• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi perbanyakan in vitro tanaman nenas dan analisis kestabilan genetik berdasarkan karakter morfologi, isozim dan RAPD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi perbanyakan in vitro tanaman nenas dan analisis kestabilan genetik berdasarkan karakter morfologi, isozim dan RAPD"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANYAKAN

IN VITRO

TANAMAN

NENAS (

Ananas comosus

L. Merr.) DAN ANALISIS

KESTABILAN GENETIK BERDASARKAN

KARAKTER MORFOLOGI, ISOZIM DAN RAPD

FATIMAH NURSANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STUDI PERBANYAKAN

IN VITRO

TANAMAN

NENAS (

Ananas comosus

L. Merr.) DAN ANALISIS

KESTABILAN GENETIK BERDASARKAN

KARAKTER MORFOLOGI, ISOZIM DAN RAPD

FATIMAH NURSANDI

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Departemen Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

© Hak cipta milik Fatimah Nursandi, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(4)

ABSTRAK

FATIMAH NURSANDI. Studi Perbanyakan In Vitro Tanaman Nenas (Ananas

comosus L. Merr.) dan Analisis Kestabilan Genetik Berdasarkan Karakter

Morfologi, Isozim dan RAPD. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO, SOBIR, SRIANI SUJIPRIHATI, AGUS PURWITO.

Upaya perbanyakan in vitro pada tanaman nenas dilakukan untuk

mendapatkan bibit dalam jumlah banyak, seragam, dan cepat serta untuk mendukung program pemuliaan tanaman karena perbanyakan alami sangat lambat dan hanya menghasilkan sedikit bibit. Variasi somaklonal sering muncul pada

perbanyakan in vitro tanaman pisang dan kelapa sawit. Evaluasi variasi

somaklonal dengan mengkombinasikan beberapa karakter perlu dilakukan untuk menilai protokol regenerasi in vitro dan kestabilan genetik tanaman regeneran. Tujuan penelitian adalah: (1) mempelajari dan menganalisis pengaruh TDZ, IAA dan NAA terhadap multiplikasi, dan keseragaman keragaan di lapangan pada nenas kultivar Queen, (2) mempelajari dan menganalisis pengaruh BAP dan frekuensi subkultur terhadap multiplikasi, kualitas buah dan kestabilan genetik pada nenas kultivar Queen dan (3) mempelajari dan menganalisis pengaruh BAP dan TDZ serta teknik etiolasi terhadap multiplikasi pada nenas kultivar Smooth Cayenne.

Hasil penelitia n menunjukkan TDZ dapat menginduksi kalus nodul, tunas dan kalus, tunas dan akar nenas kultivar Queen bergantung pada konsentrasi yang digunakan. Penambahan 0,23-0,46 µM TDZ menghasilkan 56-65 tunas/eksplan selama 31 minggu. Tanaman regeneran di lapangan menunjukkan tinggi tanaman, diameter tajuk, panjang dan lebar daun tidak berbeda. Variasi yang muncul di lapangan adalah tanaman roset (1,59%), variegata (0,36%) dan

tanaman kecil dan kaku (2,16%). Penambahan BAP 8,88 µM pada SK 1

menghasilkan 26,3 tunas/eksplan selama 11 minggu. Tanaman regeneran hasil perlakuan 4,44 µM BAP menunjukkan pertumbuhan vegetatif dan kualitas buah yang lebih baik serta varian yang muncul rendah (1,53%) walaupun tingkat multiplikasi lebih rendah dibandingkan perlakuan 8,88 µM BAP. Pertumbuhan vegetatif dan kualitas buah kecuali bobot mahkota buah seragam untuk masing-masing perlakuan BAP. Tanaman regeneran normal yang berasal dari perlakuan BAP 2,22-17,76 µM secara genetik stabil berdasarkan analisis isozim: PER, EST, ADH dan MDH dan analisis RAPD dengan primer OPE 7 dan OPG 2. Tanaman variegata yang berbeda secara morfologi dengan tanaman normal menghasilkan pita monomorfik berdasarkan analisis RAPD dengan primer OPG 2 tetapi dengan primer OPE 7 me nghasilkan 33 % pita polimorfik.

(5)

ABSTRACT

FATIMAH NURSANDI. Study on In Vitro Propagation of Pineapple (Ananas

comosus L. Merr.)and Genetic Stability Analysis Based on Morphological,

Isozyme, and RAPD Markers. Supervised by ROEDHY POERWANTO, SOBIR, SRIANI SUJIPRIHATI, AGUS PURWITO.

An In vitro propagation experiment in pineapple was carried out to obtain uniform, large planting materials and support the plant breeding program where the conventional propagations have limitation in terms of small number propagules produced and take long time. In vitro propagation in several fruit plants generally produced somaclonal variations. The evaluation of somaclonal variations in pineapple using a combination of several markers is needed to esthablish an in vitro regeneration protocol and assess the genetic stability of the resulted regenerants. The objectives of the research are to 1) determine the effect of TDZ, IAA and NAA on multiplication rate and field performance in pineapple cv. Queen, 2) elaborate the effect of BAP and subculture frequency on multiplication rate, fruit quality, and genetic stability in cv. Queen, 3) study the effect of BAP, TDZ, and etiolation technique on multiplication rate in cv. Smooth Cayenne.

Results revealed that TDZ significantly induced shoots, nodule calli or roots of the explants depent on its concentration. Shoot explants grown on MS media supplemented with 0.23-0.46 µM TDZ produced 56 to 65 shoots per explant within 31 weeks period. Field evaluation of the TDZ-treated regenerants showed no difference in plant hight, width and length of the leaves. TDZ treatments generated three different variants: variegated (0.36%), rosset (1.59%), and dwarf (2.16%) plants. Supplemented with 4.44 µM BAP produced 26.3 shoots per explant within 11 weeks period. The explants treated with 4.44 µM BAP produced vigorous regenerants and good quality of fruit as well as lower level of variance (1.53%). The Bartlett test indicated that the variance of the vegetatif growth and fruit quality of the regenerants was not significantly different. Normal plants produced on media with 2.22- 17.76 µM BAP in the field showed genetic stability as verified using PER, EST, ADH and MDH isozymes analysis and RAPD technique on dan OPG 2 primers. The leaves of the resulted variegated plants showed a different level of chimeras. RAPD analysis with OPG 2 primer in variegated plants produced monomorphic bands, whereas with OPE 7 resulted in approximately 33% polimorphic bands.

(6)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Studi Perbanyakan

in Vitro Tanaman Nenas (Ananas comosus L. Merr.) dan Analisis Kestabilan

Genetik Berdasarkan Karakter Morfologi, Isozim dan RAPD adalah karya

saya sendiri, dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2006

(7)

Judul Disertasi : Studi Perbanyakan In Vitro Tanaman Nenas (Ananas comosus L. Merr.) dan Analisis Kestabilan Genetik Berdasarkan

Karakter Morfologi, Isozim dan RAPD Nama : Fatimah Nursandi

NRP : P 03600013 Departemen : Agronomi

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Dr. Ir. Sobir, M.S.

Ketua Anggota

Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2002 sampai Maret 2005 adalah

perbanyakan in vitro dengan judul Studi Perbanyakan in vitro Tanaman Nenas

(Ananas comosus L. Merr.) dan Analisis Kestabilan Genetik Berdasarkan

Karakter Morfologi, Isozim dan RAPD.

Sebagian dari isi Disertasi ini telah dipublikasikan pada Tropika (2005),

diseminarkan pada Simposium Nasional dan Kongres Peragi VIII pada tanggal

8-10 Juli 2003 di Universitas Bandar Lampung. Juga telah diseminarkan pada

Simposium Nasional dan Kongres PERIPI pada tanggal 25-26 Agustus 2005 di

Universitas Jenderal Soedirman.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada

Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc., Dr. Ir. Sobir, M.S., Dr. Ir. Sriani

Sujiprihati, M.S., Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc., selaku komisi pembimbing yang

telah memberikan kepercayaan dan bimbingan selama penelitian sampai

penyusunan disertasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Dr. Ir. Nurul Humaida, M.S., Prof. Dr. Ir. Nurhayati Ansori Mattjik, M.S., Dr. Ir.

Ahmad Dimyati, M.S. dan Dr. Ir. Darda Efendi, M.Sc. selaku penguji luar

komisi atas masukan dan sumbangan literatur yang diberikan demi

kesempurnaan disertasi ini. Penulis juga mengucapkan terima kepada Dr. Ir.

Satriyas Ilyas, M.S. selaku ketua program studi agronomi dan seluruh dosen

PS Agronomi yang selalu memberikan pelayanan yang baik dan menyenangkan

serta dukungan. Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.S. dan Prof. Dr. Ir.

Sudarsono, M.Sc. yang telah memberikan saran selama penyusunan disertasi.

