• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM SEKOLAH

C. Pengujian Hipotesis

1. Motivasi

seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu motivasi dalam belajar dapat diartikan sebagai kekuatan atau daya penggerak yang mendorong diri seorang siswa untuk belajar.

Dalam proses belajar mengajar, motivasi merupakan salah satu faktor yang diduga besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Siswa yang motivasinya tinggi diduga akan memperoleh hasil belajar yang baik. Pentingnya motivasi belajar siswa terbentuk antara lain agar terjadi perubahan belajar ke arah yang lebih positif.

Pandangan ini sesuai dengan pendapat Hawley (Prayitno, 1989:3): “Siswa yang termotivasi dengan baik dalam belajar melakukan kegiatan lebih banyak dan lebih cepat, dibandingkan dengan siswa yang kurang termotivasi dalam belajar. Prestasi yang diraih akan lebih baik apabila mempunyai motivasi yang tinggi”.

A1 Muchtar (1991) dalam penelitiannya menemukan bahwa proses belajar mengajar yang berlangsung dewasa ini tidak merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dan belum menumbuhkan budaya belajar di kalangan siswa. Masih banyak guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan memadai dalam memilih serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang dapat mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi siswa. Bahkan banyak dari antara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang akan menjadi pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran (http://steventumiwa.blog.com/2009/04/2 3/ptk-stad/).

Metode mengajar guru masih secara konvensional. Proses belajar mengajar ekonomi masih terfokus pada guru dan kurang terfokus pada siswa. Hal ini mengakibatkan kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan pada pengajaran daripada pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Peran serta siswa belum menyeluruh sehingga menyebabkan diskriminasi dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari guru

maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki pencapaian kompetensi belajar yang lebih tinggi. Siswa yang kurang aktif cenderung pasif dalam KBM, mereka hanya menerima pengetahuan yang datang padanya sehingga memiliki pencapaian kompetensi yang lebih rendah.

Berdasarkan hasil observasi penulis pada tanggal 14 September 2009 di kelas X dan XI IPS SMA Stella Duce I Yogyakarta, dan observasi penulis pada tanggal 28 Januari 2010 di kelas X dan XI Penjualan SMK Sanjaya Pakem sebagai subyek penelitian penulis, pada umumnya guru belum menggunakan metode dan media pembelajaran yang dapat menumbuhkan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Metode yang dipakai guru adalah metode ceramah dan tanya jawab sehingga siswa cepat bosan dan kurang termotivasi dalam mengikuti pelajaran, hal ini dapat dilihat bahwa selama pembelajaran ada siswa yang tidur-tiduran, berbicara dengan teman semeja selama kegiatan pembelajaran. Siswa hanya menjawab pertanyaan kalau diajukan oleh guru terhadap mereka secara pribadi. Dengan semikian dapat disimpulkan bahwa metode dan media pembelajaran yang guru pakai selama ini kurang memberikan perubahan pada diri siswa.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran yang mampu melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh sehingga kegiatan belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Selain itu, melalui pemilihan metode pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi yang diterima siswa tidak hanya dari

guru melainkan juga dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama mata pelajaran ekonomi.

Ada beberapa metode pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa adalah metode pembelajaran kooperatif, misalnya: Role Play, Jigsaw, STAD, dan TGT. Dalam metode pembelajaran kooperatif lebih menitikberatkan proses belajar pada kelompok dan bukan mengerjakan sesuatu bersama kelompok.

Para siswa dalam kelompok kooperatif belajar bersama-sama dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah benar-benar menguasai konsep yang telah dipelajari, karena keberhasilan mereka sebagai kelompok bergantung dari pemahaman masing-masing anggota. Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan metode pembelajaran kooperatif ini, yaitu: siswa dapat mencapai prestasi belajar yang bagus, menerima pelajaran dengan senang hati atau sebagai hiburan, karena adanya kontak fisik antara mereka, serta dapat mengembangkan kemampuan siswa.

