentingnya menyediakan instrumen sistem peringatan dini pasokan minyak sawit nasional (PMSN). Adapun penelitian-penelitian terkait minyak sawit dan pengambilan keputusan yang pernah dilakukan adalah SPK untuk Perencanaan Industri Pengolah Batang Kelapa Sawit (Dwiastri 2011), analisis peramalan ekspor dan produksi CPO (Ramadhan 2011), Rekayasa model sistem deteksi dini perniagaan minyak goreng kelapa sawit (Salya 2006). Namun, penelitian tentang sistem peringatan dini pasokan minyak sawit nasional belum pernah dilakukan.

Pemodelan sistem peringatan dini cerdas pasokan minyak sawit nasional (SPD-C PMSN) diusulkan sebagai instrumen penentuan kebijakan pengendalian PMSN. SPD-C PMSN dimodelkan melalui pendekatan sistem, menggunakan metode adaptif teknik-teknik statistik dan kecerdasan komputasi serta melibatkan pakar. Elaborasi ini diharapkan menghasilkan sinergi terhadap keterbatasan yang ada pada masing- masing teknik. Pendekatan sistem dipilih karena berorientasi pada tujuan, bersifat holistik dan menekankan efektivitas (Eriyatno 2003 dan Marimin 2005). Sementara itu, teknik-teknik statistik konvensional, efektif untuk mengarahkan proses identifikasi elemen-elemen sistem. Sedangkan pendekatan pakar dan teknik-teknik kecerdasan akan memberikan reasoning melalui

experience, exercise, dan expertise-nya yang lebih mendalam terhadap munculnya faktor- faktor ketidakpastian. SPD-C PMSN didedikasi untuk menggambarkan pergerakan nilai- nilai pasokan pada periode historis dan eksisting, menghasilkan nilai- nilai prediksi simulasi model, membangun kerangka threshold adaptif melalui peta pergerakan nilai- nilai pasokan ketiga periode tersebut sebagai sarana mendapatkan nilai-nilai input pendeteksian kondisi prediksi, menghasilkan informasi klasifikasi kondisi status kondisi pasokan, dan menghasilkan informasi hasil penelusuran klasifikasi status pasokan, serta notifikasi peringatan dan rekomendasinya.

Tujuan Penelitian

(26)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun beberapa manfaat yang dapat diuraikan antara lain :

1. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang manajemen persediaan pasokan minyak sawit dalam bentuk sumbangan kebaruan yang akan mengkonfirmasi, memodifikasi serta melengkapi teori-teori yang telah ada.

2. Seluruh stakeholder industri minyak sawit nasional, utamanya pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam bentuk dukungan instrumentasi pengambilan kebijakan yang terkait dengan pasokan minyak sawit nasional, masyarakat industri minyak sawit nasional dalam bentuk dorongan stabilitas pasokan minyak sawit nasional yang akan berdampak stabilitas harga maupun kepastian operasi industri.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian pemodelan SPD-C PMSN, mencakup tentang studi:

1. Menentukan faktor-faktor atau variabel- variabel dominan PMSN, yang diawali dengan studi pustaka, kemudian dilanjutkan dengan pengujian statistik korelasi pearson dan penilaian kelompok pakar yang diagregasi menggunakan teknik multi-expert multi-criteria decision making non-numerical (MEMCDM Non-Numerical).

2. Pengumpulan data historikal dari kandidat-kandidat untuk digunakan dalam dalam pengujian statistik korelasi pearson.

3. Membuat instrumentasi penilaian kandidat-kandidat variabel dan mengagregasi hasil penilaian kelompok pakar.

4. Mengembangkan dan mensimulasikan model prediksi PMSN

5. Mengembangkan dan mensimulasikan model kerangka ambang batas PMSN dan memetakan nilai- nilai data periode historis, eksisting, dan prediksi kedalam model tersebut, untuk mendapatkan nilai-nilai input inferensi berupa frekuensi dan tren PMSN