Penelitian ini didukung oleh dana Riset Unggulan Strategis Nasional

(Rusnas) Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT). Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan

PKBT yang telah memberikan dana dan fasilitas laboratorium selama penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor

Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan kesempatan untuk

(9)

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Kasutjianingati,

Teti Herawati, Eries, Siska, Yuni, Bapak Noto, Bapak Ilyas Marzuki, yang banyak

membantu penulis selama penelitian. Juga kepada Mbak Eri, Ike, Riris, Mas

Kusuma, Bapak Ibram, Bapak Sulaeman, Ibu Yuyun, Miranti, Murtini, Galuh, Cut

Nyak atas semua bantuan yang diberikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu serta Ibu

Mertua (almarhumah) yang senantiasa berdoa untuk kelancaran studi penulis, Dik

Mida, Dik Diah sekeluarga, Mas Teguh sekeluarga, Dik Imam sekeluarga yang

selalu memberikan dorongan semangat dan doa. Kepada suami tercinta

Drs. Untung Santoso, M.Si., saya mengucapkan banyak terima kasih karena telah

memberikan kesempatan, kepercayaan, dorongan, doa, perhatian serta kasih

sayang sampai disertasi ini terselesaikan. Hidup adalah perjuangan, nikmatilah

pilihan kita dengan ikhlas dan niat ibadah. Kepada ananda Hanief Ariefman Sani

(12 tahun), Afif Mahardika Sani (8 tahun), Dinda Fajria Sani (5 tahun) dan

Andika Rahman Sani (4 tahun), mama mengucapkan terima kasih karena kalian

adalah penyemangat mama untuk menyelesaikan studi ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dengan

tulus, semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang dilipatgandakan.

Akhir kata, mudah- mudahan Disertasi ini bermanfaat bagi pihak yang

memerlukan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan semoga Allah SWT

senantiasa melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Bogor, Januari 2006

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 29 Januari 1966 sebagai

anak sulung dari pasangan H. Abdul Rachman dan H. Maslaha. Penulis menikah

dengan Drs. Untung Santoso, M.Si dan dikaruniai 4 anak (Hanief Ariefman

Sani, Afif Mahardika Sani, Dinda Fajria Sani dan Andika Rahman Sani).

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih,

Fakultas Pertanian IPB, lulus tahun 1990. Pada tahun 1994, penulis diterima di

Program Studi Agronomi pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya

pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada

program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2001.

Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan

Nasional Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian universitas

Muhammadiyah Malang sejak 1991 sampai sekarang. Pada tahun 1998-2001

penulis menjadi kepala Pusat Bioteknologi Pertanian Universitas muhammadiyah

Malang.

Selama mengikuti program S3, penulis menyajikan karya ilmiah berjudul

(1) Perbanyakan In Vitro Nenas (Ananas comosus L. Merr) dengan

Menggunakan BAP dan TDZ pada Simposium Nasional dan Kongres PERAGI

VIII di Lampung pada bulan Juli 2003, (Lampiran 1) (2) Studi Pertumbuhan

Tanaman Nenas (Ananas comosus L. Merr) Kultivar Queen Hasil In Vitro

dan Analisis Kestabilan Genetik Berdasarkan Karakter Morfologi dan

RAPD pada Simposium Nasional dan Kongres PERIPI di Purwokerto pada

bulan Agustus 2005 (Lampiran 2). Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul

Perbanyakan Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr) cv. Smooth

Cayenne dengan Teknik Etiolasi Secara In Vitro pada jurnal Tropika (2005)

Universitas Muhammadiyah Malang (Lampiran 3). Karya-karya ilmiah tersebut

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvii

DAFTAR SINGKATAN ……….. xviii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang ……….. 1

Perumusan Masalah ……….. 4

Tujuan Penelitian ……….. 8

Manfaat Penelitian ……… 8

2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nenas ………. 9

Kultivar Nenas ………. 10

Perbanyakan Nenas ……….. 12

Perbanyakan In Vitro ……… 14

Zat Pengatur Tumbuh ………... 16

Kestabilan Genetik dalam Perbanyakan In Vitro ………. 17

Deteksi Variasi Somaklonal ……… 19

3 PENGARUH TDZ, IAA DAN NAA TERHADAP MULTIPLIKASI DAN KESERAGAMAN KERAGAAN TANAMAN NENAS KULTIVAR QUEEN DI LAPANGAN Pendahuluan ………...……… 22

Bahan dan Metode ………. 24

Hasil dan Pembahasan ………... 28

Hasil ……… 28

Pembahasan ……….. 40

Kesimpulan Dan Saran ………...………... 43

4 PENGARUH BAP DAN FREKUENSI SUBKULTUR TERHADAP MULTIPLIKASI, KUALITAS BUAH DAN KESTABILAN GENETIK TANAMAN NENAS KULTIVAR QUEEN Pendahuluan ………...……… 44

Bahan dan Metode ………. 46

Hasil dan Pembahasan ………... 55

Hasil ……… 55

Pembahasan ……….. 73

(12)

5 PENGARUH BAP DAN TDZ SERTA TEKNIK ETIOLASI DALAM

PERBANYAKAN IN VITRO TANAMAN NENAS KULTIVAR

SMOOTH CAYENNE

Pendahuluan ………...…….. 80

Bahan dan Metode ………... 82

Hasil dan Pembahasan ………. 85

Hasil ……….. 85

Pembahasan ……… 93

Kesimpulan Dan Saran ………..………. 98

6 PEMBAHASAN UMUM ………... 99

Peran Sitokinin dalam Perbanyakan In Vitro ……….. 99

Variasi Somaklonal pada Perbanyakan In Vitro ……….. 103

7 KESIMPULAN ………... 106

DAFTAR PUSTAKA ………... 108

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakter fenotipe 5 kultivar nenas (Leal dan Soule, 1977 dalam

Nakasone dan Paull, 1999) ………. 11

2 Pengaruh TDZ terhadap bobot kalus nodular, eksplan bertunas dan jumlah tunas/eksplan nenas kultivar Queen umur 16 MST ……….. 30

3 Pengaruh TDZ terhadap jumlah tunas nenas dalam media MS0 dan media akar ………... 31

4 Pengaruh TDZ terhadap peubah pada saat aklimatisasi dan di

lapangan ……… 32

5 Variasi tanaman di lapangan pada umur 8 bulan hasil perbanyakan

in vitro denga n TDZ ……… 34

6 Pengaruh interaksi TDZ, IAA dan NAA terhadap eksplan berakar

(%) pada tahap induksi ………... 37

7 Pengaruh interaksi TDZ, IAA dan NAA terhadap jumlah akar pada tahap induksi umur 15 MST …………..……… 37

8 Pengaruh interaksi TDZ dan auksin terhadap bobot kalus nodular dan jumlah tunas pada tahap multiplikasi dalam media MS0 …..……. 40

9 Bahan-bahan kimia larutan penyangga dalam analisis isozim ………. 51

10 Jumlah tunas dalam media BAP SK 1 dan media akar ….………….. 57

11 Pengaruh BAP SK 1 terhadap jumlah daun , jumlah akar, panjang

akar dan tunas berakar ………..……. 58

12 Pengaruh BAP SK 1 terhadap tanaman menghasilkan anakan dan

jumlah anakan per tanaman ………… ……….. 59

13 Variasi tanaman nenas asal perbanyakan in vitro SK 1 pada 33 MST

di lapangan ………. 61

14 Pengaruh BAP terhadap beberapa karakter pada fase generatif tanaman nenas umur 15 bulan ……… 62

15 Rekapitulasi nilai karakter morfologi dan kualitas buah tanaman hasil

perbanyakan in vitro SK 1 ……… 62

(14)

17 Pengaruh BAP SK 2 pada media akar terhadap jumlah tunas umur

10 MST ………..………... 68

18 Pengaruh BAP pada SK 2 terhadap peubah vegetatif di lapangan .. 70

19 Variasi pada tanaman SK 2 di lapangan umur 27 MST ………..….. 70

20 Pengaruh BAP pada SK 3 terhadap jumlah tunas dan bobot kalus

nodular pada umur 16 MST ………..………. 71

21 Pengaruh BAP pada SK 3 terhadap jumlah tunas dalam media akar

umur 0 dan 14 MST ……… 71

22 Pengaruh BAP pada SK 3 terhadap jumlah anakan per tanaman … 73

23 Variasi pada tanaman regeneran SK 3 di lapangan umur 25 MST …. 73

24 Pengaruh BAP terhadap jumlah tunas dan kalus nodular saat SK tanaman nenas kultivar Smooth Cayenne klon Subang …….……… 86

25 Pengaruh BAP terhadap jumlah tunas pada saat aklimatisasi dari media pengakaran ………. 86

26 Pengaruh TDZ SK 1 terhadap jumlah tunas dan bobot kalus nodular

tanaman nenas kultivar Smooth Cayenne klon Subang …….……… 87

27 Pengaruh TDZ SK 2 terhadap jumlah tunas dan bobot kalus nodular

tanaman nenas kultivar Smooth Cayenne klon Subang ………. 87

28 Pengaruh TDZ SK 2 dalam media MS0 terhadap jumlah tunas dan

bobot kalus nodular kultivar Smooth Cayenne klon Subang ……… 87

29 Pengaruh TDZ + NAA SK 1 terhadap jumlah tunas dan bobot kalus nodular tanaman nenas kultivar Smooth Cayenne klon Subang …… 88

30 Pengaruh TDZ + NAA SK 2 terhadap jumlah tunas dan bobot kalus nodular tanaman nenas kultivar Smooth Cayenne klon Subang …… 88

31 Pengaruh TDZ+NAA SK 2 dalam media MS0 II terhadap jumlah tunas dan bobot kalus nodular kultivar Smooth Cayenne klon Subang 88

