• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada penelitian ini dilakukan modifikasi dengan metode HMT terhadap sagu sukabumi dan sagu papua. Sagu papua yang digunakan merupakan sagu dari spesies Metroxylon sagu dengan jenis Yepha Hungleu, yang didatangkan langsung dari tempat asalnya Sentani, Jayapura, Papua. Pati sagu papua dikemas dalam plastik dengan ukuran berat satu kilogram setiap kemasan. Pati tersebut merupakan pati siap saji yang biasa digunakan untuk membuat papeda, makanan pokok tradisional masyarakat Papua. Secara visual, pati sagu papua dan pati sagu sukabumi berwarna putih. Pati sagu sukabumi adalah pati sagu yang berasal dari daerah sukabumi. Pati sagu sukabumi yang digunakan berasal dari spesies

Arrenga pinnata atau lebih dikenal dengan sagu aren. Contoh pati sagu papua dan pati sagu sukabumi disajikan pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 3. Sagu Yepha Heungleu asal Sentani, Jayapura, Papua

Untuk keperluan karakteristik pati, dilakukan analisis kadar air terlebih dahulu pada pati sagu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang harus ditambahkan pada pati sagu untuk mendapatkan pati sagu dengan kadar air sekitar 28 %. Kadar air sekitar 28 % diperlukan untuk proses modifikasi pati dengan metode HMT. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kadar air basis basah terhadap sagu papua sebesar 11.25 % dan kadar air basis basah terhadap sagu sukabumi sebesar 13.59 %. Menurut Radley (1976), kandungan air pada pati sagu berkisar antara 12 % - 18 %. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas sagu sukabumi yang digunakan pada penelitian ini kualitasnya baik sehingga awet untuk disimpan dalam waktu yang cukup lama. Begitu juga dengan sagu papua. Kadar air sagu papua lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan oleh Radley (1976) sehingga sagu papua yang digunakan dalam penelitian ini dapat tahan lama dalam proses penyimpanannya. Menurut SNI 01-3729-1995 tentang persyaratan kandungan air pada pati sagu, kadar air maksimal yang diperbolehkan adalah 13 %. Sedangkan kadar air pati sagu sukabumi lebih tinggi dari SNI yaitu 13,59 %. Oleh karena itu, pati sagu sukabumi dapat dikatakan belum memenuhi persyaratan SNI. Kadar air pati sagu papua dan pati sagu sukabumi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil penentuan kadar air pada sagu papua dan sagu sukabumi

Sampel Kadar Air (%)

berat basah (bb) berat kering (bk)

Sagu papua alami 11,25 12,68

Sagu sukabumi alami 13,59 15,73

Sagu papua yang dicuci dan HMT

10.39 11.59

Sagu sukabumi yang dicuci dan HMT

8.62 9.43

Sagu papua tanpa pencucian dan setelah HMT

11.34 12.79

Sagu sukabumi tanpa pencucian dan setelah HMT

7.96 8.65

Menurut Lorenz dan Kulp (1981), Heat Moisture Treatment (HMT) adalah proses pemanasan pati pada suhu tinggi di atas suhu gelatinisasi dalam kondisi

semi kering, yaitu tingkat kadar air yang lebih rendah dari kondisi yang disyaratkan untuk terjadinya proses gelatinisasi. Kadar air yang disyaratkan untuk proses HMT adalah 18-30 % dan suhu yang digunakan adalah 1000C.

Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap kadar air setelah HMT. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan kadar air pada sagu sukabumi tanpa perlakuan pencucian sebesar 7.96 % dan kadar air pada sagu papua tanpa perlakuan pencucian sebesar 11.34 % (Dapat dilihat pada Tabel 4). Sedangkan kadar air pada sagu sukabumi dengan perlakuan pencucian sebesar 8.62 % dan kadar air pada sagu papua dengan perlakuan pencucian sebesar 10.39 % (Dapat dilihat pada Tabel 4). Menurut SNI 01-3729-1995 tentang persyaratan kandungan air pada pati sagu, kadar air maksimal yang diperbolehkan adalah 13 %. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kualitas sagu bogor dan sagu papua setelah melalui proses HMT baik sehingga tidak mudah ditumbuhi oleh mikroba.

Perubahan karakteristik pati sagu karena modifikasi HMT kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya pH dan jenis pati sagu. Untuk mengetahui keberadaan interaksi antara pH modifikasi HMT terhadap karakteristik pati termodifikasi, pati sagu yepha hungleu dan pati sagu sukabumi dimodifikasi pada pH yang berbeda. Untuk perlakuan pH digunakan perlakuan pencucian yaitu dicuci (untuk meningkatkan pH) dan tidak dicuci dengan menggunakan aquades.

