• Tidak ada hasil yang ditemukan

KULTIVAR SMOOTH CAYENNE 5.1 Pendahuluan

5.2.4. Perbanyakan dengan Teknik Etiolasi 1 Tahap Induksi Tunas Etiolas

5.2.4.2. Taha p Multiplikasi Tunas

Pada tahap multiplikasi tunas, eksplan yang digunakan adalah tunas aksilar yang ada pada buku tunas etiolasi hasil perbanyakan pada tahap induksi tunas etiolasi. Eksplan bertunas ditandai dengan pembengkakan bagian buku setelah 7-14 hari, diikuti pembentukan kalus nodular atau langsung membentuk tunas, selanjutnya tunas tumbuh diikuti dengan berkembangnya daun. Gambar 33 menunjukkan pembentukan dan perkembangan plantlet dari buku tunas etiolasi.

Persentase eksplan bertunas menurun dengan meningkatnya konsentrasi BAP. Eksplan sangat responsif terhadap BAP pada umur 1-4 MST ditandai dengan peningkatan pembentukan tunas yang cepat selanjutnya relatif stabil (Gambar 34A). Perlakuan 8,88-17,76 µM BAP menghasilkan eksplan bertunas 92-96% pada 6 MST, sedangkan perlakuan 26,64 µM BAP hanya 84% yang bertunas. Perlakuan BAP 17,76 µM menghasilkan 3 tunas, sedang perlakuan lainnya 2,1-2,6 tunas pada umur 10 MST (Gambar 34B). Disamping membentuk tunas, eksplan juga membentuk kalus nodular. Kalus nodular berpotensi tinggi diinduksi untu membentuk tunas. Pada 9-10 MST, bobot kalus nodular tertinggi dihasilkan oleh konsentrasi 17,76 µM BAP (Tabel 34).

A B

C D

E F

Gambar 33 Pertumbuhan dan perkembangan tunas etiolasi dalam media BAP A Tunas menembus daun

B Tunas tidak menembus daun C, D Satu buku menghasilkan 2 tunas E Eksplan dengan 2 buku

F Tunas menghasilkan kalus nodular

Tabel 34 Pengaruh BAP terhadap jumlah kalus nodular

Umur Konsentrasi BAP

8,88 µM 17,76 µM 26,64 µM 8 MST 0,05 b 0,64 a 0,69 a 9 MST 0,12 b 1,30 a 0,55 ab 10 MST 0,00 a 1,38 a 0,42 a

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 7 8 Umur (MST) Eksplan bertunas (%) 8,88 17,76 26,64 0 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Umur (MST) Jumlah tunas 8,88 17,76 26,64 BAP (µM)

A

BAP(µ M)

B

Gambar 34 Pengaruh BAP terhadap eksplan bertunas (A) dan jumlah tunas (B)

5.3.2. Pembahasan

Secara alami jumlah propagul yang dihasilkan oleh nenas kultivar Smooth Cayenne dan Queen menunjukkan perbedaan. Nenas kultivar Smooth Cayenne menghasilkan propagul lebih sedikit dibanding nenas kultivar Queen. Induksi tunas dari mata tunas aksilar mahkota buah nenas kultivar Smooth Cayenne dalam media MS0 dihasilkan sedikit tunas (4,72%) dan waktu ya ng dibutuhkan lebih lama (18 minggu) dibandingkan kultivar Queen. Selain itu, tingkat kontaminasi yang terjadi tinggi terutama disebabkan oleh bakteri. Hal ini mungkin disebabkan cara sterilisasi tidak efektif dan dalam media induksi perlu ditambahkan sitokinin dengan konsentrasi rendah. Bila dibandingkan dengan induksi tunas pada nenas kultivar Queen dengan menggunakan metode sterilisasi dan media yang sama, terdapat perbedaan hasil. Ini menunjukkan kultivar berbeda mempunyai respon berbeda terhadap komposisi media yang sama sehingga perlu cara yang berbeda dalam sterilisasi dan komposisi media induksi. Perbedaan kultivar diduga mempunyai perbedaan kandungan sitokinin dan auksin endogen.