6. Mengembangkan dan mensimulasikan model inferensi untuk menentukan kesimpulan kondisi PMSN

(27)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Industri Kelapa Sawit

Secara umum pengolahan TBS menjadi CPO melalui 4 tahap pemrosesan, yaitu pemisahan brondol (buah kelapa sawit) dari janjangnya, proses pencacahan dan pelumatan daging kelapa sawit, pengepresan, dan pemurnian minyak. Sedangkan pengolahan kelapa sawit menjadi PKO melalui proses pemisahan brondol dengan janjang, pencacahan dan pelumatan daging, pengepresan, pemisahan serabut dengan inti dan pemisahan cangkang dengan inti (Alouisci, 2011). Merujuk pada proses diatas, maka pengolahan TBS menjadi CPO dan PKO dapat digambarkan seperti dalam diagram Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram proses pengolahan TBS menjadi CPO dan PKO Proses pengolahan TBS menjadi CPO dan PKO sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa proses pengolahan tersebut melalui tiga tahapan besar yaitu sebagai berikut:

1. Pemisahan Brondol dari Janjangnya

Proses pemisahan brondol dari janjangnya diawali dengan penimbangan (weight bridge) dan dilanjutkan perebusan (sterilisasi) dan penebahan (stripping).

a. Penimbangan dengan Weight Bridge.

(28)

b. Perebusan (Sterilization).

Tahap sterilisasi dilakukan dengan memberikan steam/uap pada tandan dalam suatu alat sterilizer berupa autoclave besar. TBS dimasukkan ke dalam lori–lori rebusan yang terbuat dari plat baja berlubang–lubang dan dikirim ke sterilizer yang merupakan bejana perebusan dengan mengalirkan uap air bertekanan antara 2,5-3,0 kg/cm2, dengan adanya lubang–lubang pada badan lori, uap masuk dan dapat merebus buah secara merata. Proses perebusan ini untuk membunuh enzim–enzim yang akan menurunkan kualitas minyak dan juga memudahkan buah terlepas dari tandan. Perebusan umumnya berlangsung 80–90 menit dengan uap 280-290 kg/ton TBS.

Sterilisasi bertujuan untuk merusak enzim lipotilik agar mencegah perkembangan asam lemak bebas, memudahkan pelepasan b uah dari tandan, melunakkan buah, dan mengkoagulasikan gum/emulsifier sehingga memudahkan pengambilan minyak. Adapun distribusi waktu pengolahan selama sterilisasi terbagi mjenjadi waktu penge luaran udara; waktu mencapai tekanan yang diperlukan;waktu sterilisasi tandan; waktu pengeluaran uap air; dan waktu pembongkaran, penurunan dan reloading. Bila waktu pengolahan terlalu lama, maka akan banyak minyak yang hilang (3%) serta kernel berwarna kehitaman (gelap), dan sebaliknya bila terlalu cepat, buah akan sulitlepas dari tandan.

c. Penebahan (Stripping).

TBS yang telah steril dituang secara teratur ke dalam mesin penebah atau pemipih (striper) untuk memisahkan buah dari tandannya. TBS dalam mesin penebah dibanting-banting sehingga berondolan terlepas dari tandannya, Tandan yang telah kosong selanjutnya dikirim ke incinerator

dan dimanfaatkan sebagai pupuk.

2. Pelumatan (Digesting) dan pengepresan atau pengempaan (dressing). a. Pelumatan (Digesting)

Brondol selanjutnya dikirim ke mesin digester melalui fruit conveyor.

Digester merupakan peralatan pencacah dan pengaduk yang berfungsi menghancurkan brondol sehingga dapat dipisahkan antara bubur daging buah dengan bijinya. Pengadukan berlangsung dalam uap panas (steam) dan digester yang dijaga stabil antara 95-105oC.

(29)

dikirim untuk digunakan sebagai bahan baker broiler dan kernel diolah lebih lanjut menjadi palm kernel oil (PKO)

3. Pemurnian Minyak

a. Penjernihan (Clarifier).

Minyak kasar yang dihasilkan pada proses pengempa selanjutnya dikirim ke stasiun clarifier untuk proses penjernihan. Penjernihan menyangkut penyaringan, pengendapan, sentrifugasi dan pemurnian. Minyak kasar dalam clarifier, dialirkan ke saringan getar (vibrating screen) agar kotoran (serabut kasar) dapat dipisahkan dan hasilnya ditampung dalam tanki (crude oil tank) yang kemudian dipanaskan pada suhu 95-100oC agar memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air, dan sludge. Selanjutnya dialirkan ke tanki pengendapan. Minyak hasil pengendapan inilah yang disebut crude palm oil (CPO). Sludge masih dapat diambil minyaknya dengan teknik pengolahan tertentu misalnya sentrifugasi.

b. Proses Pengolahan Minyak.

