• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motivasi dalam Perspektif Self Determination Theory (SDT)

B. Motivasi

2. Motivasi dalam Perspektif Self Determination Theory (SDT)

a. Definisi Motivasi menurut Self Determination Theory (SDT)

Teori penentuan diri atau Self Determination Theory (SDT) menggunakan cara kerja teori humanistik dalam melihat motivasi. SDT juga melihat bagaimana motivasi berperan dalam mendorong orang berperilaku mencapai tujuan yang diakibatkan adanya kebutuhan yang hendak terpenuhi. Oleh sebab itu, SDT berfokus pada peran kebutuhan psikologis seseorang yaitu kompetensi (competence), keterikatan (relatedness), dan otonomi (autonomy) dalam terbentuknya motivasi. Ketiga kebutuhan tersebut dianggap sebagai kebutuhan yang mendasar pada diri seseorang. Hal ini dikarenakan seseorang akan merasa lebih sejahtera dan bahagia dalam hidupnya apabila telah memenuhi ketiga kebutuhan tersebut (Passer & Smith, 2007; Kasser & Ryan, 1996).

Kebutuhan berkompetensi dalam SDT dimaknai dengan cara seseorang memahami bagaimana mencapai suatu hasil dengan cara yang efektif dan melakukannya sesuai yang diperlukan (Deci & dkk, 1991). Salah satu contoh SDT memandang pencapaian prestasi sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan kompetensi dalam mendapatkan hasil yang memuaskan (Passer & Smith, 2007). Kebutuhan untuk kompetensi (competence) hampir serupa dengan kebutuhan untuk menguasai lingkungan (White dalam Schunk, Pintrinch & Meece, 2008), dan hampir sama pula dengan kebutuhan untuk menguasai atau memahami yang diasumsikan dalam teori atribusi (Weiner dalam Schunk, Pintrinch & Meece, 2008), yaitu individu membutuhkan penguasaan dalam melakukan aktivitas, tugas, berinteraksi dengan orang lain, dan sebagainya.

Otonomi (Autonomy) dimaknai sebagai keinginan untuk bebas dan mengatur diri sendiri serta kebutuhan untuk merasakan memegang kendali dalam interaksi dan perilakunya (Schunk, Pintrinch, dan Meece, 2008; Deci & dkk, 1991). Dalam hal ini otonomi dapat terlihat, melalui individu yang memutuskan pilihannya sendiri untuk melakukan sesuatu baik karena kesenangannya ataupun karena pengaruh dari luar.

Sedangkan keterikatan (Relatedness) berkaitan dengan mengembangkan rasa aman dan kebahagiaan dalam menjalin hubungan dengan orang lain melalui kebersamaan dalam kelompok

(Deci & dkk 1991; Schunk, Pintrinch, dan Meece, 2008). Sebagai contoh individu yang menjalin relasi dengan orang lain, baik teman, keluarga, ataupun pasangan.

SDT melihat motivasi berdasarkan penentuan dari diri (self-determined) ataupun penentuan karena adanya kontrol dari luar.

Apabila perilaku tersebut ditentukan dari dalam diri, perilaku tersebut dianggap sebagai pilihan individu, tetapi jika perilaku tersebut di kontrol dari luar, maka perilaku tersebut dianggap sebagai bentuk kepatuhan. Hal inilah yang akan mempengaruhi kualitas motivasi seseorang (Deci & dkk, 1991; Ryan & Deci, 2000a). Seseorang dapat dikatakan memiliki kualitas motivasi yang baik apabila orang tersebut memiliki penentuan diri yang tinggi dan kontrol yang rendah (highself-determined dan low control). Sedangkan yang dimaksud kualitas motivasi yang buruk yaitu motivasi yang lebih banyak ditentukan oleh faktor luar dari pada penentuan diri sendiri (low self-determined dan high control) (Ryan&Deci, 2000a).

Murid yang memiliki tingkat penentuan diri (self determined) yang tinggi akan lebih adaptif dan mendapatkan

kepuasan di sekolah. Sedangkan murid yang memiliki kontrol yang tinggi cenderung kurang dapat beradaptasi dengan baik dan memperlihatkan hasil pencapaian prestasi yang kurang optimal (Liu, Wang, Tan, Koh & Ee, 2009). Seorang yang memiliki kualitas

motivasi yang baik (highself-determined dan low control) cenderung memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan yang tidak (Vansteenkiste & dkk, 2009).