Eksplan nenas kultivar Smooth Cayenne pada media mengandung 0-4,44 µM BAP + 1,61 µM NAA menghasilkan tunas lebih banyak dibanding media dengan konsentrasi BAP yang lebih tinggi. Selain itu pada konsentrasi BAP lebih dari 4,44 µM mulai terbentuk kalus nodular. Dengan melakukan subkultur pada media yang sama, multiplikasi tunas dan bobot kalus nodular meningkat. Eksplan dalam media tanpa BAP dapat menghasilkan 6 tunas pada SK II dan tidak menghasilkan kalus nodular (Tabel 24). Pada tahap induksi, multiplikasi mata tunas kultivar Smooth Cayenne sangat rendah dan diduga disebabkan oleh kandungan sitokinin dan auksin yang rendah pada mata tunas aksilar. Pada saat ditanam pada media mengandung BAP, kisaran konsentrasi yang mendorong multiplikasi tunas sempit yaitu 0-4,44 µM dan konsentrasi BAP lebih dari 4,44 µM menghasilkan kalus nodular. Berarti tunas yang dihasilkan pada tahap induksi telah mampu meningkatkan kandungan sitokinin, hal ini dibuktikan dengan penambahan BAP 4,44 µM telah menginduksi kalus nodular. Dengan melakukan subkultur pada media BAP multiplikasi tunas dan bobot kalus nodular meningkat, sementara subkultur pada media tanpa BAP multiplikasi tetap meningkat dan tidak dihasilkan nodular. Berdasarkan penjelasan di atas diduga tunas hasil induksi secara in vitro pada media MS0 mampu mensintesis ZPT sehingga tidak perlu ditambahkan dari luar atau ditambahkan dengan konsentrasi lebih rendah dari 2,22 µM BAP. Dugaan tersebut didukung hasil penelitian Mercier et al. (2003), potongan daun nenas dalam media MS0 terdeteksi adanya BA dan IAA setelah 9 hari pada bagian basal daun. Sementara itu, dalam media MS + 0,5 NAA + 0,1 BA dihasilkan BA dan IAA dengan konsentrasi yang lebih tinggi.

Respon eksplan terhadap TDZ hampir sama dengan BAP. TDZ dengan konsentrasi 0,23-0,46 menginduksi tunas dan kalus nodular sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi hanya menginduksi kalus nodular (Tabel 26). Eksplan yang disubkultur pada media TDZ yang sama tidak membentuk tunas dan dihasilkan banyak kalus nodular (Tabel 27), tetapi bila dipindahkan ke media MS0 akan terjadi regenerasi tunas dalam jumlah banyak dan tetap dihasilkan lebih sedikit kalus nodular (Tabel 28). Respon eksplan terhadap TDZ + NAA sama seperti yang terjadi terhadap TDZ (Tabel 29, 30, 31). Dengan adanya

tambahan NAA pada media TDZ dapat mengurangi nekrosis kalus tetapi jumlah tunas yang dihasilkan lebih sedikit. Hasil di atas menunjukkan bahwa penggunaan

TDZ dalam perbanyakan in vitro nenas cukup sekali sebagai induksi tunas

selanjutnya disubkultur pada media tanpa ZPT untuk mengurangi akumulasi sitokinin (Mok et al., 1987). Hal ini terjadi karena : 1) TDZ dapat mendorong konversi ribonukleotida ke bentuk ribonkleosida yang secara biologi lebih aktif (Capelle et al. 1983), 2) TDZ dapat menstimulasi sintesis sitokinin tipe adenin endogen atau menghambat degradasi sitokinin karena TDZ resisten terhadap enzim sitokinin oksidase (Thomas dan Katterman, 1986) 3) mampu merubah sisi aktif sitokinin (Mok et al. 1987) sehingga sitokinin tipe adenin tidak dapat

berikatan dengan reseptor (Nielsen et al. 1993). Konsentrasi TDZ yang

dibutuhkan untuk menginduksi tunas lebih rendah dibandingkan BAP karena TDZ lebih resisten terhadap enzim sitokinin oksidase, lebih stabil dan lebih aktif dibanding BAP (Mok et al. 1987)

Penggunaan BAP dan TDZ dalam multiplikasi nenas kultivar Smooth Cayenne menghasilkan respon sama yaitu keduanya menghasilkan tunas dan kalus nodular. Tunas yang diperoleh dengan menggunakan TDZ lebih banyak

dibandingkan BAP namun keduanya menghasilkan sedikit tunas yaitu 6-24 tunas/eksplan/8 bulan. Adanya kalus nodular akan menghasilkan tunas

adventif, dan menurut Karp (1989) dalam Skirvin et al. (1994) tunas adventif menunjukkan variasi yang lebih besar dibanding tunas aksilar. Keseragaman genetik dapat dipertahankan dengan menggunakan bagian tunas aksilar sebagai

eksplan dalam perbanyakan in vitro (George dan Sherrington, 1984).

