• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGGABUNGAN BADAN USAHA DAN AKIBAT

C. Monopoli dalam Penggabungan Badan Usaha

Adapun pengertian monopoli menurut Pasal 1 Angka 1 UU. No. 5 Tahun 1999, yaitu “penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa

125Ahmad Yani, Op.Cit., hlm.45.

126Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 410.

tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha” sehingga dalam hal ini monopoli memiliki artian sebagai suatu situasi pasar di mana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang “menguasai” satu produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau penggunaan jasa tertentu, yang akan ditawarkan kepada banyak konsumen, yang mengakibatkan pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tadi dapat mengontrol dan mengendalikan tingkat produksi, harga, dan sekaligus wilayah pemasarannya.127

Makna monopoli berdasarkan Pasal 1 Angka 1 tersebut diatas sesungguhnya mempunyai makna yang lebih luas. Hal ini dapat disimpulkan dari satu sisi yakni ciri-ciri dalam definisi struktur pasar, perilaku pasar, pangsa pasar, harga pasar serta konsumen.128 Disisi lain dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf c, yaitu bahwa seorang monopolis hanya membutuhkan penguasaan lebih dari 50% pangsa pasar pada satu jenis barang maupun jasa tertentu. Sehingga dengan adanya pernyataan tersebut, selain pihak yang telah disebut sebagai monopolis, ternyata masih ada pesaing lain di pasar bersangkutan.129

Selanjutnya ciri-ciri atau jenis pasar yang bersifat monopoli adalah:130

1. Adanya sedikit penjual yang menguasai pasar dengan jumlah pembeli yang sangat banyak. Dalam hal ini produsen dapat menentukan berapa banyak produk yang dapat dijual yang bergantung kepada keuntungan yang akan diperoleh.

127Ibid, hlm. 226.

128Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Op.Cit., Pasal 1 angka 11-15.

129Ahmad Yani, Op.Cit., hlm.20.

130Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm.228.

2. Tidak terdapatnya barang pengganti (substitusi) dengan produk yang dijual di pasar monopoli.

3. Terdapatnya hambatan yang besar bagi pelaku usaha pesaing untuk masuk ke pasar yang bersangkutan. Dalam hal ini umumnya dikarenakan pelaku usaha di pasar monopolis cenderung memiliki market power sehingga dapat menyulitkan pelaku usaha pesaing untuk masuk ke pasar.

4. Menetapkan hak paten atau hak cipta oleh pelaku usaha di pasar monopolis, sehingga tidak dimungkinkannya pelaku usaha lain untuk membuat produk serupa.

5. Penguasaan pasar yang dimiliki oleh pelaku usaha di pasar monopoli ialah lebih dari 50% pangsa pasar atas satu jenis komoditas tertentu.

Berdasarkan teori, monopoli dapat dibedakan menjadi dua yaitu: monopoli yang bersifat alamiah (natural monopoly) dan monopoli yang diperoleh melalui peraturang perundang-undangan. Monopoli yang alamiah adalah monopoli yang terjadi dikarenakan pelaku usaha memiliki kemampuan teknis tertentu seperti:131

1. Pelaku usaha tersebut memiliki kemampuan atau pengetahuan khusus yang memungkinkan berproduksi sangat efisien.

2. Skala ekonomi, dimana semakin besar skala produksi maka biaya marginal semakin menurun, sehingga biaya produksi per unit semakin rendah.

131Suyud Margono, Op.Cit., hlm. 37.

3. Pelaku usaha memiliki kemampuan kontrol sumber faktor produksi, baik berupa sumber daya alam, sumber daya manusia maupun lokasi produksi.

Adapun monopoli yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan adalah:132

1. Hak atas kekayaan intelektual, yaitu dimana negara memberikan hak monopoli kepada pelaku usaha untuk memproduksi atau memasarkan hasil dari suatu inovasinya tersebut.

2. Hak usaha eksklusif, yaitu hak yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha tertentu yang didapatkan oleh pelaku usaha lain, misalnya agen tunggal, importir tunggal, pembeli tunggal, dan lain sebagainya.

