• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Kerangka Teori

2. Motivasi Kerja

a. Pengertian Motivasi Kerja

Menurut J.W Atkinson dalam Depag (2004: 13) mengakui sulit mendefiniskan motivasi karena tidak mempunyai arti yang tetap, dan digunakan dalam cara yang sangat bervariasi. Namun secara umum dapat diartikan bahwa motivasi adalah suatu proses mengarahkan pilihan individu antara berbagai bentuk kegiatan sukarela.

Sementara itu John Capbell dalam Depag (2004: 13) memperkuat pendapat J. W. Atkinson dengan menambahkan bahwa motivasi menyangkut pengarahan perilaku, kekuatan menanggapi dan kegigihan perilaku. Di dalamnya termasuk sejumlah konsep seperti dorongan, Kebutuhan, rangsangan penghargaan, penguatan, pencapaian.

Selanjutnya, Gitosudarmo dan Sudita dalam Depag (2004: 11) mengatakan, motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu.

Robbins dalam Jusmaliani (2011: 180) mengartikan motivasi sebagai kemauan untuk meningkatkan upaya ke arah pencapaian tujuan organisasi dengan syarat hasil upaya tadi akan memuaskan sebagian kebutuhan individu.

Stanley Vance mengatakan bahwa pada hakikatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang yang berada dan bekerja pada kondisi tertentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan dilihat dari perspektif pribadi dan terutama organisasi (Danim, 2012: 15). Robert Dubin mengartikan motivasi sebagai kekuatan kompleks yang membuat seseorang berkeinginan memulai dan menjaga kondisi kerja dalam organisasi (Danim, 2012: 15).

Menurut Martoyo (1998: 155) bertolak dari kata motivasi tadi, maka yang dimaksud dengan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Dari berbagai pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan dalam diri seseorang untuk berperilaku dengan cara tertentu dalam pekerjaannya untuk mencapai tujuan sesuai dengan sasaran organisasi maupun sasaran pribadi (Depag, 2004: 13)

Lebih lanjut Ravianto dalam Depag (2004: 13) mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah besar kecilnya usaha yang diberikan seseorang untuk melaksakan tugas-tugasnya. Dengan kata lain, motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan sesuatu pekerjaan, tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan ke arah tujuan yang telah ditetapkan (Depag, 2004: 13)

b. Unsur-Unsur Motivasi

Motivasi mengandung beberapa unsur seperti diuraikan berikut ini (Danim, 2012: 15), antara lain:

1. Tujuan

Manusia adalah mahluk bertujuan, meski tidak ada manusia yang mempunyai tujuan yang benar-benar sama di dalam mengarungi hidup ini. Manusia organisasioanal yang memiliki motivasi tinggi senantiasa sadar bahwa antara tujuan dirinya dengan tujuan organisasi sama sekali tidak terpisahkan atau kalaupun terpisah, tidak terlalu senjang. Manusia organisasional yang dimaksudkan di sini dan sejalan pula dengan uraian di atas adalah mereka yang mau dan mampu berperilaku secara bertujuan. 2. Kekuatan dari dalam diri individu

Manusia adalah insan yang memiliki energi, apakah itu energi fisik, otak, mental dan spiritual dalam arti luas. kekuatan ini berakumulasi dan menjelma dalam bentuk dorongan batin seseorang untuk melakukan suatu tugas secara tepat waktu,

optimal secara pelayanan, efisien secara pembiayaan, akurat dilihat dari tujuan yang ingin dicapai, serta mampu memuaskan klien atau pengguna.

3. Keuntungan

Bahwa manusia bekerja ingin mendapatkan keuntungan adalah manusiawi, meski harus dihindari sikap yang hanya ingin bekerja manakala ada keuntungan langsung (direct profit) yang akan diperoleh.

c. Faktor-Faktor Motivasi Kerja

Menurut Chung & Megginson dalam Gomes (2003: 180) motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi melibatkan faktor-faktor individual dan faktor-faktor organisasional. Faktor-faktor yang sifatnya individual adalah:

a. Kebutuhan-kebutuhan (needs) b. Tujuan-tujuan (goals)

c. Sikap (attitudes)

d. Kemampuan-kemampuan (abilities)

Sedangkan yang tergolong pada faktor-faktor yang berasal dari organisasional meliputi:

a. Pembayaran atau gaji (pay) b. Keamanan pekerjaan (job security) c. Sesama pekerja (co-workers) d. Pengawasan(supervision)

e. Pujian (praise)

f. Pekerjaan itu sendiri (job itself)

Sedangkan menurut Rivai dan Arifin (2009: 196) motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakin:

a. Pengaruh lingkungan fisik

b. Pengaruh lingkungan sosial terhadap motivasi c. Kebutuhan pribadi

d. Prinsip Dalam Memotivasi Kerja Pegawai (Mangkunegara, 2007: 100), yaitu:

a. Prinsip partisipasi

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

b. Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

c. Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjannya.

d. Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

e. Prinsip memberikan perhatian timbal balik

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.

e. Teknik Memotivasi Kerja Karyawan

Beberapa teknik memotivasi kerja pegawai, antara lain (Mangkunegara, 2007: 101), antara lain:

1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai

Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamental yang mendasari perilaku kerja. Abraham Maslow mengemukakan hierarki kebutuhan pegawai sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiologis b. Kebutuhan rasa aman c. Kebutuhan sosial d. Kebutuhan harga diri e. Kebutuhan aktualisasi diri. 2) Teknik komunikatif persuasif

Merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstralogis. Teknik ini dirumuskan: “AIDDAS”

A = Attention (perhatian) I = Interest (minat) D = Desire (hasrat) D = Decision (keputusan) A = Action (aksi/tindakan) S = Satisfaction (kepuasan) f. Teori Motivasi

Menurut Siagian (1989: 146) teori motivasi antara lain:

1) Teori kebutuhan sebagai hirarki

Salah satu pelopor yang mendalami teori motivasi adalah Abraham H. Maslow yang berkarya sebagai ilmuwan dan melakukan usahannya pada pertengahan dasawarsa empatpuluh. Keseluruhan teori yang dikembangkan oleh Maslow berintikan pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarki kebutuhan, yaitu terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.1

Hierarki Kebutuhan Maslow

Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan inidipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya, akan tetapi juga karena tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak akan dikatakan hidup normal.

2.Kebutuhan akan keamanan

Merupakan kebutuhan pada tingkat kedua. Orang mempunyai harapan untuk dapat memenuhi standar hidup yang dianggap wajar. Bila kebutuhan akan akan rasa aman ini belum terpenuhi maka orang akan merasa takut sekali akan kehilangan pekerjaan atau kehilangan pendapatannya.

3.Kebutuhan sosial

kebutuhan untuk aktualisasi diri kebutuhan harga diri

kebutuhan sosial kebutuhan akan

keamanan kebutuhan Fisiologis

Dalam kehidupan organisasional manusia sebagai mahluk sosial mempunyai berbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya.

4.Kebutuhan harga diri

Salah satu ciri manusia ialah bahwa dia mempunyai harga diri. Karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain.

5.Kebutuhan untuk aktualisasi diri

Dalam meniti karir, seseorang ingin agar potensinya itu dikembangkan secara sistematik sehingga menjadi kemampuan efektif. Dengan pengembangan demikian, seseorang dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi kepentingan organisasi.

3. Religiusitas

a. Pengertian Religiusitas

Harun Nasution menurut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu, al-Din, religi(relegere, religare) dan agama. Al-Din (semit) berarti undang-undang atau hukum. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca, sedangkan religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a= tidak; gam= pergi yang mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun-temurun (Jalaluddin, 2000: 12).

Menurut Nashori dan Mucharam (2002: 69) istilah religi (religio, bahasa latin, religion, bahasa inggris) agama dan din (ad-diin bahasa arab) walaupun secara etimologis memilliki arti sendiri-sendiri, namun secara terminologis dan teknis istilah di atas berinti makna sama. Nashori dan Mucharam (2002: 70) secara lebih komprehensif, ahli-ahli psikologi agama Glock & Stark menandaskan bahwa religi adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi (ultimate meaning).

Sementara itu Michel Mayer dalam Nashori dan Mucharam (2002: 70) berpendapat bahwa religi adalah seperangkat aturan dan kepercayaan yang pasti untuk membimbing manusia dalam tindakannya terhadap Tuhan, orang lain, dan diri sendiri.

Menurut Nashori dan Mucharam (2002: 71) religiusitas diartikan seberapa sebagai jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim, religiusitas dapat diketahhui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam.

Muhaimin dalam Sahlan (2011: 38) keberagaman (religiusits) tidak selalu identik dengan agama. Agama lebih menunjuk kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan, dalam aspek yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya. Sedangkan keberagaman

atau religiusitas lebih melihat aspek yang “di dalam lubuh hati nurani”

pribadi. Oleh karena itu, religiusitas lebih dalam dari agama yang tampak formal.

Ancok (Sahlan, 2011: 41) keberagaman atau religiusitas seseorang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupannya. Aktifitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya berkaitan dengan aktifitas yang tampak dan dapat dilihat dengan mata, tetapi juga yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Perpektif Islam tentang religiusitas dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 208 sebagai berikut:

































Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(Q.S Al-Baqarah: 208).

b. Dimensi Religiusitas

Glock dan Stark dalam Subandi (2013: 87) ada lima aspek dimensi religiusitas, yaitu:

yaitu tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agamanya. Misalnya dalam agama Islam, dimensi keyakinan ini mencakup dalam rukun iman yang terdiri dari iamn kepada Allah, iman kepada malaikat Allah, iman kepada Rasul Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada takdir.