Jadi dalam hal ini SDT menekan bahwa kualitas motivasi yang baik yaitu memiliki pengaturan diri yang tinggi dan kontrol dari luar yang rendah dapat memberikan hasil perilaku yang lebih baik. Sedangkan seseorang yang memiliki kontrol dari luar yang tinggi dan memiliki pengaturan diri yang rendah dapat memberikan hasil perilaku yang kurang optimal.

b. Tipe-tipe Motivasi dalam Kerangka SDT

SDT membedakan tipe motivasi berdasarkan perbedaan alasan atau tujuan seseorang melakukan perilaku tertentu, mengapa perilaku tersebut terjadi: apakah karena adanya kontrol atau didasarkan oleh penentuan dirinya sendiri (Ryan & Deci, 2000a). SDT juga memberikan tambahan penting dalam melihat perilaku tidak hanya perilaku yang dimotivasi namun juga perilaku yang tidak dimotivasi (amotivasi). Hal inilah yang mendasari SDT membagi motivasi menjadi tiga yaitu motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan amotivasi.

Seseorang yang melakukan sesuatu karena adanya ketertarikkan atau kesenangan dari dalam diri orang tersebut sehingga mendapatkan kepuasan diri, merupakan bentuk perilaku

yang dimotivasi secara intrinsik. Motivasi intrinsik merupakan bagian dari self-determinant yang didorong dari dalam diri seseorang untuk mendapatkan kepuasan diri daripada mendapatkan konsekuensi yang akan diterima (Deci & dkk, 1991; Ryan & Deci, 2000a). Jadi, motivasi intrinsik merupakan dorongan seseorang dalam melakukan sesuatu karena adanya kesenangan atau ketertarikan dalam melakukannya sehingga mendapatkan kepuasan dalam diri.

Seseorang yang melakukan sesuatu bukan karena tertarik, tetapi karena adanya akibat yang akan diterima atau karena adanya kontrol dari luar merupakan perilaku yang termotivasi secara ekstrinsik (Deci & dkk, 1991; Ryan & Deci, 2000a; Vallerand & Bissonnette,1992). Dalam motivasi ekstrinsik perilaku diasumsikan tidak memiliki unsur self determinant karena perilaku tersebut dikendalikan dari luar dan bukan oleh diri sendiri. Namun bukan berarti perilaku yang dimotivasi secara ekstrinsik sama sekali tidak memiliki unsur self determinant, melainkan memiliki variasi self determinant yang berbeda (Righy, Deci, Patrick, &Ryan, 1992).

Variasi ini terjadi karena adannya proses internalisasi. Internalisasi merupakan proses proaktif seseorang dalam menentukan nilai atau pengaturan dari luar menjadi proses internal (Ryan & Deci, 2000a; Deci & dkk, 1991). Internalisasi juga merupakan proses perubahan dari pengaturan eksternal menjadi

pengaturan internal, dan ketika proses tersebut berfungsi secara optimal pengaturan tersebut akan masuk menjadi bagian dalam diri seseorang (Deci & Ryan dalam Deci, Eghrari, Patrick, & Leone, 1994). Variasi inilah yang membagi motivasi ekstrinsik menjadi empat tipe pengaturan berdasarkan tingkat efektifitas proses internalisasi yang terjadi yaitu external regulation, introjected regulation, identified regulation, dan integrated regulation (Deci & dkk 1991).

External regulation merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya konsekuensi eksternal dari luar individu, baik dalam bentuk reward maupun punishment (Righy, Deci, Patrick, & Ryan, 1992; Guay Chanal, Ratelle, Marsh, Larose & Boivin, 2010). Sebagai contoh seorang murid ikut berpartisipasi di dalam kelas karena takut dihukum oleh gurunya, dan ada pula murid yang giat belajar untuk mendapatkan hadiah yang dijanjikan orang tuanya (Vallerand & Bissonnette, 1992). External regulation merupakan bentuk perilaku yang dikontrol dan memiliki kadar self determinant yang paling lemah dari tipe motivasi ekstrinsik lainnya (Deci, Vallerand, & Ryan, 1991; Ryan&Deci, 2000a). Jadi external regulation ialah dorongan seseorang dalam melakukan sesuatu karena adanya faktor dari luar individu baik baik berupa reward atau punishment.

Introjected regulation dideskripsikan sebagai bentuk dari pengaturan internal, namun masih dikontrol karena seseorang melakukan sesuatu dengan perasaan yang menekan dari dalam dirinya untuk menghindari perasaan bersalah, cemas, untuk mencapai ketenangan atau kebanggaan diri (Ryan & Deci, 2000a). Seseorang yang didasari dengan introjected regulation mengambil pengaturan yang ada, namun tidak menerima pengaturan sebagai dasar dari diri sendiri. Sebagai contoh, seorang mahasiswa datang kuliah tepat waktu untuk menghindari rasa cemas. Perilaku tersebut dilakukan karena tidak ada pilihan untuk menghindari konsekuensi yang diterima jika perilaku tersebut tidak dilakukan (Deci & dkk, 1991). Dengan kata lain seseorang melakukan sesuatu karena adanya nilai yang mengharuskannya untuk melakukan hal tersebut (Vallerand & dkk, 1992). Dengan demikian introjected regulation ialah dorongan dalam melakukan sesuatu untuk mendapatkan perasaan positif (ketenangan, kebanggaan diri) atau menghindari perasaan negatif (rasa bersalah, cemas, khawatir) dalam diri yang mengharuskan seseorang melakukannya karena tidak adanya pilihan. Identified regulation terjadi ketika suatu perilaku atau pengaturan yang ada dianggap sebagai sesuatu yang penting bagi dirinya (Ryan & Deci, 2000a; Righy & dkk, 1992). Sebagai contoh seorang mahasiswa yang memilih untuk giat belajar memahami matakuliah yang sedang diambilnya, karena ia percaya mata kuliah

