• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI DISAIN KOMPOR SUMBU

[26] Gambar 26 memperlihatkan aliran cairan pada peristiwa kapilarisasi cairan

5 MODIFIKASI DISAIN KOMPOR SUMBU

Pendahuluan

Pada beberapa tahun belakang antrian penduduk untuk membeli dan memperoleh beberapa liter minyak tanah, makin sering mengisi berita media massa. Hal ini dipicu oleh program pemerintah melakukan konversi minyak tanah ke gas dalam rangka mengurangi biaya subsidi terhadap minyak tanah. (Nuryanti & Herdine 2007). Disisi lain, pemerintah mulai melakukan kajian untuk mengkonversi minyak tanah menjadi bahan bakar avtur untuk pesawat terbang (Wahyuni D.N 2009). Menyikapi hal tersebut, pemerintah melalui departemen dalam negeri melakukan program desa mandiri energi berbasis nabati dan non nabati, yang berarti 60 persen dari kebutuhan energinya dipenuhi oleh sumber bahan bakar setempat terutama dari energi terbarukan. Pemerintah mentargetkan ada 2 000 desa mandiri energi hingga tahun 2010 (Dirjen PMD 2008).

Pada saat ini baru jenis kompor bertekanan yang sudah dapat dioperasikan dengan minyak nabati dengan beberapa modifikasi terutama pada bagian pengabutan bahan bakar sebelum masuk ke ruang bakar (Rahmat 2007). Penelitian untuk kompor sumbu masih terus dikembangkan. Dengan sifat fisikokimia minyak yang jauh berbeda, kompor sumbu terus diupayakan dimodifikasi agar dapat dipergunakan untuk memasak dengan bahan bakar minyak nabati.

Perkembangan Kompor Minyak Nabati

Dalam rangka menunjang program Pemerintah tentang desa mandiri, khususnya pada penyediaan bahan bakar sebagai sumber energi dari energi terbarukan diperlukan teknologi yang tepat guna yang mudah dioperasikan oleh semua lapisan pengguna. Sehubungan dengan itu pada saat ini telah ada dan sedang dalam penelitian untuk membuat kompor berbahan bakar minyak nabati.

Kompor yang dikembangkan pada saat ini umumnya adalah kompor bertekanan atau yang lebih dikenal dimasyarakat adalah kompor mawar atau semawar, sedangkan pengguna kompor sumbu jumlahnya di Indonesia cukup besar terutama dibeberapa daerah yang jauh dari kota. Pada pemakainnya dalam rumah tangga dan industri sekala kecil, minyak tanah dipakai sebagai bahan bakar untuk kompor baik kompor sumbu maupun kompor bertekanan. Pada kompor sumbu, minyak tanah bekerja akibat gaya kapilaritas terhadap sumbu. Penyalaan terjadi pada bagian ujung sumbu. Sedangkan pada kompor bertekanan penyalaan disebabkan oleh perubahan fisik minyak tanah akibat besarnya tekanan yang diberikan. Minyak tanah dirubah menjadi bentuk butiran halus uap dengan alat nosel dan terbakar pada bagian penyalaan (Rahmat 2007).

Beberapa kompor yang sudah ada adalah kompor yang dikenal dengan nama kompor protos seperti tampak pada Gambar 49. Kompor ini dirancang oleh Universitas Hohenheim dan sudah diadopsi oleh BSH Jerman dengan nama Protos. Kompor ini memakai sistem tekanan udara (pompa) untuk mengalirkan CJO. Kompor ini sedang diuji penggunaannya oleh Puslitbang Perkebunan yang dapat memakai minyak jarak kasar (CJO, crude jatropha oil) sebagai bahan bakar. Percobaan di Laboratorium Bioenergi Puslitbang Perkebunan menunjukkan bahwa kompor ini mengkonsumsi bahan bakar sebanyak 0,275 liter per jam atau 0,6 liter minyak CJO setara dengan pemakaian satu liter minyak tanah dengan kompor minyak tanah biasa. Dengan demikian konsumsi rumah tangga yang rata- rata memakai 6-7 liter minyak tanah per minggu dapat ditekan menjadi 3,6 – 4,2 liter CJO per minggu (Prastowo 2007).