32 Pengaruh NAA dan GA3 terhadap eksplan bertunas tidak berakar dan bertunas berakar pada umur 7 MST ... 91

33 Pengaruh NAA terhadap diameter batang pada umur 7 MST ... 91

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka studi perbanyakan in vitro tanaman nenas dan analisis

kestabilan genetik ……… 5

2 Alur pelaksanaan penelitian ……….…….. 7

3 Bagian vegetatif tanaman nenas yang dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman ………….……… 13

4 Bahan tanam mahkota buah nenas (A) dan tunas dalam media MS0 umur 4 MST (B) ……….……… 25

5 Alur kegiatan multiplikasi dengan TDZ ……….. 26

6 Alur kegiatan multiplikasi dengan TDZ, IAA dan NAA …….……… 28

7 Eksplan membentuk kalus nodular dalam media TDZ (µM) umur 14 MST ……….……… 29

8 Jaringan meristematik yang terbent uk dengan perlakuan TDZ …..… 30

9 Eksplan mengalami nekrosis dalam media MS0 I (A), regenerasi tunas dalam media MS0 II ………... 31

10 Variasi tanaman regeneran di lapangan ………..….. 33

11 Perkembangan eksplan pada tahap induksi dalam media TDZ …….. 35

12 Pengaruh TDZ terhadap eksplan bertunas (A) dan jumlah tunas (B) dalam media induksi ……… 35

13 Pengaruh TDZ terhadap eksplan berkalus nodular (A) dan bobot kalus nodular (B) pada tahap induksi ……… 36

14 Pengaruh TDZ terhadap tunas aksilar (A) dan tunas total (B) pada tahap multiplikasi dalam media MS0 ……… 38

15 Pengaruh TDZ pada tahap multiplikasi eksplan tunas dalam media MS0 ………. 39

16 Pengaruh TDZ pada tahap multiplikasi dengan eksplan kalus nodular pada MS0 ………. 39

17 Alur kegiatan perbanyakan in vitro nenas kultivar Queen ………….. 47 18 Daun tanaman normal (A) dan daun tanaman variegata (B) untuk

(16)

19 Tunas yang tumbuh dalam media BAP SK 1 ……… 56

20 Pengaruh BAP subkultur 1 terhadap diameter tajuk (A), tinggi

tanaman (B), panjang daun (C) dan jumlah daun (D) di lapangan … 60

21 Tanaman variegata fase generatif (A), anakan yang dihasilkan tanaman variegata ………. 61

22 Buah berukuran tidak normal (A,B,C) dan buah berukuran normal (D) 63

23 Berbagai bentuk mahkota buah tidak normal ……… 63

24 Pola pita isozim ADH, EST, PER, MDH ……….. 65

25 Pola pita berdasarkan RAPD dengan primer OPE 7 dan OPG 2 ….. 66

26 Pengaruh BAP terhadap eksplan berkalus nodular pada SK 2 umur 12 MST ……….. 67

27 Pengaruh BAP SK 2 terhadap jumlah daun (A), jumlah akar (B) dan panjang akar (C) saat aklimatisasi ……….…….… 69

28 Pengaruh BAP subkultur 3 terhadap diameter tajuk (A), tinggi

tanaman (B), panjang daun (C) dan lebar daun (D) di lapangan …… 72

29 Alur kegiatan penelitian nenas kultivar Smooth Cayenne ………… 82

30 Induksi tunas etiola si nenas klon Subang pada 0, 4, 8 MST ……….. 89

31 Pengaruh NAA (A) dan GA3 (B) terhadap eksplan bertunas ... 90

32 Pengaruh NAA (A) dan GA (B) terhadap jumlah buku ... 90

33 Pertumbuhan dan perkembangan tunas etiolasi dalam media BAP ... 92

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Makalah yang disampaikan pada Simposium Nasional dan

Kongres PERAGI VIII di Lampung pada bulan Juli 2003 ………….. 118

2 Makalah yang disampaikan pada Simposium Nasional dan Kongres

PERIPI di Purwokerto pada bulan Agustus 2005 ……….. 127

3 Artikel yang diterbitkan di jurnal Tropika 2005 Universitas

Muhammadiyah Malang ……….. 136

(18)

DAFTAR SINGKATAN

AAT : enzim aspartat amino transferase ACP : enzim acid phosphatase

ADH : enzim alcohol dehydrogenase

Aklimatisasi : penyesuaian fisiologi suatu organisme hidup terhadap perubahan keadaan lingkungan

Amplifikasi : proses penggandaan molekul DNA

Aneuploid : tanaman yang mempunyai jumlah kromosom yang bukan kelipatan dari kromosom dasarnya

BAP : benzyl amino purine, sitokinin turunan purin BSA : bulan setelah aklimatisasi

BST : bulan setelah tanam

Buffer ekstrak : buffer yang digunakan dalam analisis isozim, membantu menghancurkan sel

Buffer elektroda : buffer yang digunakan merendam kaki cetakan tray pada proses elektroforesis isozim

Buffer gel : buffer yang digunakan untuk melarutkan pati kentang dalam analisis isozim

Buku : bagian pada batang yang mengeluarkan satu atau lebih daun

CBP : cytokinin-binding protein adalah reseptor sitokinin CDK : cytokinin dependent-kinase, enzim yang terlibat dalam

siklus sel

CTAB : cetyl triethylammonium bromide

Denaturasi : proses pemisahan DNA dari ikatan ganda menjadi ikatan tunggal

DNA : deoxyribonucleic acid, merupakan bahan genetik dNTP : deoxynucleotide triphosphates (umumnya dalam bentuk

campuran dATP, dCTP, dTTP, dGTP) EDTA : ethylene diaminetetracetic acid

Elektroforesis : teknik pemisahan molekul berdasarkan gerakan yang berbeda pada medan listrik

Epigenetik : segala sesuatu yang berhubungan dengan interaksi faktor-faktor genetik

EST : enzim esterase

EtBr : ethidium bromide

Etiolasi : keadaan yang tidak normal dari semai atau tanaman yang kekurangan sinar matahari.

GA : giberelic acid

Gap : salah satu tahap dalam siklus sel G1/S : tahap transisi antara gap 1 dan sintesis G2/M : tahap transisi antara gap 2 dan mitosis

Gel pati : pati kentang khusus yang digunakan dalam analisis isozim HST : hari setelah tanam

IAA : indol acetic acid

(19)

Isozim : kelompok enzim yang mempunyai bentuk molekul atau struktur berbeda tetapi mempunyai efek katalitik yang sama

Loading dye : pemberat dan pada saat elektroforesis

Mata tunas : suatu titik tumbuh pada batang/cabang yang akan menjadi tunas

MDH : malate dehydrogenase

Media : suatu bahan yang mengandung zat makanan dengan komposisi tertentu sebagai tempat tumbuh kultur jaringan tanaman/jasad renik, bakteri, jamur

Meristem : jaringan yang sel-selnya belum berfungsi khusus dan masih aktif membelah untuk membentuk sel baru; jaringan tanaman yang terdiri dari sel-sel hidup dan berdinding tipis yang mampu membelah berulang-ulang Mitosis : proses pembelahan sel somatik

Monomorfik : hanya satu bentuk genotip MS : Murashige and Skoog

MS0 : Media MS tanpa zat pengatur tumbuh MSS : minggu setelah subkultur

MST : minggu setelah tanam NAA : naphthalene acetate acid

Nekrosis : gejala matinya beberapa sel/bagian/organ tanaman yang berhubungan dengan kehilangan klorofil

Organogenesis : pembentukan dan perkembangan organ dalam pembentukan embrio

PCR : polymerase chain reaction (proses polimerasi DNA secara in vitro)

PER : enzim peroksidae

Plantlet : tumbuhan kecil yang telah sempurna dihasilkan dari biji atau biakan in vitro

PLB : protocorm like body, biji yang sangat kecil dan tidak dapat dibedakan bakal akar atau batang bila

berkecambah, misal pada anggrek

Polimorfik : bentuk pola pita DNA yang berbeda antar individu Primer : rantai nukleotida pendek, berfungsi sebagai pemula

sintesis DNA dalam reaksi polimerisasi

Propagul : bagian organisme yang dapat digunakan dalam perbanyakan

RAPD : random amplified polymorphic DNA (teknik analisis DNA berdasarkan panjang fragmen DNA hasil amplifikasi oleh enzim polymerase dengan primer tertentu

rpm : rotation per minutes

Self incompatibility : bunga yang tidak dapat membentuk buah bila terjadi penyerbukan sendiri atau baru dapat membentuk buah bila terjadi penyerbukan silang

(20)

Tanaman roset : tanaman dengan susunan daun rapat karena ruas batang amat pendek

TDZ : thidiazuron, sitokinin turunan fenilurea Tris : tris (hydroxymethy)-aminomethane

Tunas aksilar : tunas yang muncul dari ketiak daun batang utama suatu tumbuhan

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang

diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan

produk olahan. Hampir seluruh bagian tanaman nenas dapat dimanfaatkan,

limbah dari buah untuk pakan ternak dan produksi asam organik (seperti asam

sitrat, asam askorbat, asam malat), serat daun untuk bahan tekstil, dan bromelin

untuk industri makanan, kosmetik, obat-obatan (Wee dan Thongtham, 1997;

Nakasone dan Paull, 1999). Pada tahun 2000 Indonesia adalah produsen nenas

terbesar ke-9 namun peran Indonesia dalam mengisi ekspor buah nenas dunia

masih rendah yaitu 0,003% untuk nenas segar dan 12,34% nenas kaleng

(Poerwanto, 2003). Produksi nenas Indonesia pada tahun 2000 hanya 2% dari

produksi dunia, padahal pada tahun 1995 produksi nenas Indonesia mencapai 6%

dari produksi dunia (Anonim, 2001). Produksi nenas dapat ditingkatkan dengan

beberapa cara diantaranya: membuka kebun baru, meremajakan

kebun-kebun yang tua, memperkenalkan kultivar baru dan menyediakan bibit unggul.

