Model pengelompokan mutu tepung jagung bertujuan untuk
mengelompokkan mutu tepung jagung yang dihasilkan industri tepung jagung. Pengelompokan ini diperlukan untuk memenuhi ketentuan mutu sesuai permintaan industri pengguna tepung jagung. Industri farmasi, industri pangan, dan industri pakan membutuhkan tepung jagung sebagai bahan baku dalam proses produksi. Selain jumlah bahan baku untuk memenuhi target produksi, mutu bahan baku merupakan hal yang dipentingkan. Tuntutan terhadap standar mutu yang ketat adalah industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan dan industri pakan. Mutu produk yang dihasilkan industri-industri tersebut berkaitan dengan keamanan pangan yang menyangkut kesehatan.
Kriteria uji mutu tepung jagung Kriteria uji mutu
tepung jagung
Penentuan bobot kriteria uji menurut
jenis industri Penentuan bobot kriteria uji menurut
jenis industri
Penentuan kriteria uji yang dipentingkan
Penentuan kriteria uji yang dipentingkan Perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung Perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung Mulai Mulai Selesai Selesai
Perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung dilakukan melalui beberapa tahap. Sebagai tahap awal adalah tahap penentuan kriteria uji, selanjutnya tahap penentuan bobot kriteria uji menurut jenis industri, dan tahap pengelompokan mutu tepung jagung. Tahapan perancangan model ini dapat dilihat pada Gambar 29.
Penentuan kriteria uji mutu tepung jagung yang dipentingkan.
Standar Nasional Indonesia telah menetapkan persyaratan mutu tepung jagung seperti tercantum pada SNI 01–3727–1995 yang dapat dilihat pada Tabel 7. SNI menetapkan sejumlah kriteria uji sebagai persyaratan mutu tepung jagung. Selain kriteria uji yang terdapat pada SNI, kandungan aflatoksin dalam tepung jagung juga merupakan hal yang penting karena mengganggu kesehatan. Kandungan aflatoksin diharapkan tidak ada atau tidak diperkenankan melampaui batas maksimum yang diijinkan.
Berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dengan pihak pabrik tepung jagung, dinyatakan bahwa tidak semua persyaratan mutu menurut SNI diuji pada pemeriksaan mutu tepung jagung. Penentuan kriteria uji sebagai karakteristik pembeda dalam model pengelompokan mutu, dilakukan melalui konsultasi pakar dengan mengisi panduan konsultasi yang terdapat pada Lampiran 7. Panduan ini diisi dengan menggunakan skala 1 sampai 5. Skala 1 = sangat tidak penting; skala 2 = tidak penting; skala 3 = kurang penting; skala 4 = penting, dan skala 5 = sangat penting.
Pengisian panduan ini didasarkan pada pengalaman pakar dan keadaan di lapangan. Hasil pengisian panduan tersebut dan perhitungan tingkat kepentingan dapat dilihat pada Tabel 12. Kriteria uji yang memiliki bobot tertinggi merupakan kriteria uji yang dipentingkan dan akan digunakan dalam model pengelompokan mutu tepung jagung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adalah kandungan aflatoksin, kadar air, dan kadar abu memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan kriteria uji lainnya. Ketiga kriteria uji ini yang akan digunakan sebagai karakteristik pembeda yang merupakan variabel input pada model pengelompokan mutu tepung jagung.
Tabel 12 Penentuan tingkat kepentingan kriteria uji
Kriteria uji 5 4 3 2 1 Nilai Bobot
Bau x 2 0,04878 Rasa x 2 0,04878 Warna x 2 0,04878 Benda asing x 2 0,04878 Serangga x 2 0,04878 Pati lain x 1 0,02439 Kehalusa x 4 0,09756 Kadar air x 5 0,12195 Abu x 5 0,12195 Silikat x 2 0,04878 Serat kasar x 2 0,04878 Derajat asam x 2 0,04878 Cemaran seng x 1 0,02439 Cemaran tembaga x 1 0,02439 Cemaran mikroba x 3 0,07317 Aflatoksin x 5 0,12195 Total 41 1
Penentuan bobot kepentingan kriteria uji mutu menurut jenis industri.
Tahap setelah penentuan tingkat kepentingan kriteria uji adalah penentuan bobot kepentingan setiap kriteria uji yang terpilih menurut jenis industri. Penentuan bobot kepentingan dilakukan dengan mengisi lembar pengisian matriks perbandingan berpasangan oleh pakar. Matriks perbandingan berpasangan dibuat sesuai matriks perbandingan berpasangan pada metode Analytical Hierarchy Process (Saaty, 1988). Jawaban pakar pada lembar isian tersebut harus konsisten, sehingga dilakukan uji konsistensi terhadap hasil pengisiannya. Lembar pengisian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Jenis industri yang menggunakan bahan baku tepung jagung pada lembar tersebut adalah industri farmasi, industri pangan dan industri pakan.
