• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peluang dan Tantangan Pengelolaan Wakaf Uang Pada Perbankan Syariah Pasca UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN PENGELOLAAN WAKAF UANG PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UU NO. 41 TAHUN 2004

PELUANG DAN TANTANGAN PENGELOLAAN WAKAF UANG PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG

B. Peluang dan Tantangan Pengelolaan Wakaf Uang Pada Perbankan Syariah Pasca UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Pengembangan produk wakaf uang tentunya tidak terlepas dari pengembangan format ekonomi syariah secara keseluruhan. Secara makro, keberadaan wakaf uang sudah barang tentu akan meningkatkan maslahat dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan peluang yang sangat besar dalam rangka mengembangkan perwakafan di Indonesia khususnya wakaf uang, apalagi wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu. Jika dana wakaf uang tersebut dikelola secara profesional, maka Penulis yakin manfaat dari dana wakaf tersebut dapat mensejahterakan masyarakat luas.

Secara mikro, keberadaan wakaf uang juga diharapkan dapat bersinergi secara optimal untuk turut mendorong perkembangan lembaga keuangan syariah lainnya sebagai salah satu pemain di dalam perekonomian. Dalam kaitan ini, pengelolaan wakaf uang sebenarnya dapat dijalankan oleh lembaga keuangan syariah seperti pasar

98

modal sebagai lembaga investasi, namun dilihat dari kenyataan yang ada bahwa pasar modal cenderung volatile (mudah berubah), maka lebih tepat adalah bank khususnya bank syariah.

Bank syariah memiliki beberapa keunggulan dalam mengelola wakaf uang, yaitu jaringan kantor yang luas, kemampuan bank syariah sebagai fund manager, pengalaman, jaringan informasi dan peta distribusi serta citra positif. Dengan keunggulan-keunggulan tersebut bank syariah berpeluang untuk ikut serta dalam pengelolaan wakaf uang di Indonesia, karena pengelolaan wakaf uang harus dilakukan secara professional, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas). Menurut Yayan Daryunanti, pengelolaan wakaf uang oleh perbankan syariah lebih aman dan lebih terkontrol, karena semua bank yang beroperasi pasti sudah mendapat izin dari Bank Indonesia dan Bank Indonesia ikut mengontrol semua kegiatan yang dilakukan bank-bank yang ada di Indonesia.99

Selain kelebihan-kelebihan diatas, pengelolaan wakaf uang oleh bank syariah juga akan dapat menambah pendapatan bank syariah dan berpengaruh terhadap perkembangan bank syariah itu sendiri. Akan tetapi jika bank syariah berperan sebagai pengelola wakaf uang maka nadzir tidak berfungsi dalam pengelolaan wakaf uang dan nadzir tidak mempunyai pekerjaan, sedangkan dengan adanya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf diharapkan nadzir dapat mengelola wakaf uang secara

99

profesional dan produktif sehingga nadzir-nadzir dapat berkembang dan lebih maju di masa yang akan datang.

Pengelolaan wakaf uang oleh bank syariah tidak dijelaskan dalam UU No. 41 tahun 2004, hanya dalam pasal 28 UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf dinyatakan bahwa ”Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri”. Menurut pasal ini dinyatakan secara tegas bahwa perbankan syariah sebagai salah satu dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) hanya berperan sebagai penerima wakaf uang, sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada nadzir, akan tetapi bank syariah berpeluang untuk mengelola wakaf uang jika nadzir memberikan kepercayaan kepada bank syariah karena pada pasal 43 ayat (2) UU No. 41/2004 tentang wakaf dinyatakan bahwa ”Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan secara produktif”. Oleh karena itu, untuk mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif maka model pengelolaan wakaf uang tersebut perlu diarahkan kepada sektor usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah satunya bekerjasama dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Saat ini lembaga keuangan syariah yang paling berpengalaman dan maju adalah bank syariah. Peluang pengelolaan wakaf uang pada bank syariah dijelaskan dalam PP No. 42 tahun 2006 pasal 48 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan /atau instrumen keuangan syariah”.

