• Tidak ada hasil yang ditemukan

III.BAHAN DAN METODE

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. MUTU SENSORI COKELAT MASAK PERLAKUAN

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan penambahan maltitol berpengaruh nyata terhadap kadar air (p<0.05) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Kadar air cokelat masak percobaan berkisar antara 0.2403 sampai 0.3634%. Peningkatan penambahan maltitol cenderung menurunkan kadar air cokelat masak, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4. Menurut Roquette (2004) faktor penyebab kadar air cokelat masak berbasis maltitol lebih rendah dibanding cokelat masak berbasis sukrosa adalah maltitol bersifat lebih non higroskopis bila dibandingkan dengan sukrosa pada temperatur yang sama.

Seperti yang disajikan pada Tabel 4, penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata terhadap pH larutan 10% cokelat masak. Larutan 10% cokelat masak percobaan cenderung bersifat alkalis dengan kisaran pH 7.78 sampai 7.99. Tidak berbeda nyata pH larutan 10% cokelat masak dapat disebabkan tidak terjadinya peningkatan konsen- trasi ion hidoksil atau pun ion hidrogen dalam cokelat masak secara signifikan. Tidak signifikannya perubahan ion hidrohen maupun ion hidroksil dapat disebabkan oleh adanya proses conching serta adanya ekstraktor pada mesin penghalus. Proses con-

ching dan ekstraktor mengakibatkan terbuangnya komponen-komponen asam organik volatil yang dihasilkan seperti asam asetat, asam isovalerat dan asam isobutirat selama proses penghalusan berlangsung. Faktor penyebab lainnya adalah jumlah penggunaan bubuk kakao alkalis dalam formulasi adalah sama, sehingga konsentrasi ion hidroksil cenderung tidak berubah secara nyata.

Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas cokelat masak 40°C, seperti yang disajikan pada Tabel 4. Viskositas cokelat masak 40°C ber- kisar antara 1900 sampai 3150 mPa.s. Viskositas cokelat masak berbasis maltitol cen- derung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan penambahan maltitol se- perti yang disajikan pada Tabel 4. Faktor penyebab peningkatan viskositas cokelat adalah sebaran distribusi ukuran partikel maltitol dalam cokelat masak berbasis maltitol lebih tidak merata dibandingkan dengan sebaran distribusi partikel dalam cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor lain adalah kemampuan pengikatan air oleh maltitol

lebih besar dibandingkan sukrosa. Kristal maltitol mampu mengikat air karena struktur molekulnya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Menurut Bolmstedt (2000) keberadaan air menyebabkan terjadi friksi antar molekul menjadi lebih besar, karena partikel maltitol lebih sulit dibungkus oleh lemak. Friksi antar molekul meningkatkan

shear rate suspensi cokelat. Dengan meningkatnya shear rate, maka viskositas cokelat menjadi semakin meningkat. Suspensi cokelat berbasis maltitol memperlihatkan sifat cairan Non Newtonian dan berkarakteristik dilatant (shear tickening).

Penambahan maltitol juga berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap lama proses penghalusan cokelat masak seperti yang disajikan pada Tabel 4. Proses penghalusan terpanjang terjadi pada prototipe perlakuan penambahan maltitol 100% (rasio sukro- sa:maltitol = 0.0:52.5), sedangkan terpendek terjadi pada prototipe tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:42.0). Pada Tabel 4, nampak adanya hubungan antara peningkatan viskositas cokelat masak 40°C dengan lama proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel rata-rata 25 mikron. Semakin tinggi tingkat penam- bahan maltitol, maka waktu proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel rata- rata 25 sampai 30 mikron yang dibutuhkan adalah semakin panjang, dan viskositas cokelat 40°C semakin kental.

Menurut Sikorski (1977) viskositas cokelat dipengaruhi oleh kadar lemak, tipe dan konsentasi bahan penurun tegangan permukaan, kadar air, temperatur, derajat

shearing, ukuran partikel dan dipengaruhi juga oleh distribusi partikel. Beckett (1994) menyatakan cokelat merupakan suspensi partikel gula, dan kakao dalam fase kontinyu lemak. Distribusi ukuran partikel berperan menentukan sifat permukaan spesifik (luas permukaan per unit massa) cokelat. Jika luas area spesifik lebih besar maka cokelat menjadi kental.

Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa viskositas cokelat masak 40°C perlakuan rasio sukrosa: maltitol: 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol) adalah paling encer yaitu sebesar 1900 mPa.s, sedangkan perlakuan penambahan maltitol 100% adalah yang paling kental yaitu 3150 mPa.s. Cokelat masak Dark Baking Compound perlakuan rasio sukrosa:maltitol 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%) memerlukan waktu penghalusan yang paling lama yaitu 14.5 jam, sedangkan perlakuan tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa: maltitol = 42.0:0.0) memerlukan waktu proses hanya 8.0 jam.

Peningkatan waktu proses penghalusan cokelat masak berbasis maltitol untuk mencapai ukuran partikel 25 sampai 30 mikron, dapat disebabkan oleh efektifitas pemecahan kristal maltitol oleh blades mesin penghalus (refiner) lebih rendah bila dibandingkan dengan efektifitas pemecahan kristal sukrosa pada cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor penyebab rendahnya efektifitas kerja blades mesin menghaluskan kristal maltitol dibanding kristal sukrosa adalah adanya perbedaan sifat fisiko-kimia antara kristal sukrosa dan kristal maltitol. Kristal maltitol bersifat lebih elastis, plastis dan keras pada suhu 60°C, sedangkan kristal asli sukrosa yang berbentuk monoklin bersifat lebih brittle. Menurut Fennema (1985) ikatan hidrogen yang terjadi antara atom oksigen bebas dengan atom hidrogen pada gugus hidroksil molekul maltitol sangat kuat, sehingga sulit diputuskan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan tekstur karbohidrat menjadi keras.

Sulitnya memecah kristal maltitol menyebabkan sebaran distribusi partikel mal- titol dalam emulsi cokelat masak berbasis maltitol berbeda dengan sebaran distribusi partikel sukrosa dalam cokelat masak berbasis sukrosa. Menurut Beckett (1994) distribusi partikel mempengaruhi luas permukaan partikel yang mengalami friksi. Semakin besar luas permukaan partikel, maka peluang terjadinya friksi antar partikel akan semakin meningkat. Distribusi ukuran partikel cokelat mempengaruhi pergerakan antar partikel selama shearing, disamping faktor bentuk partikel dan karakteristik permukaan partikel. Pengecilan ukuran partikel juga mempengaruhi sifat viskoplastis dan yiel value cokelat masak, dan selanjutnya mempengaruhi viskositas cokelat masak 40°C. Pada akhirnya distribusi partikel akan mempengaruhi sifat reologi cokelat masak, karena viskositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi reologi, disamping elastisitas dan plastisitas.

Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa cokelat masak perlakuan percobaan, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Adanya perbedaan penerimaan panelis pada rasa dapat disebabkan adanya perbedaan signifikan aroma, body dan mouthfell cokelat masak yang dihasilkan. Menurut Beckett (1994) akibat pengaruh tekanan mekanik kristal gula dapat mengalami perubahan dari kondisi brittle menjadi soft amorphous. Pada proses penghalusan cokelat di mesin

amorphus kristal gula dapat menyerap sejumlah besar senyawa aromatik yang kemudian mempe-ngaruhi rasa produk akhir. Fennema (1985) menyatakan mono- sakarida, disakarida dan oligosakarida mempunyai kemampuan mengikat ligan aromatik, diantaranya karbonil, aldehid dan keton dan turunan asam karboksilat.

Tabel 4. Hubungan tingkat penambahan maltitol dengan kadar air,pH viscositas, dan lama penghalusan cokelat masak Dark Compound

Keterangan:Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05

Tabel 5. Hubungan penambahan maltitol dengan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur cokelat masak

Keterangan:Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05

No. Tingkat Penambahan maltitol (%) Parameter uji Kadar air (%) pH Viskositas 40° C (mPa.s) Lama proses (jam) 1. 0 0.3634b 7.78 1900° 8.0 a 2. 25 0.2916ab 7.93 2100° 9.1 a 3. 50 0.2473a 7.99 2630ab 10.5°

4. 75 0.2856ab 7.89 2610ab 12.0ab

5. 100 0.2403a 7.96 3150b 14.5b No. Tingkat Penambahan maltitol (%) Parameter uji

Rasa Aroma Warna Tekstur 1. 0 2.6b 2.3 2.0a 2.7b 2. 25 2.5ab 2.3 2.2° 2.7b 3. 50 2.4ab 2.2 2.1° 2.5b 4. 75 2.3a 2.7 2.3° 2.1a 5. 100 2.4ab 2.6 2.5b 2.6b