Gambar 30 memperlihatkan diagram alir penentuan bobot kepentingan kriteria uji dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Dalam pengisian kuesioner ini diperlukan konsistensi jawaban pakar. Konsistensi jawaban pakar ditunjukkan melalui nilai consistency ratio (CR). Jawaban pakar konsisten bila nilai CR lebih kecil atau sama dengan 0,1.
Mulai Mulai Perancangan lembar pengisian Perancangan lembar pengisian Penilaian perbandingan antar kriteria uji oleh
pakar Penilaian perbandingan
antar kriteria uji oleh pakar
Pengujian konsistensi Pengujian konsistensi Penentuan kriteria uji yang
akan dibandingkan Penentuan kriteria uji yang
akan dibandingkan
Penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung menurut jenis
industri
Penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung menurut jenis
industri
Selesai Selesai
Tidak
ya
Gambar 30 Diagram alir penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung.
Penentuan bobot kriteria uji mutu yang dipentingkan menurut industri farmasi, pangan dan pakan bermanfaat untuk pembuatan model pengelompokan mutu tepung jagung. Selain itu akan digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika membuat if-then-rules pada FIS. Dalam matriks perbandingan berpasangan variabel yang dibandingkan adalah K1, K2, dan K3. K1 adalah kandungan aflatoksin, K2 adalah kadar air, K3 adalah kadar abu. K1, K2, dan K3 dibandingkan menurut industri Farmasi, industri Pangan, dan industri Pakan. Penentuan bobot ketiga kriteria uji dilakukan dengan menghitung geometric mean
pada matriks perbandingan berpasangan, kemudian dilakukan nomalisasi. Hasil pembobotan dapat dilihat pada Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15 .
Tabel 13 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri farmasi FARMASI K1 K2 K3 Geometric mean Bobot K1 1,00 5,00 7,00 3,271 0,731 K2 0,20 1,00 3,00 0,843 0,188 K3 0,14 0,33 1,00 0,362 0,081 4,477 1,000
Konsistensi jawaban pakar diperlukan pada pengisian matriks perbandingan
berpasangan, karena penilaian setiap kriteria dilakukan dengan
membandingkannya terhadap kriteria yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan ketidak-konsistenan dalam memberikan jawaban.
Jawaban yang diperoleh dari pakar pada pengisian perbandingan antar kriteria berdasarkan kepentingan industri farmasi, memenuhi uji konsistensi pada
consistency ratio (CR) = 0,05594. Jawaban pakar konsisten bila nilai CR yang diperoleh lebih kecil atau sama dengan 0,1. Dengan demikian hasil pembobotan kriteria uji sesuai industri farmasi tersebut dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Terlihat bahwa kandungan aflatoksin yang memiliki bobot 0,731 merupakan kriteria uji yang sangat dipentingkan dalam penentuan mutu tepung jangung sebagai bahan baku industri farmasi.
Tabel 14 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pangan
PANGAN K1 K2 K3 Geometric mean Bobot K1 1,00 5,00 4,00 2,714 0,687 K2 0,20 1,00 2,00 0,737 0,186 K3 0,25 0,50 1,00 0,500 0,127 3,951 1,000
Pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria uji untuk industri pangan diperoleh jawaban yang konsisten oleh pakar dengan CR = 0,08105.
Dalam industri pangan kandungan aflatoksin memiliki bobot sebesar 0,687 juga merupakan kriteria uji yang lebih penting dengan bobot yang lebih besar dari pada kriteria uji lainnya.
Konsistensi jawaban pakar pada matriks perbandingan berpasangan perbandingan antara kriteria uji mutu untuk industri pakan diperoleh pada nilai CR = 0,04623. Bobot variabel kandungan aflatoksin yang diperoleh sebesar 0,594 lebih tinggi dari bobot kepentingan kadar air dan kadar abu.
Tabel 15 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pakan
PAKAN K1 K2 K3 Geometric mean Bobot K1 1,00 3,00 3,00 2,080 0,594 K2 0,33 1,00 2,00 0,874 0,249 K3 0,33 0,50 1,00 0,550 0,157 3,504 1,000
Berdasarkan hasil penentuan kriteria uji yang dipentingkan menurut jenis industri terlihat bahwa kandungan aflatoksin merupakan kriteria yang penting untuk ketiga jenis industri. Bobot kepentingan yang tertinggi terdapat pada industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan industri pakan. Selanjutnya dalam pengelompokan mutu tepung jagung, variabel input yang digunakan adalah kriteria uji kadungan aflatoksin, kadar air, dan kada abu.
Gambar 31 Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung.