Untuk mengelola wakaf uang ada tantangan yang harus dihadapi oleh bank syariah yaitu pemahaman masyarakat. Sampai saat ini pemahaman masyarakat tentang wakaf hanya sebatas wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, masjid, makam dan lain-lain. Oleh karena itu, harus ada sosialisasi tentang wakaf benda bergerak seperti wakaf uang, juga harus disosialisasikan tentang bagaimana pengelolaan wakaf uang dan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat luas. Sosialisasi terhadap UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf juga harus dilakukan karena UU ini sebagai landasan hukum bagi mereka yang akan berwakaf dengan uang. Selain itu, bank syariah juga harus menghadapi tantangan dari lembaga wakaf lain. Dalam mengelola wakaf uang bank syariah harus mampu bersaing dengan lembaga wakaf karena selama ini wakif biasanya menyerahkan harta wakaf lebih karena didasarkan pada kepercayaan kepada para tokoh agama dan lembaga wakaf. Oleh karena itu, bank syariah harus menjelaskan bahwa saat ini berwakaf dengan uang bisa dilakukan di bank syariah. Bank syariah harus mampu memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa dana wakaf yang dikelola oleh bank syariah akan diinvestasikan pada sektor-sektor usaha produktif sehingga dana wakaf tersebut tidak akan berkurang, bahkan dana-dana wakaf tersebut akan dapat mensejahterakan masyarakat luas.

Melihat dari peluang dan tantangan yang dihadapi perbankan syariah dalam mengelola wakaf uang, maka dalam rangka mengembangkan wakaf uang di Indonesia dibutuhkan partisipasi semua pihak, baik itu pemerintah, nadzir, lembaga keuangan syariah seperti bank syariah maupun masyarakat.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini Penulis memberikan beberapa kesimpulan yang sesuai dengan rumusan masalah pada skripsi ini. Adapun kesimpulan yang dipaparkan adalah:

1. Model pengelolaan wakaf uang menurut UU No. 41/2004 tentang wakaf adalah harta benda wakaf uang harus dikelola sesuai dengan prinsip syariah dan nadzir yang mengelola wakaf uang boleh bekerjasama dengan pihak lain dengan syarat kerjasama tersebut harus sesuai dengan prinsip syariah. Untuk pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan /atau instrumen keuangan syariah. Investasi yang digalang haruslah investasi yang menguntungkan dan beresiko kecil, juga tidak boleh mengandung riba. Ada beberapa investasi yang dapat dilakukan oleh pengelola wakaf (nadzir), diantaranya investasi mudharabah, musyarakah, ijarah dan murabahah. Selain itu, dana wakaf uang juga dapat ditempatkan pada reksadana syariah, obligasi syariah dan deposito syariah. Dalam upaya memayungi agar usaha-usaha pemberdayaan dana wakaf uang tidak berkurang, apalagi hilang karena lost (rugi) dalam usahanya, maka diperlukan lembaga penjamin syariah. Secara nasional pengawasan terhadap perkembangan perwakafan di Indonesia akan dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Dalam rangka mengembangkan wakaf uang di Indonesia, masing-masing lembaga pengelola dana wakaf uang telah melakukan berbagai cara sebagai contoh pengelolaan wakaf uang di Baitul Maal Muamalat (BMM). Pola pengelolaan dana wakaf uang di Baitul Maal Muamalat(BMM) diawali dengan pembuatan kontrak kerjasama pengelolaan dana wakaf antara PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sebagai Pelaksana Administrasi dan Baitul Maal Muamalat sebagai Manajer, dimana kedua belah pihak secara bersama-sama sepakat untuk menjadi nadzir. Dana wakaf yang terhimpun akan didayagunakan oleh nadzir dalam bentuk investasi usaha untuk mempertahankan nilai dana wakaf dan untuk memperoleh keuntungan. Jenis investasi dana wakaf yang dilakukan oleh Baitul Maal Muamalat (BMM), yaitu deposito di Bank Umum Syariah (baik dalam maupun luar negeri) dan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) juga menginvestasikan dana wakaf uang tersebut ada portofolio yang berprinsip syariah dan berresiko rendah seperti: saham, obligasi maupun reksadana syariah dan sebagainya. Keuntungan dari investasi tersebut didayagunakan untuk tujuan bina sosial, bina pendidikan, bina kesehatan dan bina ekonomi. Adapun pengalokasian hasil dana wakaf digunakan untuk biaya operasional sebesar 12,5%, dana cadangan untuk jaminan investasi sebesar 7,5% dan pendayagunaan untuk beberapa sektor sebesar 80,0%.