Usaha tersebut harus didukung dengan teknik perbanyakan yang cepat dan bibit

yang dihasilkan seragam, yaitu teknik perbanyakan in vitro.

Teknik perbanyakan in vitro tanaman nenas perlu dikembangkan karena

teknik perbanyakan tradisional dan modifikasinya tidak efisien. Teknik

perbanyakan tradisional dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman seperti

crown (mahkota buah ), slip, shoot (tunas samping) dan sucker (anakan)

memerlukan waktu lama, jumlah bibit ya ng dihasilkan sedikit dan tidak seragam.

Tanaman nenas kultivar Smooth Cayenne menghasilkan 2 propagul/tanaman per

tahun sehingga perlu waktu 30 tahun untuk menghasilkan bahan tanaman yang

cukup untuk satu hektar yang dimulai dari satu tanaman (Purseglove, 1972).

Untuk meningkatkan jumlah bibit dapat dilakukan dengan memodifikasi teknik

tradisional yaitu (1) metode pemotongan mata tunas pada ketiak daun dari crown,

slip, dan sucker, (2) metode pemotongan memanjang dari slip dan sucker (teknik

kuarter), dan (3) metode pemotongan batang (Selamat, 1996). Bibit yang

dihasilkan dengan metode tersebut sebanyak 15-256 bibit/sucker/tahun (Selamat,

(22)

yang perlu bibit ratusan ribu bahkan jutaan bibit per tahun. Selain itu,

perbanyakan in vitro untuk perbanyakan bahan tanaman yang terbatas jumlahnya

(misal klon introduksi), klon unggul hasil seleksi atau hibrid hasil persilangan.

Keberhasilan dalam perbanyakan secara in vitro ditentukan oleh banyak

faktor, diantaranya kultivar tanaman, komposisi media, metode kultur, jenis dan

konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) serta umur kultur. Klon nenas yang

berbeda menghasilkan multiplikasi berbeda (DeWald et al. 1988). Metode

regenerasi yang berbeda juga menghasilkan multiplikasi berbeda. Kiss et al.

(1995) dengan metode etiolasi dapat menghasilkan 80 000 plantlet/tanaman

per tahun, sedangkan Teng (1997) dengan metode kultur nodul dapat

menghasilkan 80 000-100 000 plantlet/tana man per tahun.

Teknik perbanyakan in vitro pada beberapa jenis tanaman terbukti efisien,

namun pada tanaman nenas belum digunakan secara komersial karena

kemungkinan terjadi variasi somaklonal (Bartholomew dan Criley, 1988). Variasi

yang muncul selama proses kultur in vitro disebut variasi somaklonal (Larkin dan

Scowcorft, 1981). Penyebab munculnya variasi somaklonal ada dua yaitu variasi

genetik yang memang sudah ada dalam eksplan dan variasi induksi atau variasi

epigenetik yang muncul selama fase kultur in vitro. Variasi genetik bersifat stabil

baik melalui perbanyakan seksual dan aseksual, sedangkan variasi epigenetik

tidak stabil dan berpotensi dapat balik (reversible) (Evans et al. 1984; Kaeppler

et al. 2000). Epigenetik adalah variasi dalam ekspresi gen yang secara potensial

dapat balik tetapi sekuen DNA tidak mengalami perubahan (Kaeppler et al.

2000). Oono (1985 dalam Kaeppler et al. 2000) melaporkan, padi kerdil hasil

perbanyakan in vitro tetap terbawa me lalui perbanyakan generatif. Padi kerdil

kembali menjadi tanaman normal setelah diperlakukan dengan 5-deoxyazacytidine

yaitu senyawa anti metilasi DNA. Sifat kerdil yang muncul pada padi tersebut

merupakan variasi epigenetik.

Variasi somaklonal yang terjadi pada teknik perbanyakan in vitro nenas

dan tanaman lainnya dipengaruhi oleh banyak faktor dan mekanisme penyebabnya

masih menjadi perdebatan. Menurut Kaeppler et al (2000), penyebab terjadinya

variasi somaklonal adalah perubahan kromosom (penggandaan kromosom, delesi,

(23)

transposon. Besarnya variasi tergantung pada klon atau kultivar tanaman, macam

dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, kecepatan multiplikasi, umur kultur, sumber

eksplan, penggunaan agen mutagenik dan tekanan seleksi (seperti kadar garam,

herbisida, produk sampingan dari mikroorganisme), jumlah kromosom dan tipe

regenerasi (Skirvin, 1978; Skirvin et al. 1994).

Kultivar berbeda dalam satu spesies tanaman pisang menunjukkan tingkat

variasi yang berbeda. Variasi pada kultur pisang rata-rata 3% tetapi pada kultivar

Cavendish mencapai 20% (Hwang dan Ko, 1986). Penggunaan zat pengatur

tumbuh (ZPT) konsentrasi tinggi, umur kultur dan frekuensi subkultur yang

berlebihan dapat menginduksi variasi (Skirvin et al. 1994). Eksplan yang

mempunyai mata tunas kemungkinan terjadinya variasi lebih kecil dibandingkan

eksplan yang tidak mempunyai meristem calon tunas (Skirvin et al. 1994).

Regenerasi melalui perbanyakan tunas aksilar dapat mengurangi munculnya

variasi somaklonal dibandingkan regenerasi melalui tunas adventif dan

embriogenesis (Karp, 1989). Variasi somaklonal yang masih bisa diterima adalah

tidak lebih dari 3-5% (Cote et al. 1993). Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian untuk mendapatkan metode perbanyakan in vitro nenas yang efisien

dengan variasi somakonal yang rendah melalui pengaturan ZPT, regenerasi

langsung dan frekuensi subkultur.

Variasi somaklonal perlu dievaluasi sedini mungkin. Evaluasi bisa

dilakukan pada plantlet dala m botol, saat aklimatisasi di rumah kaca atau di

lapangan pada fase vegetatif dan generatif. Dalam melakukan evaluasi variasi

somaklonal perlu digunakan kombinasi beberapa penanda misalnya karakter

morfologi, biokimia (isozim), sitologi, dan molekuler. Masing- masing penanda

mempunyai kelemahan dan kelebihan sehingga dengan mengkombinasikan

beberapa penanda dapat diperoleh hasil evaluasi yang dapat dipercaya.

Identifikasi dengan menggunakan karakter morfologi mudah dilakukan dan

biayanya murah, namun sering dipengaruhi oleh lingkungan dan tahap

perkembangan tanaman. Jika pengaruh lingkungan sangat besar terhadap induksi

keragaman maka penilaian keragaman berdasarkan data karakter morfologi tidak

mencerminkan tingkat keragaman genetik yang sebenarnya (Yee et al. 1999).

(24)

Ford-lloyd, 1993), tidak dipengaruhi lingkungan dan mampu membedakan antar

tanaman yang secara morfologi dan sitologi tidak dapat dibedakan. Penanda

RAPD adalah hasil amplifikasi sebagian DNA dari genom dengan menggunakan

satu buah primer oligonukleotida yang terdiri atas 10 nukleotida (William et al.

1990). Analisis isozim mempunyai beberapa kelemahan dibandingkan penanda

RAPD yaitu jumlah isozim yang bisa dianalisis terbatas, polimorfik yang

dihasilkan lebih rendah dan perubahan sekuen DNA atau nukleotida yang tidak

merubah sekuen asam amino polipeptida tidak dapat dideteksi dengan isozim

(Roose, 1988). RAPD mempunyai beberapa kelebihan diantaranya perbedaan

primer pada satu nukleotida tunggal akan menghasilkan profil yang berbeda. Jadi

teknik ini dapat mendeteksi perubahan basa tunggal dalam DNA genom jika

cukup banyak primer yang digunakan (Deng et al. 1995).

1.2. Perumusan Masalah

Teknik perbanyakan tanaman nenas secara alami dan modifikasinya tidak

efisien, oleh karena itu perlu dilakukan teknik perbanyakan in vitro. Teknik

in vitro yang efisien harus mampu menghasilkan kecepatan multiplikasi yang

tinggi sehingga dapat dihasilkan bibit dalam jumlah banyak dan cepat.

Multiplikasi tinggi dapat dicapai dengan menggunakan ZPT sitokinin dan auksin

konsentrasi tinggi, subkultur berulang dan regenerasi langsung atau tidak

langsung. Namun kecepatan multiplikasi yang tinggi dapat menginduksi

munculnya variasi somaklonal (Gambar 1). Penyebab terjadinya variasi

somaklonal adalah perubahan kromosom (penggandaan kromosom, delesi,

inversi, translokasi), perubahan sekuen DNA, metilasi dan aktifasi elemen

transposon (Kaeppler et al 2000).

Stabilitas klonal adalah faktor yang sangat penting dalam perbanyakan

mikro secara komersial. Pada beberapa kasus variasi somaklonal yang terdeteksi

saat in vitro, ketika di lapangan menjadi normal (berdasarkan karakter morfologi).

Evaluasi variasi somaklonal hasil perbanyakan in vitro tanaman nenas telah

dilakukan pada plantlet dalam botol dan aklimatisasi di lapangan umur 6 minggu

(Mhatre et al. 2002; Smith et al. 2002) tetapi evaluasi variasi somaklonal pada

(25)
(26)

dilakukan evaluasi variasi somaklonal tanaman nenas hasil kultur in vitro

sampai fase generatif dan kualitas buah dengan menggunakan kombinasi beberapa

penanda (morfologi, isozim dan RAPD) agar diperoleh hasil yang dapat dipercaya

(Gambar 1). Perlu dicari metode perbanyakan yang dapat meningkatkan

kecepatan multiplikasi setinggi mungkin dengan resiko munculnya variasi

somaklonal serendah mungkin. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan studi

perbanyakan in vitro tanaman nenas melalui pendekatan penggunaan ZPT (BAP,

TDZ, IAA, NAA, GA3), metode regenerasi (organogenesis, teknik etiolasi) dan

frekuensi sub kultur pada dua kultivar nenas (kultivar Queen dan Smooth

Cayenne).