2. Akibat Hukum dari Penyalahgunaan Monopoli Oleh Perusahaan

Suatu praktik bisnis yang anti persaingan dan tidak jujur dapat dilakukan secara sendiri ataupun bekerja sama dengan pelaku usaha lainnya. Suatu bentuk monopoli yang menghambat persaingan adalah monopoli yang melakukan penyimpangan struktur pasar karena menyebabkan terjadinya pembentukan pasar, pembagian pasar, dan menyalahgunakan kekuatan pasar (market power) guna menyingkirkan para pesaing keluar dari suatu pangsa pasar.133

132Ibid, hlm.38.

133Jhonny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2009), hlm. 42.

Pada hakikatnya monopoli tidaklah dilarang oleh suatu perundang-undangan di Indonesia, dikarenakan monopoli dapat timbul apabila suatu perusahaan memiliki tingkat

efisiensi yang sangat tinggi (sering juga disebut monopoli secara alamiah), ataupun monopoli yang timbul dikarenakan perintah suatu perundang-undangan (sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945).134 Namun, suatu monopoli yang tercipta karena terbentuknya struktur pasar melalui perilaku yang tidak jujur dapat memberikan dampak yang negatif. Yakni diantaranya:135

a. Dead weight loss136

b. Terciptanya Hambatan Masuk Pasar (barriers to entry), hal ini umumnya terjadi apabila suatu pelaku usaha telah mampu menyingkirkan pesaingnya, sehingga pelaku usaha tersebut mulai menciptakan hambatan masuk pagi pelaku usaha lainnya melalui beberapa hal. Seperti, menurunkan harga barang dengan konsep jual-rugi sehingga perusahaan pesaing tidak mampu untuk menjual dengan harga sedemikian rupa dan mengakibatkan pesaing keluar dari pasar , adalah suatu dampak negatif yang ditimbulkan dari monopoli yang diakibatkan perilaku pelaku usaha yang tidak jujur.

Hal ini terjadi dikarenakan hanya terdapat satu pelaku usaha di pangsa pasar, sehingga menyebabkan konsumen tidak memiliki alternatif dalam memilih barang atau jasa lainnya, serta harga yang cenderung tidak sesuai. Kondisi yang berdampak kepada masyarakat ini akan melahirkan inefisiensi ekonomi dan memiliki potensi pemborosan sumber daya.

134Ibid, hlm. 45.

135Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 30.

136Suyud Margono, Op.Cit., hlm. 33. Menjelaskan dead weight loss sebagai, suatu keadaan dimana adanya pengurangan terhadap surplus konsumen dan surplus produsen yang terjadi apabila output suatu produk dibatasi sehingga lebih rendah dari tingkat efisiensi optimum.

tersebut, ataupun melalui mekanisme persyaratan memasuki pasar dengan persyaratan.

c. Menciptakan pendapatan yang tidak merata, dimana sumber dana serta modal akan tersedot ke perusahaan monopoli, sehingga masyarakat/konsumen dalam jumlah yang besar terpaksa harus berbagi pendapatan yang jumlahnya relatif kecil, dengan masyarakat lainnya, sementara segelintir monopolis tersebut akan menikmati keuntungan yang lebih besar dari yang diterima masyarakat.

d. Inflasi terhadap masyarakat, hal ini dipicu berdasarkan adanya peningkatan harga produk barang maupun jasa tertentu sebagai akibat tidak adanya persaingan usaha yang sehat, sehingga harga yang tinggi tersebut mengakibatkan terciptanya inflasi yang merugikan masyarakat luas.

Dari beberapa penjelasan diatas terkait penggabungan badan usaha, posisi dominan dan juga monopoli maka dapat diambil beberapa pemahaman. Dalam hal penggabungan badan usaha, apabila merujuk melalui pedoman KPPU terkait penggabungan badan usaha maka terdiri atas 5 bentuk. Dalam hal ini bentuk penggabungan usaha tersebut terdiri dari penggabungan, peleburan, akuisisi saham, take over, serta public take over. Dalam hal ini pengaturan persaingan usaha belum mengatur secara jelas terkait penggabungan yang diperbolehkan dan tidak. Dalam melakukan penggabungan badan usaha juga perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagaimana diatur pada Pasal 4 PP No. 27 Tahun 1998.