Perbanyakan in vitro nenas kultivar Smooth Cayenne menggunakan BAP dan TDZ kurang efisien dan menginduksi pembentukan kalus nodular maka dilakukan perbanyakan dengan teknik etiolasi.

Perbanyakan dengan teknik etiolasi menunjukkan sebagian besar eksplan yang ditanam mampu menghasilkan tunas pada umur 1 MST baik pada tahap induksi tunas etiolasi maupun multiplikasi tunas. Sedangkan pada penelitian Kiss et al. (1995) dihasilkan tunas etiolasi pada media MS + 10 µM NAA umur 10-14 hari setelah tanam (HST) dan pada tahap multiplikasi dengan media N6 + BA atau kinetin eksplan mampu menghasilkan tunas sekitar umur 20-25 HST.

Istilah etiolasi menunjukkan respon tanaman terhadap kondisi kekurangan cahaya yang ditandai dengan pemanjangan batang. Ciri-ciri tanaman yang mengalami etiolasi adalah ruas batang memanjang, warna batang pucat dan transparan (bening), daun menguning dan mudah rontok, plantlet tidak tegar, tidak terbentuk klorofil dan akar tumbuh lambat (Yusnita, 2003; Rahardi, 1997; Puspita, 2001). Pada tahap induksi tunas etiolasi dihasilkan tunas dengan ciri-ciri yaitu ruas batang memanjang (pada keadaan normal ruas batang tidak terlihat), warna batang putih pucat, daun kecil dan pucat. Jumlah tunas etiolasi yang dihasilkan lebih dari satu tunas per eksplan yaitu 3-4 tunas (mean 3,30) yang berasal dari media kombinasi NAA 5,37 µM + 0 µM GA3 dengan jumlah buku berkisar 5-7 buku per tunas (mean 6,37). Hal ini sesuai dengan penelitian Kiss et al. (1995) yaitu penambahan konsentrasi NAA 10 µM pada media Murashige- Skoog (MS) memberikan respon yang cukup baik dalam menghasilkan lebih dari satu jumlah tunas per eksplan nenas kultivar Smooth Cayenne de Oriental dan Espenola Raja dengan 7 buku per tunas. Perlakuan auksin NAA 5,37 µM menghasilkan tunas etiolasi tertinggi sedangkan pada konsentrasi 10,74 µM akan menurun. Hal ini terjadi karena auksin mempunyai pengaruh yang luas dalam pertumbuhan dan morfogenesis tanaman diantaranya mendorong pertumbuhan memanjang batang dan koleoptil, menghambat pemanjangan akar, mendorong pembelahan sel batang tetapi menghambat pembelahan tunas lateral. Konsentrasi optimal untuk pemanjangan batang 1-10 µM, pada konsentrasi lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan karena auksin akan menginduksi produksi etilen dan menekan pemanjangan (Taiz dan Zeiger, 1991).

Pemberian NAA meningkatkan eksplan bertunas berakar sedangkan

pemberian GA3 menurunkan eksplan bertunas berakar. Perlakuan NAA juga

meningkatkan persentase diameter batang besar = 2 mm. Perlakuan GA3 tidak berpengaruh terhadap produksi tunas etiolasi bahkan menurunkan persentase tunas berakar, padahal menurut Taiz dan Zeiger (1991) GA sangat berperan dalam menginduksi pemanjangan batang melalui peningkatan pemanjangan dan pembelahan sel berkaitan dengan meningkatnya mitosis di meristem subapikal. Hal ini diduga karena pada kondisi gelap kandungan dan aktifitas GA menurun

bahkan tidak berfungsi walaupun ada penambahan GA eksogen. Kohler (1966

dalam Moore, 1979) melaporkan kandungan GA pada tanaman Pisum sativum

kerdil dan tinggi yang dikecambahkan pada kondisi dibawah cahaya lebih tinggi dibandingkan kecambah etiolasi. Selain itu aktifitas GA berkurang karena proses sterilisasi dalam autoklaf. Beyl (2005) menyatakan GA sangat sensitif terhadap panas, setelah diautoklaf dapat kehilangan 90% aktifitas biologisnya.

