• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

C. Motif Dongeng dalam Tiga Cerpen

Dongeng merupakan cerita rekaan yang biasanya menjadi media dalam menyampaikan pesan atau sebagai pengantar tidur. Namun dalam tiga cerpen yang sudah dianalisis, terdapat maksud yang berbeda dalam penggunaan dongeng. Motif dongeng dalam tiga teks cerpen memunculkan kebiasaan yang kemudian menjadi sebuah keharusan untuk dilakukan. Dalam cerpen ―Dongeng Sebelum Tidur‖ terlihat kebiasaan tokoh ibu dalam mendongengkan sebuah dongeng pada anaknya. Hal ini seperti pada kutipan berikut:

Malam ini cerita ibunya lain sama sekali. Barangkali karena simpanan cerita ibunya sudah habis. Dari ibunya Sari telah mendengar hampir semua cerita. Sejak berumur lima tahun, ibunya biasa bercerita sebelum tidur, karena kalau tidak, Sari tidak bisa tidur.102

Kebiasaan yang dilakukan tokoh ibu, menyebabkan Sari menjadi tidak bisa tidur apabila tidak didongengkan. Bahkan, apabila tokoh ibu sedang berada di luar kota, Sari tetap mendengarkan dongeng sebelum tidurnya melalui telepon atau rekaman. Hal ini seperti pada kutipan berikut:

Ibunya, seorang wanita karier yang sibuk, sesibuk-sibuknya tetap berusaha menceritakan sebuah dongeng kepada anaknya sebelum tidur. Jika ia berada di luar kota, atau di luar negeri, ia menelpon tepat pada waktunya untuk bercerita. Kalau ia mesti mengadakan perjalanan panjang, dengan pesawat terbang semalam suntuk misalnya, ia meninggalkan dongengnya dalam rekaman. Ibunya bisa bercerita dengan menarik, habis dulunya suka main sandiwara sih. Sari sungguh beruntung.103

Kebiasaan tersebut kemudian menjadikan tokoh ibu kehabisan cerita untuk didongengkan pada Sari. Inilah yang kemudian membuat tokoh ibu terpaksa membacakan dongeng yang bersumber dari berita penggusuran di koran. Hal ini seperti pada kutipan berikut:

Lantas, ibunya mencoba bercerita berdasarkan foto-foto yang ada di koran itu, begitu asyik, sampai tak tahu betapa Sari terperangah.104

102

Ajidarma, Op. Cit., h. 14. 103

Ibid., h. 14. 104

Awalnya, ibu menceritakan dongeng yang bersumber dari koran untuk membuat Sari tertidur. Namun, dongeng yang tidak seperti biasanya malah membuat Sari benar-benar tidak bisa tidur. Hal ini memperlihatkan bahwa kebiasaan lalu menjadi keterpaksaan dapat membuat harapan berbanding terbalik dengan fakta yang ada.

Sementara itu, dalam cerpen ―Dongeng Sebelum Bercinta‖ terlihat kebiasaan Alamanda yang selalu mendongengkan Alice’s Adventures in

Wonderland ketika suaminya hendak bercinta. Hal ini seperti pada kutipan

berikut:

Kita akan bercinta begitu dongengnya selesai, kata alamanda dengan kemanjaan yang dibuat-buat.

Ya, kata si calon suami dengan penuh nafsu. Kau pasti akan memberiku dongeng tentang siluman mesum.105

Kebiasaan mendongeng selalu Alamanda lakukan pada suaminya, bahkan ketika mereka sedang berbulan madu di Bali. Semakin lama, hal tersebut kemudian membuat suaminya menjadi terbiasa dan tidak terlalu memaksa Alamanda untuk bercinta. Hal ini seperti pada kutipan berikut:

Kita akan melanjutkan dongeng itu.

