• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar, yaitu pilar ekonomi, ekologi dan sosial. Pilar ekonomi menekankan pada perolehan pendapatan yang berbasiskan penggunaan sumberdaya yang efisien. Pendekatan ekologi menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia. Sedangkan pendekatan sosial menekankan pada pemeliharaan kestabilan sistem sosial budaya, meliputi penghindaran konflik keadilan, baik antar generasi masa kini dengan generasi mendatang.

Menurut Barbier (1987), tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara untuk meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan harus memberi perhatian untuk perlunya menata kembali landasan sistem pengelolaan aset-aset di wilayah baik di perkotaan maupun di perdesaan. Penataan kembali tersebut lebih berupa integrasi kepada pemanfaatan ganda, yaitu ekonomi dan lingkungan/ekosistem serta ukuran keberhasilannya dapat dilihat dan dirumuskan dengan melihat indikator-indikator antara lain: kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan lokal, kontribusi terhadap keberlanjutan penggunaan sumberdaya alam, kontribusi terhadap peningkatan lapangan kerja, kontribusi

Lahan Kemampuan Lahan Alami/Potensi produktivits lahan Penggunaan Lahan Air Air tertahan (stored water) Tingkat Produktivitas Lahan Aktual

Kelebihan Air Hujan

(excess rain water)

Jumlah dan Kualitas air tersedia + Daya Dukung Lingkungan Kebutuhan Manusia Kualitas Udara Status Daya Dukung Lingkungan Kriteria Daya Dukung Lingkungan

terhadap keberlanjutan ekonomi makro, efektifitas biaya dan kontribusi terhadap kemandirian teknis (Nurmalina, 2007).

Terkait dengan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan, Nurmalina (2007) mengungkapkan empat ciri-ciri spesifik terpenting lingkungan khususnya sebagai agroekosistem. Empat aspek umum tersebut adalah: kemerataan (equitability), keberlanjutan (sustainability), kestabilan (stability) dan produktivitas (productivity). Secara sederhana, equitability merupakan penilaian tentang sejauh mana hasil suatu lingkungan sumberdaya didistribusikan diantara masyarakatnya. Sustainability dapat diberi pengertian sebagai kemampuan sumberdaya mempertahankan produktivitasnya, walaupun menghadapi berbagai kendala. Stability merupakan ukuran tentang sejauh mana produktivitas sumberdaya bebas dari keragaman yang disebabkan oleh fluktuasi lingkungan.

Productivity adalah ukuran sumberdaya terhadap hasil fisik atau ekonominya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Konsep pembangunan yang mengintegrasikan masalah ekologi, ekonomi, dan sosial yang disebut dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) telah disepakati secara global sejak diselenggarakannya United Nation's conference on the human environment di Stockholm tahun 1972. Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sehagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya (Soegandy dan Hakim, 2007).

Komisi Bruntland menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu kondisi yang kaku mengenai keselarasan, tetapi lebih merupakan suatu proses perubahan dimana eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi dan perubahan institusi dibuat konsisten dengan masa depan seperti halnya kebutuhan saat ini. Pada tingkat yang minimum, pembangunan berkelanjutan tidak boleh membahayakan sistem alam yang mendukung semua kehidupan di muka bumi.

Pembangunan selalu memiliki implikasi ekonomi, sosial, dan politik. Pembangunan dapat dikatakan sebagai vektor dari tujuan sosial suatu masyarakat. Tujuan tersebut merupakan atribut dari apa yang ingin dicapai atau dimaksimalkan oleh masyarakat. Atribut tersebut dapat mencakup: kenaikan pendapatan per kapita, perbaikan kondisi gizi dan kesehatan, pendidikan, akses terhadap sumberdaya, distribusi pendapatan yang lebih merata dan sebagainya sehingga konsep berkelanjutan dapat diartikan sebagai persyaratan umum dimana karakter vektor pembangunan tersebut tidak berkurang sejalan dengan waktu.

Berkenaan dengan hal pengelolaan sumberdaya alam, telah disepakati secara global mengenai bagaimana seharusnya sumberdaya alam dikelola agar berkelanjutan sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi. Kesepakatan ini jelas bahwa pengelolaan sumberdaya alam harus mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yakni ekonomi, ekologi dan sosial. Sejalan dengan hal ini, upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan yang akan datang. Ketika mengoperasionalkan paradigma pembangunan berkelanjutan, World Bank telah menjabarkan konsep pembangunan berkelanjutan dalam bentuk kerangka segitiga (Gambar 7).

Menurut kerangka tersebut, suatu kegiatan pembangunan (termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan berbagai dimensinya) dinyatakan berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan (Munasinghe, 1993). Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien.

Gambar 7 Konsep pembangunan berkelanjutan

Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati. Sedangkan berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial dan pengembangan kelembagaan.

Secara operasional, pembangunan berkelanjutan sinergik dengan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009). Definisi ini menegaskan bahwa pengertian pengelolaan lingkungan mempunyai cakupan yang luas, karena tidak saja meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan melainkan juga mencegah proses terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses penataan lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Pelestarian lingkungan hidup merupakan rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan

EKOLOGI