• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

B. Mudharabah

1. Pengertian mudharabah

(Khoirudin, 2016:37-38) Mudharabah berasal dari kata dharb atinya memukul atau lebih tepatnya adalah proses seseorang menggerakkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis mudharabah adalah kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) meneyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional dari jumlah modal, yaitu oleh pemilik modal. Kerugian yang timbul disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebu.

Menurut (Djoko Moljono, 2015: 67) Mudharabah adalah kerjasama antara dua atau lebih dari pihak pemilik modal (shahibul maal), yang mempercayakan sejumlah modal dengan kontribusi seratus persen (100%) modal dari pemilik modal kepada pengelola (mudharib).

Dari penjelasan tentang mudharabah di atas, dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah suatu kerjasama atau kontrak usaha antara dua pihak, dimanana ada satu pihak yang memberikan dana sedangkan pihak lain menggunakan tenaga dan skill yang dimiliki untuk merealisasi tujuan usaha, kemudian keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tersebut dibagi sesuai kesepakatan dari kedua belah pihak. Namun, jika terjadi kerugian yang menanggung adalah penyedia dana kecuali ada kelalaian yang dilakukan oleh pengelolah, maka yang menaggungnya adalah si pengelola.

2. Rukun dan Syarat Mudharabah

(Khoirudin, 2016:39-40) Rukun mudharabah adalah pemodal, pengelola, modal, nisbah, keuntungan, dan sighat atau akad. Syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:

1) Pemodal dan pengelola

a) Pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.

b) Keduanya harus mampu bertindak sebagai akil dan kafil dari masing-masing pihak.

c) Sighat yang dilakukan bisa secara eksplisit dan implisit yang menunjukkan tujuan akad.

d) Sah sesuai dengan syarat-syarat yang diajukan dalam penawaran, dan akad bisa dilakukan secara lisan tau verbal, secara tertulis maupun ditanda tangani.

2) Modal

Modal adalah sejumlah uang diberikan oleh penyedia dana kepada pengelola untuk tujuan investasinya dalam aktivitas mudharabah. Untuk modal, disyaratkan harus:

a) Dinyatakan dengan jelas jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang).

Apabila modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya);

b) Harus diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkannya melakukan usaha.

3. Jenis–Jenis Mudharabah

Menurut pendapat (Sutan Remy Sjahdeini, 2014: 296) dalam Darmawan dan Abdul Hamid(2018) terdapat 2 jenis mudharabah yaitu :

a. Al-mudharabah almuqayyadah disebut al–mudharabah al-muqayyadah atau mudharabah yang terbatas apabila rabb-ul mal menentukan bahwa mudarib hanya boleh berbisnis dalam bidang tertentu.

b. Al–mudharabah almuthlaqah Disebut al–mudharabah al-muthlaqah atau mudarabah yang mutlak atau tidak terbatas.

4. Bagi Hasil Dalam Perhitungan Mudharabah

Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang diberikan kepada masyarakat, dalam aturan hukum syariah terkait dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya akad.

Menurut (Muhadjir Suni, 2018: 125) Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama didalam melakukan kegiatan usaha. Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan sesuai 2 sistem mekanisme yaitu Profit Sharing, dan Revenue Sharing.

Menurut (Wika Ramdhani, et al, 2018: 69

)

Defenisi dari bagi hasil adalah suatu cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana.

Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana.

Berdasarkan uraian tersebut sistem bagi hasil adalah sistem yang suautu usaha yang dilakukan oleh dua pihak dimana kegiatan ini diawali perjanjian dengan ditentukannya kesepakatan bersama agar hasil yang diperoleh mudah untuk membaginya tanpa ada rasa kecurigaan antara kedua belah pihak.

5. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.105 1. Pengukuran

Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai:

a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.

b. Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur pada nilai wajar aset nonkas tersebut pada saat itu. Jika karena kerusakan, kerugian atau faktor lain selain kelalaian atau kelalaian pengelola dana, nilai investasi mudharabah berkurang sebelum dimulainya usaha, penurunan nilai diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasinya.

2. Pengakuan

Jika investasi mudharabah lebih dari satu periode pelaporan, maka pendapatan operasional diakui pada periode berjalan ketika terjadi hak bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati. Kerugian yang terjadi sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan

dibentuk cadangan kerugian investasi. Kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian atau kesalahan pengelola dana menjadi tanggungan pengelola dana, dan investasi mudharabah tidak berkurang. Pendapatan operasional pengelola dana yang belum dibayar diakui sebagai piutang.

3. Penyajian

Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat.

4. Pengungkapan

Pemilik dana mengungkapkan hal–hal terkait transaksi mudharabah tetapi tidak terbatas pada pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 105.

