TUGAS AKHIR
PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL
PADA FORMULASI
DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND
TERHADAP MUTU SENSORI KUE
BROWNIES
Oleh :
HANDORI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengaruh Substitusi Sukrosaoleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Browniesadalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.Deddy Muchtadi,MS dan Prof.Dr.Ir.Made Astawan,MS. Karya tulis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguru-an tinggi mperguru-ana pun. Sumber informasi yperguru-ang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
ABSTRAK
HANDORI. Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies. Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI dan MADE ASTAWAN
©Hak cipta milik Handori, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL
PADA FORMULASI
DARK BAKING
CHOCOLATE
COMPOUND
TERHADAP MUTU SENSORI KUE
BROWNIES
HANDORI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir: Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark BakingChocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies
Nama mahasiswa : Handori Nomor Pokok : F 252 040 055
Program Studi : Magister Profesi Teknologi Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Deddy Muchtadi, MS Prof .Dr.Ir.MadeAstawan, MS Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan
Kupersembahkan karya tulis ini untuk mengenang adikku tercinta:
AGUSTINUS, wafat 20 Febuari 2006
Untuk kedua puteraku:
LEONARDO ADITYA WIHAN dan Y.B ADIDHARMA WILIE
Untuk pendampingku: LAURENSIA ELSJE
Untuk papa BUN TIAN HO dan mama TJHANG HIAN FA Untuk oma HANNA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipi-lih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2005 ini adalah cokelat masak Dark Baking Compound berbasis poliol, dengan judul Pengaruh Substitusi Su-krosa oleh Maltitolpada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mu-tu Sensori Kue Brownies.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir Deddy Muchtadi, MS dan Prof.Dr.Ir. Made Astawan,MS selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan sa-ran. Di samping itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan dan tim manajemen PT.Gandum Mas Kencana Tangerang atas kesempatan studi yang lah diberikan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan te-rima kasih sebesar-besarnya kepada pimpinan dan staf PT.Astabumi Ciptadaya, Jakar-ta, PT.Rhodia Indonesia, Jakarta dan Roquette Freres, Perancis yang telah membantu pengadaan bahan baku maltitol untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga pe-nulis sampaikan kepada staf Departemen Riset dan Pengembangan Cokelat PT. Gan-dum Mas Kencana dan staf PT. Seelindo Sejahteratama, serta keluarga atas bantuan dan dukungan doanya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sungailiat pada tanggal 29 September 1967 dari ayah Bun Tian Ho dan ibu Tjhang Hian Fa. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Tek-nologi Industri Pertanian, Fakultas TekTek-nologi Pertanian IPB Bogor dan lulus pada tang-gal 13 Januari 1992. Pada Desember tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Ma-gister Profesi Teknologi Pangan pada Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pa- da April tahun 2006.
Penulis mulai meniti karier sebagai kepala produksi di PT. Mitra Setia Utama Ja-karta, yang bergerak di bidang distribusi dan produksi produk holtikultura dari tahun1992 sampai 1993. Sejak 15 September 1993 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai pene-liti pada Departemen Penepene-litian dan Pengembangan Cokelat PT.Gandum Mas Kencana Tangerang. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah pengembang-an produk dpengembang-an proses produksi cokelat masak untuk keperlupengembang-an industri konfeksioneri dpengembang-an bakeri.