CPO mengandung lemak dan zat kotoran atau Impurities pada kadar tertentu seperti Free Fatty Acid, senyawa–senyawa phospat, pewarna, aroma, kadar air (moisture), dan logam serta benda–benda lain. Jika CPO akan digunakan sebagai bahan pangan, maka masih harus diproses lebih lanjut untuk menstabilkan senyawanya agar aman dikonsumsi.

(30)
(31)

Persoalan Krisis

Pengertian-Pengertian Krisis

Istilah krisis memiliki makna yang sangat luas. Dalam kamus psikologi C.P.

Chaplin (1993:117), krisis di definisikan sebagai “titik balik ditandai oleh kemajuan atau kemunduran yang tajam”. Krisis merupakan situasi yang merupakan titik balik (turning point) yang dapat membuat baik atau buruk

(Ruslan 1994). Jika dipandang dari kacamata bisnis “Titik krisis merupakan penentu untuk selanjutnya”. Krisis dianggap sebagai suatu masa yang gawat/kritis sekali dan suatu titik balik dalam sesuatu. Krisis dapat membawa kesempatan dan juga bahaya. Kesempatan untuk bertumbuh menjadi lebih baik jika ditangani dengan benar dan bahaya jika penangannya tidak benar (Carolina 2012). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (PPPB 1997), krisis adalah “keadaan yang berbahaya, keadaan genting, kemelut, dengan suram dalam berbagai hal seperti

ekonomi dan moral. ”Sementara menurut Business Dictionary, krisis adalah

“kejadian atau peristiwa penting dan genting atau titik pengambilan keputusan,

dimana jika tidak diatasi dengan cara dan waktu yang tepat (atau bahkan tidak

diatasi sama sekali), maka akan mengakibatkan bencana dan tragedi”. Wikipedia mendefinisikan krisis sebagai situasi dari suatu sistem yang kompleks (keluarga, ekonomi, masyarakat) yang tidak berfungsi dengan baik.

Renald Kasali (1994 : 221) memberikan pengertian krisis sebagai: Pertama, bencana kesengsaraan atau marabahaya yang datang me ndadak. Krisis dalam pengertian ini mengasumsikan bahwa sumber krisis berada diluar kekuatan manusia juga diluar sistem dan pada saat kemunculannya diluar perhitungan. Kedua, krisis digunakan untuk menunjukkan bahaya yang datang secara berkala karena tidak pernah diambil tindakan memadai. Dalam artian ini, krisis berada diluar kekuatan manusia tetapi kemunculan dan berakhirnya dapat diperhitungkan. Ketiga,krisis diartikan sebagai ledakan dari serangkaian peristiwa penyimpangan yang terabaikan, sehingga akhirnya sistem menjadi tidak berdaya lagi. Krisis jenis ketiga ini bersumber pada disfungsionalisasi sistem dan kelalaian seperti dalam perusahaan atau organisasi. Dengan demikian, pengertian krisis pada dasarnya merupakan titik penentu atau momentum yang dapat mengarah pada kehancuran atau kejayaan. Dan arah perkembangan menuju kehancuran atau kejayaan tersebut sangat tergantung pada pandangan, sikap dan tindakan yang diambil terhadap krisis tersebut.

Oversupply komoditi minyak sawit dalam industri minyak sawit nasional menunjukkan adanya sejumlah ketersediaan komoditi minyak sawit yang berlebihan dari pada kapasitas yang dibutuhkannya. Oversupply mengakibatkan nilai dari komoditi menjadi jatuh dan menimbulkan kerugian bagi stakeholder industri. Demikian pula dengan shortage, merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan pasokan bahan baku sehingga operasi industri pengolah menjadi terganggu. Hal ini tentu saja akan berdampak kepada masyarakat luas. Maka jika merujuk pada pengertian-pengertian tentang krisis diatas, baik

(32)

pihak, dan sebaliknya bila dapat ditangani secara tepat maka akan memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Karakteristik, Jenis, dan Tahapan Krisis

Menurut Seeger, Sellnow dan Ulmer “krisis memiliki tiga karakter, yaitu

spesifik, tidak terduga, dan bukan kejadian yang terjadi setiap hari atau rangkaian kejadian yang menimbulkan tingkat ketidakpastian yang tinggi dan mengancam

atau dianggap mengancam tujuan yang paling utama dari suatu organisasi.”