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung terdiri dari dua sub model yaitu sub model pemeriksaan awal dan sub model pengelompokan mutu tepung jagung yang memenuhi standar. Model konseptual tersebut dapat dilihat
pada Gambar 31. Pada sub model pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan terhadap kriteria uji mutu tepung jagung. Apabila nilai-nilai kriteria uji tersebut berada di luar batas yang ditetapkan, maka tepung jagung ini akan masuk pada kelompok yang tidak memenuhi standar mutu, dan tidak dapat digunakan pada industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Namun apabila memenuhi persyaratan, maka tepung jagung akan dikelompokkan kedalam kelompok mutu dengan nama Grade 1, Grade 2, dan Grade 3. Pemberian nama Grade 1, Grade 2 dan Grade 3 hanya untuk membedakannya dengan nama Mutu 1, Mutu2, dan Mutu 3 pada model pengelompokan mutu jagung pipilan. Tahapan pemeriksaan awal terhadap mutu tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 32.
Pemeriksaan awal mutu tepung jagung
Pemeriksaan awal mutu tepung jagung
Mulai Mulai
Selesai Selesai
Aflatoksin ≤ 50 ppb atau
Kadar air ≤ 14% atau
Kadar abu ≤ 1,5%
Aflatoksin ≤ 50 ppb atau
Kadar air ≤ 14% atau
Kadar abu ≤ 1,5% Pengelompokan mutu tepung jagung Pengelompokan mutu tepung jagung Kelompok tepung jagung tidak memenuhi standar Kelompok tepung jagung tidak memenuhi standar ya Tidak
Gambar 32 Tahapan pemeriksaan awal mutu tepung jagung.
Persyaratan maksimum bagi kriteria uji kandungan aflatoksin yang diperbolehkan bagi manusia sebesar 5 ppb dan untuk hewan maksimum 50 ppb. Kadar air yang dipersyaratkan oleh SNI maksimum sebesar 10%. Berdasarkan hasil konsultasi pakar dan keadaan di lapangan yaitu di pabrik tepung jagung,
pencapaian kadar air sebesar maksimum 10% merupakan hal yang sulit. Pabrik tepung jagung dalam memproduksi tepung jagung menetapkan standar mutu kadar air sebesar maksimum 14%. Dengan demikian dalam perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung di tetapkan kadar air maksimum sebesar 14%. Penetapan kadar abu disesuaikan dengan persyaratan mutu tepung jagung oleh yaitu maksimum sebesar 1,5%.
Apabila persyaratan mutu ketiga kriteria uji tersebut melampaui batas maksimum yang ditetapkan, maka tepung jagung yang dihasilkan tidak akan dikelompokkan dan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Bila memenuhi persyaratan, akan dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu tahap pengelompokan mutu tepung jagung.
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung dengan FIS dapat dilihat pada Gambar 33. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan karakteristik pembeda tepung jagung. Parameter tepung jagung menurut kriteria uji yang digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan mutu tepung jagung adalah ketiga kriteria uji yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Berdasarkan model konseptual pada Gambar 33, diturunkan menjadi model pengelompokan mutu tepung jagung dengan memasukkan ketiga kriteria uji sebagai karakteristik pembeda.
Karakteristik Pembeda Karakteristik Pembeda - Banyaknya Kelompok - Kesamaan nilai kriteria uji - Banyaknya Kelompok - Kesamaan nilai kriteria uji Kelompok Mutu Tepung Jagung Kelompok Mutu Tepung Jagung FIS
Gambar 33 Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung dengan FIS. Terdapat tiga kriteria uji sebagai karakteristik pembeda pada perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung. Kriteria uji tersebut adalah kandungan aflatoksin, kadar air dan kadar abu. Ketiga kriteria uji ini merupakan variabel input pada fuzzy inference system. Variabel output dalam model ini adalah tepung jagung Grade 1, Grade 2 dan Grade 3. Grade 1 diperuntukkan bagi
industri farmasi, Grade 2 untuk industri pangan, dan Grade 3 untuk industri pakan. Model pengelompokan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 34.
Fuzzy Inference System Fuzzy Inference System
Jumlah kelompok = 3 Jumlah kelompok = 3 Grade 1 Grade 1 Kelompok Mutu Tepung Jagung Kelompok Mutu Tepung Jagung Grade 3 Grade 3 Grade 2 Grade 2 Aflatoksin Aflatoksin Kadar air Kadar air Kadar abu Kadar abu
Gambar 34 Model pengelompokan mutu tepung jagung.
Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dibuatkan klasifikasi mutu tepung jagung berdasarkan kriteria uji yang dipilih. Agregasi mutu untuk model pengelompokan mutu tepung jagung dibuat untuk menentukan semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, nilai domain dan parameter himpunan setiap kriteria uji. Gambar 35 menunjukkan agregasi mutu tepung jagung.