Penulis menduga bahwa motivasi dan hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang kurang tepat dan tidak variatif, yang ditemukan penulis dalam pengamatan di Kelas X dan XI Penjualan SMK Sanjaya Pakem dan pengamatan di kelas X dan XI IPS SMA Stella Duce I Yogyakarta, guru cenderung memakai metode

ceramah dan presentasi dalam mengajar sehingga para siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran di kelas. Meskipun tidak ada yang salah dengan penggunaan metode tersebut, akan tetapi metode tersebut dalam situasi tertentu tidak tepat.

Dari uraian di atas, permasalahan pokoknya adalah bagaimana guru memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Guru mungkin sudah merasa bahwa cara mengajarnya sudah baik, namun dari pihak siswa, kurang ada pengertian dan pemahaman yang lebih sehingga terjadi kesalahan konsep antara pemahaman guru yang mengajar berdasarkan target dengan misi pendidikan yang mengacu pada pembekalan pengetahuan serta keterampilan kepada siswa sebagai bekal dalam menjalani kehidupan bermasyarakat (Somantri, 2000).

Berdasarkan permasalahan tersebut maka upaya peningkatan motivasi belajar serta kualitas proses belajar mengajar merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Ada berbagai metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, namun penulis memilih strategi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division)

karena akan memberdayakan para siswa untuk meningkatkan motivasi belajar dan terlibat aktif dalam proses belajar mengajar di kelas. Adapun proses pembelajaran menggunakan tipe STAD yaitu setelah guru menjelaskan materi pokok, siswa dalam kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan

anggota 4-5 orang, setiap kelompok harus heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Setelah itu guru akan memberikan pertanyaan untuk di diskusikan dalam kelompok dan anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

Berdasarkan pada uraian latar belakang maka penulis mengambil judul

"Penerapan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student

Teams Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa dalam Belajar Ekonomi”.

B. Batasan Masalah

Metode yang dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa cukup bervariasi jumlahnya. Akan tetapi tidak semua metode pembelajaran tersebut diteliti pada penelitian ini. Peneliti hanya akan membahas tentang penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division(STAD).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang dan batasan masalah maka rumusan masalah yang akan diangkat oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan motivasi belajar

siswa?

2. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division(STAD) dapat meningkatkan hasil belajar siswa?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu:

1. Mengetahui apakah ada peningkatkan motivasi belajar siswa melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement

Division (STAD).

2. Mengetahui apakah ada peningkatan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam usaha meningkatkan keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar, dan dapat memberikan gambaran kepada sekolah bahwa penggunaan berbagai model pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan motivasi belajar sisw

2. Bagi Siswa

Peningkatan kualitas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran oleh guru melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD akan berpengaruh pada motivasi belajar serta kualitas dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Selain itu siswa juga lebih berkembang dalam sikap kepedulian dan tanggung jawab sosialnya. 3. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh dibangku kuliah dalam kehidupan praktek belajar mengajar yang sesungguhnya dan sebagai bekal untuk terjun di dunia pendidikan serta untuk mencapai pemecahan masalah yang ada pada perumusan masalah.

4. Bagi Universitas Sanata Dharma

Memberikan sumbangan bagi pengembangan khasanah ilmu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan dapat dijadikan referensi pada penelitian yang akan datang.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Penelitian Tindakan Kelas

1. Pengertian (PTK) penelitian tindakan kelas

Penelitian tindakan kelas (PTK), berasal dari terjemahan bahasa inggris Classroom Action Research (CSR). Menurut Suharsimi Arikunto (2006:3) PTK merupakan gabungan definisi dari tiga kata "penelitian, tindakan dan kelas".

a. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti untuk meningkatkan suatu mutu atau minat pada suatu bidang tertentu.

b. Tindakan adalah suatu kegiatan yang sengaja di lakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanannya berbentuk rangkaian siklus kegiatan.

c. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu sama, tempat sama, menerima pelajaran yang sama, dari seorang guru yang sama.