Pada awalnya, penelitia n dirancang untuk membandingkan respon kultivar

Queen dan Smooth Cayenne terhadap BAP dan TDZ dengan pendekatan

konsentrasi yang sama dan teknik regenerasi yang sama melalui organogenesis.

Namun dalam pelaksanaannya, kultivar Queen dan Smooth Cayenne

menunjukkan respon yang sangat berbeda dalam media media induksi (MS0)

sehingga dilakukan penelitian yang terpisah untuk kedua kultivar (Gambar 2).

BAP dan TDZ pada kultivar Queen menunjukkan efek yang sangat berbeda

sehingga memerlukan pendekatan metode perbanyakan yang berbeda, oleh karena

itu dilakukan penelitian 1 dan 2 yang saling terpisah. Perbanyakan in vitro nenas

kultivar Smooth Cayenne kurang efisien melalui organogenesis langsung

menggunakan TDZ dan BAP sehingga dilakukan percobaan dengan teknik etiolasi

(Gambar 2) Permasalahan di atas dipelajari dengan melakukan 3 penelitian yang

terpisah yaitu:

1 Pengaruh TDZ, IAA dan NAA terhadap multiplikasi dan keseragaman

keragaan tanaman nenas kultivar Queen di lapangan

2 Pengaruh BAP dan frekuensi subkultur terhadap multiplikasi, kualitas

buah dan kestabilan genetik tanaman nenas kultivar Queen.

3 Pengaruh TDZ dan BAP serta teknik etiolasi dalam perbanyakan in vitro

(27)
(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mendapatkan sistem perbanyakan in vitro

tanaman nenas melalui organogenesis dengan variasi somaklonal sekecil

mungkin.

Tujuan spesifik adalah:

1 Mempelajari dan menganalisis pengaruh TDZ, IAA dan NAA terhadap

multiplikasi, pengakaran dan keseragaman keragaan tanaman nenas kultivar

Queen di lapangan

2 Mempelajari dan menganalisis pengaruh BAP terhadap multiplikasi,

pengakaran, dan kualitas buah serta kestabilan genetik tanaman nenas

kultivar Queen.

3 Mempelajari dan menganalisis pengaruh BAP dan TDZ serta teknik etiolasi

terhadap multiplikasi dan pengakaran tanaman nenas kultivar Smooth

Cayenne.

1.4. Manfaat penelitian

1 Mendapatkan konsentrasi optimum dari TDZ dan BAP untuk menginduksi

multiplikasi tunas yang tinggi dengan variasi somaklonal ya ng rendah,

sehingga diperoleh tanaman regeneran dalam jumlah banyak, seragam, dan

stabil.

2 Mendapatkan metode standar dalam perbanyakan in vitro tanaman nenas

kultivar Queen dan Smooth Cayenne sehingga dapat membantu perusahaan

nenas dalam penyediaan bibit bermutu.

3 Mendapatkan metode untuk mendeteksi variasi somaklonal pada waktu

sedini mungkin terhadap tanaman nenas hasil perbanyakan in vitro

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Nenas

Nenas merupakan anggota famili Bromeliaceae atau bromeliad. Famili ini

terdiri atas 45 genus dan 2000 spesies (Nakasone dan Paull, 1999) yang semuanya

berasal dari Amerika Selatan kecuali satu spesies Pitcairnia felicana berasal dari

Afrika Barat (Collins, 1968). Tanaman nenas ditemukan oleh Columbus tahun

1493 (Petty et al. 2001), diduga masuk ke Indonesia pada abad ke-16 dibawa oleh

orang Spanyol (Collins, 1968) dan masuk ke pulau Jawa tahun 1599 (Purseglove,

1972).

Ananas comosus L. Merr. adalah nenas budidaya yang merupakan

tanaman herba tahunan (perenial), sukulen, dan serofit, steril bila menyerbuk

sendiri, monokotil, epifit atau terestrial (Purseglove, 1972; Wee dan Thongtham,

1997; Paull, 1997; Nakasone dan Paull, 1999; Petty et al. 2001). Tanaman nenas

mempunyai tinggi 50-100 cm, tinggi batang tanaman dewasa 30-35 cm, diameter

6,5-7,5 cm dengan ruas pendek 1-10 mm (Nakasone dan Paull, 1999). Akar

tanaman nenas ada 3 macam yaitu akar tanah, akar aksilar dan akar adventif

(Collins, 1968). Akar tanah adalah akar yang berada di bawah permukaan tanah,

akar aksilar adalah akar pada pangkal batang dan berada di atas permukaan tanah,

sedangkan akar adventif adalah akar yang muncul di aksilar daun batang. Akar

aksilar dan akar adventif berfungsi untuk menyerap air dan nutrisi. Akar baru

terus terbentuk dan menyebar dan terhenti saat terjadi inisiasi pembungaan. Daun

nenas berbentuk pedang dengan panjang 1 m atau lebih, lebar 5-8 cm, pinggiran

berduri atau hampir rata, berujung lancip. Daun menempel secara spiral pada

batang dengan jarak yang rapat sehingga membentuk roset. Daun nenas

mengandung serat 2-3% yang dapat digunakan untuk tekstil (Purseglove, 1972).

Secara alami inisiasi inflorescence dipercepat dengan adanya suhu rendah

pada malam hari dan pengurangan jam penyinaran, namun inisiasi dapat diinduksi

secara buatan dengan menggunakan gas etilen (Paull, 1997; Wee dan Thongtham,

1997). Fase generatif terbagi dalam 5 tahap yaitu (1) awal induksi, yaitu

inflorescence tersembunyi membentuk roset daun, (2) red heart yaitu tahap antara

(30)

pematangan buah (Coppens d’Eeckenbrugge et al. 2001). Inflorescence kompak

mengandung 100-200 bunga hermaprodit. Antesis terjadi 2-4 minggu, dan setiap

bunga mekar selama 1-2 hari (Ploetz et al. 1996). Buah nenas merupakan buah

multiple partenokarpi atau sinkarp ya ng terbentuk dari penebalan poros bunga

dan peleburan masing- masing bunga (Purseglove, 1972; Wee dan Thongtham,

1997). Perkembangan fruitlet telah lengkap bersamaan dengan munculnya

mahkota buah, selanjutnya buah dan mahkota terus berkembang sampai buah

matang. Buah matang sekitar 4 bulan sejak munculnya mahkota atau 6-7 bulan

dari inisiasi bunga (Nakasone dan Paull, 1999). Bakal biji dan serbuk sari

berfungsi normal tetapi tidak kompatibel menyerbuk sendiri (self incompatible)

sehingga tidak menghasilkan biji atau biji yang terbentuk tidak normal (Nakasone

dan Paull, 1999). Self incompatible ini disebabkan oleh terhambatnya

pertumbuhan tabung serbuk sari pada 1/3 bagian atas dari tangkai putik

(Brewbaker dan Go rrez, 1967 dalam Nakasone dan Paull, 1999).

Kandungan nutrisi buah dipengaruhi oleh lingkungan. Nenas yang

ditanam di dataran rendah ukurannya lebih besar, lebih manis dan lebih berair

(Wee dan Thongtham, 1997). Rasio gula:asam sangat bervariasi tergantung pada

kultivar, kondisi pertumbuhan tanaman dan umur panen (Nakasone dan Paull,

1999). Wee dan Thongtham (1997) menyatakan rasio gula:asam = 16:1 adalah

ideal untuk proses pengalengan.

2.2. Kultivar Nenas

Kultivar yang dibudidayakan mungkin merupakan tanaman diploid,

triploid atau tetraploid dengan 2n = 50, 75 atau 100 kromosom. Tanaman nenas

diploid dan tetraploid merupakan tanaman fertil tetapi self incompatible,

sedangkan nenas triploid adalah steril (IBPGR, 1986). Kultivar komersial

Cabezona adalah tanaman triploid alami dengan 75 kromosom (Collins, 1933

dalam Collins, 1968). Persilangan antara 2 kultivar diploid dapat menghasilkan

beberapa tanaman triploid, tetraploid dengan persentase sangat kecil dibandingkan

tanaman diploid. Tanaman triploid berasal dari sel telur yang tidak tereduksi

(gamet diploid) dibuahi sel serbuk sari haploid. Tanaman tetraploid berasal dari

(31)

menghasilkan 90% serbuk sari fertil sedangkan tanaman triploid menghasilkan

90-95% serbuk sari steril (Collins, 1968).

Kultivar-kultivar nenas berbeda dalam ukuran tanaman dan buah, warna

dan rasa daging buah, pinggiran daun berduri atau rata. Kultivar tersebar pada

berbagai negara sehingga sering mempunyai nama berbeda-beda (Coppens

d’Eeckenbrugge et al. 2001). Tanaman nenas dikelompokkan dalam 5 kelompok

fenotipe berdasarkan karakter buah dan daun (Tabel 1). Pengelompokan

berdasarkan karakter fenotipe tidak persis sama dengan pengelompokan

berdasarkan variasi isozim (Aradhaya et al. 1994).