6. Landasan Hukum Mudharabah

Mudharabah lebih mencerminkan pada anjuran untuk melakukan usaha.

Hal ini tampak dalam ayat-ayat Al-Qur„an dan Hadist berikut:

a. Al-Qur‟an

Ayat Al-Qur„an yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum mudharabah khususnya pada anjuran untuk melakukan usaha terdapat pada Q.S. Al-Muzammil: 20.Yang artinya : “dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah...”(Q.S. Al-Muzammil: 20). Kemudian, ayat lain yang juga mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha yaitu: Al-Baqarah: 198. Yang artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu...” (Al-Baqarah:198).

b. Hadist

Landasan Mudharabah dari sisi hadist atau sunnah rasulullah yaitu disandarkan pada perjanjian mudharabah yang dilakukan antara Nabi Muhammad dan khadijah. Saat itu Nabi Muhammad dipercaya membawa sebagian barang dagangan Siti Khadijah dari Mekkah ke Negeri Syam.

Barang dagangan itu dijadikan modal usaha oleh Nabi untuk diperdagangkan dan hasilnya dibelikan barang dagangan lainnya untuk dijual lagi di pasar Bushra di Negeri Syam. Setelah beberapa lama, Nabi kembali ke Mekkah membawa hasil usahanya dan dilaporkan kepada Siti Khadijah. Kemudian harta yang telah dikembangkan kemudian dihitung dan dibandingkan dengan harta semula. Harta semula dikembalikan kepada yang punya, sedang selisihnya dibagi antara yang punya harta (rabbul maal) dengan yang mengelola (mudharib) sesuai dengan kesepakatan semula.

Adapun hadits Nabi Muhammad SAW:

1) Hadits yang diriwayatkan oleh shuhaib:

Dari shuhaib RA bahwa Nabi SAW bersabda: ada tiga perkara yang di dalamnya terdapat keberkahan: (1) jual beli tempo, (2) muqharadhah, (3) mencampur gandum dengan jagung untuk makanan di rumah bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah) 2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik:

Dari „Ala‟ bin Abdurrahman dari ayahnya dari kakeknya bahwa

„Utsman bin‟ Affan memberinya harta dengan cara qiradh

yang dikelolanya, dengan ketentuan keuntungan dibagi antara mereka berdua. (HR. Imam Malik).

7. Implementasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah

Mudharabah biasanya digunakan dalam produk pendanaan dan pembiayaan. Dari segi pendanaan, mudharabah berlaku untuk produk giro, tabungan dan deposito. Dalam produk simpanan, penyimpan dana atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank bertindak sebagai mudharib (pengelola). Bank menggunakan dana tersebut untuk menyediakan dana kepada pihak lain dalam bentuk transaksi yang diperbolehkan seperti prinsip jual beli, sewa guna usaha, dan pembiayaan. Jika bank menggunakannya untuk melakukan mudharabah kedua (mudharabah al-tsunaiyyah/mudharabah dua tingkat), bank bertanggung jawab atas hilangnya dana tersebut. Dengan izin dari penabung, bank dapat menerapkan prinsip mudharabah dalam bentuk mudharabah mutlaqah (rekening investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (rekening investasi terbatas).

Prinsip mudharabah mutlaqah berlaku untuk tabungan dan deposito, sehingga ada dua cara penggalangan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Prinsip muqayyadah dapat diterapkan dalam bentuk pembiayaan khusus neraca dan pembiayaan rekening administratif khusus.

Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai rasio dan tata cara pemberitahuan bagi hasil dan/atau pembagian keuntungan, serta risiko yang mungkin timbul dari penyimpanan dana. Jika kesepakatan tercapai, itu termasuk dalam kontrak. Dari segi pembiayaan, mudharabah cocok untuk pembiayaan

modal kerja, seperti modal kerja untuk perdagangan dan jasa atau investasi khusus, juga dikenal sebagai mudharabah muqayyadah, di mana sumber dananya khusus dan alokasi khusus dilakukan dengan persyaratan yang ditentukan oleh shahibul maal.

Gambar 2.1 Skema Mudharabah

Sumber : Bayyin, A. T (2017: 26) Keterangan:

a. Pemilik dana dan pengelola dana menyepakati akad Mudharabah b. Proyek usaha sesuai akad Mudharabah dikelolah pengelola dana c. Proyek usaha menghasilkan laba atau rugi

d. Jika untung, dibagi sesuai nisbah e. Jika rugi, ditanggung pemilik dana

Proyek Usaha

Pemilik Dana Akad Mudharabah Pengelola Dana

Porsi Rugi

Porsi Laba

Porsi Laba

Hasil Usaha:

Apabila untung akan dibagi nisbah Apabila rugi di tanggung pemilik dana

Dokumen terkait