Dengan kata lain suatu kejadian dikatakan krisis jika memiliki 3 karakteristik yakni (i) tidak terduga (mengejutkan); (ii) menimbulkan ketidakpastian; (iii) dipandang sebagai ancaman terhadap tujuan-tujuan yang penting. Venette

menyatakan bahwa “krisis adalah suatu proses transformasi dimana sistem lama tidak dapat dipertahankan lagi”. Oleh karena itu, karakteristik ke empat adalah

kebutuhan akan perubahan. Jika perubahan tidak diperlukan, maka kejadian atau situasi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu kegagalan.

Steven Fink (1986) mengembangkan konsep anatomi krisis yang dibagi atas empat tahap. Tahap-tahap tersebut saling berhubungan dan membentuk sik lus. Lamanya berlangsung masing- masing tahap tergantung pada sejumlah variable. Terkadang keempat tahap berlangsung singkat, tetapi ada kalanya membutuhkan waktu berbulan-bulan. Misalnya jenis bahaya, usia perusahaan, kondisi perusahaan, ketrampilan manajer, dan sebagainya.

1. Tahap prodomal, merupakan tahapan awal yang ditandai dengan munculnya gejala yang mengarah pada keadaan krisis. Bila gejala ini tidak mampu direspon atau dibiarkan berlalu, maka kondisi akan berlanjut pada tahapan selanjutnya.

2. Tahap accute, merupakan tahapan dimana fakta- fakta dimulainya krisis telah nampak jelas bahkan mulai terjadi pembauran persoalan, sehingga sulit untuk menemukan titik balik menuju kondisi normal kembali. Oleh karena itu diperlukan serangkaian penanganan sistematis yang dapat mempercepat berlangsungnya tahapan ini dengan tanpa menimbulkan persoalan baru.

3. Tahap chronic, merupakan tahapan terapi penyembuhan terhadap faktor- faktor penyebab krisis

4. Tahap resolution,merupakan tahapan pemulihan kondisi pasca terapi tahapan acute. Setidaknya ada dua faktor yang menentukan keberhasilan penanganan, pertama, adalah keberhasilan menemukan tahap prodomal, dan kedua, kemampuan mengontrol tahap penanganan selanjutnya. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa sulit untuk menentukan kapan dimulai dan berakhirnya suatu krisis, mengingat krisis merupakan komplikasi efek reaksi dari suatu kondisi ke kondisi lainnya.

Dampak Krisis

(33)

identifikasi penyebab krisis untuk mengetahui tipe, jenis, dan tahapan yang sedang terjadi. Identifikasi yang benar akan menghasilkan strategi antisipasi yang tepat. Untuk itu hal pertama yang dilakukan adala h segera menentukan tipe dari krisis karena keseluruhan respon yang diambil akan bergantung pada tipe dan durasi dari skenario yang memungkinkan akan terjadi.

Manaje men Krisis

Krisis ibarat virus, ada yang datangnya dapat diprediksi dan ada pula yang tidak, beberapa penyebab krisis ada yang berasal dari faktor human error. Pada hakekatnya krisis memang menyeramkan, tetapi sebenarnya merupakan suatu

turning point for better or worse (Kasali 2003, p.222). Krisis, karena

disebut-sebut sebagai “virus” atau “penyakit”, menuntut adanya pola pikir yang positif,

kreatif, dan inovatif dari pihak manajemen (baik pada tingkat organisasi perusahaan maupun pemerintahan), tidak hanya itu pihak manajemen haruslah berhati- hati dalam menangani sehingga dapat menemukan cara atau sistem yang

tepat untuk manangani “penyakit” ini (Ruslan 1994, p.94).

