• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN UMUM

[26] Gambar 26 memperlihatkan aliran cairan pada peristiwa kapilarisasi cairan

6 PENGUJIAN EFISIENSI KOMPOR SUMBU

7 PEMBAHASAN UMUM

Bahan bakar yang selama ini dipergunakan oleh masyarakat untuk memasak dan penerangan dibeberapa wilayah di Indonesia termasuk bahan bakar yang disubsidi oleh pemerintah. Sejalan dengan perkembangan perekonomian. pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup yang berakibat pada kenaikkan konsumi atau pemakaian bahan bakar membuat subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah semakin berat disamping ketersediaannya semakin menipis dan harganya yang cenderung terus naik, maka pemerintah sejak tahun 2010 akan menghentikan distribusi minyak tanah dan mengkonversikannya dengan gas.

Program Desa Mandiri Energi yang sekarang ini sedang digiatkan di beberapa desa percontohan seperti desa Gunungsari di Provinsi Banten. desa mekarjaya di provinsi Jawa Barat, desa Rantau Jaya Udik II di provinsi Lampung. desa Limpasu di Provinsi Kalimantan Selatan, dan desa Baula di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai desa percontohan tahun 2007 dan desa Natumingka di Provinsi Sumatera Utara. desa Nagara Air Haji di Provinsi Sumatera Selatan. desa Trosono di provinsi Jawa Timur serta desa Lembang Marinding di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai percontohan tahun 2008 telah melakukan program desa mandiri energi berbasis tanaman jarak pagar. Program tersebut nantinya memberikan konstribusi yang besar terhadap penyediaan energi untuk bahan bakar dan produksi turunan-turunan minyak jaraka lain seperti sabun, pupuk, dan lain sebagainya.

Tanaman jarak pagar pada saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah sebagai bahan bakar nabati yang dianggap cukup potensial secara ekologi dan ekonomi. Kemudahannya tumbuh pada kondisi yang rekatif cukup kering dan sudah cukup dikenal masyarakat membuat tanaman ini menjadi pilihan. Minyak jarak baik dalam kondisi murni maupun campurannya dengan minyak tanah dapat dipergunakan untuk semua jenis kompor. Walaupun pada saat ini ketersediaan secara masal masih mengalami hambatan, karena sampai saat ini informasi secara aktual tentang tingkat produktivitas. Ketersediaan dalam jumlah besar dan

keberlangsungan ketersediaanya masih belum stabil. karena di beberapa daerah uji coba sampai saat ini masih tanaman jarak pagar belum siap panen bahkan masih ada yang baru berumur setahun.

Sehubungan dengan hal tersebut,dalam penelitian ini tanaman lain seperti kacang tanah dan kelapa yang sudah dikenal luas masyarakat dijadikan sebagai sumber bahan baku minyak nabati disamping memanfaatkan kembali minyak bekas masak atau minyak jelantah.

Jenis minyak nabati yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa,minyak jarak pagar, minyak jelantah, minyak bintaro, dan minyak jelantah serta campurannya dengan minyak tanah. Berdasarkan hasil pengujian terhadap karateristik minyak nabati. tampak bahwa minyak nabati memiliki sifat yang jauh berbeda dengan minyak tanah, terutama pada sifat kekentalannya. Angka kekentalan minyak nabati secara umum hampir 40 kali lebih besar dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan minyak nabati tersebut untuk merambat pada sumbu melalui gaya kapilarisasi. Untuk campurannya dengan minyak tanah. angka kekentalan sedikit berkurang dan pada perbandingan volume 1 : 1, campuran larut dengan baik menjadi satu lapisan, sehingga secara tidak langsung hal ini akan memperbaiki sifat minyak nabati dengan menurunnya angka kekentalan. Angka kekentalan yang besar ini dapat dikurangi dengan menaikkan suhu minyak. Kenaikkan suhu sebesar dua puluh derajat dapat menurunkan angka kekentalan lima sampai sepuluh angka, misalnya untuk minyak kelapa. dari angka 28 pada suhu 30oC menjadi 23 pada suhu 50oC dan 10 pada suhu 70oC.

Pada uji kemampuan menyala dengan dua jenis sumbu yang ada dipasaran dan termasuk jenis yang paling banyak dipergunakan sebagai sumbu kompor, minyak nabati menunjukkan masih memiliki kemampuan untuk menyala walaupun titik bakarnya hampir tujuh kali jauh lebih tinggi dari titik bakar minyak tanah. Tetapi kemampuan menyala tersebut belum dapat bertahan lama dibandingkan dengan minyak tanah. Kemampuan menyala yang lama sangat dibutuhkan untuk proses pembakaran agar menghasilkan panas yang cukup besar dan lama untuk dipergunakan sebagai energi panas dalam memasak. Hal ini

dikarenakan tingginya angka kekentalan minyak nabati sehingga proses perpindahan minyak sepanjang sumbu sangat lambat, akibatnya proses pembakaran menjadi sangat pendek. Berbeda dengan minyak tanah yang terus menyala sampai minyak tanah tersebut habis dengan sendirinya. Pada sumbu berbahan katun, proses pembakaran berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan sumbu berbahan campuran katun dan poliester.

