• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.2. Motivasi

Menurut Hasibuan (2008 : 141) motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere yang berarti ‘dorongan atau menggerakkan’. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus dilakukan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan sebaik-baiknya, bawahan sebetulnya mampu akan tetapi malas mengerjakannya, memberikan penghargaan dan kepuasan kerja.

Sementara itu, motivasi menurut Abraham Sperling adalah bahwa motif adalah sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri (Mangkunegara ; 2004 : 93). Hal tersebut memberikan pengertian bahwa seseorang akan cenderung terdorong untuk mengerjakan sesuatu hal dari dalam dirinya. Dorongan dari dalam diri ini merupakan pencapaian tujuan dari seseorang untuk dapat berinteraksi dalam pengadaptasian dari lingkungan di sekitarnya.

Dalam membicarakan motivasi, seringkali orang mengkaitkannya dengan motif atau motive. Menurut The Liang Gie, motif adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja.

Kata-kata lain yang seringkali dihubungkan dengan motivasi adalah insentif. Hayness dalam Martoyo (1994) membedakan antara motif dengan insentif. Menurutnya motif adalah sesuatu yang ada dalam diri manusia yang mendorong untuk melakukan sesuatu, sedangkan insentif adalah alat atau sarana yang menimbulkan dorongan. Orang yang mendorong semangat atau memotivasi orang lain disebut dengan motivator.

Peranan manusia dalam mencapai tujuan tersebut sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi. Definisi tentang motivasi menurut Sondang Siagian adalah sebagai berikut:

"Daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan” (2002 : 102).

Dari definisi tersebut terlihat dengan jelas bahwa organisasi hanya akan berhasil mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kinerja yang optimal. Perlu kita ingat juga, bahwa motivasi merupakan sesuatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar. Kekuatan ini dapat mempengaruhi hasil kerjanya secara

positif atau secara negatif, tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi oleh orang yang bersangkutan dalam beraktivitas.

Menurut Manullang (1998 : 76), motivasi berarti sesuatu hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Jadi motivasi dapat pula diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.

Dari definisi tentang motivasi dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan dari apa yang dibutuhkannya. Dalam memotivasi karyawan, manager harus mengetahui motif dan motivasi yang diinginkan karyawan sehingga karyawan mau bekerja ikhlas demi tercapainya tujuan perusahaan.

2.2.1.Tujuan dan Manfaat Motivasi

Motivasi sangat penting artinya bagi perusahaan, karena motivasi merupakan bagian dari kegiatan perusahaan dalam proses pembinaan, pengembangan dan pengarahan manusia dalam bekerja. Dalam melaksanakan suatu pekerjaan seorang pegawai harus memiliki motivasi sehingga dapat memberikan dorongan agar pegawai dapat bekerja dengan giat dan dapat memuaskan kepuasan kerja. Adapun tujuan dan manfaat dari motivasi menurut Hasibuan (2008 : 146), diantaranya sebagai berikut :

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan. 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan. 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.2.2.Teori Tentang Motivasi

Salah satu teori motivasi yang paling banyak diacu adalah teori "Hierarkhi Kebutuhan" yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Maslow memandang kebutuhan manusia berdasarkan suatu hierarkhi kebutuhan dari kebutuhan yang paling rendah hingga kebutuhan yang paling tinggi. Penjelasan mengenai konsep motivasi manusia menurut Abraham Maslow mengacu pada lima kebutuhan pokok yang disusun secara hierarkhis. Tata lima tingkatan motivasi secara secara hierarkhis ini adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisiologis/lahiriyah (basic needs).

Misalnya sandang, pangan, papan dan kesejahteraan individu. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.

2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja (safety needs). Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatannya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.

3. Kebutuhan sosial (social needs).

Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, meningkatkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan dalam organisasi.

4. Kebutuhan akan prestasi (esteem needs).

Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbol-simbol dalam statusnya seseorang serta prestise yang ditampilkannya.

5. Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization). Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi. (Robbins; 2003 : 209).

Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.

Penelitian lain mengenai teori tentang motivasi yang dilakukan oleh Frederick Herzberg, seorang psikolog, memunculkan suatu teori tentang motivasi yang dikenal dengan teori dua faktor (kadang-kadang disebut juga dengan teori motivasi-higiene). Dalam keyakinannya bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaannya merupakan suatu hubungan dasar dan bahwa sikapnya terhadap kerja dapat sangat menentukan sukses atau kegagalan individu itu, jika para pegawai berpandangan positif terhadap tugas pekerjaannya maka tingkat kepuasan biasanya tinggi. Sebaliknya jika pegawai memandang pekerjaannya secara negatif, maka dalam diri mereka tidak ada kepuasan. Dalam hal ini

Frederick Herzberg berusaha mencari sebab adanya rasa puas dan rasa tidak puas dari seseorang terhadap pekerjaannya yang dilakukannya. Dalam hal ini diharapkan bahwa dengan diketahuinya sebab-sebab kepuasan dapatlah diusahakan untuk dapat diciptakan kepuasan itu sehingga para pekerja dapat terdorong atau termotivasi untuk bekerja karena timbulnya rasa puas tersebut. Sebaliknya diusahakan agar tidak terjadi ketidakpuasan kerja, sehingga tetap terdorong untuk tetap bekerja.

