• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbankan Syariah Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Pengelola Wakaf

BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN PENGELOLAAN WAKAF UANG PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UU NO. 41 TAHUN 2004

PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG DILIHAT DARI UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

A. Perbankan Syariah Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Pengelola Wakaf

Belakangan ini banyak tumbuh dan berkembang lembaga-lembaga keuangan syariah. Dilihat dari bentuknya, lembaga keuangan syariah dapat dibagi menjadi 2 bagian. Pertama, lembaga keuangan bank seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Kedua, lembaga keuangan non bank seperti BMT, Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS) dan Asuransi Takaful. Lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut pada umumnya mempunyai karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional yakni berpegang pada prinsip ekonomi syariah dan mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS).65

Ada tiga hal yang menggerakkan kegiatan lembaga keuangan syariah dewasa ini. Pertama, adalah untuk merealisasikan prinsip-prinsip syariah Islam. Kedua, memenuhi kepentingan umat, sebagai suatu kelompok masyarakat, untuk membentuk kekuatan ekonomi umat. Dan ketiga, untuk memenuhi kepentingan ekonomi masyarakat umumnya, yakni meningkatkan pendapatan dan menciptakan kekayaan.66

65

Hendi Suhendi, dkk, BMT, Bank Islam: Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 159

66

Muhammad, ed., Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman, (Yogyakarta: Ekonisia, 2006), Cet 1, h. 78

Lembaga keuangan syariah di Indonesia dalam bentuk bank syariah berdiri berkat upaya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cedekiawan Musliam se-Indonesia (ICMI) pada tahun 1992. Bank Syariah tersebut adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang nilai assetnya sekarang mencapai lebih 1.5 triliun. Bank Muamalat Indonesia (BMI) menjadi pelopor kehadiran bank-bank syariah dan lembaga keuangan non-bank lainnya.67

Munculnya bank syariah di Indonesia tidak terlepas dari adanya pengaruh bank-bank Islam di belahan dunia, semua ini tentu mengilhami sekaligus menggugah pakar-pakar ekonomi Indonesia, akhirnya mereka memperbincangkan dan mendiskusikan tentang perbankan Islam atau yang lebih kita kenal dengan perbankan syariah. Menurut Karnaen A. Perwataatmadja dan Syafi’i Antonio, bank syariah memiliki 2 pengertian, yaitu:

1. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

2. Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits.68

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia selama 5 tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan. Jika pada tahun 2003 Bank Umum Syariah baru ada 2 buah, dan 8 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan jumlah kantor 243 buah dan BPRS 84 buah, kini pada tahun 2007 perbankan syariah

67

Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006)., h. 51

68

Karnaen A. Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992), h. 1

berkembang pesat menjadi 3 Bank Umum Syariah, 26 UUS, 224 KC, 123 KCP dan 114 BPRS.69 Kondisi ini, baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi secara positif terhadap berbagai aspek pemberdayaan ekonomi yang berasal dari ajaran Islam, yaitu Zakat, Infak, Shadaqah (ZIS) dan juga wakaf.70

Wakaf, khususnya wakaf uang harus dikelola secara profesional agar manfaat dari dana wakaf uang tersebut dapat mensejahterakan masyarakat luas. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah lembaga yang dapat mengelola dana dan sudah berpengalaman. Jika kita lihat dari fungsi dan peran bank syariah dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), maka bank syariah bisa saja mengelola wakaf uang, fungsi dan peran bank syariah tersebut adalah sebagai berikut: a. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.

b. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.

c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. d. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan

syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola

69

Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah dari tahun 2003-2007

70

Departemen Agama RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006), h. 73

(menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.71

Kepedulian sosial merupakan salah satu fungsi yang tidak terpisahkan dalam perbankan syariah. Dalam melakukan fungsi sosial tersebut bank syariah juga bertindak sebagai lembaga Baitul Maal yang menerima dan menyalurkan dana kebajikan. Guna menjalankan kegiatan tersebut bank syariah wajib membentuk satuan kerja yang mengelola dana kebajikan.

Oleh karena itu, keberadaan bank-bank syariah dipandang merupakan alternatif lembaga yang cukup representatif untuk mengelola dana wakaf khususnya wakaf uang, namun Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas regulasi perbankan, tidak mempunyai peraturan khusus yang mengatur tentang wakaf uang. Menurut Mulya E. Siregar, Kepala Pengembangan Penelitian Perbankan Syariah di Bank Indonesia, Bank Indonesia hanya mengeluarkan peraturan sebagai berikut72:

1. SK Dir. BI No. 32/34/KEP/DIR Tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, pasal 29 ayat 2 yang berbunyi: “Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan/atau pinjaman kebajikan (qardhul hasan)”.

71

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: EKONISIA, 2007), Edisi 2,. h. 39-40

72

2. SK Dir. BI No. 32/36/KEP/DIR Tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, pasal 28 yang berbunyi: “BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah atau dan sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan/atau pinjaman kebajikan (qardhul hasan).”

Menurut ketentuan diatas secara umum bank syariah dapat mengambil peran sebagai penerima dan penyalur dana wakaf, sedangkan peran bank syariah sebagai pengelola dana wakaf tidak disebutkan secara eksplisit. Wewenang pengelolaan ini dipandang penting karena berbeda dengan dana sosial lainnya, seperti zakat, infaq atau shadaqah, dana wakaf tidak dibagikan langsung kepada yang berhak melainkan harus dikelola terlebih dahulu untuk kemudian hasilnya baru dibagikan kepada yang berhak.73

Di sisi lain dalam SK Dir. BI No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, pasal 28 huruf m, disebutkan bahwa “… bank dalam melakukan kegiatan usahanya dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional “. Selain itu, dalam SK Dir. BI No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, pasal 27 huruf c, disebutkan bahwa “… BPRS dalam melakukan kegiatan usahanya dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakuakn BPRS sepanjang

73

Mustafa E. Nasution dan Uswatun Hasanah, ed., Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam: Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, (Jakarta: PSTTI-UI, 2006), h. 102-103

disetujui oleh Dewan Syariah Nasional “. Kegiatan lain dalam pasal ini dapat saja diartikan sebagai kegiatan pengelolaan wakaf oleh bank syariah.74 Pengelolaan harta (dana) wakaf bisa diserahkan kepada lembaga keuangan syariah, khususnya perbankan syariah sebagai dana wadi’ah.75