• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara etimologis multikulturalisme terdiri dari kata multi yang berarti plural, kulturalyang berati kebudayaan dan isme yang berarti aliran atau kepercayaan. Jadi multikulturalismesecara sederhana adalah paham atau aliran tentang budaya yang plural. Dalam pengertian yang lebih mendalam istilah multikulturalisme bukan hanya sekedar pengakuan terhadap budaya (kultur) yang beragam melainkan pengakuan yang memiliki implikasi-implikasi politis, sosial,ekonomi dan lainnya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Multikulturalisme adalah gejala pada seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan.

Suparlan (2004:117) mengatakan bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi tentang perbedaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme mempunyai fondasi kebudayaan dalam masyarakat yang bersangkutan, yang terwujud sebagai sebuah mozaik dari kebudayaan-kebudayaan yang dipunyai oleh masyarakat multikultural. Sebagai sebuah ideologi yang menekankan perbedaan dalam

kesederajatan, multikulturalisme didukung oleh ideologi demokrasi yang di dalamnya menganut prinsip persamaan dan kebebasan.

Multikulturalisme dikembangkan dari konsep pluralisme budaya (cultural pluralism) dengan menekankan kesederajatan-kebudayaan yang ada pada sebuah masyarakat. Untuk itulah, ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komunitas dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas. Dalam konteks sebuah masyarakat permasalahan tersebut tentunya tidak akan lepas dari sebuah perbedaan. Iris Marion Young (1993:296) mengatakan bahwa:

“We seek a society in which differences of race, sex, religion, and ethnicity no longer make difference to people’s rights and opportunities.

(Kita memerlukan suatu masyarakat, dimana perbedaan ras, jenis kelamin, dan etnis tidak lagi membuat pembedaan terhadap hak dan kesempatan tiap orang.) Dari kutipan tersebut, jelas terlihat bahwa multikulturalisme berkaitan erat dengan keberadaan kelompok minoritas, perbedaan ras, agama, etnis dan jenis kelamin, serta hak dan kesempatan individu-individu ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Sampai dengan Perang Dunia ke-2, masyarakat Amerika hanya mengenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan Kulit Putih yang Kristen (Suparlan, 2002). Hal ini terjadi karena kentalnya keberadaan kelompok WASP di Amerika sehingga menempatkan masyarakat dengan latar belakang White Anglo-Saxon Protestan menjadi masyarakat nomor satu. Golongan-golongan lainnya yang ada dalam

masyarakat Amerika digolongkan sebagai kelompok minoritas dengan segala hak-hak mereka yang dibatasi.

Di Amerika berbagai gejolak untuk persamaan hak bagi golongan minoritas dan kulit hitam serta kulit berwarna mulai muncul di akhir tahun 1950an. Puncaknya adalah pada tahun 1960an, dengan dilarangnya perlakuan diskriminasi oleh orang kulit putih terhadap orang kulit hitam dan berwarna di tempat-tempat umum. Perjuangan hak-hak sipil ini dilanjutkan secara lebih efektif dengan cara memanfaatkan kegiatan affirmative action22

“... Male identification is the act whereby women place men above women, including themselves, in credibility, status, and importance in most situation, regardless of the comparative quality the women may bring to the situation ... Interaction with women is seen as a lesser form of relating on every level.” yang diadakan oleh pemerintah untuk membantu kelompok minoritas agar dapat mengejar ketinggalan mereka dari golongan kulit putih yang dominan di berbagai posisi dan jabatan dalam berbagai bidang pekerjaan dan usaha.

Selain ras, permasalahan yang sempat menjadi kontroversi di Amerika adalah permasalahan tentang keberadaan perempuan. Dalam sejarah Amerika perempuan selalu ditempatkan di ranah domestik, misalnya dalam pembuatan Mayflower Compact. Dari 41 orang yang bersepakat, kesemuanya adalah laki-laki. Padahal orang-orang yang terdapat dalam kapal Mayflower pada saat itu tidak hanya laki-laki tetapi juga perempuan. Contoh lain adalah digunakannya kata “men” dalam Declaration of Independence. Digunakannya kata “men” menjadi sebuah kontroversi karena keberadaan dan peran perempuan sangat dipertanyakan.

22

Affirmative action pertama kali diperkenalkan oleh Presiden John F. Kennedy. Affirmative action adalah follow up dari Pemerintah Amerika terhadap Civil Right Act 1964 berupa penyediaan kerja, pendidikan, dan kegiatan lainnya bagi kelompok minoritas dan kaum perempuan Amerika agar tidak ketinggalan dengan masyarakat kulit putih terutama yang laki-laki. Dikutip dari www.infoplease.com

(Abelove, Barale, & Halperin, 1993:237; lihat juga Hollinger & Capper, 1993:352-356)

(…..Identifikasi laki-laki adalah tindakan dimana kaum perempuan menempatkan kaum laki-laki diatas kaum perempuan, termasuk diri mereka sendiri, dalam bentuk kredibilitas, status, dan peran penting mereka dalam setiap kebanyakan situasi tanpa melihat kualitas perbandingan yang dibawa kaum perempuan dalam situasi tersebut. ..…Interaksi dengan kaum perempuan dilihat sebagai satu bentuk yang kurang kuat dalam hubungannya dengan setiap tingkatan.)