2)Religious Practice(the ritualistic dimension)

Yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban- kewajiban ritual dalam agamanya. Dalam agama Islam, dimensi ini dikenal dengan rukun Islam, yaitu: mengucapkan kalimat syahadah, melaksanakan shalat, membayar zakat, melaksanakan puasa bulan ramadhan dan menjalankan haji bagi yang mampu.

3)Religious Feeling (the experiential dimension) atau dimensi pengalaman dan penghayatan beragama

Yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa atau merasa doa yang dikabulkan, diselamatkan Tuhan dan sebagainya. Di dalam agama Islam aspek ini banyak dibicarakan dalam ilmu Tasawuf yang dikenal dengan aspek ihsan.

4)Religious Knowledge (the intelectual dimension) atau dimensi pengetahuan

Yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci maupun lainnya. Dimensi ini bias disebut juga sebagai dimensi ilmu. Di dalam agama Islam dimensi ini termasuk dalam pengetahuan tentang ilmu fiqih, ilmu tauhid dan ilmu tasawuf.

5)Religious Effect (the consequential dimension)

Yaitu dimensi yag mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial. Misalnya apakah dia mengunjungi tetangganya yang sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan harta dan sebagainya. Dimensi ini bisa disebut juga sebagai dimensi amal.

Sedangkan menurut Nashori dan Mucharam (2002: 74) membagi agama Islam dalam lima dimensi, yaitu:

1.Dimensi akidah (iman atau ideologi)

Dimensi akidah ini mengungkap masalah keyakinan manusia terhadap rukun iman (iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, Nabi, hari pembalasan, serta qadha dan qadar).

2.Dimensi ibadah (ritual)

Dimensi ibadah (ritual) berkaitan dengan frekuensi, intensitas, dan pelaksanaan ibadah seseorang.

Dimensi amal ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk aagama untk merealisasikan ajaran-ajaran agama yangdianutnya dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama. 4.Dimensi ihsan (penghayatan)

Dimensi ihsan berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa dekat dan dilihat oleh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

5.Dimensi ilmu (pengetahuan)

Dimensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya.

c. Faktor-Faktor Religiusitas

Thouless (1995: 20) Faktor-faktor itu terdiri dari empat kelompok utama: pengaruh-pengaruh sosial, berbagai pengalaman, kebutuhan dan proses pemikiran. Thouless menyebutkan beberapa faktor yang mungkin ada dalam perkembangan sikap keagamaan akan dibahas secara rinci yaitu:

1. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial)

Ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keagamaan itu. Pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi sosial, dan tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan itu. 2. Berbagai pengalaman yang membantu sikap keagamaan, terutama

a. Keindahan, keselarasan, dan kebaikan di dunia lain (faktor alami)

b. Konflik moral (faktor moral)

c. Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif)

3. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dan kebutuhan- kubutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan-kebutuhan terhadap:

a. Keamanan b. Cinta kasih c. Harga diri

d. Ancaman kematian.

4. Berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual)

Faktor terakhir yang seharusnya dipertimbangkan adalah peranan yang dimainkan oleh penalaran verbal dalam perkembangan sikap keagamaan itu.

Dari berbagai teori tentang religiusitas yang telah diuraikan, penelitian ini akan, penelitian ini akan menggunakan acuan dari teori Glock dan Stark bahwa terdapat lima dimensi dalam religiusitas yaitu dimensi ideologi, dimensi intelektual, dimensi ritualis, dimensi pengalaman keagamaan, dan dimensi konsekuensi perilaku.

4. Kinerja Karyawan

a. Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya- biaya masa lalu atau diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.

Menurut Ainsworth,Smith, dan Millership (Fattah, 2014: 12) bahwa kinerja berarti suatu hasil akhir. Kinerja adalah titik akhir orang, sumber daya, lingkungan tertentu yang dikumpulkan bersama-sama dengan maksud untuk menghasilkan hal-hal tertentu, apakah produk yang kasat mata atau jasa yang kurang terlihat langsung.

Pendapat diatas menitik beratkan bahwa kinerja seorang pegawai/karyawan adalah hasil atau keluaran (outcomes) dari sebuah pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu organisasi/institusi (Fattah, 2014: 12).

Kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2007: 67) adalah hasil kerja secara kualitatif dan kuantitatif yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan ukuran sejauh mana keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas pekerjaannya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam Mangkunegara (2007: 67) yang merumuskan bahwa:

Human performanace = ability + motivation

Motivation = attitude + situation

Ability =knowledge + skill

1) Faktor kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + Skill) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).

2) Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

c. Indikator Kinerja

Menurut Robert L.Mathis dan Jackson dalam Mustofiah (2015: 28), kinerja pada dasarnyaadalah apa yang dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untukkebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut:

a) Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan, dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan karyawan dan jumlah yang dihasilkan.

b) Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan kemampuan karyawan.

c) Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan di awal sampai menjadi output.

d) Kehadiran yaitu kehadiran karyawan di perusahaan baik dalam masuk kerja, pulang kerja, izin maupun keterangan yang seluruhnya mempengaruhi kinerja karyawan itu.

e) Kemampuan bekerjasama adalah kemampuan seseorang tenaga kerja untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna hasil guna yang sebesar-besarnya.

Pendapat lain, terdapat tujuh indikator kinerja. Dua diantaranya mempunyai peran sangat penting, yaitu tujuan dan motif.

Gambar 2.2 Indikator kinerja

Sumber: Paul, Kenneth H Blachard, dan Dewey E. Johnson, Management of Organization Behavior, 1996 (dalam Wibowo, 2010:

102)

Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Tujuan

Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah ke mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

b) Standar

Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Goals Standard Feedback Competence Opportunity Means Motive

c) Umpan balik

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.

d) Alat atau sarana

Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tujuan pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.

e) Motif

Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintensif.

f) Peluang

Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada

adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.

d. Penilaian Kinerja karyawan

Penilaian unjuk kerja merupakan suatu proses organisasi dalam menilai unjuk kerja pegawainya. Tujuan dilakukannya penilaian unjuk kerja secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi (Hariandja, 2002: 195).

Menurut Buhler (2007: 207) ada dua kategori utama sistem penilaian kinerja, yaitu:

a. Komparatif

Penilaian komparatif menentukan penilaian karyawan relatif pada yang lain. Metode ini termasuk sistem peringkat dan sistem pemaksaan karyawan ke dalam kelompok (forced distribution). Sistem peringkat tidak memberikan jenis informasi yang mereka perlukan untuk bisa membuat penyesuaian diri pada perilaku mereka.

b. Absolut

Metode absolut meliputi skala penilaian grafik dan skala penilaian yang dipastikan secara perilaku (Behaviorally Anchored Rating Scales atau BRAS). Metode ini cenderung menjadi yang paling populer di antara metode penilaian kinerja yang digunakan

saat ini. Skala penilaian grafik menggunakan skala angka untuk menilai karyawan pada beberapa dimensi.

e. Langkah-Langkah Penilaian Unjuk Kerja

Adapun langkah-langkah penilaian unjuk kerja (Hariandja, 2002: 199), proses tersebut dapat dilihat seperti berikut:

Gambar 2.3

Langkah-langkah penilaian unjuk kerja

Dari gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penentuan sasaran

Penentuan sasaran sebagaimana telah disebutkan harus spesifik, terukur, menantang, dan didasarkan pada waktu tertentu.

2. Penentuan standar unjuk kerja

Mempunyai standar berarti mempunyai dimensi-dimensi yang menunjukkan perilaku kerja yang sedang dinilai, harus memiliki ukuran-ukuran yang dapat dipercaya, dan mudah digunakan.

Penentuan sasaran

Penentuan standar/ ukuran

Evaluasi penilaian Penentuan metode dan

3. Penentuan metode dan pelaksanaan penilaian

Metode yang dimaksudkan adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. 4. Evaluasi penilaian

Merupakan pemberian umpan balik kepada pegawai mengenai aspek- aspek unjuk kerja yang harus diubah dan dipertahankan.

f. Metode Penilaian Kinerja

Keseluruhan metode tersebut secara garis besar dikelompokan dalam dua kategori, meliputi penilaian yang berorientasi pada masa lalu dan penilaian yang berorientasi pada masa depan (Hariandja, 2002: 205), yaitu:

1. Penilaian yang berorientasi pada masa lalu

Diartikan sebagai penilaian perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan, terdiri dari:

a. Rating scale

Penilaian yang didasarkan pada suatu skala, dari sangat memuaskan, memuaskan, cukup sampai kurang memuaskan. b. Checklist

Penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja yang sudah dideskripsikan terlebiih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah pegawai sudah memenuhi atau melakukannya.

c. Critical incident technique

Penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang tidak baik.

d. Skala penilaian berjangkarkan perilaku

Penilaian yang dilakukan dengan menspesifikasikan unjuk kerja dalam dimensi-dimensi tertentu.

e. Observasi dan tes unjuk kerja

Penilaian yang dilakukan melalui tes di lapangan. f. Metode perbandingan kelompok

Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan rekan sekerjannya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti pemeringkatan, pemberian poin atau

Dokumen terkait