Dalam melakukan penggabungan badan usaha, KPPU melalui Peraturannya No. 2 Tahun 2013 membentuk suatu mekanisme dalam hal

pengaturan dalam melakukan penggabungan badan usaha. Melihat dari beberapa penjelasan diatas dalam melakukan penggabungan badan usaha maka harus melalui pra-evaluasi atau post-evaluasi. Pra-evaluasi merupakan suatu bentuk konsultasi yang dilakukan oleh pelaku usaha yang akan melakukan penggabungan kepada KPPU sebelum terjadinya penggabungan. Dalam hal ini pra-evaluasi ditujukan agar para pelaku usaha yang hendak melakukan penggabungan, pengambilalihan, ataupun peleburan dapat mengetahui, apakah penggabungan yang akan dilakukan akan berdampak kepada monopoli ataupun kepemilikan posisi dominan. Sedangkan post-evaluasi adalah, evaluasi yang dilakukan oleh KPPU setelah para pelaku usaha tersebut melakukan penggabungan. Dalam hal ini KPPU memberikan limitasi waktu terhadap pemberitahuan tersebut yakni selama 30 hari kerja.

Posisi dominan dalam penjelasan diatas dapat penulis fahami bahwa, posisi dominan ialah suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti dan menguasai pangsa pasar. Melihat dari pada beberapa penjelasan diatas, pada dasarnya posisi dominan bukanlah merupakan suatu hal yang bersifat anti persaingan. Akan tetapi posisi dominan akan bersifat anti persaingan apabila pelaku usaha tersebut menciptakan beberapa ketentuan.

Beberapa ketentuan yang umumnya dilakukan oleh pelaku usaha tersebut ialah barrier to entry dan price setter. Apabila pelaku usaha yang memiliki posisi dominan melakukan beberap hal tersebut, maka akan mengakibatkan posisi dominan yang dimilikinya berkonotasi negatif.

Dalam penjelasan diatas telah penulis jabarkan bahwa monopoli bukanlah suatu kegiatan yang bersifat negatif. Sebab, monopoli dapat timbul secara

alamiah, ataupun berdasarkan kehendak peraturan perundang-undangan.

Monopoli yang bersifat negatif apabila pelaku usaha tersebut mengakibatkan dead weight loss, barriers to entry, pendapatan yang tidak merata, serta inflasi terhadap masyarakat. Untuk mengetahui apakah dalam suatu pangsa pasar merupakan pasar yang bersifat monopoli maka dapat dilihat dari cirinya. Beberapa ciri tersebut ialah adanya sedikit atau satu penjual, tidak adanya barang substitusi, adanya hambatan besar bagi pelaku usaha lain, serta penguasaan pasar 50% atau lebih.

BAB IV

KAJIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PENGGABUNGAN BADAN USAHA PT PLAZA INDONESIA TBK (STUDI KASUS

PUTUSAN KPPU NO. 02/KPPU-M/2017)

A. Kajian Hukum Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Perkara No. 02/KPPU-M/2017

1. Posisi Kasus

PT Plaza Indonesia Realty Tbk adalah perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha dibidang penyewaan ruang pusat perbelanjaan, perkantoran, perhotelan dan penjualan apartemen. Pada awalnya didirikan dengan nama PT Bimantara Eka Santosa berdasarkan Surat Akta No. 40 tanggal 5 November 1983 yang kemudian berubah namanya menjadi PT Plaza Indonesia Realty berdasarkan Akta Nomor 129 tanggal 20 Desember 1990.137

Adapun berdasarkan Pasal 3 Anggaran Dasar, Kegiatan Usaha dari PT Plaza Indonesia Realty Tbk ialah meliputi bidang perhotelan, pusat perbelanjaan, perkantoran dan apartemen. Dalam hal ini perseroan adalah pemilik hotel Grand Hyatt Jakarta (Hotel), Plaza Indonesia Shopping Center, The Plaza (gedung perkantoran) dan Keraton at The Plaza, selain kegiatan usaha tersebut perseroan ini juga memiliki sejumlah entitas anak yakni, PT Plaza Lifestyle Prima, PT

137Pendapat Pengawas Komisi Persaingan Usaha Nomor 4/KPPU-PAT/IV/2017 tentang Penilaian Pemberitahuan atas Pengambilalihan (Akuisisi) Saham Perusahaan PT Citra Asri Property Oleh PT Plaza Indonesia Realty Tbk, hlm. 2.

