• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengelolaan Wakaf Uang Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN PENGELOLAAN WAKAF UANG PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UU NO. 41 TAHUN 2004

PELUANG DAN TANTANGAN PENGELOLAAN WAKAF UANG PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG

A. Model Pengelolaan Wakaf Uang Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

A. Model Pengelolaan Wakaf Uang Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Kalau dalam paradigma lama wakaf selama ini lebih menekankan pentingnya pelestarian dan keabadian benda wakaf, maka dalam pengembangan paradigma baru wakaf lebih menitikberatkan pada aspek pemanfaatan yang lebih nyata tanpa kehilangan eksistensi benda wakaf itu sendiri.87 Jadi pokok dari harta yang diwakafkan oleh wakif tidak boleh berkurang, dijual, diwarisi atau dihibahkan. Hal ini sesuai dengan yang diperintahkan Rasullallah kepada Umar bin Khattab ketika ia mewakafkan tanahnya di Khaibar. Rasullallah memerintahkan kepada Umar untuk menahan (pokoknya) tanah itu, lalu menyedekahkan hasilnya.

Mundzir Qahaf dalam bukunya edisi Indonesia Manajemen Wakaf Produktif menyatakan harta wakaf, baik wakaf langsung atau wakaf produktif ditahan untuk meningkatkan manfaat dan hasilnya dalam merealisasikan tujuan yang ditentukan oleh wakif.88 Selain itu menurut beliau urgensi “prinsip keabadian” dalam wakaf

87

Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006), h. 105

88

bertujuan untuk menciptakan sumber keuangan abadi yang terus berlangsung bagi kepentingan sosial dan ekonomi umat, karenanya keabadian wakaf juga menekankan pada tujuan ekonomi yang sangat penting bagi pengembangan masyarakat madani dan beraqidah.89

Dalam pengelolaan wakaf produktif, menurut Dr. Anas Az-Zarqa pemikir ekonomi saat ini, bahwa harta wakaf harus diinvestasikan berdasarkan prinsip meningkatkan keuntungan, dimana nadzir harus mencari lahan proyek yang halal dari berbagai proyek yang menjanjikan keuntungan yang sebesar-besarnya.90

Menurut Yayan Daryunanti, Manager Administrasi Keuangan Baitul Maal Muamalat (BMM), model pengelolaan wakaf uang jika dilihat dari UU No. 41/2004, secara umum dapat terbagi menjadi dua macam yaitu :91

1) Dalam Bentuk Investasi

Investasi bisa menjadi alternatif kebuntuan pengelolaan harta wakaf. Artinya pemanfaaatan yang selama ini terkesan “jalan di tempat” bisa diterobos. Pengelolaan model ini cukup menarik karena benefit atas investasi tersebut akan dapat dinikmati oleh masyarakat di mana saja. Bentuk investasi yang dilibatkan dalam pengelolaan wakaf uang haruslah investasi yang menguntungkan dan beresiko kecil, agar pokok wakaf tidak berkurang dan benefit atas investasi tersebut dapat lebih besar dari pokok

89 Ibid, h. 100 90 Ibid, h. 239 91

wakafnya. Adapun jenis investasi yang harus digalang hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan syariah Islam dan tidak mengandung riba. 2) Dalam Bentuk Pinjaman Modal Kerja

Pemberian bantuan pinjaman modal kerja cukup mendidik bagi masyarakat. Ibarat memberi kail, bukan hanya ikan kepada masyarakat. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan kemandirian. Pinjaman ini diberikan tanpa bagi hasil, artinya yang diberi pinjaman modal kerja tidak perlu berbagi keuntungan kepada yang memberi modal, mereka cukup berinfak saja. Modal yang diberikan harus dikembalikan pokok pinjamannya dalam kurun waktu yang ditentukan.

Secara lebih jelas, model pengelolaan wakaf uang menurut UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf, dapat dilihat pada BAB V tentang pengelolaan dan pengembangan harta wakaf, diantaranya pada pasal 43 ayat (1) menyatakan “Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh nazhir sebagaimana dimaksud Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah”. Kemudian pasal ini dijelaskan dalam PP No. 42 tahun 2006 pasal 45 ayat (2) “Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memajukan kesejahteraan umum, Nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan prinsip syariah”.

Untuk mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif dari dana wakaf uang, perlu diarahkan model pengelolaan dana tersebut kepada sektor usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah

satunya adalah dengan membentuk dan menjalin kerjasama (networking) dengan perusahaan modal ventura.92

Selain bekerjasama dengan perusahaan modal ventura dalam mengelola dan mengembangkan dana wakaf, nadzir dapat juga bekerjasama dengan:

1) Lembaga perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya.

