• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA

SOSIAL Keadilan

2.6 Multi Dimensional Scaling (MDS)

MDS merupakan salah satu metode multy variate yang dapat menangani data metrik (skala ordinal atau nominal). Metode ini juga dikenal sebagai salah satu metode ordinasi dalam ruang (dimensi) yang diperkecil (ordination in reduce space). Ordinasi sendiri merupakan proses plotting titik obyek di sepanjang sumbu-sumbu yang disusun menurut hubungan tertentu (ordered relationship) atau dalam sebuah sistem grafik yang terdiri dari dua atau lebih sumbu (Thamrin, 2009). Melalui metode ordinasi, keragaman (dispersion) multi dimensi dapat diproyeksikan di dalam bidang yang lebih sederhana. Metode ordinasi juga

memungkinkan peneliti memperoleh banyak informasi kuantitatif dari nilai proyeksi yang dihasilkan. MDS juga merupakan teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multi dimensi kedalam dimensi yang lebih rendah (Thamrin, 2009). Menurut Marhayudi (2006), MDS adalah suatu kelas prosedur untuk menyajikan persepsi secara spasial dengan menggunakan tayangan yang dapat dilihat. Persepsi atau hubungan antara stimulus secara psikologis ditunjukkan sebagai hubungan geografis antara titik-titik di dalam suatu ruang multi dimensional. Sumbu dari peta spasial diasumsikan menunjukkan dasar psikologis atau dimensi yang dipergunakan oleh responden, untuk membentuk persepsi sebagai stimulus.

Teknik ordinasi dalam MDS didasarkan pada euclidian distance, yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut:

122122122 ...

x x y y z z

d ...(1)

Konfigurasi atau ordinasi suatu objek di dalam MDS selanjutnya diaproksimasi dengan meregresikan jarak euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal

 

ij sebagaimana persamaan berikut:

     ij ij d ...(2) Metoda yang dipergunakan untuk meregresikan persamaan diatas adalah metoda ALSCAL, yaitu metoda least squared bergantian yang didasarkan pada akar dari euclidian distance (squared distance). Metoda ini mengoptimisasi jarak kuadrat (squared distance = dijk) terhadap data kuadrat (titik asal = Oijk) dalam tiga dimensi (i, j, k) dan ditulis dalam formula yang disebut s-stress sebagai berikut:

 

 

        m k i ijk i j ijk ijk o j o d m S 1 4 2 2 2 1 ...(3)

jarak kuadrat merupakan jarak euclidian yang dibobot atau ditulis dengan rumus:

 

2 1 2 ja ia r a ka ijk W x x d

...(4)

(1) Desk study

Pada tahap ini dilakukan pencarian informasi yang terkait loksi penelitian melalui berbagai saluran informasi seperti internet, lembaga penelitian, perguruan tinggi dan lembaga pemerintah lainnya. Data sekunder dimaksud, dipergunakan untuk mengisi kolom nilai bagi atribut-atribut yang telah dipersiapkan untuk lokasi penelitian;

(2) Konsultasi ahli

Kolom nilai atribut yang tidak dapat diisi oleh informasi sekunder yang ada, dikonsultasikan ke narasumber yang dianggap memiliki penguasaan pengetahuan berkaitan dengan pertanyaan pada kolom atribut. Melalui konsultasi ahli ini, juga dilakukan penggalian informasi berkaitan dengan data sekunder yang telah ada, guna penyempurnaan informasi;

(3) Verifikasi lapang

Kegiatan ini dilakukan melalui kunjungan lapangan untuk memperkaya data sekunder dengan fakta-fakta yang ada di lapangan. Disamping itu, dalam kunjungan lapangan ini juga dilakukan wawancara/diskusi kepada berbagai pihak, seperti:

1) Pejabat dinas terkait yang bertanggung jawab atas kegiatan perindustrian dan perdagangan di lokasi, berkaitan dengan kebijakan lokal, pengalaman lapang pejabat dan kegiatan di lokasi;

2) Pelaku yang terlibat di lokasi penelitian terpilih dan dibantu dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya;