Halaman 1. Formulasi cokelat masak dengan beberapa tingkat substitusi
maltitol……… 17 2. Frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan
percobaan terbaik ... 19 3. Formulasi kue brownies perlakuan percobaan... 19 4. Hubungan antara tingkat penambahan maltitol dengan kadar
air, pH, viskositas dan lama penghalusan cokelat masak Dark
Compound……….. 26 5. Hubungan penambahan maltitol dengan tingkat kesukaan
panelis terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur cokelat masak. 26 6. Hubungan interaksi penambahan maltitol dan penambahan
cokelat masak dengan karakteristik sensori adonan dan mutu
sensori kue brownies ... 34 7. Hubungan interaksi perlakuan percobaan terhadap penerimaan
mutu sensori kue brownies ... 34
Halaman
1. Rumus molekul maltitol... 7
2. Penampakan sensori kristal maltitol dan sukrosa... 7
3. Diagram perbandingan sifat higroskopisitas poliol... 8
4. Diagram perbandingan tingkat kemanisan poliol... 8
5. Diagram perbandingan aroma dan aftertaste maltitol dengan sukrosa... 9
6. Diagram perbandingan mouthfeel maltitol dengan sukrosa... 9
7. Diagram alir proses pembuatan cokelat masak... 18
8. Diagram alir proses pembuatan kue brownies... 21
9. Prototipe cokelat masak yang terpilih untuk penelitian lanjutan 27
10. Penampakan sensori adonan kue brownies... 33
11. Penampakan depan kue brownies perlakuan percobaan... 35
12. Penampakan permukaan atas sensori kue brownies perlakuan percobaan... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Spesifikasi maltitol... 49
2. Diagram profil panelis uji oranoleptik cokelat masak... 50
3. Metode pengujian viskositas cokelat cair... 51
4. Metode pengukuran pH larutan cokelat 10 %... 52
5 Contoh formulir uji organoleptik prototipe cokelat masak.... 53
6. Contoh formulir uji organoleptik kue brownies ... 54
7. Contoh formulir pengukuran tinggi kue brownies... 55
8. Prosedur pengujian warna terlarut kue dalam larutan asam asetat glasial ... 56
9. Kriteria penentuan skor aroma dan tekstur kue brownies ... 57
10. Hasil analisa proksimat cokelat masak berbasis maltitol... 58
11. Hasil analisa warna terlarut dalam asam asetat glasial... 59
12. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak tanpa penambahan maltitol... 60
13. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 25 %... 61
14. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 50 %... 62
15. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 75 %... 63
16. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 100 %... 64
17. Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak 125 g……. 65
18. Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak 162.5 g.… 66
LAMPIRAN (Lanjutan) Halaman 20. Hasil analisis varian dan uji beda skor aroma kue brownies…. 68 21. Hasil analisis varian dan uji beda skor tekstur kue brownies……. 70 22. Hasil analisis varian dan uji beda indeks simetri kue brownies…. 72 23. Hasil analisis varian dan uji beda warna terlarut dalam asam
asetat glasial………... 74 24. Hasil analisis varian dan uji beda viskositaslarutan 50 % adonan kue brownies... 76 25. Hasil analisis varian dan uji beda tinggi bagian tengah kue
brownies... 78 26. Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap rasa kue
brownies... 80 27. Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap tekstur kue brownies... 81 28. Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap warna kue brownies... 82 29. Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap aroma kue brownies... 83 30. Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap rasa cokelat masak percobaan... 84 31. Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap warna,aroma dan tekstur cokelat masak percobaan... 85 32. Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap kadar air, pH, viskositas dan lama penghalusan cokelat masak
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Pangsa pasar cokelat sehat dunia yang berbasis poliol sejak tahun 1999 mulai
tumbuh sebesar 2 persen dari total pertumbuhan pasar cokelat dunia sebesar 5.1 persen.
Sebaliknya pasar konfektioneri berbasis gula menunjukkan trend menurun, sejalan
dengan meningkatnya trend konsumen akan pangan yang rendah gula, carbolite, rendah glikemik, ramah terhadap gigi, serta tidak menyebabkan obesitas (Wyers, 2004).
Diketahui bahwa pola diet mempengaruhi ketidakseimbangan metabolisme seperti
tingginya kadar glukosa plasma, tingginya tekanan darah, tingginya kadar triasilgliserol
plasma, dan rendahnya kadar HDL kolesterol plasma. Penurunan target respon jaringan terhadap insulin terdapat pada sekitar 90% penderita obesitas (Konstage dan
Hendriks,2004). Publikasi WHO dan International Diabetes Federation (IDF) menya-takan bahwa pada tahun 2000 terdapat 171 juta penderita diabetes di seluruh dunia,
sebagian besar penderita baru diabetes terdapat di negara berkembang (Konstage dan
Hendriks, 2004). Sementara angka prevalensi diabetes di Indonesia pada tahun 2002
sekitar 4 persen, dengan kecendrungan terus naik. Pada tahun 2020 diperkirakan terdapat
7 juta orang penderita diabetes di Indonesia (Desriani, 2003).