Manajemen krisis juga didefinisikan sebagai suatu persiapan dan pelaksanaan strategi dan taktik atau cara yang dapat mencegah atau mengatasi dampak masalah- masalah penting dalam organisasi (Anonimous 2013). Manajemen krisis merupakan cara berfikir dan bertindak pada saat semuanya menjadi keruh dan kacau. Penanganan krisis membutuhkan semua kemampuan dan ketrampilan, dengan situasi dibawah tekanan dan dengan waktu yang terus mendesak. Himpitan mungkin saja terjadi dalam empat tahap (Fink 1986) dalam waktu yang singkat. Namun, dapat juga yang terjadi hal sebaliknya, yaitu krisis yang berlarut- larut dan memakan waktu lama dan panjang. Penerapan early warning system (EWS) dalam manajamemen krisis merupakan salah satu elemen kunci dalam upaya pencegahan krisis. Seandainya tidak dapat dicegah, secepat mungkin mengantisipasi untuk mereduksi dampak yang ditimbulkannya. Upaya menangani krisis dengan melakukan langkah- langkah berikut ini :

1. Peramalan Krisis (Crisis Forcasting). Manajemen krisis bertujuan menekan faktor-faktor resiko dan faktor ketidakpastian seminimal mungkin. Setiap organisasi termasuk negara, menghadapi masa depan yang selalu berubah dan arah perubahannya tidak bisa diduga (uncertainty condition). Untuk itu peramalan terhadap krisis (forcasting) perlu terus menerus dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisa peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang terjadi.

2. Pencegahan Krisis (Crisis Prevention). Langkah- langkah pencegahan sebaiknya diterapkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis. Namun, jika krisis tidak dapat dicegah, manajemen harus mengupayakan agar krisis tidak betul-betul terjadi. Untuk itu, begitu terlihat tanda-tanda krisis.

3. Inte rvensi Krisis (Crisis Intervention). Langkah intervensi dalam situasi krisis bertujuan untuk mengakhiri krisis. Pengendalian terhadap kerusakan (damage control) dilakukan pada tahap akut. Langkah-langkah

pengendalian terhadap kerusakan diawali de ngani identifikasi,

(34)

Rekayasa model Sistem

Sage (2011), mendefinisikan bahwa ”a model is an abstract representation of a system”, artinya, ”model adalah sebuah representasi abstrak dari sebuah sistem”. Sementara itu, (Maier 2000) menyatakan bahwa “A system is a construct or collection of different elements that together produce results not obtainable by the elements alone. The elements, or parts, can include people, hardware, software, facilities, policies, and documents; that is, all things required to produce systems-level results. The results include system level qualities, properties, characteristics, functions, behavior and performance. The value added by the system as a whole, beyond that contributed independently by the parts, is primarily created by the relationship among the parts; that is, how they are interconnected”, artinya, ”sistem adalah bangunan atau sekumpulan elemen-elemen berbeda yang bersama-sama membuat hasil yang tidak dapat dibuat oleh unsur-unsur saja. Unsur- unsur, atau bagian, dapat meliputi orang, hardware, software, fasilitas, kebijakan, dan dokumen semua hal yang diperlukan untuk membuat hasil tingkat sistem. Hasil ini meliputi kualitas, sifat, karakteristik, fungsi, perilaku dan kinerja tingkat sistem. Nilai tambah system secara keseluruhan, merupakan kontribusi secara independen oleh bagian-bagiannya, terutama diciptakan karena adanya saling keterhubungan a ntara

bagian-bagiannya”. Merujuk pada definisi-definisi diatas, maka rekayasa model sistem

dapat dimaknai sebagai suatu usaha sistematis untuk merepresentasikan atau mewakilkan secara abstrak tentang sekumpulan elemen yang berbeda dan memberikan hasil yang tidak dapat diberikan oleh elemen-elemen secara sendiri, elemen-elemen dapat berupa objek-objek fisik maupun non fisik yang diperlukan untuk membuat hasil pada tingkat integrasi seluruh elemen.

Sistem Peringatan Dini

(35)

antisipasi semaksimal mungkin terhadap kemungkinan timbulnya kerugian asset baik jiwa manusia ataupun yang lainnya (kerugian secara ekonomi, sosial, dll).