Tabel 1 Karakter fenotipe 5 kultivar nenas (Leal dan Soule, 1977 dalam Nakasone dan Paull, 1999).

Karater Spanish Queen Abacaxi Cayenne Maipure

Daun berduri berduri berduri tidak berduri tidak berduri

Buah Bobot (kg) Bentuk Warna daging Warna kulit Struktur mata Core Rasa 0,9-1,8 Globose Kuning muda – putih

Orange-merah

Besar & dalam Besar Asam, berserat 0,5-1,1 Conical Kuning tua Kuning Dalam Kecil Lebih manis, agak asam, serat rendah

1,4 Conical

Kuning muda – putih Kuning - Kecil Manis Cenderung berair 2,3 Silinder Kuning muda – kuning Orange Dangkal Sedang Manis, cukup asam, serat rendah, berair 0,8-25 Silinder Putih – kuning tua

Kuning – orange merah - Kecil-sedang Lebih manis dari Cayenne, berserat, sangat berair

Pengalengan Cukup cukup Cukup Sangat baik Cukup

Masalah penyakit

Resisten thd layu Lebih resisten dari Cayenne

Resisten Peka layu Tidak diketahui

Klon Red Spanish

Singapore Spanish Green Selangor Castilla PR-67 Cabezona Queen MacGregor Natal Ripley Alexandria Abacaxi Abakka Sugar Loaf Papelon Venezolara Amarelle Smooth Cayenne Cayenne Lisse Guatemalan Typhone St Michael Esmeralda Maipure Perolera Lebrija Monte Lirio Abacaxi Rondon

Penjelasan singkat dari lima kelompok fenotipe nenas sebagai berikut: (1)

Kultivar Cayenne banyak ditanam untuk produksi komersial selama hampir 150

tahun. Kultivar Smooth Cayenne awalnya satu genotipe tunggal karena

diperbanyak secara aseksual dan terjadi mutasi somatik maka muncul sejumlah

klon-klon yang berbeda dalam kultivar tersebut (Broertjes dan Van Harten, 1988).

Menurut Collins dan Kerns (1938) dalam Broertjes dan Van Harten (1988) ada

30 tipe mutan dari kultivar Cayenne. Kultivar Cayenne menghasilkan sedikit

[image:31.596.96.510.325.573.2]
(32)

et al. 2001). (2) Kultivar Queen lebih banyak diperdagangkan sebagai buah segar,

mempunyai ukuran tanaman dan buah lebih kecil dan daun lebih pendek

dibandingkan dengan kultivar Cayenne. Daun kultivar Queen berduri, rasa dan

aroma buah lebih disukai. Kultivar Queen menghasilkan 3-12 sucker (Apriyani,

2005) (3). Kultivar Spanish berukuran kecil sampai sedang, daun berduri, sering

terjadi multiple mahkota dan menghasilkan banyak sucker. Buah tidak cocok

untuk produk kalengan karena mata terlalu dalam dan warna daging buah pucat.

(4). Kultivar Abacaxi banyak ditanam di Amerika Latin dan daerah Karibia.

Kultivar ini disebut juga Pernambuco (Petty et al. 2002). Buah tidak cocok untuk

produk kalengan atau buah segar, banyak dipasarkan dalam bentuk juice dengan

rasa yang sesuai untuk konsumen Amerika Latin dan Karibia. (5). Kultivar

Maipure banyak dibudidayakan di Amerika Tengah dan Selatan sebagai buah

segar untuk pasar lokal. Nama lain dari kultivar ini adalah Perolera (Petty et al.

2002), sering menghasilkan mahkota buah berukuran kecil pada bagian dasar

mahkota dan menghasilkan banyak slip sampai 6. Mutan Perolera menghasilkan

buah berwarna merah (Coppens d’Eeckenbrugge et al. 2001).

2.3. Perbanyakan Nenas

Tanaman nenas umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan

menggunakan tunas vegetatif dari berbagai bagian batang tana man dan mahkota

buah. Berbagai bahan perbanyakan menurut Collins (1968) dan Rangan (1984),

(Gambar 3) antara lain:

1. Crown (mahkota buah) adalah bagian tanaman yang ada di atas buah

2. Slip (tunas tangkai buah) adalah tunas yang muncul di bawah dasar buah

3. Hapas adalah tunas yang muncul pada daerah antara ujung batang dan dasar

buah tangkai buah

4. Shoot (tunas ketiak daun atau tunas samping) adalah tunas yang muncul dari

aksilar daun

5. Sucker (anakan) adalah tunas yang muncul dari bagian batang di bawah

permukaan tanah.

Wee dan Thongtham (1997) membagi bahan tanam nenas menjadi tiga yaitu

(33)

Dari ketiga bagian tersebut yang paling sering digunakan sebagai bahan

perbanyakan adalah tunas batang sedangkan mahkota jarang digunakan karena

ukurannya tidak seragam.

1 2 3 4

Gambar 3 Bagian vegetatif tana man nenas yang dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman 1. Crown, 2. Slip, 3. Shoot, 4. Sucker

Jumlah anakan dan tunas samping berkorelasi negatif dengan kepadatan

populasi tanaman (Petty e t al. 2002), selain itu juga tergantung pada kultivar

nenas. Kultivar Smooth Cayenne menghasilkan tunas batang sedikit yaitu kurang

dari tiga sehingga untuk perbanyakan lebih sering digunakan tunas ketiak daun

(Nakasone dan Paull, 1999). Kultivar Queen banyak menghasilkan anakan dan

tunas samping (8-12) (Sari, 2002). Shoot diambil dari tanaman induk 1 bulan

setelah panen, slip diambil 2-3 bulan setelah panen, sedangkan mahkota diambil

bersamaan dengan saat panen. Tunas samping terus berkembang sampai buah

dipanen sehingga ukurannya lebih besar dibanding slip (Nakasone dan Paull,

1999). Perbanyakan bibit dengan mengandalkan produksi dari tanaman secara

alami hasilnya sedikit dan memerlukan waktu yang lama serta ukurannya

bervariasi. Oleh karena itu, perlu dicari teknik perbanyakan yang dapat

meningkatkan kecepatan dan jumlah bibit yang dihasilkan. Beberapa teknik

perbanyakan telah dilakukan diantaranya: (1) menyemprotkan bahan kimia

(seperti morphactin, klorflurenol, flurenol, diklorflurenol) ke tanaman untuk

menginduksi pembentukan plantlet (Nickell, 1988), (2) memodifikasi metode

perbanyakan tradisional yaitu metode pemotongan mata tunas, metode

(34)

Selamat, 1996) dan (3) perbanyakan in vitro (Wakasa, 1979; Zepeda dan Sagawa,

1981; Kiss et al. 1995; Teng, 1997; Prahardini et al. 1995; Imelda dan Erlyandari,

2000).

2.4. Perbanyakan In Vitro

Teknik perbanyakan in vitro adalah cara perbanyakan dengan

menggunakan media buatan di bawah kondisi aseptik (Rice et al. 1992). Teknik

perbanyakan in vitro disebut juga perbanyakan mikro atau kultur jaringan

tanaman. Menurut Ahloowalia et al. (2004) kultur jaringan tanaman adalah

menumbuhkan dan memperbanyak sel, jaringan dan organ dalam media padat

atau cair di bawah kondisi aseptik dan terkendali. Teknik perbanyakan in vitro

mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan perbanyakan konvensional yaitu:

(1) membutuhkan bahan tanam atau eksplan sedikit, (2) menghasilkan tanaman

bebas patogen dalam waktu cepat dan ruangan relatif sempit, (3) menghasilkan

tanaman secara klonal tanpa dipengaruhi musim atau lingkungan dan (4)

kecepatan produksi dapat diatur sesuai permintaan pasar (Fiorino dan Loreti,

1987). Teknik perbanyakan in vitro umumnya dilakukan melalui lima tahapan

(Werbrouck dan Debergh, 1994):

Tahap 0 : Persiapan dan perlakuan tanaman (sumber eksplan)

Tahap 1 : Inisiasi eskplan

Tahap 2 : Multiplikasi tunas

Tahap 3 : Pemanjangan, induksi akar dan perkembangan akar

Tahap 4 : Aklimatisasi dan penanaman di lapangan

Tahap 0 dilakukan untuk mendapatkan bahan tanam (eksplan) yang sehat dan

kondisi fisiologisnya bagus. Pada tahap ini, tanaman sebagai sumber eksplan

perlu dirawat dengan baik dan kadang-kadang perlu perlakuan khusus seperti

pemangkasan, penyemprotan zat pengatur tumbuh sehingga kond isi fisiologinya

lebih baik. Pada tahap inisiasi, kegiatan yang dilakukan adalah memilih bagian

tanaman yang akan dijadikan eksplan, mencari prosedur sterilisasi yang efektif

namun tidak mematikan eksplan, dan memilih komposisi media yang tepat.

Tahap multiplikasi merupakan tahap yang penting dalam perbanyakan in vitro.

(35)

sitokinin dalam media dan atau mensubkultur plantlet pada media yang sama atau

media yang berbeda. Pada beberapa kasus, penggunaan sitokinin cukup optimal

untuk multiplikasi tunas (Werbrouck dan Debergh, 1994). Tahap pengakaran

kadang-kadang bisa dilewati karena pada akhir tahap multiplikasi beberapa

plantlet dapat menghasilkan akar sehingga bisa segera diaklimatisasi. Apabila

sitokinin yang digunakan pada tahap 2 relatif tinggi, kadang-kadang tunas yang

dihasilkan pendek dan sulit berakar. Agar dihasilkan tunas yang panjang dan

berakar, plantlet ditransfer ke media yang berbeda. Pada tahap aklimatisasi yang

perlu diperhatikan adalah pemilihan media dan kondisi lingkungan rumah kaca.

