• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN SIFAT TERMOFISIK MINYAK NABAT

Pendahuluan

Dalam penerapan kebijakan energi yang dikeluarkan pemerintah, penerapan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi kebutuhan minyak tanah menjadi bagian penting. Salah satu bentuk yang terus dikembangkan adalah pemakaian bahan bakar minyak nabati yang bersifat terbarukan sebagai pengganti minyak tanah dengan memperhatikan sumber daya lokal yang ada (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati, seperti kelapa, kacang tanah, jarak pagar, nyamplung, bintaro, dan sebagainya. Sebagian besar minyak nabati dapat digunakan untuk bahan bakar kompor baik yang menggunakan sumbu maupun kompor tekan dan lampu minyak dengan melakukan beberapa modifikasi pada peralatan tersebut. Minyak nabati dan minyak jelantah memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan minyak tanah(Reksowardojo 2008). Pada kompor tekan, minyak nabati menyisakan kerak setelah pembakaran dan menyumbat lubang nosel, sedangkan pada kompor sumbu akan mengakibatkan mengerasnya sumbu kompor yang akan menghambat kapilaritas minyak selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kompor yang mampu beradaptasi dengan sifat-sifat minyak tersebut terutama pada sifat densitas dan kekentalannya (Reksowardojo 2008).

Terdapat dua kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama untuk kompor. Pertama, menggunakan secara langsung minyak nabati yang memiliki karakter hampir sama dengan minyak tanah, atau melakukan karakterisasi minyak sehingga sesuai dengan kebutuhan kompor dan kedua, melakukan modifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan penelitian, yaitu mempergunakan minyak nabati secara langsung dan melakukan modifikasi kompor sesuai dari hasil percobaan tahap pertama.

Minyak Nabati

Minyak nabati atau plant oil adalah minyak yang diperoleh dari tanaman melalui proses ekstraksi dari biji, buah atau pun bagian lain dari suatu tanaman. Cukup banyak tanaman di Indonesia sebagai sumber penghasil minyak nabati, misalnya kelapa, kacang tanah, nyamplung, kelapa sawit, jarak pagar, bunga matahari dan lainnya. Minyak nabati murni adalah minyak nabati hasil pengempaan langsung (pure plant oil atau straight plant oil) yang belum maupun sudah dimurnikan atau disaring, namun tanpa dirubah susunan kimianya (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Untuk dapat dijadikan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah, minyak nabati harus memiliki karaketristik yang hampir sama dengan minyak tanah. Salah satu karakteristik yang paling utama adalah angka kekentalan. Minyak nabati memiliki angka kekentalan yang sangat tinggi, sehingga pada pemakainnya minyak nabati harus mengalami proses-proses tertentu untuk menurunkan angka kekentalannya. Kekentalan minyak nabati berkisar antara 50 sampai 97,7 mm2 per detik, sedang minyak tanah hanya 2,2 mm2 per detik (Rahmat 2007). Demikian pula titik bakar minyak nabati berkisar antara 270 hingga 340 0C, padahal minyak tanah sekitar 50 hingga 55 0C (Lide &Frederikse 1995, diacu dalam Puslitbun 2007). Beberapa jenis proses yang dapat dipakai untuk menurunkan angka kekentalan adalah dengan merubah minyak menjadi senyawa ester melalui reaksi esterifikasi dan atau transesterifikasi, pengenceran dengan pelarut organik tertentu dan melalui proses mikro emulsi(Knothe et al. 2004).

Menggantikan minyak tanah dengan minyak nabati murni langsung belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Minyak nabati terutama minyak yang diperoleh langsung dari pengempaan seperti jarak pagar, bintaro dan kacang tanah masih mengandung gum yang menyumbat pada pori sumbu pada kmpor sumbu sehingga suplai bahan bakar tidak kontinyu bahkan dapat menghasilkan kerak sisa pembakaran dan menyebabkan nosel tersumbat pada kompor bertekanan. Titik bakar yang cukup tinggi dari minyak murni, memerlukan proses pembakaran tertentu untuk menghasilkan penyalaan yang baik (Reksowardjoyo 2008). Oleh karena itu, penggunaan minyak murni memerlukan peralatan atau kompor khusus.