Si suami berguling menjauh, memeluk guling dan menggigit ujung bantal. Ia lebih memilih tidur bahkan sebelum Alamanda melanjutkan dongeng Alice’s Adventures in Wonderland tersebut.106

Kebiasaan mendongeng yang dilakukan Alamanda ketika suaminya mengajak untuk bercinta memang memiliki maksud tersendiri. Alamanda sengaja menceritakan dongeng Alice’s Adventures in Wonderland karena ia ingin menutupi kebohongannya yang sudah tidak lagi perawan. Kebiasaan Alamanda ini setidaknya berhasil menutupi kebohongannya. Hal ini karena pada hari ke 42 pernikahannya, Alamanda belum bercinta dengan suaminya.

105

Kurniawan, Op. Cit.,h. 11. 106

Ini berarti, suaminya masih belum mengetahui bahwa Alamanda sudah tidak lagi perawan. Hal ini seperti pada kutipan berikut:

Hingga suatu hari, tepatnya di hari keempat puluh dua pernikahannya, Mei sahabatnya menelpon di tengah malam ketika tarif telpon sedang murah meriah. Mereka mengobrol dan membicarakan banyak hal sampai kemudian Mei menjerit terkejut.107

Selanjutnya dalam cerpen ―Dongeng Hitam‖ terlihat kebiasaan mendongeng yang dilakukan oleh tokoh ayah. Hal ini seperti pada kutipan berikut:

Tiga ekor, seharusnya memang tiga ekor, dan tentu bukan seratus, desis Namili antara yakin dan tidak. Kepalanya tambah berat karena terus berpikir. Kerutan kulit menumpuk di dahinya yang lebar– dahi orang pintar, kata bapaknya memuji waktu ia kecil, masa di mana Namili banyak sekali menerima dongeng dari bapaknya. Tapi sejak ia mendengar dongeng burung-burung hitam, hanya itu saja yang lebih sering diinginkannya.

Kau benar-benar menyukai dongeng itu? tanya bapaknya.108

Kebiasaan tokoh ayah yang selalu mendongeng dan dongeng tersebut lebih sering tentang dongeng burung hitam, membuat Namili menjadi menyukai dongeng tersebut. Hal ini seperti pada kutipan berikut:

Waktu itu Namili tidak tahu apa ia benar-benar menyukainya (tapi yang jelas ia sangat menyukai cara bapak menceritakannya). Kalau ia mau jujur sebenarnya ia ketakutan saat pertama mendengar dongeng itu dan tetap ketakutan tiap mendengarnya lagi. Hanya saja ketakutan itu rupanya menjadi candu. Seolah-olah ketakutan itu memang ia butuhkan melebihiperasaan lain. Semua itu tidak pernah ia katakan pada bapaknya. Ia tidak mau bapaknya tahu kalau sejak itu pula ia menyukai malam dan kegelapan dengan perasaan takut sekaligus membahagiakannya. Bapaknya pasti khawatir. Pasti ia akan menganggap ada yang tidak beres pada Namili.

107

Ibid., h. 20. 108

Dalam kutipan tersebutterlihat bahwa Namili yang terbiasa didongengkan mengenai dongeng burung hitam membuatnya menjadi kecanduan. Hal ini yang kemudian menjadi suatu permasalahan ketika umurnya hampir genap berusia dua puluh sembilan tahun. Di mana ia harus kehilangan jalan cerita dongeng hitamnya yang kemudian membuat pikirannya menjadi kacau. Hal ini seperti pada kutipan berikut:

Namili menyukai dongeng burung hitam sebesar ia menyukai malam dan kegelapan. Saking sukanya, sampai berusia dua puluh sembilan tahun kurang tiga hari dongeng itu ia ingat dengan baik dan sering ia ceritakan untuk dirinya sendiri di pertiga malam sebelum memaksa dirinya tidur karena harus berangkat kerja pada pukul tujuh pagi. Namun sesuatu terjadi, Namili kehilangan jalan cerita dongeng itu pada suatu malam ketika ia memandang ke luar jendela dan itu merupakan saat tergelap dari semua malam. Tidak itu saja, tiba-tiba kepala Namili juga dipenuhi burung-burung hitam dengan jumlah yang berlipat dari yang seharusnya—tentu menurut ingatan dia yang juga mendadak kabur.109

Dokumen terkait