Sarana Mitra Investama, PT Jakarta Marcapada Media, dan PT Plaza Indonesia Jababeka.138

Latar belakang pengggabungan badan usaha yang dilakukan melalui pengambilalihan saham ialah untuk melaksanakan ekspansi usaha. Tujuan utamanya ialah dalam pengembangan di bidang properti dalam proyek pengembangan properti di wilayah Ciputat Tangerang Selatan, dengan rencana bisnis pasca pengambilalihan ialah dengan melakukan pembangunan apartemen.139

Adapun pada pokoknya ialah dugaan pelanggaran penggabungan badan usaha melalui pengambilalihan saham yang dilakukan PT Plaza Indonesia terhadap PT Citra Asri Property. Dalam hal ini berkaitan dengan pelanggaran pemberitahuan terkait penggabungan badan usaha kepada KPPU. Dimana PT Plaza Indonesia yang melakukan pengambilalihan saham tertanggal 3 November 2014 tidak melakukan pelaporan pengambilalihan saham kepada KPPU yang

Dalam hal ini dugaan pelanggaraan penggabungan badan usaha yang dilakukan oleh PT Plaza Indonesia Realty Tbk adalah pelanggaran terhadap Pasal 29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010. Pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) PP tersebut menyatakan bahwa:

“penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha, dan pengambilalihan saham.”

138Laporan Keuangan PT Plaza Indonesia Realty Tbk, pada tanggal 30 Juni 2017.

139Pendapat Pengawas Komisi Persaingan Usaha, Op.Cit., hlm. 6.

mana pemberitahuan baru diberikan pada tanggal 13 Mei 2016 sehingga adanya keterlambatan waktu yakni selama 365 hari kerja.140

Kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham didasarkan atas jumlah nilai aset atau penjualan tertentu. Merujuk kepada Pasal 5 ayat (2) PP No. 57 Tahun 2010 yakni apabila nilai aset dari perusahaan tersebut sebesar Rp.

2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah) dan/atau nilai penjualan perusahaan sebesar Rp. 5.000.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Bahwa nilai aset dari gabungan PT Plaza Indonesia Realty dan PT Citra Asri Property selaku badan usaha yang diambilalih per 31 desember 2013 ialah sebesar Rp. 4,136,476,330,320.- (empat triliun seratus tiga puluh enam miliar empat ratus tujuh puluh enam juta tiga ratus tiga puluh ribu tiga ratus dua puluh rupiah) yang dalam hal ini telah melebihi ketentuan batasan nilai aset penggabungan badan usaha sebagaimana amanat Pasal 5 ayat (2) yakni sebesar Rp.

2.500.000.000.000,00 (dua trilliun lima ratus miliar rupiah).141

2. Analisa Hukum

Dari putusan KPPU No. 02/KPPU-M/2017, KPPU menyatakan bahwa PT Plaza Indonesia Realty Tbk terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010.

KPPU juga dalam putusannya memberikan denda sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada perusahaan tersebut.

140Putusan KPPU No. 02/KPPU-M/2017 tentang Dugaan Pelanggaran Penggabungan Badan Usaha PT. Plaza Indonesia, hlm. 19.

141Ibid, hlm. 5.

Melihat putusan KPPU No. 02/KPPU-M/2017, dan denda yang dijatuhkan oleh KPPU kepada terlapor, maka selanjutnya penulis akan memberikan analisa hukum. Analisis hukum yang akan penulis telaah yakni, apakah tepat putusan KPPU tersebut yang menyatakan bahwa PT Plaza Indonesia Realty Tbk telah melakukan pelanggaran terhadap penggabungan badan usaha. Selain hal tersebut, penulis juga akan menjabarkan apakah sanksi yang diberikan kepada terlapor sudah tepat sesuai dengan aturan di dalam UU No. 5 Tahun 1999.

Seperti yang diketahui bersama, unsur-unsur yang dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010 ialah sebagai berikut:

Pasal 5 ayat (1) PP No. 57 Tahun 2010 yang berbunyi:

“Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan Saham perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan Saham perusahaan”

Unsur yang penting dalam Pasal ini adalah:

a. Unsur Penggabungan Badan Usaha, Peleburan atau Pengambilalihan saham perusahaan.

Unsur ini memiliki keterkaitan yang erat dengan Pasal 1 angka 2 PP No. 57 Tahun 2010 yang menyebutkan:

“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pelaku Usaha untuk mengambilalih saham badan usaha yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas badan usaha tersebut.”