Pada dasarnya ada 3 macam teknik perbanyakan mikro yaitu: (1)

perbanyakan meristem adventif (organogenesis), (2) embriogenesis somatik dan

(3) perbanyakan tunas aksilar (tunas yang sudah ada di meristem) (Fiorino dan

Loreti, 1987; Rice et al. 1992). Pada permulaan kultur, metode perbanyakan tunas

aksilar kurang efisien dibanding organogenesis atau embriogenesis, namun

setelah beberapa kali subkultur maka kecepatan multiplikasi dari tunas aksilar

akan meningkat pesat (Fiorino dan Loreti, 1987).

Metode lain yang merupakan modifikasi dari perbanyakan meristem

adventif adalah teknik kultur kalus nodular. Nodular adalah kumpulan sel yang

menunjukkan pola diferensiasi jaringan dan sel internal yang konsisten (Teng,

1997). Nodular umumnya mempunyai kapasitas yang tinggi untuk regenerasi

menjadi tanaman atau organ melalui organogenesis. Nodular juga dapat

berproliferasi membentuk kalus nodular yang lebih banyak, dapat dipertahankan

dalam waktu yang lama dan proses regenerasi dapat disinkronisasi sesuai

kebutuhan. Nodular dapat diinduksi dari kalus atau secara langsung dari eksplan.

Nodular nenas mempunyai karakter yang sama dengan kalus yaitu dapat

berproliferasi membentuk nodular baru dan regenerasi menjadi tunas. Nodular

baru terbentuk dari bagian nodular yang tua dan 70% dari nodular yang baru dapat

membentuk tunas. Kultur nodular mempunyai potensi untuk menghasilkan

plantlet yang tinggi. Kalus nodular seberat 0,4 g dapat menghasilkan lebih dari

50 tanaman dalam waktu 1 bulan sehingga dalam setahun diperkirakan dapat

dihasilkan 8-10 x 104 plantlet dari nodular yang diinduksi dari satu tanaman.

(36)

potongan buku yang mengalami etiolasi didapatkan 13-15 plantlet/eksplan buku

dan diperkirakan dalam setahun dihasilkan 8 x 104 plantlet dari satu tanaman.

Perbanyakan nenas Bogor pada media MS + 1 mg/l BAP menghasilkan 9 tunas

pada umur 2 bulan dan bila konsentrasi BAP ditingkatkan menjadi 2 mg/l jumlah

tunas menjadi 2 (Imelda dan Erlyandari, 2000). Prahardini et al. (1995) dengan

menambahkan IAA, BA dan GA3 pada media MS mendapatkan 9 tunas in vitro

nenas Queen klon Blitar pada umur 5 bulan.

2.5. Zat Pengatur Tumbuh

Manipulasi sel, jaringan dan organ tanaman dalam kultur in vitro untuk

tujuan perbanyakan dan modifikasi tanaman sangat bergantung pada penggunaan

zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh sitokinin sering digunakan dalam

perbanyakan in vitro untuk mendapatkan multiplikasi yang tinggi. Aktifitas

berbagai hormon tanaman bergantung pada interaksinya dengan hormon tanaman

lainnya. Sitokinin bersinergis dengan auksin dalam menstimulasi pembelahan sel

secara kontinue dalam kultur jaringan pith tembakau, tetapi bersifat antagonis

dengan auksin dalam mengontrol inisiasi tunas dan akar dalam kultur jaringan dan

dalam proses dominansi apikal (Binns, 1994).

Berdasarkan struktur kimia ada 2 kelompok sitokinin yaitu turunan adenin

(BAP, kinetin, zeatin) dan turunan fenilurea (TDZ). TDZ dan BAP mempunyai

respon fisiologi yang sama yaitu berperan dalam regulasi pembelahan sel,

diferensiasi dan pertumbuhan jaringan dan organ serta biosintesis klorofil (Murthy

et al. 1996). Efektifitas antara BAP dan TDZ dalam menginduksi multiplikasi

tunas berbeda-beda bergantung pada jenis tanamannya. Pada tanaman anggrek

Phalaenopsis konsentrasi optimal untuk menginduksi tunas adventif adalah

5-10 µM TDZ dan bila menggunakan BAP 40 µM (Chen dan Piluek, 1995). Pada tanaman ubi kayu perlakuan 10 mg/l BAP menghasilkan jumlah tunas per

eksplan lebih banyak dibandingkan perlakuan 10 mg/l TDZ tetapi persentase

eksplan membentuk tunas pada perlakuan TDZ lebih tinggi dibandingkan

perlakuan BAP (Konan et al. 1997)

Pengaruh penggunaan TDZ dalam perbanyakan in vitro diantaranya adalah

(37)

menginduksi embrio somatik tanpa dikombinasi dengan zat pengatur tumbuh

lainnya (Murthy et al. 1995), merangsang proliferasi tunas dan regenerasi organ

adventif tanaman berkayu (Huetteman dan Preece, 1993), meningkatkan

kecepatan proliferasi protocorm-like body (PLB), menginduksi pembentukan PLB

(Ernst, 1994). Selain itu TDZ dapat menginduksi absisi daun kapas melalui

peningkatan etilen endogen (Suttle, 1985). Penggunaan sitokinin dengan

konsentrasi tinggi akan berpengaruh negatif yaitu menghambat perpanjangan

tunas dan inisiasi akar Cymbidium sinense Willd (Chang dan Chang, 2000),

menghasilkan tunas hiperhid rik pada tanaman ubi kayu (Konan et al. 1997),

menyebabkan vitrifikasi yaitu suatu kondisi fisiologi in vitro yang menyebabkan

disorganisasi seluler (Ziv, 1991). Pengaruh negatif lainnya adalah menyebabkan

munculnya kalus pada bagian dasar eksplan (Lakshmanan et al. 1997),

pembengkakan akar dan pertumbuhan akar terhenti (Fratini dan Ruiz, 2002,

produksi etilen meningkat (Kevers dan Gasper, 1985).

2.6. Kestabilan Genetik dalam Perbanyakan In Vitro

Stabilitas klonal merupakan faktor yang sangat penting dalam

perbanyakan mikro secara komersial (George dan Sherrington, 1984). Stabilitas

genetik eksplan dalam kultur in vitro tergantung pada derajat struktur, organisasi

dan pengaruh lingkungan aseptik yang menyertai ekspresi potensi variabilitas

(Rice et al. 1992). Stabilitas genetik eksplan seringkali tidak dapat dipertahankan

selama atau setelah melalui proses in vitro sehingga muncul variasi yang disebut

variasi somaklonal.

Penyebab munculnya variasi somaklonal ada dua kemungkinan yaitu

variasi genetik (genetic variation) yang memang sudah ada dalam eksplan dan

variasi induksi (induce variation) atau variasi epigenetik yang muncul selama fase

kultur jaringan. Variasi genetik bersifat stabil baik melalui perbanyakan seksual

dan aseksual, sedangkan variasi epigenetik tidak stabil walaupun melalui

perbanyakan aseksual (Evans et al. 1984). Variasi genetik yang ada dalam

eksplan (pre-existing variation) dapat berasal dari eksplan multiseluler dan

tanaman kimera. Eksplan biji atau kecambah terdiri atas beberapa tipe sel dapat

(38)

induksi dapat disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, tipe regenerasi, kultivar atau

klon tanaman, jumlah kromosom (level ploidi), sumber eksplan, umur kultur dan

frekuensi subkultur, kecepatan proliferasi, agen mutagenik serta lingkungan kultur

(kondisi kultur) ( Cote et al. 1993; Skirvin et al. 1994). Variasi somaklonal dapat

terjadi pada gen tunggal atau multi gen yang disebabkan adanya perubahan

basa-basa DNA, gen, kromosom atau genom (Orton, 1984)).

Eksplan yang berasal dari bagian tanaman yang mempunyai mata tunas

seperti mata tunas aksilar, apeks dan meristem, kemungkinan terjadinya variasi

lebih kecil dibandingkan eksplan yang tidak mempunyai meristem calon tunas

seperti daun, akar, dan protoplas (Skirvin et al. 1994). Variasi yang muncul pada

meristem tunas atau mata tunas aksilar dapat ditekan karena derajat stabilitasnya

tinggi dan lebih plastis (Rice et al. 1992).

Penggunaan sitokinin dan zat pengatur tumbuh lainnya dalam konsentrasi

tinggi meningkatkan frekuensi tanaman regeneran tumbuh abnormal. Pada

strawberi penggunaan adenin sulfat tanpa sitokinin dapat meningkatkan

kemantapan dan mengurangi munculnya off-type. Off-type mungkin disebabkan

oleh kecepatan multiplikasi yang tinggi pada media yang mengandung BAP (Rice

et al. 1992). Brand dan Kiyomoto (1997) menyarankan dalam kultur jaringan

Rhododendron sebaiknya digunakan sitokinin konsentrasi rendah agar diperoleh

tunas yang vigor dan variasi minimum.