Kompor rancangan Institut Teknologi Bandung pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan kompor Semawar. Seperti tampak pada Gambar 50, bedanya, terdapat kumparan pipa untuk menambah waktu pemanasan bahan bakar sebelum keluar melalui nosel. Bahan bakar harus melalui kumparan pipa penyalur sebelum sampai ke nosel. Reksowardojo et al. (2006) pernah mencoba memodifikasi kompor tekan yang awalnya untuk minyak tanah. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk penyalaan awal memang lebih lama dibandingkan jika menggunakan minyak tanah (Prastowo 2007).

Gambar 50 Kompor rancangan ITB.

Jenis kompor lain yang dikembangkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang adalah jenis kompor yang langsung menggunakan bahan biji jarak pagar, sudah banyak ditemui di Bandung dan Nusa Tenggara Barat, yang selanjutnya dilakukan modifikasi dengan ukuran yang lebih pendek, dan sarangan api dibentuk kerucut, hasil nyala yang didapat lebih biru dan lebih panas. Kompor yang tampak pada Gambar 51 ini mampu mendidihkan 1 liter air dalam waktu 11 menit. Penggunakan biji jaraknya juga terbilang efisien, 1 ons biji jarak, dapat menyalakan api selama 30 menit. Dalam pengoperasiannya, pasta yang ada di tangki ditekan ke atas dengan komponen penekan, sehingga pasta keluar melalui lubang-lubang saluran sumbu kompor. Pasta akan keluar sedikit demi sedikit menyerupai sumbu kompor minyak tanah. Ujung pasta yang keluar kemudian dibakar. Dalam periode tertentu ujung pasta yang terbakar akan habis, sehingga pasta yang ada di tangki perlu ditekan kembali untuk melanjutkan proses pembakaran (Prastowo 2007).

Gambar 51 Kompor berbahan bakar pasta biji jarak.

Kompor Hanjuang seperti tampak pada Gambar 52 dibuat oleh pengrajin kompor di Cihanjuang, Jawa Barat, senggunakan bahan bakar dari biji jarak pagar. Pada awal pembakaran diperlukan minyak tanah atau bahan bakar lainnya untuk memicu pembakaran biji jarak pagar (Prastowo 2007).

Gambar 52 Kompor hanjuang.

Sedangkan untuk kompor sumbu, pada saat ini belum ada data publikasi yang secara jelas menggambarkan sampai sejauh mana perkembangannya. Kompor sumbu (Gambar 53) berbahan minyak jarak sedang dikembangkan di Balitas Malang, sampai sejauh ini belum terpublikasi kelemahan dan kelebihan dari kompor dengan konsumsi bahan bakar 0,225 liter per jam tersebut (Hastomo 2008).

Sehubungan dengan itu maka dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi sederhana berdasarkan hasil pengujian sifat termofisik minyak, pengujian kemampuan nyala dan sifat kapilaritas.

Tujuan Penelitian

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mendapatkan kompor sumbu yang memberikan kenaikkan suhu minyak yang paling tinggi.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Proses modifikasi dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian IPB. Waktu penelitian dimulai bulan Mei 2008 sampai Agustus 2009.

Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah kompor konvensional, minyak uji, dan batang logam.

Alat

Peralatan yang dipergunakan termokopel tipe T (jenis CC), pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, pemotong logam, mesin las, dan perkakas bengkel lainnya.

Prosedur Percobaan

Modifikasi kompor dilakukan berdasarkan hasil analisis pengujian kapilarisasi dan kemampuan nyala. Dua jenis modifikasi yang dilakukan, yaitu pemasangan alat pemindah panas dari logam penghantar panas dan dibentuk menyerupai huruf U yang dipasang secara terbalik. Pemasangan dimulai dari permukaan ruang bakar dan bagian ujungnya dimasukkan ke dalam tangki minyak

sehingga sekitar 2-4 cm logam tercelup dalam minyak. Modifikasi kedua adalah pemotongan tinggi kolom sumbu. Bagian kolom sumbu dipotong sehingga tinggi kolom menjadi 2-3 cm, termasuk ring distribusi udara dan ring penyangga menyesuaikan dengan ketinggian kolom sumbu. Pengujian dilanjutkan untuk melihat kenaikkan suhu minyak. Termokopel setelah dikalibrasi (metode oil bath) dipasang pada dinding luar panci, tercelup dalam minyak, dan di dinding luar tangki minyak. Pencatatan suhu dengan hybrid recorder dilakukan setiap dua menit.