Maltitol (α-D-glukopiranosil-1,4-D-glusitol) adalah bahan pemanis turunan
saka-rida yang mengalami hidrogenasi, di mana gugus keton atau aldehidnya diganti dengan
gugus hidroksil. Maltitol merupakan bahan pemanis golongan poliol memiliki berat
mo-lekul 344, mirip dengan sukrosa 342. Ia mengandung energi sebesar 2.1 kkal/g lebih
rendah dari sukrosa yaitu 4.0 kkal/g. Tingkat kemanisannya 0.8-0.9 kali sukrosa,
ber-sifat tidak dapat difermentasi oleh bakteri Steptococcusmutans (Garman, 2002). Maltitol memiliki rasa seperti gula, dan dapat digunakan untuk menggantikan gula dengan
per-bandingan 1:1. Status keamanan maltitol menurut US FDA dikategorikan Generally Recognized As Safe). Asupan harian maltitol tidak dibatasi dan batas penggunaan
maksimumnya dikategorikan Cara Produksi Pangan yang Baik (Badan POM, 2004).
stabil pada suhu di atas 160°C. Maltitol bersifat non higroskopis, dan memiliki
Equilibrium Relative Humidity pada suhu 20°C sebesar 89 dibanding sukrosa 84. Nilai entalpi larutannya -5.5 kal/g mendekati sukrosa -4.3 kal/g. Maltitol tidak menyebabkan
reaksi Maillard dan toleransi konsumsi yang tidak menyebabkan efek laksatif adalah 60
sampai 90 g/hari atau setara 0.30 g/kg berat badan, sementara efek laksatif sukrosa
adalah lebih dari 100 g/hari (Livesey, 2003)
Karena maltitol memiliki indeks glikemik sebesar 35 lebih rendah dari sukrosa
yaitu 65, bersifat bulk agent, serta sifat fisiko kimia yang mirip dengan sukrosa, maka maltitol berpotensi untuk digunakan dalam membuat cokelat masak berkarakteristik
fungsional. Maltitol berpotensi memberikan efek baik bagi kesehatan, diantaranya
pengurangan gula, dapat digunakan oleh penderita diabetes, kesehatan gigi, dan rendah
indeks glikemik. Sifat fungsional lainnya adalah pengurangan kemanisan, efek dingin
di mulut dan berfungsi sebagai humektan. Maltitol juga berpotensi untuk membuat
pro-duk cokelat dengan klaim pemasaran seperti bebas gula, ramah terhadap gigi, rendah
kalori, cocok untuk penderita diabetes, rendah indeks glikemik dan rendah gula.
B.Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
(1) Karakteristik fisiko kimia maltitol mirip dengan sukrosa. Ingin diketahui bagaima-
na pengaruh substitusi maltitol terhadap mutu sensori cokelat masak yang dihasilkan
bila sukrosa dalam formulasi disubsitusi dengan maltitol. Apakah substitusi sukro-
sa dengan maltitol berpengaruh pada proses produksi.
(2) Apakah mutu sensori cokelat masak yang disubstitusi dengan maltitol, masih diterima
oleh konsumen. Apakah substitusi sukrosa oleh maltitol dalam formulasi cokelat ma-
sak, mempengaruhi mutu sensori produk bakeri yang dihasilkan.
(3) Apakah mutu sensori produk bakeri yang dihasilkan dari penggunaan cokelat masak
bersubstitusi maltitol masih dapat diterima oleh konsumen.
(4) Mencari formulasi cokelat masak bersubstitusi maltitol yang optimal.