Pati sagu yepha hungleu yang diperoleh dari Sentani, Jayapura merupakan pati sagu yang telah melalui berbagai tahapan proses. Pada rangkaian proses pengolahan pati sagu tersebut banyak tahapan proses yang tertunda sehingga memungkinkan adanya aktivitas mikroba pembentuk asam yang membuat pati sagu yang dihasilkan mempunyai pH yang rendah. Pengukuran pH yang dilakukan menunjukkan bahwa pati sagu mempunyai pH rendah yaitu pati sagu papua mencapai 6.56 dan pati sagu sukabumi mencapai 6.72. Seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil penentuan pH pada sagu papua dan sagu sukabumi

Jenis pati sagu pH

Sagu papua tanpa pencucian 6.56

Sagu sukabumi tanpa pencucian 6.72

Sagu papua dengan pencucian 7.34

Sagu sukabumi dengan pencucian 7.44

Rendahnya pH asal pati sagu kemungkinan akan mempengaruhi karakteristik pati sagu termodifikasi yang dihasilkan mengingat keberadaan asam organik dan suhu tinggi berpeluang menyebabkan adanya hidrolisis pati selama modifikasi berlangsung. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan modifikasi pati sagu dengan perlakuan persiapan sampel yang berbeda yaitu tanpa tahap pencucian atau melalui tahap pencucian. Sampel yang tidak dicuci memiliki pH asam. Sementara itu pati yang dicuci mempunyai pH yang lebih tinggi.

Air yang digunakan dalam proses pencucian pati sagu asal Papua dan asal Bogor adalah air minum dalam kemasan dengan pH netral. Selama pencucian berlangsung, asam-asam organik yang terdapat pada pati sagu akan terlarut bersama air pencuci sehingga konsentrasinya menjadi jauh berkurang. Pencucian pati sagu dilakukan secara berulang untuk mengoptimalkan pengurangan asam organik yang terdapat pada pati sagu. Pencucian dengan air sebanyak tiga kali yang menggunakan perbandingan 1 : 3 untuk pati : air menghasilkan pati sagu dengan pH netral.

Pati sagu tanpa pencucian dan pati sagu dengan pencucian dimodifikasi HMT dengan perlakuan waktu 4 jam. Kondisi modifikasi yang lain seperti kadar air, suhu, dan jenis pati sagu dibuat homogen yaitu kadar air 26-27 %, suhu 110 0C. Estimasi penambahan jumlah air pada pati sagu dilakukan dengan menggunakan prinsip kesetimbangan massa. Melalui prinsip kesetimbangan massa tersebut ditetapkan kadar air target adalah sebesar 28 %. Target kadar air yang lebih tinggi pada penghitungan kesetimbangan massa ditujukan untuk mengantisipasi adanya penguapan air yang terjadi pada proses penambahan air yang dilakukan dengan penyemprotan. Penyemprotan yang disertai dengan

pengadukan pada wadah terbuka memungkinkan air menguap dan kadar air sebenarnya akan lebih kecil dari kadar air target.

Analisis kadar air yang dilakukan terhadap pati sagu yang telah disetimbangkan selama satu malam pada suhu refrigerator menunjukkan bahwa pati sagu mempunyai kisaran kadar air 26-27 %. Kadar air tersebut sesuai dengan kadar air yang telah ditargetkan semula.

B. PENGARUH MODIFIKASI HMT TERHADAP KANDUNGAN PATI RESISTEN

Pati resisten (resistant starch atau RS) didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak teradopsi dalam usus halus individu yang sehat (Asp 1992 di dalam Champ 1996) karena masih diperoleh setelah melewati degradasi enzim secara sempurna (Shin et al. 2004). Sebutan pati resisten awalnya dikemukakan oleh Englyst et al. (1982) di dalam Sajilata et al. (2006) untuk menjelaskan sejumlah kecil fraksi yang bersifat resisten terhadap perlakuan hidrolisis oleh enzim α-amilase lengkap dan pullulanase secara invitro.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kadar pati resisten sagu sukabumi alami sebesar 1,52 % dan kadar pati resisten pada sagu papua alami sebesar 2,58 %. Seperti yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis kadar pati resisten sagu sukabumi alami dan sagu papua alami

Sampel Rata-rata (%) Sagu sukabumi alami 1.52 Sagu papua alami 2.58

Perbedaan kandungan pati resisten pada sagu sukabumi alami dan sagu papua alami disebabkan oleh jenis dan varietas pati sagu yang digunakan.

C. PENGARUH MODIFIKASI HMT TERHADAP DAYA CERNA PATI

Dokumen terkait