Pada tahap multiplikasi tunas, potongan batang tunas etiolasi yang berwarna kuning pucat akan berubah menjadi hijau dan membengkak setelah ditanam pada media mengandung BAP. Perubahan warna terjadi karena sitokinin menstimulasi pematangan kloroplas dalam terang dan mendorong sintesis protein fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 1991). Tunas etiolasi terlihat kuning pucat karena proplastid berkembang menjadi etioplas yang mengandung karetonoid tetapi tidak mensintesis klorofil atau enzim struktural yang dibutuhkan untuk pembentukan sistem tilakoid kloroplas dan alat-alat fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 1991). Jumlah tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi 2-3 tunas per eksplan (mean 2,93), setiap eksplan terdiri atas 2 buku. Asra et al. (2000) melaporkan bahwa senyawa BAP efektif menekan efek dominansi apikal dan menyebabkan pertumbuhan tunas pada kultur in vitro nenas kultivar Queen. Menurut Pierik (1987), sitokinin 1-10 mg/l mampu mendorong pembentukan tunas tetapi

menghambat pembentukan akar. Berdasarkan penelitian Kiss et al. (1995)

penambahan kinetin hingga 20 µM dapat menghasilkan jumlah tunas sebesar 13 plantlet per eksplan, setiap eksplan terdiri dari 7 buku pada nenas kultivar Smooth Cayenne de Oriental dan Espenola Raja.

Kalus nodular merupakan sekelompok sel pada tempat tertentu dalam kalus yang menyerupai sel kambium, sering disebut meristemoid (Wattimena et al. 1992). Multiplikasi diduga berasal dari sel di sekeliling nodular yang membelah membentuk nodular baru, namun secara pasti belum dipelajari lebih jauh asal multiplikasinya. George dan Sherrington (1984) menyatakan bahwa pertumbuhan eksplan secara in vitro diatur oleh interaksi dan keseimbangan antara media dengan hormon endogen yang terdapat pada eksplan. Mufa’adi (2003) melaporkan bahwa pemberian 4,44 µM BAP tanpa auksin pada daun dewa

disebabkan pengaruh kandungan auksin endogen yang terbawa oleh eksplan dari media perbanyakan dan berinteraksi dengan BAP kemudian membentuk kalus.

Secara umum jumlah tunas yang dihasilkan pada tahap induksi tunas etiolasi sebanyak 3-4 tunas/eksplan dengan 4-7 buku/tunas yang digunakan sebagai bahan perbanyakan pada tahap multiplikasi tunas. Pada tahap multiplikasi tunas dihasilkan rata-rata jumlah tunas yaitu 2-3 tunas/eksplan, setiap ekspla n terdiri dari 2 buku. Sehingga total tunas yang dihasilkan dengan teknik etiolasi adalah ±1 296 plantlet/tunas/tahun.

5.4. Kesimpulan dan Saran

1 Media MS0 tidak sesuai sebagai media induksi tunas nenas kultivar Smooth Cayenne. Penambahan BAP 2,22-17,76 µM dalam media MS + 1,61 µM NAA dengan 2 kali subkultur dihasilkan 4-6 tunas/eksplan/8 bulan.

2 Penambahan TDZ 0,23-4,54 µM dilanjutkan subkultur ke media MS0 menghasilkan 17-24 tunas/eksplan/8 bulan dan bila ditambahkan 0,054 µM NAA dihasilkan 2-15 tunas/eksplan/8 bulan. Subkultur berulang pada media mengandung TDZ hanya menghasilkan kalus nodular dan tidak menghasilkan tunas.

3 Kombinasi perlakuan NAA 5,37 µM + 0 µM GA3 merupakan perlakuan

terbaik pada tahap induksi tunas etiolasi dengan menghasilkan 3-4 tunas/eksplan dan 5-6 buku/tunas. Pada tahap multiplikasi tunas,

pemberian BAP 17,76 µM menghasilkan 2-3 tunas/eksplan, setiap eksplan terdiri dari dua buku. Dengan teknik etiolasi dapat dihasilkan 1 296 plantlet/tunas/tahun.

Dalam media induksi mata tunas aksilar nenas kultivar Smooth Cayenne sebaiknya ditambahkan sitokinin dengan konsentrasi rendah agar didapatkan lebih banyak tunas sebagai sumber eksplan. Perbanyakan in vitro nenas kultivar Smooth Cayenne sebaiknya menggunakan teknik etiolasi dengan 4 tahap, tahap induksi menggunakan MS + NAA 5,37 µM selama 10 minggu, tahap penyesuaian tunas etiolasi terhadap cahaya 1 minggu, tahap multiplikasi dengan menggunakan MS + 17,76 µM BAP + 1,61 µM NAA dan tahap pengakaran menggunakan MS + NAA 0,54 µM.

Dokumen terkait