Tipe regenerasi melalui perbanyakan tunas aksilar dapat mengurangi

kemungkinan munculnya variasi somaklonal dibandingkan tipe regenerasi melalui

tunas adventif dan embriogenesis (Karp, 1989). Variasi yang muncul dari mata

tunas aksilar mungkin disebabkan oleh variasi yang sudah ada (pre-existing) atau

induksi sela ma pembentukan kalus. Pada setiap tahap dalam perbanyakan in vitro

sebaiknya dihindari kemungkinan terbentuknya kalus karena kalus sering

berasosiasi dengan variasi somaklonal, dan hubungan antara keduanya sangat

kuat. Munculnya kalus akan merangsang munculnya enzim penginduksi stress

dan produk sampingan khusus (McClintock,1984 dalam Skirvin et al. 1994)

Beberapa kultivar dalam satu spesies tanaman menunjukkan tingkat variasi

yang berbeda. Terdapat kultivar yang menunjukkan variasi yang berlebihan,

(39)

kultur pisang rata-rata 3% tetapi pada kultivar Cavendish mencapai 20%. Variasi

yang muncul pada kultur in vitro pisang berupa ukuran tanaman, kelainan bentuk,

ukuran dan tebal daun. Kelainan yang paling sering muncul pada pisang

Cavendish adalah kekerdilan bisa mencapai 70% disusul bentuk dan ukuran buah

(Marie, 1992 dalam Cote et al. 1993). Kelainan yang masih dapat ditoleransi

pada tanaman pisang 3-5% (Cote et al. 1993), sedangkan pada nenas 5% (Smith

dan Drew, 1990).

Subkultur dilakukan untuk meningkatkan kecepatan multiplikasi,

sedangkan umur kultur adalah berapa lama suatu plantlet berada dalam in vitro.

Umur kultur dan frekuensi subkultur yang berlebihan dapat menginduksi variasi

(Skirvin et al. 1994). Fiorino dan Loreti (1987) menyatakan jumlah mata tunas

baru yang terbentuk dari 1 eksplan meningkat sampai subkultur ketiga atau

keempat kemudian stabil. Secara teori subkultur dapat dilakukan terus menerus

tetapi dengan bertambahnya umur kultur maka subkultur menjadi kurang

responsif dan muncul ketidakstabilan genetik. Oleh karena itu untuk

mempertahankan tanaman true to type jumlah subkultur harus dibatasi. Pada

pisang subkultur maksimal 10 kali (Cote et al. 1993).

Mekanisme molekuler penyebab perubahan fenotipe adalah patahnya

kromosom, perubahan basa tunggal, perubahan jumlah sekuen berulang dan

perubahan dalam pola metilasi DNA (Scowcroft dan Larkin, 1988). Amplifikasi

sekuen DNA berulang lebih tinggi dalam kultur sel Nicotiana glauca (Durante

et al. 1983), meningkatnya metilasi DNA dan menurunnya kandungan DNA pada

tanaman regeneran Pisum sativum L. (Cecchini et al. 1991). Perubaha n

kromosom yang umum dijumpai pada variasi somaklonal adalah poliploidi,

aneuploid dan putusnya daerah heterokromatin (Al Zahim et al. 1999).

2.7. Deteksi Variasi Somaklonal

Untuk mengevaluasi variasi somaklonal dengan baik diperlukan beberapa

pendekatan yaitu melalui pengamatan karakter morfologi, sitologi dan molekuler,

karena penggunaan marker molekuler saja tidak efisien. Penilaian keragaman

genetik suatu spesies tanaman secara konvensional berdasarkan perbedaan

(40)

dipengaruhi faktor lingkungan. Jika pengaruh lingkungan sangat besar terhadap

induksi keragaman dibandingkan keragaman genetik maka penilaian keragaman

berdasarkan data morfologi tidak mencerminkan tingkat keragaman genetik

diantara aksesi (Yee et al. 1999).

Banyak teknik molekuler telah dikembangkan untuk menilai keragaman

genetik diantaranya analisis isozim dan RAPD. Isozim adalah enzim yang

merupakan produk langsung dari gen, terdiri atas berbagai molekul aktif dengan

struktur kimia berbeda tetapi mengkatalisis reaksi kimia yang sama (Adam, 1983).

Perbedaan suatu sistem enzim dapat dilihat melalui pola pita dengan metode

elektroforesis gel sesudah diwarnai. Perbedaan pola pita tersebut berkaitan

langsung dengan perbedaan bobot dan muatan listrik asam amino penyusun enzim

yang dianalisis. Susunan asam amino yang membentuk macam- macam protein

ini disandikan oleh susunan basa nukleotida dalam DNA yang khas untuk setiap

jenis enzim (Ghesquiere, 1984). Isozim mempunyai kelebihan dibandingkan

pengamatan karakter morfologi yaitu tidak dipengaruhi lingkungan, bersifat

kodominan, membutuhkan sampel sedikit. Kelemahan isozim adalah yang dapat

dideteksi terbatas, tidak dapat mendeteksi perubahan sekuen DNA, dan tidak

merubah sekuen asam amino polipeptida (Roose, 1988).

Random amplified polymorphic DNA (RAPD) adalah amplifikasi fragmen

(potongan) DNA melalui PCR menggunakan primer pendek (Williams et al.

1990). Polimorfisme antar genotipe dapat terdeteksi jika ada mutasi titik atau

inversi pada tempat melekatnya primer dan adanya penyisipan atau delesi dalam

satu fragmen amplifikasi (Debener, 2002). Kelebihan RAPD adalah tidak

dipengaruhi lingkungan, membut uhkan sedikit DNA dengan kemurnian tidak

tinggi, prosedur sederhana, tanpa radioaktif, dapat mendeteksi perubahan basa

tunggal dalam DNA genom jika cukup banyak primer yang digunakan (Deng

et al. 1995). Sementara kelemahan RAPD adalah bersifat dominan sehingga ada

beberapa informasi yang hilang, jumlah polimorfik dan reproduksibilitasnya lebih

rendah (Williams et al. 1990; Koch dan Jung, 1997).

Roose (1988) tidak dapat menggunakan isozim untuk membedakan antar

kultivar citrus sedangkan Deng et al. (1995) dengan menggunakan RAPD dapat

(41)

(1995) juga menguji reproduksibilitas RAPD dengan menggunakan DNA yang

berasal dari 3 bahan yaitu kalus embrionik, tanaman di rumah kaca dan di

lapangan, ternyata dari ketiganya didapatkan pola RAPD yang sama. RAPD

dapat digunakan untuk membedakan tanaman Phalaenopsis varian dan tanaman

normal hasil perbanyakan in vitro. Isozim AAT juga dapat digunakan untuk

membedakan tanaman varian dan tanaman mutan sedangkan PGM menghasilkan

pola pita yang sama (Chen et al. 1998).

Analisis RAPD dengan 5 primer terhadap 120 tanaman regeneran dari

tunas adventif in vitro dari eksplan daun genotipe tunggal bit gula didapatkan

0,05% varian, sedangkan terhadap 30 regeneran sekunder terdeteksi 0,01%

varian (Munthali et al. 1996). Shoyama et al. (1997) menyimpulkan bahwa

embriogenesis somatik dapat digunakan untuk perbanyakan klonal tanaman

ginseng berdasarkan analisis terhadap plantlet yang berasal dari embriogenesis

somatik yang diinduksi dari jaringan kalus kuncup bunga ginseng tidak

menunjukkan variasi setelah dianalisis dengan menggunakan 21 primer RAPD.

Mhatre et al. (2002) menganalisis 10 tanaman nenas berduri (normal) dan

10 tanaman tidak berduri dari 900 tanaman regeneran berumur 4-6 minggu dengan

58 primer RAPD. Primer RAPD OPA 02, 03, 04, 06, dan 08 memproduksi pita

polimorfik pada fenotipe berduri sebaliknya OPA 01, 03, 04, 07, 08, dan 09

polimorfik pada fenotipe tidak berduri. Tanaman berduri menghasilkan 1 pita

sedangkan tanaman tidak berduri menghasilkan 2 pita dengan primer OPA 04.

(42)

III. PENGARUH TDZ, IAA DAN NAA TERHADAP MULTIPLIKASI DAN KESERAGAMAN KERAGAAN TANAMAN NENAS

KULTIVAR QUEE

Gambar

Tabel 1  Karakter  fenotipe 5  kultivar  nenas (Leal dan Soule, 1977 dalam Nakasone dan Paull, 1999)
Gambar 4     Bahan tanam mahkota buah nenas (A) dan tunas dalam media inisiasi (MS0) umur 4 MST (B)
Gambar 6  Alur kegiatan multiplikasi dengan TDZ dan IAA, NAA
Tabel 2  Pengaruh TDZ terhadap bobot kalus nodular, eksplan bertunas dan  jumlah tunas/eksplan  nenas kultivar Queen umur 16 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini memberikan petunjuk bahwa implementasi PPBI secara terpadu dengan strategi kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan

Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang mengungkap proses penyusunan desain pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembahasannya berupa cara kerja dan isi dari program yang ada pada aplikasi tersebut, dengan judul “Detektor Posisi Kendaraan bermotor dengan sensor GPS dan Aplikasi

didukung oleh data-data emperis tentang permasalahan atau kesenjangan antara harapan dengan kenyataan dalam hal layanan pendidikan, terutama berkaitan dengan

Karya ilmiah ini berjudul Penegakan Hukum Terhadap Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api Secara Ilegal (Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Denpasar) yang menjadi

Berdasarkan hasil analisis dengan metode TRIZ, solusi usulan perbaikan kualitas pelayanan yaitu perbaikan alur pelayanan, memasang papan informasi pada tempat-tempat

dan dukungan teman sebaya berhubungan dengan keterlibatan siswa pada sekolah. Mengingat pentingya keterlibatan siswa pada sekolah yang telah