Aflatoksin Rendah Sedang Tinggi Kadar Air Rendah Sedang Tinggi Kadar abu Rendah Sedang Tinggi GRADE 1 GRADE 2 GRADE 3
Penentuan nilai-nilai bagi semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain dalam bentuk logika fuzzy dibuat berdasarkan ketentuan pada SNI pada Tabel 7, berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dari pabrik tepung jagung. Kandungan aflatoksin yang diperbolehkan untuk manusia maksimum 5 ppb dan untuk hewan maksimum 50 ppb. Berdasarkan hal ini maka semesta pembicaraan untuk kandungan aflatoksin adalah [0,50]. Nilai domain himpunan rendah untuk kriteria uji ini sebesar [0,1] karena himpunan rendah diharapkan akan masuk pada Grade 1 yang diperuntukkan bagi industri farmasi. Himpunan sedang memiliki domain kandungan aflatoksin sebesar [0.5,5] merupakan persyaratan batas maksimum kandungan aflatoksin bagi manusia yakni 5 ppb. Himpunan tinggi memiliki domain [3,50] didasarkan bahwa maksimum kandungan aflatoksin bagi hewan yang diijinkan adalah sebesar 50 ppb. Kadar air yang baik bagi tepung jagung sebagai zat pengisi untuk industri farmasi adalah kadar air rendah, agar tidak cepat merusak produk yang dihasilkan. Dengan demikian nilai domain kadar air bagi himpunan rendah adalah [10,12], himpunan sedang sebesar [11,13], dan bagi himpunan tinggi sebesar [12,14].
Tabel 16 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu tepung jagung
Fungsi Variabel (Mutu TepungJagung) Semesta Pembicaraan Nama Himpunan Fuzzy Domain
Input Aflatoksin [0 , 50] Rendah [0 , 1]
sedang [0.5 , 5]
tinggi [3 , 50]
Kadar air [10 , 14] rendah [10 , 12]
sedang [11 , 13]
tinggi [12 , 14]
Kadar abu [0 , 1.5] rendah [0 , 0.5]
sedang [0.25 , 1] tinggi [0.5 , 1.5] Output Mutu Tepung Jagung Grade 1 Grade 2 Grade 3
Semakin rendah kadar abu, mutu tepung jagung semakin baik. Nilai maksimum yang ditentukan oleh SNI sebesar 1.5%. Kadar abu yang dipersyaratkan untuk industri farmasi maksimum sebesar 0.5%. Nilai domain kadar abu bagi himpunan rendah adalah [0, 0.5], bagi himpunan sedang sebesar [0.25,1], dan bagi himpunan tinggi sebesar [0.5 ,1.5]. Nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain mutu tepung jagung yang akan digunakan dalam proses pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Himpunan fuzzy variabel input dikategorikan sebagai kategori rendah, sedang, dan tinggi. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Grade 1, Grade 2, dan Grade 3. Sebagaimana halnya dengan model yang dirancang sebelumnya, metode Sugeno dalam Fuzzy Inference System (FIS) dipakai dalam pengelompokan ini, karena variabel output dari model ini merupakan kelompok tegas (crisp).
Representasi kurva variabel input mutu tepung jagung pada setiap kategori dalam himpunan fuzzy berupa representasi kurva segi tiga, dan nilai parameter setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 17. Penetapan nilai-nilai pada setiap kategori dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dipersyaratkan pada Tabel 7 dan hasil diskusi serta konfirmasi pakar.
Tabel 17 Representasi kurva variabel mutu tepung jagung
Fungsi
Variabel (Mutu Tepung Jagung)
Nama Himpunan
Fuzzy Jenis Kurva Parameter
Input Aflatoksin rendah segi tiga [0 0 1]
sedang segi tiga [0.5 3 5]
tinggi segi tiga [3 50 50]
Kadar air rendah segi tiga [10 10 12]
sedang segi tiga [11 12 13]
tinggi segi tiga [12 14 14]
Kadar abu rendah segi tiga [0 0 0.5]
sedang segi tiga [0.25 0.5 1]
tinggi segi tiga [0.5 1.51.5]
Output
Mutu Tepung
Jagung Grade 1 1
Grade 2 2
If-then rules dibangun berdasarkan pengaruh variabel aflatoksin, kadar air, dan kadar abu terhadap mutu tepung jagung. Diskusi dan konfirmasi pakar digunakan dalam membangun aturan tersebut, termasuk mempertimbangkan bobot kepentingan yang telah dihitung bagi setiap kriteria uji sebagai variabel input menurut jenis industri pengguna tepung jagung.
If-then-rules yang diperlukan untuk menjalankan FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a ditunjukkan pada Lampiran 9. Nilai-nilai parameter fuzzy masing-masing variabel input, variabel output dan aturan if-then seperti terlihat pada Tabel 16 dan 17 dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB R2010a. Hasil menjalankan program tersebut dan tampilan pada layar dapat dilihat pada Lampiran 10.