2. Pengelolaan wakaf uang oleh bank syariah tidak dijelaskan dalam UU No. 41/2004, hanya dalam pasal 28 UU No. 41/2004 tentang Wakaf dinyatakan bahwa ”Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga

keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri”. Menurut pasal ini dinyatakan secara tegas bahwa perbankan syariah sebagai salah satu dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) hanya berperan sebagai penerima wakaf uang, sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada nadzir. Akan tetapi bank syariah berpeluang untuk mengelola wakaf uang jika nadzir memberikan kepercayaan kepada bank syariah, karena pada pasal 43 ayat (2) UU No. 41/2004 tentang wakaf dinyatakan bahwa ”Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan secara produktif”. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif maka model pengelolaan wakaf uang tersebut perlu diarahkan kepada sektor usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah satunya bekerjasama dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Saat ini lembaga keuangan syariah yang paling berpengalaman dan maju adalah bank syariah. Peluang pengelolaan wakaf uang pada bank syariah dijelaskan dalam PP No. 42 tahun 2006 pasal 48 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan /atau instrumen keuangan syariah”. Untuk mengelola wakaf uang ada tantangan yang harus dihadapi oleh bank syariah yaitu pemahaman masyarakat. Sampai saat ini pemahaman masyarakat tentang wakaf hanya sebatas wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, masjid, makam dan lain-lain. Oleh karena itu, harus ada sosialisasi tentang wakaf benda bergerak seperti wakaf uang, juga harus disosialisasikan tentang bagaimana pengelolaan wakaf uang dan manfaatnya bagi kesejahteraan

masyarakat luas. Sosialisasi terhadap UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf juga harus dilakukan karena UU ini sebagai landasan hukum bagi mereka yang akan berwakaf dengan uang. Selain itu, bank syariah juga harus menghadapi tantangan dari lembaga wakaf lain. Dalam mengelola wakaf uang bank syariah harus mampu bersaing dengan lembaga wakaf karena selama ini wakif biasanya menyerahkan harta wakaf lebih karena didasarkan pada kepercayaan kepada para tokoh agama dan lembaga wakaf. Oleh karena itu, bank syariah harus menjelaskan bahwa saat ini berwakaf dengan uang bisa dilakukan di bank syariah. Bank syariah harus mampu memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa dana wakaf yang dikelola oleh bank syariah akan diinvestasikan pada sektor-sektor usaha produktif sehingga dana wakaf tersebut tidak akan berkurang, bahkan dana-dana wakaf tersebut akan dapat mensejahterakan masyarakat luas.

B. Saran

Pada bagian akhir dari penulisan skripsi ini, Penulis memberikan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi perkembangan perwakafan khususnya wakaf uang di masa yang akan datang, diantaranya:

1. Melihat besarnya jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam, tentu memiliki potensi yang besar dalam pengembangan wakaf uang di masa yang akan datang. Untuk itulah sosialisasi tentang wakaf uang perlu ditingkatkan karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui cara berwakaf dengan uang. 2. Perlu disosialisasikan juga tentang bagaimana pengelolaan wakaf uang dan

3. Selain itu, perlu disosialisasikan juga UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, karena UU dan PP ini menjadi landasan hukum bagi mereka yang akan berwakaf dengan uang.

4. Agar pengelolaan wakaf uang dapat berjalan dengan lancar, maka pemerintah harus menunjuk lembaga mana saja yang boleh mengelola wakaf uang.

5. Harus ada partisipasi dari semua pihak, baik itu pemerintah, Bank Indonesia, nadzir, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat terutama umat Islam, agar dapat memajukan perwakafan di Indonesia pada masa yang akan datang.