Menurut Bogdan dan Biklen (1996), (dalam T. Sarkim, 2008:2) merumuskan penelitian tindakan kelas sebagai suatu aktivitas pengumpulan informasi secara sistematis yang; dirancang untuk membawa perubahan.

Dari pengertian ketiga isi dalam PTK tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap suatu kegiatan pembelajaran berupa tindakan yang sengaja diadakan dan terjadi di dalam suatu kelas yang sama.

 

Di dalam buku Action Research Principles and practice menurut Mc. Niff (1992:1) memandang PTK

sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh pendidik sendiri terhadap kurikulum, pengembangan sekolah, meningkatkan prestasi belajar, pengembangan keahlian mengajar dan sebagainya. Menurut buku pedoman penelitian tindakan kelas yang dikeluarkan oleh Diknas mengutip pandangan Kemmis (dalam buku Pedoman Penelitian Tindakan Kelas: 6) menyatakan bahwa:

Action research is a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including educational) situation in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices ore carried out.

Ungkapan di atas dapat diartikan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan sebuah bentuk inkuiri yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh partisipan dalam situasi sosial termasuk pendidikan dengan maksud untuk meningkatkan kemantapan rasionalitas dari (a) praktek-praktek sosial maupun kependidikan, (b) pemahaman terhadap praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi pelaksanaan praktek-praktek pembelajaran.

Sedangkan menurut Raka (1998:5) mendefinisikan PTK sebagai bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman tindakan-tindakan yang dilakukan, dan memperbaiki kondisi di mana praktek pembelajaran tersebut dilakukan.

Menurut Wijaya (2009:9) pengertian Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerja sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

Sedangkan menurut Susilo (2007:16) PTK merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat mengajar, dengan memberikan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses belajar mengajar.

Dari beberapa pengertian PTK tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan yang dimaksud dengan PTK adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh guru secara kolaboratif di kelas tempatnya mengajar untuk meningkatkan kinerja dan memperbaiki proses belajar mengajar.

2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas memiliki perbedaan dengan jenis penelitian yang lain. Beberapa karakteristik umum yang membedakan penelitian tindakan kelas dengan penelitian lain menurut Raka (1998:6) adalah:

a. An inquiry on practice within

Kegiatan PTK ditimbulkan oleh masalah-masalah praktis yang terjadi pada pelaksanaan tugas sehari-hari. Permasalahan yang menjadi fokus PTK adalah permasalahan yang kontekstual dan spesifik dengan tujuan untuk memperbaiki masalah-masalah yang dihadapi pada proses pembelajaran sekarang.

b. A collaborative effect between school teacher and techer educator

PTK merupakan upaya bersama antara guru dan peneliti. Kolaborasi ini tidak hanya bersifat sementara tetapi harus nampak kerja sama mereka di dalam proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan refleksi.

c. A reflective practice

Refleksi yang berkelanjutan ini merupakan ciri khusus dari penelitian tindakan kelas. Proses penelitian dan hasil penelitian akan direfleksikan secara terus menerus guna melihat apakah ada kemunduran, peningkatan, kekurangefektifan dan sebagainya yang dapat digunakan untuk perbaikan siklus kegiatan berikutnya.

3. Prinsip Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Hopkins dalam buku pedoman penelitian tindakan kelas yang dikeluarkan oleh Diknas ada enam dasar prinsip penelitian tindakan kelas (Hopkins, 1993: 57-61):

a. Tugas guru dan dosen yang utama adalah menyelenggarakan pembela jaran yang baik dan berkualitas.

Upaya penelitian tindakan yang dilakukan guru dan dosen bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang ada. Ketika penerapan penelitian tindakan dilakukan kemungkinan tidak ditemukannnya pemecahan masalah akan muncul namun guru tidak boleh berhenti. Pemecahan masalah harus tetap dicari dengan menggunakan alternatif lain.

b. Meneliti merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak menuntun kekhususan waktu maupun penggunaan metode penelitian.