Kesimpulan dari teori ini memberikan gambaran bahwa kepuasan akan hasil pekerjaan seseorang itu dipengaruhi oleh suatu faktor yang sering disebut faktor pemuas, yang menurut Frederick Herzberg, dalam Gitosudarmo dan Agus Mulyono (2001 : 187-188) adalah sebagai berikut :

“Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pelaksana sebagai hasil dari pekerjaannya dan kemudian menciptakan perasaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan, telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa tanggung jawab. Di pihak lain pada diri para pelaksana terdapat rasa ketidakpuasan yang disebut faktor kesehatan (hygiene factor). Faktor tersebut berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu antara lain berupa hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, rasa tidak aman dalam pekerjaan, kondisi kerja, status pekerjaan/jabatan serta gaji yang cukup. Kedua faktor tersebut harus tersedia atau disediakan oleh manajer agar terjadi dorongan untuk bekerja bersama secara efektif dan efisien.”

Sementara itu menurut Douglas McGregor, yang merupakan salah satu ilmuwan yang mengembangkan teori motivasi, berpendapat bahwa para manajer menggolongkan para bawahannya pada dua kategori berdasarkan asumsi tertentu, yaitu :

“Asumsi pertama ialah bahwa para bawahan tidak menyenangi pekerjaan, pemalas, tidak senang memikul tanggung jawab, dan

harus dipaksa agar menghasilkan sesuatu. Para bawahan yang diasumsikan berciri seperti itu dikategorikan sebagai ‘manusia X’. Sebaliknya dalam organisasi terdapat pula karyawan yang senang bekerja, kreatif, bertanggungjawab, dikategorikan sebagai ‘manusia Y’ (asumsi kedua). Implikasinya terhadap motivasi pasti ada. Para manajer akan lebih mungkin berhasil menggerakkan manusia ‘X’ jika menggunakan ‘motivasi negatif’, sedangkan menghadapi para bawahan yang termasuk kategori ‘Y’, motivasi positiflah yang akan lebih efektif. Misalnya, upaya mendorong manusia ‘X’ meningkatkan produktivitasnya adalah berupa imbalan disertai dengan ancaman bahwa jika yang bersangkutan tidak bekerja dengan lebih baik, kepadanya akan dikenakan sanksi organisasi. Sebaliknya, pujian atau penghargaan akan merupakan ‘senjata yang ampuh’ untuk mendorong manusia ‘Y’ meningkatkan produktivitasnya.” (Siagian ; 2002 : 106-107).

Hal tersebut menjelaskan bahwa seseorang pegawai terbagai menjadi dua bagian, yaitu :

1) Pegawai yang memang dari dalam diri sudah senang bekerja, maka seorang atasan dalam melakukan motivasi untuk seorang pegawainya adalah dapat memberikan pujian atau penghargaan.

2) Pegawai yang malas bekerja, maka seorang manajer atau atasan akan memotivasi pegawai atau bawahannya dengan sanksi atau teguran.

Kemudian teori motivasi menurut Clayton Alderfer mengatakan bahwa kebutuhan manusia secara garis besar terbagi atas tiga kategori yaitu :

1. Eksistensi (existence), 2. Hubungan (relatedness), dan

3. Pertumbuhan (growth). (Siagian ; 2002 : 108).

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Clayton Alderfer ini kemudian dikenal dengan teori ERG. Kelompok eksistensi mempedulikan pada hal pemuasan kebutuhan materi yang diperlukan dalam mempertahankan eksistensi

seseorang, yang mana jika dikaitkan dengan teori Maslow terlihat pada kebutuhan fisiologis (urutan ke-1 pada teori Maslow) dan kebutuhan keamanan (urutan ke-2 pada teori Maslow). Kemudian kelompok hubungan mempedulikan pada hal pentingnya pemeliharaan hubungan interpersonal, yang jika dikaitkan pada teori Maslow tergambar pada kebutuhan sosial (urutan ke-3 pada teori Maslow) dan kebutuhan akan prestasi (urutan ke-4 pada teori Maslow). Sedangkan kelompok pertumbuhan mempedulikan untuk berkembang secara intelektual, yang jika dikaitkan dengan teori Maslow tergambar pada kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (urutan ke-5 pada teori Maslow).

Dari bahasan di atas dapat dikatakan bahwa teori motivasi yang dikemukakan oleh Clayton Alderfer hampir sama dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, tetapi ada satu perbedaan mendasar, yaitu bahwa ketiga kelompok kebutuhan yang dikemukakan oleh Clayton Alderfer dapat timbul secara simultan dan pemuasannya pun tidak dapat dilakukan “setengah-setengah”, melainkan harus secara sekaligus, meskipun mungkin dengan intensitas yang berbeda. Pemuasan ketiga kelompok ini secara simultan akan menjadi pendorong kuat bagi para pegawai dalam meningkatkan produktivitas kerjanya.

2.2.3.Hubungan Motivasi Dengan Kinerja

Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, salah satu faktornya adalah :

“Faktor motivasi.

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.” (Mangkunegara ; 2002 : 67).

Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat yang diperoleh, yaitu terpuji. Menurut McClelland, sebagaimana dikutip Mangkunegara (2002 : 68), mengemukakan 6 (enam) karakteristik dari pegawai yang memiliki motif berprestasi tinggi, yaitu :

1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2. Berani mengambil resiko.

3. Memiliki tujuan yang realistis.

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya.

5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya.

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut, pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh pegawai harus ditumbuhkan dari diri sendiri selain dari lingkungan kerja, hal ini karena motif berprestasi harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah dan maksimal.

Dokumen terkait