Pada pengujian kapilarisasi sebagai salah satu faktor yang paling penting dalam proses pembakaran minyak dalam kompor sumbu, terlihat minyak nabati dengan angka kekentalan yang sangat besar memiliki daya kaplarisasi yang sangat kecil, waktu yang dibutuhkan untuk naik ke bagian ujung sumbu sangat lambat sekali dibandingkan dengan waktu yang ditempuh oleh minyak tanah untuk ketinggian yang sama. Berdasarkan hasil pengujian pengaruh suhu terhadap kekentalan, proses kapilarisasi dapat diperbaiki dengan menaikkan suhu minyak sedikit lebih tinggi dari suhu kamar. Pada suhu minyak yang lebih tinggi, sifat kapilaritas untuk semua minyak nabati menunjukkan perbaikkan, terjadi pengurangan waktu yang cukup signifikan untuk ketinggian yang sama, sehingga timbul ada suatu usaha untuk memanaskan minyak dalam tangki minyak selama proses pembakaran.

Dalam peneleitian ini dibangun sebuah model matematika yang dapat menggambarkan proses kapilarisasi minyak pada sumbu. Persamaan yang dibangun adalah persamaan yang menghubungkan waktu yang dibutuhkan oleh minyak untuk naik melalui sumbu setiap kenaikkan satu sentimeter. Pada persamaan tersebut, parameter ukuran diameter pori atau porositas dan perbedaan jarak laluan minyak sepanjang sumbu terhadap panjang sumbu ikut dimasukkan, sehingga dihasilkan persamaan yang menggambarkan secara utuh proses kapilarisasi minyak pada sumbu atau kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu. Dari hasil simulasi model kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu, persamaan model yang dibangun memberikan bentuk kurva yang sama dengan kurva yang dibentuk dari data percobaan. Dengan demikian, selanjutnya persamaan tersebut dipergunakan untuk menentukan ketinggian kolom sumbu minimum untuk setiap jenis minyak pada beberapa suhu.

Pada tahapan modifikasi kompor sebagai salah satu tahapan yang dilakukan berdasarkan hasil pengujian terhadap kapilarisasi, dilakukan dua modifikasi yaitu memasang kompor dengan alat pemindah panas yang berbentuk U dan dipasang terbalik, sehingga sebagian dari alat tersebut terletak pada permukaan ruang bakar kompor dan bagian kakinya tercelup ke dalam tangki minyak. Suhu minyak dalam tangki mengalami kenaikkan dari 30oC sampai 45oC. Dengan penambahan pelat logam yang sama berbentuk lingkaran di dalam tangki yang dihubungkan dengan kaki pemindah panas, suhu minyak mengalami kenaikkan mencapai 60oC, tetapi pemasangan ini menyulitkan pada waktu pembersihan sebagai langkah pembersihan yang harus rutin dilakukan agar kompor tetap terjaga kondisinya. Pemasangan logam dibagian atas ruang bakar pada kedua jenis sistim tersebut mempunyai sedikit kelemahan, akibat pemanasan yang terus menerus secara langsung terhadap batang pemindah panas di bagian permukaan ruang bakar, dapat mempercepat logam menjadi aus. Disarankan untuk merubah sistim pemanas panas dengan cara melilitkan pemindah panas di luar ruang bakar sepanjang tinggi pengatur udara luar. Tetapi kenaikkan suhu minyak tidak signifikan karena banyaknya panas yang hilang akibat konveksi ke ruang sekitar kompor.

Modifikasi yang kedua adalah melakukan pemendekkan tinggi kolom sumbu. Dari hasil analisis kapilarisasi, tampak pada ketinggian dibawah empat sentimeter kecepatan naiknya minyak melalui sumbu relatif cukup cepat. Diharapkan dengan kecepatan tersebut minyak mudah sampai pada bagian ujung sumbu dan memberikan waktu pembakaran yang relatif lebih lama dibandingkan pada ketinggian di atas empat sentimeter. Tinggi kolom sumbu hasil simulasi berbeda untuk setiap jenis minyak nabati. Sehingga pemendekkan kolom nantinya menyesuakan dengan petinggian minimum hasil simbulasi. Dalam penelitian ini ketinggian kolom sumbu untuk minyak nabati berkisar antara 2 sampai 4 cm, diambil 3 cm yang merupakan nilai rata-rata ketinggian kolom sumbu pada 55 oC. Pengujian distribusi suhu minyak dalam tangki, menunjukkan kenaikkan yang sedikit lebih tinggi yaitu mencapai hampir 60oC. Dari sini tampak bahwa pemendekkan kolom sumbu mengakibatkan jarak permukaan minyak dengan

sumbu menjadi lebih pendek sehingga selain mempercepat naiknya minyak melalui sumbu juga terjadi perpindahan panas yang mengakibatkan suhu minyak mengalami kenaikkan.