Suatu Sistem Peringatan Dini (SPD) dirancang dan dikembangkan untuk menyediakan alat bantu pengambilan keputusan persoalan spesifik bagi penentu kebijakan, sehingga jika merujuk pada definisi sistem pendukung keputusan

(SPK) dalam pengertian luas sebagai ”interactive computer based system that help decision-makers use data and models to solve unstructured or semi-structured problems” (Sprague et al 1982), maka dapat digolongkan sebagai suatu SPK. Demikian juga jika merujuk pada pengertian sistem cerdas sebagai suatu perangkat yang menggabungkan fungsi penginderaan, aktuasi dan kontrol, yang mampu menjelaskan dan menganalisis situasi serta mengambil keputusan berdasarkan data yang tersedia secara prediktif maupun adaptif, sehingga (dianggap) melakukan tindakan cerdas (UGM 2011), maka SPD yang menerapkan teknik-teknik kecerdasan seperti fuzzy logic, artifial neural network, genetic algorithm untuk melakukan pendeteksian (fungsi penginderaan), prediksi dan pembangkitan sinyal peringatan serta saran rekomendasi (fungsi aktuasi dan kontrol), tentunya juga dapat disebut sebagai SPD-Cerdas layaknya sistem-sistem cerdas lainnya.

Umumnya krisis sebagai suatu keadaan yang buruk (tidak stabil) dimana perubahan mendasar bisa terjadi, berdampak pada kerugian asset secara tidak wajar dan luar biasa, sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat, maka suatu keadaan atau situasi pasokan minyak sawit nasional yang mendorong terjadinya gejolak harga pada produk-produk turunan akibat kelangkaan (shortage) bahan baku minyak sawit, hilangnya potensi devisa negara atau pengurangan kapasitas produksi akibat tidak terserapnya minyak sawit (oversupply), dan lain- lain, dapat dipandang sebagai suatu krisis. Kemampuan menentukan dan memperingatkan secara dini sebagai suatu prediksi (meskipun tetap mengandung probabilitas) tentang kapan dan berapa lama serta seberapa parah krisis pasokan minyak sawit nasional akan terjadi adalah sesuatu hal yang sangat penting, karena dari sinilah rumusan kebijakan antisipasi dan recovery

yang tepat dapat dihasilkan.

Beberapa rujukan menyebutkan bahwa pendekatan teknik-teknik kecerdasan dan pelibatan pakar dalam pemodelan sistem dapat mereduksi resiko faktor- faktor ketidakpastian. Sehingga usulan pengembangan model sistem peringatan dini berbasis teknik-teknik kecerdasan dan keterlibatan pakar dianggap dapat meningkatkan akurasi prediksi terhadap kemungkinan terjadinya krisis dimasa yang akan datang. Fungsi penginderaan pada model sistem ini berhubungan dengan pemantauan atau monitoring untuk mendapatkan gambaran kondisi yang ada, sementara fungsi aktuasi berhubungan dengan deteksi dini untuk menghasilkan kesimpulan pergerakan kondisi ke masa yang akan datang, dan fungsi kontrol berhubungan dengan pelaksanaan rekomendasi tindakan.

Deteksi Dini

(36)

secara efektif. Sementara menurut Peraturan Pemerintah No.50/2005, deteksi dini adalah upaya memberitahukan kepada warga yang berpotensi d ilanda suatu masalah untuk menyiagakan mereka dalam menghadapi kondisi dan situasi suatu masalah.