2) Lembaga investasi usaha yang berbentuk badan usaha non lembaga jasa keuangan.

3) Investasi perseorangan yang memiliki modal cukup.

4) Lembaga perbankan Internasional yang cukup peduli dengan pengembangan tanah wakaf di Indonesia, seperti Islamic Development Bank (IDB).

5) Lembaga keuangan lainnya dengan sistem pembangunan BOT (Build of Transfer).

6) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberdayaan ekonomi umat, baik dalam atau luar negeri.93

Dalam pasal 43 ayat (2) UU No. 41 tahun 2004 menyatakan “Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif”. Kemudian pasal ini dijelaskan dalam PP No. 42 tahun 2006 pasal 48 ayat (2) “Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan /atau instrumen keuangan syariah”. Untuk mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf maka dana wakaf uang dapat ditempatkan pada reksadana syariah, obligasi syariah dan

92

Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006), h. 55

93

deposito syariah. Selain itu, ada beberapa bentuk investasi lain yang dapat dilakukan oleh pengelola wakaf (nazhir) diantaranya:94

1) Investasi Mudharabah

Investasi mudharabah merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan oleh produk keuangan syariah guna mengembangkan harta wakaf. Salah satu contoh yang dapat dilakukan oleh pengelola wakaf dengan sistem ini ialah membangkitkan sektor usaha kecil dan menengah dengan memberikan modal usaha kepada petani, para nelayan, pedagang kecil dan menengah (UKM). Dalam hal ini pengelola wakaf uang berperan sebagai shohibul mal (pemilik modal) yang menyediakan modal 100% dari usaha/proyek dengan sistem bagi hasil.

2) Investasi Musyarakah

Alternatif investasi lainnya ialah investasi dengan sistem musyarakah. Investasi ini hampir sama dengan investasi mudharabah. Hanya saja pada investasi musyarakah ini resiko yang ditanggung oleh pengelola wakaf lebih sedikit, karena modal ditanggung secara bersama oleh dua pemilik modal atau lebih. Investasi ini memberikan peluang bagi pengelola wakaf untuk menyertakan modalnya pada sektor usaha kecil menengah yang dianggap memiliki kelayakan usaha namun kekurangan modal untuk mengembangkan usahanya.

3) Investasi Ijarah

94

Departemen Agama RI, Bunga Rampai Perwakafan, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006), h. 86-88

Salah satu contoh yang dapat dilakukan dengan sistem investasi ijarah (sewa) ialah mendayagunakan tanah wakaf yang ada. Dalam hal ini pengelola wakaf menyediakan dana untuk mendirikan bangunan diatas tanah wakaf, seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, apartemen dan lain-lain. Kemudian pengelola harta wakaf menyewakan gedung tersebut hingga dapat menutup modal pokok dan mengambil keuntungan yang dikehendaki.

4) Investasi Murabahah

Dalam investasi murabahah, pengelola wakaf diharuskan berperan sebagai enterpreneur (pengusaha) yang membeli peralatan dan material yang diperlukan melalui suatu kontrak murabahah. Adapun keuntungan dari investasi ini adalah pengelola wakaf dapat mengambil keuntungan dari selisih harga pembelian dan penjualan. Manfaat dari investasi ini ialah pengelola wakaf dapat membantu pengusaha-pengusaha kecil yang membutuhkan alat-alat produksi, misalnya tukang jahit yang memerlukan mesin jahit.

Sebagai sebuah konsep yang masih baru dalam Islam, pengelolaan wakaf uang harus betul-betul savety (aman) karena terkait dengan keabadian benda wakaf yang tidak boleh berkurang. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana caranya dalam menghindari resiko kerugian seandainya dalam pengelolaan kelak terjadi lost (kerugian)? Karena bagaimanapun, setiap usaha yang dilakukan sudah pasti memiliki resiko tersebut. Untuk itu, dalam upaya memayungi agar usaha-usaha pemberdayaan dana wakaf uang tidak berkurang, apalagi hilang karena lost dalam usahanya, maka diperlukan lembaga penjamin syariah. Hal ini diatur dalam UU

No.41/2004 pasal 43 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah”. Kemudian pasal ini dijelaskan dalam PP No. 42 tahun 2006 pasal 48 ayat (4) yang berbunyi “Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan”. Dan pasal 48 ayat (5) menyatakan “Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah”.