Efisiensi pemakaian bahan bakar nabati pada kompor yang telah dimodifikasi diuji dengan metode WBT untuk melihat efisiensi pembakarannya dan dibandingkan dengan kompor asli tanpa modifikasi. Efisiensi pembakaran pada kompor modifikasi menunjukkan kenaikkan yang cukup signifikan. Untuk bahan bakar minyak tanah, pada kompor konvensional efisiensinya mencapai 37%, sedang pada kompor modofikasi yang dilengkapi dengan pemindah panas efisiensinya mencapai hampir 42% dan mencapai 45% untuk modifikasi dengan kolom sumbu yang lebih pendek. Pada kasus minyak nabati murni, kompor konvensional dan modifikasi pemindah panas tidak memberikan angka efisiensi karena suhu air tidak mencapai suhu simering (90± 1oC). Akan tetapi pada kompor berkolom sumbu pendek, minyak nabati murni dapat dipergunakan sebagai bahan bakar langsung untuk menggantikan minyak tanah,dengan memberikan efisiensi berkisar antara 17 sampai 26% dengan efisiensi tertinggi diperoleh untuk minyak kelapa. Sedangkan untuk minyak campuran dengan minyak tanah, ketiga jenis kompor memberikan nilai efisiensi berkisar antara 10 – 38% dengan efisiensi tertinggi untuk campuran minyak kelapa dan minyak tanah disusul kemudian oleh campuran minyak jarak pagar dan minyak tanah dengan nilai efisiensi hampir 36%.

Minyak kelapa dan minyak jarak menunjukkan keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Penggunaannya sejak jaman dulu sebagai bahan bakar untuk penerangan memungkinkan minyak jarak dan minyak kelapa menjadi salah satu dari sekian banyak minyak nabati yang ada di alam sebagai minyak yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar untuk memasak dan penerangan di rumah tangga serta sebagai minyak bakar untuk pembuatan uap air panas (steam) pada usaha kecil seperti usaha pembuatan tahu dan untuk menghasilkan udara panas pada pengeringan tembakau, dan sebagainya. Minyak jarak sampai pada perbandingan volume yang sama masih bercampur menjadi satu larutan jernih

dengan minyak tanah, hal ini memberikan keuntungan pada sistim pembakaran selanjutnya.

Hal yang cukup menarik adalah minyak bintaro walupun efisiensinya hanya mencapai 20%, lebih kecil dibandingkan dengan minyak jarak pagar dan minyak kelapa, angka ini memberikan peluang yang cukup besar untuk menjadikan minyak bintaro sebagai salah satu alternatif sumber bahan bakar lainnya selain minyak jarak yang memang sudah dikembangkan terlebih dahulu. Pada saat ini tanaman bintaro masih tumbuh secara liar dibeberapa daerah di Banten. Sumatera dan beberapa daerah berawa lainnya di Indonesai. Pemakainnya dibeberapa daerah masih terbatas sebagai tanaman hias dan pelindung di sepanjang jalan atau perumahan. Tanaman ini mudah sekali tumbuh terutama didaerah lembab dan basah berawa, dapat dijadikan sebagai tanaman lapis kedua setelah hutan bakau untuk penahan abrasi air laut. Bintaro tidak termasuk pohon buah musiman. Dalam satu pohon. terdapat tidak kurang dari 150 buah dengan jarak tanam 5 x 5 meter, diperkirakan dalam satu hektar terdapat 1.600 pohon akan dihasilkan 240.000 buah bintaro berdiameter 7-9 cm dengan berat rata-rata 180 gram per buah atau 42.000 kg buah atau 12.000 kg biji. Jika kandungan minyak dalam biji berkisar antara 30-65%. maka jumlah minyak yang dapat dihasilkan setara dengan 6.000 kg minyak

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, tanaman bintaro layak untuk dipertimbangkan sebagai salah satu sumber BBN untuk bio energi dalam program desa mandiri energi terutama untuk desa berawa dengan masyarakat berpenghasilan rendah dan desa yang secara infrastruktur sukar dicapai untuk penerapan konversi minyak tanah ke gas. Selain itu. hal ini sejalan dengan pogram desa energi mandiri dan pengembangan usaha kecil pembuatan minyak nabati dan industri kompor yang sekarang mulai hilang kembali bangkit dan berjaya. Hal ini hampir dapat mencerminkan dari pernyataannya Rudolph Diesel tahun 1912.

The use of vegetable oils for engine fuels may seem insignificant today. but such oils may become in the course of time as important as the petroleum and coal tar products of the present time.

Dokumen terkait