Sifat fisikokimia yang berbeda menyebabkan kompor semacam ini harus dimodifikasi agar dapat digunakan untuk BBN (Puslitbun 2007). Sedangkan untuk pemakaian kompor sumbu, minyak harus memiliki kekentalan yang kecil sehingga proses perambatan minyak melalui sumbu dapat berlangsung secara cepat agar proses pembakaran berlangsung secara kontinyu.

Minyak Kelapa

Kelapa (Cocus nucifera) merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial bagi Indonesia selain kakao, kopi, sawit, vanili, dan lada. Komoditas ini telah lama dikenal dan hampir ditanam di seluruh Indonesia, terutama di daerah pantai. Sentra produksinya menyebar di Sumatra, Jawa, Sulawesi, NTT dan Maluku. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar memiliki kebun kelapa terluas di dunia, dengan luas sekitar empat juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah nusantara (Dishutbun 2007).

Gambar 2 Daging dan minyak kelapa.

Minyak kelapa yang diperoleh melalui proses fermentasi dingin berwarna cerah dan jernih seperti tampak pada Gambar 2. Secara umum kandungan minyak kelapa tersusun atas asam laurat 51,10%, asam miristat 12,63%, asam kapriliat 8,90%, asam palmitat 7,23%, asam kaprat 7,12%, dan asam linoleat 6,32%. (Heyne 1987). Komposisi proksimat daging kelapa tua yang segar dan yang kering (kopra), disajikan pada Tabel 3. Metode pengambilan minyak-lemak dari daging buah kelapa secara umum dibagi menjadi dua, yaitu proses basah (akuatik) dan proses kering. Bahan mentah proses basah adalah daging kelapa tua segar, sedang bahan mentah proses kering adalah kopra (daging kelapa tua kering). Proses kering adalah pilihan baku pengolahan skala pabrik berskala

menengah dan besar, sedang proses basah lazim dilakukan pengrajin dan industri skala kecil atau koperasi. Proses basah masih terus dikembangkan untuk penerapan dalam skala besar, karena mutu minyak dan produk sampingnya unggul (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).

Tabel 3. Komposisi proksimat daging kelapa tua segar dan kopra (% berat)

Komponen Daging kelapa tua segar Kopra

Air 35,0 – 52,5 2,6 – 6,0 Minyak-lemak 34,7 – 44,1 66,0 – 74,0 Protein 2,7 – 5,5 4,5 – 7,5 Karbohidrat 9,0 – 11,3 17,0 – 20,0 Serat kasar 2,1 – 3,4 4,5 – 7,2 Abu 0,8 – 1,3 2,3 – 3,5

Minyak kelapa untuk bahan bakar kompor diperoleh melalui proses basah dengan fermentasi ragi. Proses ini tidak memerlukan pemanasan, diagram alir proses pembuatan minyak kelapa seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).

Minyak Jarak

Jarak pagar dengan nama latin Jatropha curcas L atau lebih umum dikenal dengan nama jarak pagar atau jarak saja merupakan tanaman yang dapat tumbuh di lahan kritis dan tidak membutuhkan perawatan secara khusus (Heyne 1987). Luas tanaman jarak pagar di Indonesia secara tepat tidak diketahui, tetapi dengan gencarnya wacana dan keinginan masyarakat untuk menanam jarak pagar dimulai sekitar tahun 2005, diperkirakan luas pertanaman jarak pagar di lapangan sudah mencapai ribuan hektar tanaman muda yang belum berproduksi. Luas lahan yang berpotensi sangat cocok untuk pertanaman jarak pagar di Indonesia adalah sekitar 14,2 juta hektar (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).

Gambar 4 Biji dan minyak jarak.

Jarak merupakan tanaman semak belukar atau pohon dengan tinggi mencapai 6 meter. Memiliki banyak cabang dengan ranting yang pendek dan gemuk. Berbuah sepanjang tahun, setiap buah berisi tiga sampai lima biji berwarna hitam, sedangkan minyaknya berwarna coklat jernih seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Tanaman jarak menghasilkan biji yang terdiri dari 58 sampai 65% per berat kernel dengan kandungan minyak antara 20 – 40% dari biji kering. Komposisi minyak jarak terdiri dari asam oleat 37-63% , asam linoleat 19-40%, asam palmitat 12-17%, dan asam stearat 5-6% (Heyne 1987).