Gambar 9. Prototipe cokelat masak yang terpilih untuk penelitian lanjutan

Seperti yang nampak pada Gambar 9, karakteristik sensori warna cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% adalah kurang gelap bila dibandingkan dengan co- kelat masak perlakuan penambahan maltitol 75, 50, 25% dan tanpa penambahan maltitol. Cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% paling rendah intensitas warna gelapnya dan cenderung kemerah-merahan, sedangkan cokelat masak tanpa pe- nambahan maltitol berwarna cokelat gelap kehitaman. Degradasi warna cokelat masak terpilih untuk pengujian tahap selanjutnya disajikan pada Gambar 9. Faktor penyebab terjadinya degradasi warna cokelat masak perlakuan percobaan adalah peluang terja- dinya reaksi Maillard pada cokelat berbasis maltitol lebih rendah dibandingkan dengan peluang terjadinya reaksi Maillard pada cokelat masak berbasis sukrosa. Maltitol yang terkandung pada cokelat masak tidak mengandung gugus karbonil, yang dapat bereaksi dengan gugus amin bebas dari asam amino. Karena peluang terjadinya reaksi Maillard rendah, penampakan warna cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% cenderung berwarna lebih terang.

Menurut Minifie (1999) selain berasal dari reaksi Maillard, komponen pigmen coklat pada cokelat masak juga berasal dari bubuk kakao. Bubuk kakao mengandung senyawa golongan flavonoid yang berfungsi sebagai prekursor warna. Pigmen warna dalam bubuk kakao terdiri dari 65 sampai 70% polifenol dan 3% antosianin. Dalam 100 g biji kakao mengandung prekursor warna yang terdiri dari katekin sejumlah 1.6 sampai 2.75 g dan epigallokatekin 0.25 sampai 0.45 g, dan leukosianidin 2.1 sampai 5.4 g. In- tensitas warna cokelat pada bubuk kakao dipengaruhi oleh beberapa tahapan proses yang dialami sebelumnya, yaitu fermentasi, pengeringan, pemanggangan dan proses alkalisasi daging biji kakao. Pada proses fermentasi terjadi reaksi oksidasi polifenol menjadi

kuinon dengan bantuan enzim polifenoloksidase. Selama proses fermentasi konsentrasi antosianidin dan epikatekin menurun. Pada proses pengeringan terjadi reaksi Maillard yang membentuk karakteristik warna dan aroma kakao. Reaksi Maillard melibatkan gula pereduksi dengan komponen asam amino yang terdapat dalam biji kakao.

Reaksi Maillard pada cokelat masak berbasis sukrosa dapat terjadi karena bubuk kakao yang digunakan dalam formulasi cokelat masak mengandung asam-asam organik volatil seperti asam asetat, asam propionat, asam isobutirat dan asam isovalerat. Keberadaan asam organik volatil dapat memicu terjadinya proses inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, karena proses penghalusan cokelat berlangsung pada temperatur 60°C. Selain itu bubuk kakao juga mengandung komponen asam amino yang berperan dalam reaksi Maillard. Menurut ADM Cocoa (1999) asam amino utama yang terkandung pada 100 g bubuk kakao adalah asam glutamat 3.08 g, leusin 1.13 g, valin 1.1 g, arginin 1.17 g, asam aspartat 1.84 g, serin 0.93 g, prolin 0.85 g, glisin 0.79 g, threonin 0.77 g, tirosin 0.65 g, lisin 0.61 sampai 0.93 g, isoleusin 0.7 sampai 0.75 g, metionin 0.26 sampai 0.29 g, prolin 0.85 sampai 0.89 g, alanin 0.77 sampai 0.86 g dan fenil alanin 0.85 g. Setiap 100 g bubuk kakao mengandung protein kasar sebanyak 20.5 sampai 21.0 g, flavonoid 4 sampai 6 g, nitrogen dari alkaloid 0.8 g, gula 0.5 g dan pati 15.0 sampai 15.5 g. Asam asetat pada bubuk kakao terbentuk selama proses fermentasi. Asam isovalerat terbentuk dari hasil perombakan asam amino valin selama proses pengeringan.

Penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cokelat masak, tetapi berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rasa,

tekstur dan warna cokelat seperti yang disajikan pada Tabel 5. Faktor penyebab tidak berpengaruh nyatanya tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cokelat masak, adalah tidak signifikannya perubahan aroma yang dihasilkan cokelat masak percobaan. Tidak signifikannya perubahan aroma cokelat masak dapat disebabkan oleh kondisi proses penghalusan cokelat masak hanya berlangsung pada suhu 60°C. Pada temperatur terse- but, baik cokelat masak berbasis maltitol maupun sukrosa tidak mengalami karamelisasi yang dapat menghasilkan komponen aromatik. Reaksi Maillard yang menghasilkan kom-ponen aroma hanya mungkin terjadi pada cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor penyebab lainnya adalah ekstraktor yang dipasang pada mesin penghalus juga mem- buang komponen aromatik yang dihasilkan selama proses pembuatan cokelat masak. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Adanya perbedaan penerimaan panelis pada rasa dipengaruhi oleh perbedaan penerimaan rasa manis, rasa pahit, efek dingin di mulut, dan maouthfell cokelat masak. Menurut Beckett (1994) tingkat kemanisan tidak meningkat secara linear dengan peningkatan konsentrasi, tetapi dipengaruhi oleh temperatur dan pH pangan.