Menurut Hawkins dan Klau (2000), pendekatan dalam penelitian sistem deteksi dini dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Pendekatan kualitatif – dengan membandingkan secara grafis fundamental indikator sesaat sebelum krisis dengan saat kondisi normal atau dengan organisasi mitra yang sebanding namun tidak mengalami krisis. 2. Pendekatan non-parametrik – dengan jalan mengevaluasi kegunaan berbagai indikator dalam memberikan sinyal kemungkinan krisis atau krisis tertunda. theshold ditentukan untuk setiap indikator yang mendemonstrasi-kan keseimbangan antara sinyal risiko dan sinyal hilangnya risiko. Salah satu penelitian terkenal yang menggunakan pendekatan non-parametrik adalah dibidang keuangan oleh Kaminsky, Lizondo dan Reinhart (1999) yang dikenal sebagai KLR-1999 dan Kaminsky dan Reinhart (2000) yang dikenal sebagai GKR-2000, yaitu dengan pendekatan ekstraksi sinyal. Metode yang dikembangkan meliputi monitoring evolusi sejumlah indicator ekonomi dan keuangan yang memiliki kecenderungan bersifat sistematis terhadap terjadinya krisis keuangan. Ketika salah satu indikator menyimpang keluar nilai threshold tertentu, indikator ini memberikan sinyal peringatan kemungkinan krisis nilai tukar dalam periode tertentu. Hasil penelitian KLR (1999) menunjukan bahwa indikator- indiaktor terpilih ternyata dapat mendukung sinyal terjadinya krisis nilai tukar. Pendekatan EWS ini juga memiliki keterbatasan karena tidak mencakup beberapa elemen yang berpengaruh seperti unsur politik dan kelembagaan. (Djiwandono 2000 dalam BI 2007) mengungkapkan bahwa penelitian diatas yang menggunakan pendekatan sinyal lemah kurang tepat untuk memprediksi krisis di Indonesia.

3. Pendekatan parametric. Dapat menggunakan model regresi, logit, probit, ordinary least square (OLS), general autoregessive conditional heteroscedasticity (GARCH) atau markov-switching modael untuk menjelaskan tekanan dan menguji indikator- indikator yang terkait dengan kemungkinan krisis. Contoh model EWS adalah dengan pendekatan ini dikembangkan oleh Dewati (2006) untuk mendeteksi indiktor dini kerentanan sektor keuangan. Metode yang digunaka n hampir sama dengan yang dikembangkan KLR model, perbedaannya adalah pada tahap agregasi indikator menjadi indeks komposit. Hal ini dikarenakan apabila hanya satu indikator yang mendekati sinyal, maka kemungkinan dapat di set-off oleh variabel lain, sehingga secara komposit tidak mengindikasikan krisis. Kelebihan pendekatan ini adalah kinerja model yang dapat menghasilkan output ukuran probabilitas berpindahnya sinyal indikator kerentanan dari suatu kondisi tenang (tranquil) ke kondisi krisis dengan lead 7 bulan sebelum krisis. Dari sisi metodologi, metode ini memiliki keunggulan dengan memberikan output periode krisis yang dihasilkan secara

Gambar

Gambar  2.2  Pohon Industri Pengolahan Kelapa Sawit (Kemenperin 2010)
Gambar  2.3   Kerangka ambang batas sebaran nilai-nilai
Gambar 2.6 menunjukkan bahwa nilai-nilai output yang dihasilkan dari fungsi aktivasi tansig berada pada rentang nilai antara -1 hingga 1
Gambar 2.8  Representasi Linear Naik dan Turun
+7

Referensi

Dokumen terkait

agregasi untuk menentukan rekomendasi penanganan risiko mutu, penentuan ukuran ekonomi produksi minyak sawit kasar di tangki timbun pabrik dan pasokan ke pelabuhan yang

Kajian masalah khusus ini bertujuan untuk merancang suatu model sistem perencanaan Sistem penunjang keputusan cerdas ini digunakan untuk mengelola

Hasil penelitian adalah rancangan model dan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Minyak Sawit Mentah PTPN 6 yang sudah mengintegrasikan keseluruhan data dan

Gambar 7. Warning Receiver System New Gen InaTEWS. Pemasangan WRS NewGen diharapkan meningkatkan performa penyebarluasan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami

Selain itu perlu dibangun basis data pendukung yang berperan langsung dalam model penyebaran tumpahan minyak tersebut, seperti: data minyak yang tumpah, data pasang surut,

Pada penelitian ini akan dilakukan penilaian risiko mutu di sepanjang unit organisasi rantai pasokan minyak sawit kasar dengan pendekatan sistem dinamis, karena menganggap

Sehubungan dengan permasalahan perberasan di Provinsi DKI Jakarta tersebut, penelitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan model sistem pendukung keputusan untuk rantai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model sistem deteksi dini (early warning system) keadaan krisis dan sistem manajemen kontrol yang dapat digunakan oleh