Pasal ini memiliki unsur:

1) Pelaku usaha:

a) PT Plaza Indonesia Realty Tbk adalah pelaku usaha yang berbadan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Badan usaha ini berupa suatu Persoran Terbatas yang pada awalnya didirikan dengan nama PT BimantaraEka Santosa berdasarkan Akta No.

40 tanggal 5 November1983 dibuat di hadapan Winanto Wiryomartani, S.H.,Notaris di Jakarta yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Keputusan No.

C2-6944-HT.01.01.th.84 tanggal 8 Desember 1984 serta telah diumumkan di Berita Negara No. 95, Tambahan No. 1466 tanggal 28 November 1986.PT Bimantara Eka Santosa kemudian berubah nama menjadiPT Plaza Indonesia Realty berdasarkan Akta No. 129 tanggal20 Desember 1990, dibuat di hadapan Winanto Wiryomartani,S.H., Notaris di Jakarta yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Keputusan No. C2-1852-HT.01.04-Th’91 tanggal 31 Mei 1991 serta telah diumumkan di Berita Negara No. 65, Tambahan No. 2505 tanggal 13 Agustus 1991.

b) PT Citra Asri Property adalah pelaku usaha yang berbadan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Jenis usaha tersebut berupa suatu Persoran Terbatas yang didirikan berdasarkan Akta

Pendirian No. 001 tertanggal 1 Februari 2011, dibuat dihadapan Eria Heryanti Poerwandini, S.H., Notaris di Jakarta, akta mana mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Keputusan No.

AHU-09669.AH.01.01.Tahun 2011 tertanggal 24 Februari 2011. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa unsur pelaku usaha telah terpenuhi.

2) Unsur Pengambilalihan Saham:

Anggaran Dasar PT Citra Asri Property adalah sesuai dengan Akta Pendirian dan perubahan terakhir dalam Akta Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham PT Citra Asri Property Nomor 001 tertanggal 3 November 2014. Akta tersebut dibuat dihadapan Eria Heryanti Poerwandini, S.H., Notaris di Jakarta sebagaimana telah diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Nomor Surat Penerimaan Pemberitahuan AHU-39286.40.22.2014 tertanggal 4 November 2014. Didalam akta tersebut memuat salah satunya perubahan nama PT Citra Asri Property menjadi PT Plaza Indonesia Urban.

Dalam hal ini telah terjadi penggabungan badan usaha yang dilakukan melalui pengambilalihan saham oleh PT Plaza Indonesia Realty Tbk terhadap PT Citra Asri Property sebagaimana yang tertuang dalam Surat Penerimaan Pemberitahuan AHU-39286.40.22.2014 tertanggal 4 November 2014, dan PT Citra Asri

Property telah berubah nama menjadi PT Plaza Indonesia Urban dan menjadi anak perusahaan dari PT Plaza Indonesia Realty Tbk.

Pasal 5 ayat (2) yang berbunyi:

“Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. nilai aset sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah); dan/atau

b. nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah.)”

Unsur yang penting dalam pasal tersebut ialah:

1) nilai aset yang wajib untuk diberitahukan kepada komisi paling lambat 30 hari ialah sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah); dan/atau nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah.”

PT Plaza Indonesia selaku terlapor yang melakukan penggabungan badan usaha melalui pengambilalihan saham telah terbukti memenuhi unsur yang berlaku pada pasal tersebut. Dimana nilai aset dari gabungan PT Plaza Indonesia Realty dan PT Citra Asri Property selaku badan usaha yang diambilalih per 31 Desember 2013 ialah sebesar Rp. 4,136,476,330,320.- (empat triliun seratus tiga puluh enam miliar empat ratus tujuh puluh enam juta tiga ratus tiga puluh ribu tiga ratus dua puluh rupiah). Nilai aset tersebut yang telah melebihi ketentuan batasan nilai aset penggabungan badan usaha sebagaimana amanat Pasal 5 ayat (2) yakni sebesar Rp.

2.500.000.000.000,00 (dua trilliun lima ratus miliar rupiah).