Hasil dan Pembahasan

Modifikasi dilakukan terhadap disain kompor yang ada dipasar. Modifikasi berdasarkan pada :

1. Hasil uji nyala.

Pada ketinggian kolom sumbu 7 cm (kondisi yang dapat

merepresentasikan kompor konvensional), minyak nabati tidak memberikan kemampuan nyala dalam waktu yang cukup lama, hanya berlangsung selama 5-12 menit.

2. Hasil uji sifat kapilaritas.

Kecepatan naiknya minyak nabati sangat lambat sekali mencapai 150 menit sehingga pembakaran tidak berlangsung secara kontinyu karena suplay bahan bakar lambat. Tetapi pada ketinggian dibawah 4 cm, kecepatan naiknya minyak nabati masih cepat, di bawah 20 menit, dan sifat kapilaritas minyak dapat diperbaiki dengan menaikkan suhu minyak. Dalam modifikasi diarahkan pada usaha untuk menaikkan suhu minyak. Dengan memanfaatkan panas pembakaran yang ada dipermukaan ruang bakar, panas akan dirambatkan ke tangki minyak. Perambatan panas ini dilakukan dengan dengan pemasangan pemindah panas yang terbuat dari logam yang bersifat penghantar panas.Selain itu, dilakukan pemotongan tinggi kolom sumbu agar kecepatan naiknya minyak menjadi lebih cepat.

Modifikasi Penambahan Pemindah Panas

Modifikasi kompor dengan pemasangan alat pemindah panas ditujukan untuk menaikkan suhu minyak yang didasarkan pada hasil analasis spesifikasi pengaruh suhu terhadap kekentalan minyak dan data kapilarisasi minyak pada berbagai suhu. Jenis pemindah dipilih dengan melakukan proses optimasi terhadap besarnya angka konduktivitas panas yang paling kecil yang memungkinkan suhu minyak naik. Pada suhu yang lebih tinggi daya kapilarisasinya semakin kecil, sehingga minyak lebih mudah naik dan pembakaran dapat berlangsung. Untuk mencapai kondisi tersebut dilakukan dengan sebuah alat pemindah panas sederhana yang dipasang melintang pada permukaan ruang dan tercelup pada minyak. Bentuk pemindah panas berbentuk U, diupayakan bagian tengahnya berada pada permukaan ruang bakar dibagian atas kompor dan ditekuk sehingga kurang lebih 5 cm ujung kedua kakinya tercelup pada minyak seperti tampak pada Gambar 54. Bahan alat pemindah panas yang mampu menaikkan suhu minyak dari 28oC menjadi 70oC diperoleh melalui penentuan nilai konduktivitas termal bahan tersebut dengan persamaan :

qm = mmCm(Tapi-Tref) = q besi = 0,25d2Kbesi(Tbesi-Tm) [30]

Diperoleh konduktivitas sebesar 105,79 W m-1 K-1, sehingga dipergunakan baja tembaga dengan nilai konduktivitas yang terdekat yaitu 110 W m-1 K-1.

Kenaikkan suhu air dan minyak dengan adanya pemindah panas disimulasi terlebih dahulu dengan menggunakan persamaan atur untuk melihat profil kenaikkan suhu kedua tersebut (Hasil simulasi terlampir). Perubahan kenaikkan suhu minyak bintaro dengan pemasangan alat pemindah panas ditampilkan pada Gambar 55. Pemasangan alat pemindah panas memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kenaikkan suhu minyak jelantah. Kenaikkan yang cukup tajam dimulai setelah 10 menit dari pemanasan awal dan terus meningkat cukup tajam hampir mencapai suhu 50oC. Suhu ini sudah memberikan pengaruh yang besar terhadap kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu.