Dalam hal ini, permasalahan ketidakadilan atas peran perempuan ini sangat terasa di bidang ekonomi dan politik, khususnya politik. Hal ini terjadi karena memang dua bidang inilah yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam suatu negara.

Permasalahan ras dan jenis kelamin ini, jika dikerucutkan, akan mengacu pada permasalahan eksistensi dari suatu kelompok dalam masyarakat. Dalam konsep multikulturalisme, eksistensi berarti ditujukan untuk mencapai suatu kesederajatan. Eksistensi ini tidak semata-mata akan datang dengan sendirinya, namun harus diusahakan. Salah satu usaha untuk menunjukkan eksistensi ini salah satunya dapat dilakukan melalui proses politik, yaitu, dengan cara menempatkan wakil yang bisa merepresentasikan kepentingan kelompoknya dalam lembaga pemerintahan ( group representation). Seperti yang dikatakan oleh Iris Marion Young (dalam Green, 1993:310):

“A democratic public should provide mechanisms for the effective recognition and representation of the distinct voices and perspectives of those of its constituent groups that are oppressed or disadvantaged.”

(Suatu masyarakat yang demokratis hendaknya menyediakan mekanisme bagi pengakuan dan representasi dari suara-suara dan perspektif-perspektif yang berbeda dari kelompok-kelompok konstituen yang tertindas dan tidak diuntungkan.)

Wakil yang ditempatkan di lembaga pemerintahan diharapkan dapat mempengaruhi pembuatan undang-undang yang sesuai dengan aspirasi kelompok yang diwakilinya. Hal ini terkait dengan sistem pelaksanaan demokrasi di Amerika

yang berbentuk perwakilan, dimana Amerika menempatkan wakilnya pemerintahan melalui proses pemilihan umum. Mengacu pada pendapat seperti yang dikatakan oleh Alexis de Tocqueville (dalam Green, 1993:42) mengenai demokrasi di Amerika:

“... Society governs itself for itself. ... The nation participates in the making of its laws by the choice of its legislators, and in the execution of them by the choice of the agents of the executive government; it may almost be said to govern itself, so feeble and so restricted is the share left to the administration, so little do the authorities forget their popular origin and the power from which they emanate. The people reign in the American political world as the Deity does in the universe. They are the cause and the aim of all things; everything comes from them, and everything is absorbed in them.”

(….. Masyarakat memerintah sendiri untuk dirinya sendiri. ….. Negara berpartisipasi dalam pembuatan hukum dengan pilihan agen-agen pemerintahan eksekutif, dan dalam pelaksanaannya dengan pilihan dari para agen dari pemerintah eksekutif tersebut; hampir dapat dikatakan bahwa untuk memerintah sendiri, yang sangat lemah dan sangat terbatas adalah dalam pembagian administrasinya, namun sangat kecil kemungkinannya bagi para penguasa untuk melupakan daerah asalnya yang merakyat dan kekuatan dari mana mereka berasal. Rakyat menguasai dunia politik Amerika seperti dewa menguasai alam semesta. Rakyat menjadi sebab dan tujuan dari semua hal; segala sesuatu berasal dari mereka, dan kembali pada mereka.)

Untuk itulah, keterwakilan suatu kelompok dalam suatu negara yang multikultur sangat penting. Jika sebuah kelompok tidak menempatkan wakilnya pada posisi strategis di pemerintahan, maka kepentingannya akan terlindas oleh kepentingan kelompok lain yang memiliki wakil di pemerintahan. Seperti yang dikatakan oleh Young (1993, 197), bahwa:

“A politic difference argues…..that equality as the participation and inclusion of all groups sometimes requires different treatment for oppressed or disadvantaged groups……social policy should sometimes accord special treatment to groups.”

(Sebuah perbedaan politik menengarai ….. bahwa kesetaraan sebagai partisipasi dan inklusi dari semua kelompok terkadang mensyaratkan perlakuan yang berbeda bagi kelompok yang tertindas dan tidak diuntungkan ... kebijakan sosial terkadang harus menyesuaikan perlakuan khusus dengan masing-masing kelompok.)

Keterwakilan sebuah kelompok dalam suatu pemerintahan tidak serta merta dapat berhasil mewujudkan keinginan kelompok tersebut, melainkan harus melalui proses tarik menarik nilai dengan kelompok yang lain. Usaha dengan merepresentasikan wakil dari sebuah kelompok di lembaga pemerintahan hanyalah untuk menunjukkan eksistensi kelompok tersebut.