Minyak Jelantah

Minyak jelantah adalah minyak goreng (minyak kelapa sawit) bekas olahan yang umumnya sudah tidak dipergunakan lagi untuk memasak atau menggoreng, berwarna coklat gelap sampai hitam tergantung dari bahan yang diolah sebelumnya (Suirta I.W 2009). Minyak goreng bekas dapat diperoleh dari

rumah tangga, restoran-restoran dan juga restoran fast food yang banyak ditemukan di kota-kota besar, selain itu juga diperoleh dari penjual berbagai gorengan atau rumah makan kecil. Biasanya, dalam rumah tangga, minyak goreng dipakai hingga berubah warna, kemudian dibuang ke saluran air atau dibuang begitu saja ke tempat sampah. Minyak goreng bekas itu dimanfaatkan pedagang kecil untuk menggoreng tahu dan jenis gorengan lainnya, padahal minyak goreng yang digunakan berulang kali dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan (Hamid A 2007). Minyak goreng bekas dapat mengatasi masalah kesulitan bahan bakar dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, seperti biodiesel yang sedang dikembangkan pada saat ini. Secara umum minyak jelantah mempunyai komposisi yang hampir sama dengan minyak goreng awalnya minyak kelapa sawit yaitu 53% asam oleat, 25% asam palmitat, dan 22% asam stearat (Heyne 1987).

Minyak Bintaro

Bintaro dengan nama latin Cerbera manghas L atau disebagian daerah dikenal dengan bitun merupakan perdu berbatang tegak, tinggi 3-8 meter. Batangnya berkayu, bulat licin, dan bergetah. Tumbuh disekitar aliran sungai berair payau di dataran rendah sampai 800 meter diatas permukaan laut (Heyne 1987). Saat ini belum mulai dibudidayakan sebagai salah satu komoditas perkebunan, hanya dijadikan sebagai tanaman hias di perumahan atau jalan.

Gambar 5 Buah dan minyak bintaro.

Buahnya berwarna hijau pada saat muda dan berubah menjadi merah kecoklatan pada saat tua, berbentuk bulat agak lonjong seperti mangga. Daging buah berupa serabut dan bergetah sedangkan biji dari buah tua berwarna putih yang ditutupi dengan kulit ari yang keras berwarna coklat gelap (Gambar 5). Minyak bintaro

diperoleh melalui proses ekstraksi dengan pelarut. Biji bintaro mengandung 30- 60% minyak yang tersusun terutama atas 43% asam oleat, 31% asam palmitat dan 17% asam linoleat. Minyak bintaro mempunyai sifat beracun (cerebrin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah (Heyne 1987). Hal ini menyebabkan minyak bintaro tidak dapat dipergunakan sebagai minyak pangan. Dengan demikian penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif merupakan pilihan yang cukup tepat, sehingga tidak menggangu siklus minyak pangan.

Minyak Kacang Tanah

Kacang tanah yang memiliki nama latin Arachis Hypogeae L atau dikenal dengan nama Groundnut atau Peanut merupakan jenis tanaman kacang-kacangan yang sangat popular di IndonesiaTanaman ini berasal dari kawasan Amerika Selatan, tergolong tanaman Legum yang tumbuh baik pada ketinggian 0 - 500 m dpl dan buahnya masuk kedalam permukaan tanah untuk pemasakannya (Sadikin & Maesen 1993). Menurut Kasno A (2005) produksi kacang tanah nasional selama satu dasawarsa terakhir meningkat dengan pertumbuhan 1,56% per tahun, dengan tingkat produktivitas rata-rata 1,75–2,10 ton per hektare biji kering dan dapat dipanen pada umur 100-110 hari (Sadikin dan Maesen 1993). Satu polong biasanya berisi 1 – 6 butir biji, berbentuk silinder, halus terbungkus testa yang tipis, berwarna coklat berukuran 1 – 2 cm x 0,5 – 1 cm seperti tampak pada Gambar 6. Kacang tanah mengandung 30 – 50 % minyak yang berwarna kuning muda diperoleh melalui pengempaan hidrolik, komposisinya terutama tersusun dari 44 % asam oleat, 36 % asam linoleat, 13 % asam palmitat, dan 7 % asam stearat (Manay N & Shadaksharaswamy 1987).

Densitas

Densitas adalah salah satu sifat fisika suatu materi yang merupakan ukuran kerapatan molekul pembentuk materi(http://en.wikipedia.org/ Density). Secara matematika, densitas () dinyatakan sebagai perbandingan antara massa yang dimiliki oleh suatu materi (m) terhadap volume yang dipenuhi oleh materi tersebut (V).

[ 1]

Dokumen terkait