2) Melihat terdapatnya frasa “dan/atau” pada Pasal 5 ayat (2) PP No. 57 Tahun 2010 memiliki artian bahwa pasal itu dapat bersifat kumulatif

maupun fakultatif yang berarti bisa keduanya atau salah satunya.

Sebagaimana nilai aset yang telah melebihi ketentuan batasan nilai aset maka PT Plaza Indonesia memiliki kewajiban untuk melaporkan kepada KPPU terkait penggabungan badan usaha melalui pengambilalihan saham tersebut.

Merujuk kepada ketentuan Pasal 7 PP No. 57 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa:

“Kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3) tidak berlaku bagi Pelaku Usaha yang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham antarperusahaan yang terafiliasi.”

Merujuk kepada penjelasan Pasal 7 PP Nomor 57 Tahun 2010, yang dimaksud dengan “terafiliasi” adalah:

1) Bahwa hubungan antara perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut.

2) Bahwa hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama; atau hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama

Melihat bagaimana komposisi pemegang saham dari badan usaha yang melakukan pengambilalihan yakni PT. Plaza Indonesia Realty Tbk, tidak ditemukan adanya hubungan afiliasi antara kedua badan usaha tersebut.142

142Ibid, hlm. 6.

Sehingga kewajiban untuk melakukan pemberitahuan kepada KPPU adalah hal yang harus dilakukan oleh PT. Plaza Indonesia Realty Tbk sesuai ketentuan Pasal 7 PP No. 57 Tahun 2010.

Dalam kasus penggabungan badan usaha diatas ialah tergolong kedalam jenis penggabungan badan usaha saham, yakni penggabungan badan usaha yang terjadi berdasarkan pengambilalihan saham, baik dengan cara pembayaran tunai atau dengan cara penyerahan saham.143

1) Bahwa persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam terjadi penggabungan.

Untuk mengetahui pelanggaran mengenai penggabungan badan usaha yang dilakukan oleh PT. Plaza Indonesia Realty Tbk, diperlukan analisis secara mendalam mengenai notifikasi penggabungan badan usaha.

Pada penjelasan diatas telah dijabarkan bahwa pemberitahuan dengan jangka waktu 30 hari dilakukan apabila telah penggabungan, peleburan dan pengambilalihan telah berlaku secara efektif. Merujuk kepada ketentuan penjelasan Pasal 113 UU No. 40 Tahun 2007 tanggal efektif yuridis adalah:

2) Bahwa pemberitahunan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahaan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun2007 maupun yang tidak disertai perubahaan anggaran dasar; dan

3) Bahwa pengesahaan Menteri atas Akta Pendirian Perseroan Terbatas dalam hal terjadi Peleburan

Berdasarkan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor:

AHU-39286.40.22.2014 tanggal 4 November 2014 perihal Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar PT Citra Asri Property, diketahui

143Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 480.

bahwa pengambilalihan saham perusahaan PT Citra Asri Property oleh PT Plaza Indonesia Realty, Tbk berlaku efektif secara yuridis pada tanggal 4 November 2014.144 Dalam hal ini seharusnya perseroan tersebut melakukan pemberitahuan selambat-lambatnya pada tanggal 15 Desember 2014. Tetapi pada faktanya perseroan baru melaporkan perihal penggabungan pada 13 Mei 3016, yang mana telah melewati 345 hari kerja.145

Pertimbangan majelis komisi yang hanya menjatuhkan denda administratif sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) walaupun telah terjadi keterlambatan pemberitahuan yaitu 345 hari kerja, ialah dikarenakan majelis komisi berpendapat bahwa terdapat perbedaan penafsiran terhadap jumlah nilai aset yang wajib dilaporkan kepada komisi. Dalam hal ini PT Plaza Indonesia Sehingga PT Plaza Indonesia telah secara jelas melanggar ketentuan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010 yakni mengenai keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan,

Pertimbangan majelis komisi yang hanya menjatuhkan denda administratif sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) walaupun telah terjadi keterlambatan pemberitahuan yaitu 345 hari kerja, ialah dikarenakan majelis komisi berpendapat bahwa terdapat perbedaan penafsiran terhadap jumlah nilai aset yang wajib dilaporkan kepada komisi. Dalam hal ini PT Plaza Indonesia Sehingga PT Plaza Indonesia telah secara jelas melanggar ketentuan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010 yakni mengenai keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan,

Dokumen terkait