tersebut sangat penting dan bermanfaat di kemudian hari. Dalam hal ini mahasiswa tersebut termotivasi secara ekstrinsik untuk mendapatkan manfaat di kemudian hari dan bukan karena keterarikan atau untuk kepuasan diri. Meskipun demikian perilaku tersebut relatif ditentukan oleh diri sendiri, karena mahasiswa tersebut belajar dan melakukannya secara rela dari dalam diri sendiri untuk alasan kepentingan pribadi yang telah ditetapkan, dan bukan karena adanya tekanan dari luar (Righy & dkk, 1992; Deci & dkk 1991). Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa identified regulation merupakan dorongan seseorang dalam melakukan sesuatu karena perilaku tersebut dianggap penting dalam mencapai tujuannya.

Dalam integrated regulation seseorang melakukan sesuatu berdasarkan kemauan dan adanya pengaturan diri (self-regulation) yang sesuai dengan konsep diri yang dimiliki (Vallerand & Bissonnette, 1992). Seseorang melakukan perilaku tersebut secara rela karena perilaku tersebut dianggap penting untuk mencapai tujuannya dan secara utuh dihayati sesuai dengan konsep diri yang dimiliki (Deci & dkk, 1994). Integrated regulation merupakan proses identified dari beberapa tujuan yang ada dan di integrasikan dalam diri individu. Oleh sebab itu integrated regulation tidak memunculkan konflik terhadap adanya dua aktivitas yang dipilih, karena tujuan-tujuan tersebut telah terintegrasi dalam konsep dirinya. Integrated regulation merupakan bentuk motivasi ekstrinsik yang

paling otonom dan mendekati pengaturan diri, sehingga hampir menyerupai motivasi intrinsik.

Perbedaan antara motivasi intrinsik dan integrated regulation, terletak pada seseorang yang dimotivasi secara intrinsik melakukan sesuatu untuk kesenangan dan kepuasannya, sedangkan integrated regulation melakukan sesuatu karena perilaku tersebut

sesuai dengan self concept yang dimiliki (Deci&dkk, 1991) dan bertujuan untuk mendapatkan hasil tertentu. Jadi, integrated regulation didefinisikan sebagai dorongan seseorang dalam

melakukan sesuatu yang sesuai dengan self concept yang dimiliki dan mendapatkan hasil tertentu, sehingga perilaku tersebut dianggap penting dan dihayati seutuhnya didalam diri.

Sedangkan seseorang yang merasa tidak termotivasi baik secara intrinsik ataupun ekstrinsik, dan tidak mempertimbangkan hasil dan tindakan yang dilakukannya adalah orang yang masuk dalam kategori amotivasi (Ryan & Deci, 2000a; Vallerand & dkk, 1993; Deci, & dkk 1991; Vallerand & dkk, 1992). Seseorang yang masuk dalam kategori amotivasi, menjalani sesuatu tanpa dilandaskan dorongan apapun dan hanya mengikuti proses pengaturan yang ada (Vallerand & dkk, 1992).

Bagan 1: Sistem dari Motivasi Manusia (Ryan & Deci, 2000a, halaman 61)

MOTIVASI EKSTRINSIK MOTIVASI

INTRINSIK TIPE PENGATURAN AMOTIVASI Integrated regulation Identified regulation Introjected regulation External regulation PROSES ASOSIASI Merasa tidak adanya kemungkinan Merasa memiliki kompetensi yang rendah Tidak relevan Tidak secara sengaja Mementingkan reward dan punishment Pemenuhan/ Menjauhi Keterlibatan ego Fokus pada persetujuan diri sendiri dan orang lain

Kesadaran akan nilai dari aktivitas Memiliki persetujuan diri akan tujuan perilaku Perpaduan hirarki dari tujuan Harmonis/ Kesesuaian Ketertarikan/ Kesenangan Kepuasan dalam diri TEMPAT MUNCULNYA HUBUNGAN SEBAB AKIBAT Tidak mengenai orang tertentu

Dari Luar Sebagian dari luar

Sebagian dari dalam

Dokumen terkait