Penelitian tindakan tidak boleh mengganggu proses pembelajaran, sehingga pelaksanaanya menyesuaikan dengan pembelajaran.

Tahap-tahap penelitian dilakukan bersamaan dengan proses pembelajaran yangsedang berlangsung.

1) Penelitian harus diselengggarakan dengan bersandar pada alur dan kaidah ilmiah. Penelitian dimulai dengan menganalisis permasalahan yang ada di dalam kelas. Dari permasalahan yang tersebut dicari penyebabnya dan kemungkinan cara-cara pemecahan masalah dengan menggunakan prosedur penelitian yang berlaku.

2) Masalah penelitian adalah masalah-masalah yang riil.

Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian tindakan adalah masalah–masalah yang timbul dalam proses pembelajaran secara nyata.

3) Konsistensi sikap dan kepedulian untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Motivasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sangatlah diperlukan, sehingga penelitian tindakan tidak boleh dijalankan sambil lalu. Perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh harus diperhatikan.

4) Masalah penelitian tidak hanya dibatasi di ruang kelas tetapi dapat dilakukan diluar kelas. Masalah yang diangkat dalam penelitian tindakan tidak menutup kemungkinan untuk mengangkat masalah diluar kelas misalnya mengenai masalah sistem pendidikan. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan kualitas pendidikan.

4. Tahap Penelitian Tindakan Kelas

Secara garis besar penelitian tindakan kelas memiliki beberapa alur atau tahap yaitu, menyusun rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi, (Arikunto, 2008:17-20)

a. Planning

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal dilakukan berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang melakukan pengamatan proses jalannya tindakan.

b. Acting

Tahap ke-2 dari penelitian tindakan kelas adalah pelaksanaan rencana yang telah dirancang. Hal yang perlu diingat adalah guru harus menaati apa yang telah direncanakan, berlaku wajar, dan tidak boleh dibuat-buat.

c. Observing

Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.

d. Reflecting

Pada tahap ini dikemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan ini dilakukan ketika guru sudah selesai melakukan tindakan.

Berikut ini merupakan gambar mengenai tahap-tahap penelitian tindakan kelas.

Gambar 2.1

5. Syarat Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Arikunto (2008:23-24) ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam penelitian tindakan kelas:

a. Penelitian tindakan kelas harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi dalam pembelajaran, dengan demikian dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

b. Penelitian tindakan kelas oleh guru menuntut dilakukannya pencermatan terus menerus, objektif, dan sistematis, sehingga diketahui secara pasti tingkat keberhasilan dan penyimpangan yang terjadi.

c. Penelitian tindakan harus dilaksanakan sekurang-kurangnya dalam dua siklus. Hal ini bertujuan agar kekurangan-kekurangan pada siklus pertama dapat diperbaiki dalam siklus kedua, begitu pula seterusnya. d. Penelitian tindakan terjadi secara wajar. Dalam hal ini PTK tidak

dilakukan dengan mengubah aturan dan jadwal yang sudah ada, dan tidak merugikan siswa.

e. Penelitian harus benar-benar disadari oleh peneliti maupun pihak yang menjadi pelaku. Hal ini bertujuan agar pihak-pihak yang terkait dapat mengungkapkan kelebihan dan kekurangan yang telah dilakukan dibandingkan dengan rencana yang ada.

f. Penelitian tindakan harus benar-benar menunjukkan adanya tindakan yang dilakukan oleh sasaran tindakan. Jadi, dalam PTK siswa benar-benar ikut berperan dalam penelitian bukan hanya guru.

6. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas memberikan manfaat bagi peneliti, dalam hal ini khususnya adalah guru selaku pelaku penelitian. Menurut Wijaya (http://informasismpn9cimahi.wordpress.com/2010/05/22/pen elitian-tindakan-kelas/) secara umum manfaat PTK adalah:

a. Meningkatkan kualitas pembelajaran kelas

Masalah-masalah yang ada di kelas seperti kondisi kelas yang kurang kondusif untuk pembelajaran, menurunnya minat siswa dalam pembelajaran, dan sebagainya dapat diatasi dengan penelitian tindakan kelas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

b. Menumbuhkan kebiasaan menulis

Melalui PTK guru akan terbiasa untuk menulis. Hal ini penting karena guru-guru sekarang ini lebih dituntut untuk membuat banyak karya tulis.

c. Menumbuhkan budaya meneliti

Budaya meneliti dari pihak guru pada waktu-waktu yang lalu dirasakan masih minim. Dengan adanya PTK ini diharapkan guru termotivasi untuk meneliti dari hal yang paling sederhana yaitu kelas di mana mereka mengajar.

d. Menggali ide baru

Masalah-masalah yang dihadapi guru di dalam kelas tentunya sangatlah banyak dan sering terjadi. Masalah-masalah tersebut sebenarnya dapat diatasi melalui PTK. Dengan demikian ada pemecahan baru atau ide baru yang muncul dari adanya penelitian tindakan kelas.

e. Melatih pemikiran ilmiah

Guru diharapkan dapat berpikir secara ilmiah untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di kelas.

Dalam hal ini masalah yang diangkat haruslah masalah yang berkaitan dengan pembelajaran bukan masalah yang lain. Langkah untuk menemukan masalah dengan melakukan pengamatan. Setelah melakukan pengamatan dilanjutkan dengan menganalisis, dan merumuskan masalah, merencanakan PTK dalam bentuk perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

f. Mengembangkan keterampilan

Tujuan utama PTK adalah mengubah perilaku guru, peserta didik, peningkatan atau perbaikan kualitas pembelajaran, dan mengubah kerangka pelaksanaan pembelajaran guru di kelas.

Jadi, dapat disimpulkan PTK bermaksud untuk mengembangkan keterampilan guru mengenai pendekatan dalam pembelajaran.

7. Instrumen Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Reed dan Bergemen (1992) seperti dikutip dalam buku Pedoman Penelitian Tindakan Kelas (22), instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas sejalan adalah:

a. Pengamatan terhadap perilaku guru (observing teacher)

Instrumen observasi terhadap perilaku guru salah satunya adalah catatan anekdotal. Catatan anekdotal memfokuskan hal-hal spesifik yang terjadi dalam kelas. Catatan anekdotal terhadap perilaku guru ini berisikan bagaimana guru menjalankan proses pembelajaran di dalam kelas.

b. Pengamatan terhadap kelas (observing classrooms)

Observasi terhadap kelas dapat menggunakan instrumen observasi anekdotal kelas yang meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya dan manajemen kelas.

c. Pengamatan Perilaku siswa (observing students)

Observasi terhadap siswa dapat menggunakan instrumen observasi anekdotal perilaku siswa. Masing-masing individu dapat diamati secara individual maupun kelompok pada saat sebelum, saat berlangsung dan sesudah penelitian tindakan kelas.

d. Wawancara

Wawancara digunakan untuk melengkapi data hasil observasi. Wawancara dapat dilakukan kepada guru dan siswa. Metode wawancara ini membutuhkan waktu untuk mengumpulkan data yang jelas.

B. Model Pembelajaran Cooperative Learning

1. Pengertian Cooperative Learning

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim,dkk 2000:7).  

Pembelajaran cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau strategi pembelajaran di mana siswa belajar bersama dengan kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.  

Menurut Solihatin (2005:4-5): Cooperatif learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja karena belajar dalam model cooperative learning harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka yang bisa menimbulkan persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk mencapai keberhasilan berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Definisi lain:

Cooperatif learning is a succejirl teaching strategy in wich small

team, each with students of different levels of ability, use a variety of

learning activitiesto improve the understanding of the subject. Each members of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping team mates learn, an atmosphere of achievement. (http: llwvw. ed.gov).

Pada definisi tersebut terkandung pengertian bahwa belajar kooperatif merupakan strategi belajar dengan kelompok-kelompok kecil di mana para siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan beragam aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman

Dokumen terkait