Menurut Vaclavik dan Cristian (2003) tekstur produk pangan dipengaruhi oleh sifat reologinya. Karakteristik tekstur cokelat di mulut (mouthfeel), dipengaruhi oleh karakteristik reologinya yaitu kemudahan mengalir dan kemudahan melumer. Visko- sitas, elastisitas dan plastisitas adalah faktor yang mempengaruhi sifat reologi cokelat masak. Seperti yang disajikan pada Tabel 4, terdapat kecendrungan terjadi peningkatan viskositas cokelat seiring dengan peningkatan penambahan maltitol. Hal ini berimplikasi dengan sifat aliran cokelat masak menjadi semakin sulit mengalir dengan semakin ting- ginya tingkat penambahan maltitol. Menurut Fennema (1985) struktur karbohidrat mempengaruhi laju pengikatan air dan jumlah air terikat pada molekulnya. Adanya gugus hidroksil yang terdapat pada maltitol mampu mengikat air. Ikatan yang terjadi adalah ikatan hidrogen. Ikatan ini mempengaruhi sifat hidrofilisitas maltitol. Adanya kemampu- an pengikatan air oleh maltitol, menyebabkan cokelat masak berbasis maltitol cen- derung menjadi lebih kental dan konsistensinya menjadi kurang mengalir.

Berdasarkan frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan per- cobaan terbaik, seperti yang disajikan pada Tabel 2, maka prototipe yang terpilih untuk

penelitian tahap kedua adalah prototipe dengan tingkat penambahan maltitol 0% (rasio sukrosa:maltitol = 42.0:0.0), 75% (rasio sukrosa:maltitol =10.5:39.4) dan 100% (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:52.5). Penampakan sensori cokelat masak yang terpilih untuk pengujian aplikasi pada formulasi kue brownies disajikan pada Gambar 9. Hasil peng- ujian statistik (Uji Tukey) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5, menunjukkan penambahan maltitol pada taraf 0, 25 dan 50% tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terha- daptingkat penerimaan konsumen pada aroma, warna dan tekstur cokelat masak. Perbe- daan mutu sensori dan penerimaan panelis berpengaruh nyata pada taraf 75 dan 100%. Tidak berpengaruh nyatanya mutu sensori dan tingkat penerimaan panelis pada cokelat masak penambahan 25 dan 50% maltitol, dapat disebabkan oleh tingkat penambahan 25 dan 50% maltitol belum menghasilkan karakteristik mutu sensori yang signifikan berbeda nyata dengan cokelat masak tanpa penambahan maltitol.

B.MUTU SENSORI KUE BROWNIES PERLAKUAN

Karakteristik mutu sensori adonan kue brownies seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10. memperlihatkan karakteristik viskoelastis. Semakin tinggi interaksi penam- bahan maltitol dan cokelat masak dalam formulasi kue brownies, adonan kue semakin viskoplastis. Sifat viskoplastis adonan brownies dipengaruhi oleh interaksi komponen- komponen penyusun adonan kue seperti gluten, margarin, cokelat masak, pati, telur, glukosa, gula, soda kue dan bubuk kakao. Menurut Fennema (1985) gluten dapat membentuk jaringan ikatan dengan molekul lipida, pati dapat berikatan dengan lipida. Kohesi dari gluten dapat menghambat ekspansi gelembung gas karbondioksida yang terperangkap pada adonan. Gelasi protein juga mempengaruhi penyerapan air dan pengikatan partikel dalam adonan. Gula dan glukosa dapat mengikat air serta mempe- ngaruhi karakteristik adonan. Bolmstedt (2000) menyatakan adonan kue memperlihatkan karakter non Newtonian dan bersifat viskoelastis. Sifat viskoelastis adonan menye- babkan viskositas adonan cenderung turun dengan meningkatnya shear rate.

Interaksi perlakuan penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak dalam formulasi kue brownies berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas adonan kue

Dokumen terkait