(4) Tabulasi dan pengolahan data

Sebelum dilakukan tabulasi, seluruh data yang dikumpulkan didiskusikan kembali untuk memperoleh jawaban final berkaitan dengan atribut yang dipergunakan. Selanjutnya, hasil tabulasi dijadikan dijadikan bahan dasar bagi tahapan entry data ke program;

(5) Interpretasi hasil

Ketika melakukan interpretasi hasil, setiap kegiatan diamati aspek-aspeknya yang berkinerja baik, sedang atau buruk, sehingga dapat ditentukan statusnya. Mengingat nilai indeks keberlanjutan pada lokasi penelitian berada dalam selang 0 (bad) sampai 100 (good), maka untuk mempermudah

penentuan status keberlanjutannya dilakukan pengelompokkan nilai indeks dimaksud.

Nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan, yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik baik (good) dan titik buruk (bad). Adapun nilai skor yang merupakan nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori status keberlanjutan DAS Citarum

Nilai Indeks Kategori

0 -25 26 - 50 51 - 75 76 – 100 Sangat Buruk Buruk Baik Sangat baik

Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Melalui proses rotasi, maka posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0% (buruk) dan 100% (sangat baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50% (> 50%), maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable) dan dinyatakan tidak berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50% (< 50%).

Pada analisis Rap-Citarum, analisis ordinasi dilakukan untuk menentukan ordinasi dan nilai stress. Setelah itu dilakukan penyusunan indeks dan status keberlanjutan wilayah sungai Citarum, baik yang dikaji secara umum maupun pada setiap dimensi. Kemudian diintegrasikan analisis sensitivitas (leverage analysis) untuk menilai penyimpangan/anomali yang terjadi dan melihat atribut atau peubah sensitif yang mempengaruhi indeks keberlanjutan.

Analisis leverage atau analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui efek stabilitas jika salah satu atribut dihilangkan saat dilakukannya ordinasi. Pada M atribut, analisis leverage dilakukan M+1 kali perhitungan, yaitu 1 kali perhitungan terhadap seluruh atribut (M atribut) dan M kali terhadap salah satu atribut jika dihilangkan. Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan standardisasi atribut untuk menyamakan skala pada skor masing-masing atribut.

Hasil analisis leverage ini menunjukkan persentase perubahan root mean square

masing-masing atribut jika dihilangkan dalam ordinasi. Atribut yang memiliki persentase tertinggi merupakan atribut yang paling sensitif/berpengaruh kuat terhadap keberlanjutan (Iswari, 2008).

Berdasarkan analisis tersebut akan terdapat pengaruh error yang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kesalahan dalam pembuatan skor karena kesalahan pemahaman terhadap atribut atau kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna, variasi skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti, proses analisis MDS yang berulang-ulang, kesalahan input data atau ada data yang hilang dan tingginya nilai stres (nilai stress dapat diterima jika nilainya <25%) (Iswari 2008). Guna mengevaluasi pengaruh error pada pendugaan nilai ordinasi digunakan analisis monte carlo.

Menurut Gomes dan Helmsing (2007), analisis monte carlo dilakukan pada tahapan terakhir dari analisis keberlanjutan yang dilakukan untuk menilai ketidakpastian dalam multy dimensional scalling. Analisis monte carlo merupakan metode simulasi statistik untuk mengevaluasi efek dari random error pada proses pendugaan serta untuk mengestimasikan nilai yang sebenarnya.

Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari nilai s-stress yang dihitung berdasarkan nilai s diatas dan R2. Nilai stres yang rendah menunjukkan good of fit, demikian pula sebaliknya. Menurut Budiharsono (2005), model yang baik ditunjukkan dengan nilai s < 0,25 dan nilai R2 yang baik, jika mendekati 1. Apabila perbedaan (selisih antara hasil perhitungan MDS dengan hasil perhitungan monte carlo tidak lebih dari satu, maka sistem yang dikaji sesuai dengan kondisi nyata (Iswari, 2008).