Gambar 54 Alat pemindah panas.

Pemasangan alat pemindah panas sekalipun memberikan pengaruh yang cukup besar dalam rangka meningkatkan kapilarisasi, tetapi terdapat penambahan alat yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kemudahan pabrikasi dan pemeliharaan serta menambah biaya produksi.

Gambar 55 Profil suhu minyak jelantah dengan pemindah panas

Modifikasi Tinggi Kolom

Modifikasi dengan pemendekkan kolom sumbu didasarkan pada hasil analisis kapilarisasi minyak. Dari hasil analisis tersebut, untuk semua minyak uji memberikan kapilarisasi yang masih cukup cepat pada ketinggian sumbu dibawah 3 cm baik untuk minyak nabati murni maupun campurannya dengan minyak tanah seperti ditampilkan pada Gambar 56.

20 30 40 50 0 10 20 30 40 50 suh u , oC waktu, menit kompor konvensional

Gambar 56 Kapilarisasi minyak pada suhu 30oC

Untuk mendapatkan tinggi kolom sumbu minimum persamaan yang dipergunakan diperoleh dari pembentukan model matematika kapilarisasi suatu cairan pada media berpori (persamaan 27).

Tinggi kolom sumbu minimum hasil simulasi berbeda untuk setiap jenis minyak nabati seperti ditampilkan pada Tabel 5. Pada suhu minyak 30oC, ketinggian kolom sumbu untuk minyak kacang tanah, minyak jelantah, dan minyak bintaro dibawah dua cm, sehingga apabila minyak tersebut dipergunakan untuk bahan bakar ketinggian kolom sumbu harus dibawah angka tersebut, sedangkan pada suhu minyak 50oC, ketinggian minyak bintaro mencapai 1,5 cm. Ini menunjukkan pada ketinggian tersebut minyak tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan bakar.

Tabel 5 Ketinggian hasil simulasi minyak nabati suhu, o C jenis minyak mjp mk mkt mj mb 30 2,02 1,95 1,59 1,18 1,35 50 3,98 2,90 2,14 2,45 1,51 55 4,24 3,15 2,40 3,33 2,22 70 7,28 3,26 2,55 4,00 2,34 0 2 4 6 8 10 0 5000 10000 15000 20000 tin g g i (cm ) waktu (detik) MT MK MKT MB MJ MJP MT+MK MT+MKT MT+MB MT+MJ MT+MJP

Dalam pengujian selanjutnya dilakukan terhadap nilai rata-rata tinggi kolom sumbu semua jenis minyak nabati pada suhu 55oC , yaitu adalah 3,0 cm, pemilihan ketinggian ini didasarkan dari hasil pengujian sifat kapilaritas pada suhu minyak mencapai 55oC waktu yang diperlukan untuk minyak naik sekitar 10 menit, waktu tersebut cukup untuk memberi kesempatan minyak untuk naik sepanjang sumbu sebelum pembakaran dimulai dan kemudahan pabrikasi (Gambar 57).

Gambar 57 Skema pemotongan tinggi kolom sumbu.

Hasil pengujian dengan modifikasi tinggi kolom seperti tampak pada Gambar 58 terjadi kenaikkan suhu minyak bintaro.

Gambar 58 Profil suhu minyak bintaro pada kolom pendek.

Dengan semakin pendek kolom sumbu, suhu minyak juga ikut mengalami kenaikkan yang cukup besar yang dimulai setelah 10 menit pertama dengan tinggi suhu mencapai 50oC. Dengan pemendekkan kolom sumbu, diharapkan terjadi pengurangan pemakaian bahan konstruksi kompor.

20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0 0 10 20 30 40 50 su h u , oC waktu, menit kompor konvensional

Kesimpulan

Dari hasil modifikasi terhadap kompor dengan pemasangan pemindah panas dan pemendekkan kolom terjadi peningkatan suhu minyak yang dapat menurunkan kekentalan minyak sehingga kapilarisasi dapat dipercepat. Modifikasi yang dipilih adalah modifikasi pemendekkan kolom sumbu dengan ketinggian sekitar 2–4 cm.

Dokumen terkait