Selain itu, pada pasal 47 ayat (1) UU No.41/2004 menyatakan “Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia.” Kelembagaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan salah satu tujuan dari lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Perkembangan terakhir, pada Juli 2007 sudah keluar Keputusan Presiden Republik Indonesia No.75/M Tahun 2007 yang memutuskan mengangkat keanggotaan BWI periode 2007-2010, yang diketuai oleh Bapak Tholhah Hasan.95

Badan Wakaf Indonesia bersifat independen yang bertujuan untuk membina terhadap nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf baik secara nasional maupun internasional. Peran BWI sebagai pembina nazhir bertujuan agar harta benda wakaf dapat dikelola dan dikembangkan secara produktif. Oleh karena

95

Tholhah Hasan, “Perkembangan Kebijakan Wakaf Di Indonesia,” Republika, 14 Maret 2008, h. 19

itu, melalui badan ini diharapkan perwakafan di Indonesia mampu berkembang lebih baik, terutama dalam melakukan pembinaan, pengawasan nadzir serta pengelolaan wakaf itu sendiri.96

Dalam rangka mengembangkan wakaf uang di Indonesia, masing-masing lembaga pengelola dana wakaf uang telah melakukan berbagai cara sebagai contoh pengelolaan wakaf uang di Baitul Maal Muamalat (BMM). Baitul Maal Muamalat (BMM) sejak tahun 2002 telah mengeluarkan produk wakaf uang dengan nama WAQTUMU (Waqaf Tunai Muamalat). Pola pengelolaan dana wakaf uang di Baitul Maal Muamalat (BMM) diawali dengan pembuatan kontrak kerjasama pengelolaan dana wakaf antara PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sebagai Pelaksana Administrasi dan Baitul Maal Muamalat (BMM) sebagai Manajer, dimana kedua belah pihak secara bersama-sama sepakat untuk menjadi nadzir. Pelaksana Administrasi bertugas melakukan pengadministrasian penerimaan dana wakaf dan pencatatan aktivitas pengelolaan dana/investasi berikut penyalurannya. Sedangkan Manajer bertugas untuk melakukan pemilihan jenis-jenis investasi sesuai dengan amanat wakif dan mengelolanya secara professional. Manajer dan Pelaksana Administrasi secara bersama-sama bertanggung jawab atas penerimaan dan pengelolaan dana wakaf, serta melaporkannya kepada para wakif.

96

Departemen Agama RI, Proses Lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006), h. 214

Secara teknis, wakif yang ingin berwakaf dengan uang dapat datang ke Bank Muamalat Indonesia, kemudian mengisi persyaratan pendaftaran wakaf uang. Setelah wakif menyerahkan dana wakaf maka wakif akan menerima Sertifikat Bukti Wakaf yang diterbitkan oleh nadzir, dalam hal ini adalah pihak Baitul Maal Muamalat (BMM). Dana wakaf yang terhimpun akan didayagunakan oleh nadzir dalam bentuk investasi usaha untuk mempertahankan nilai dana wakaf dan untuk memperoleh keuntungan. Jenis investasi dana wakaf yang dilakukan oleh Baitul Maal Muamalat (BMM), yaitu deposito di Bank Umum Syariah (baik dalam maupun luar negeri) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) juga menginvestasikan dana wakaf uang tersebut pada portofolio yang berprinsip syariah dan berresiko rendah seperti: saham, obligasi maupun reksadana syariah dan sebagainya. Keuntungan dari investasi tersebut didayagunakan untuk tujuan bina sosial, bina pendidikan, bina kesehatan dan bina ekonomi. Adapun pengalokasian hasil dana wakaf digunakan untuk biaya operasional sebesar 12,5%, dana cadangan untuk jaminan investasi sebesar 7,5% dan pendayagunaan untuk beberapa sektor sebesar 80,0%.97

Untuk memudahkan masyarakat yang ingin berwakaf dengan uang, Baitul Maal Muamalat (BMM) telah mengeluarkan fasilitas Izi uang. Izi uang adalah layanan penerimaan wakaf uang melalui SMS. Izi uang memiliki keunggulan, diantaranya wakif dapat mewakafkan uangnya kapan saja dan dimana saja mereka berada serta wakif dapat mewakafkan uangnya minimal sebesar Rp.100.000,- (seratus

97

ribu rupiah). Jadi siapa pun dapat mewakafkan uangnya di Baitul Maal Muamalat (BMM). Dari data Baitul Maal Muamalat (BMM) sejak tahun 2002-2007 dana wakaf uang yang terhimpun adalah sebesar Rp.294.319.562,-.98

B. Peluang dan Tantangan Pengelolaan Wakaf Uang Pada Perbankan Syariah