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini
adalah untuk menentukan tingkat optimum penambahan maltitol pada formulasi
coke-lat masak Dark Baking Compound. Penelitian juga bertujuan untuk mengkaji efek penambahan maltitol dalam formulasi cokelat masak Dark Baking Compound terha-dap mutu sensori cokelat masak dan mengkaji respon pasar terhadap cokelat masak
yang dihasilkan. Tujuan lain penelitian adalah menentukan tingkat optimum
penam-bahan cokelat masak bersubstitusi maltitol terpilih, pada formulasi kue brownies,
mengkaji respon pasar terhadap mutu sensori kue brownies berbasis cokelat masak bersubstitusi maltitol, mengkaji reduksi energi cokelat masak bersubstitusi maltitol, dan
membuat Label Informasi Nilai Gizi cokelat masak berbasis maltitol terpilih.
Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah untuk memberikan masukan bagi
pihak terkait dalam menentukan jenis poliol yang dapat digunakan dalam formulasi
cokelat masak, mengembangkan produk baru berbasis maltitol, serta alternatif solusi
menjawab trend permintaan pasar akan produk konfeksioneri fungsional. Secara
akademis, sebagai salah satu sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam
mengem-bangkan konsep teoritik mengenai karakteristik maltitol dan interaksinya dengan
kom-ponen bahan pangan lainnya pada proses pengolahan.
D.Kerangka Berpikir
Adanya substitusi gugus aldehid atau keton dengan gugus hidroksil pada
saka-rida mengubah karakteristik fisiko-kimia sakasaka-rida asal, maka penggunaannya dalam
formulasi cokelat masak juga berpotensi mengubah mutu sensori cokelat masak.
Ka-rena tingkat kemanisan maltitol setara dengan 0.8 sampai 0.9 kali tingkat kemanisan
sukrosa, maka dalam membuat formulasi cokelat masak Dark Baking Compound perlu memperhitungkan faktor konversi tingkat kemanisan maltitol. Adanya substitusi
gu-gus aldehid atau keton dengan gugu-gus hidroksil pada molekul maltitol menyebabkan
penggunaan cokelat masak bersubstititusi maltitol dalam formulasi kue brownies
berpotensi mempengaruhi mutu sensori kue brownies yang dihasilkan.
E.Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Cokelat
Ma-sak Dark Compound terhadap Mutu Sensori Baking Kue Brownies, dilakukan dalam dua tahap. Ruang lingkup penelitian tahap pertama adalah pembuatan formula cokelat
masak Dark Compound dengan tingkat rasio sukrosa:maltitol adalah: 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol) 31.5:13.1(penambahan maltitol 25%), 21.0: 26.3 (penambahan
maltitol 50%), 10.5:39.4 (penambahan maltitol 75%) dan 0.0:52.5 (penambahan maltitol
100%). Rasio sukrosa:maltitol merupakan hasil konversi tingkat kemanisan maltitol
setara 0.8 kali kemanisan sukrosa. Formulasi dilanjutkan dengan pembuatan prototipe
cokelat masak masing-masing perlakuan dan mengkaji lama proses penghalusan yang
diperlukan untuk mencapai ukuran partikel 25 sampai 30 mikron. Pengujian prototipe
cokelat masak meliputi pengujian sifat fisiko-kimia, dan pengujian kesukaan panelis
se-cara organoleptik. Pengujian sifat fisiko-kimia meliputi pengukuran viskositas cokelat
cair pada suhu 400C, pengukuran kadar air dan pengukuran pH larutan 10% cokelat
masak. Pengujian kesukaan panelis pada karakteristik mutu sensori cokelat masak
meliputi warna, tekstur dan aroma.
Ruang lingkup penelitian tahap kedua mencakup pengujian aplikasi prototipe
cokelat masak pada formulasi kue brownies dan pengujian mutu sensori kue yang diha-silkan. Prototipe yang dipilih untuk penelitian tahap kedua didasarkan frekwensi
karak-teristik sensori yang terbaik cokelat masak perlakuan percobaan pada penelitian tahap
pertama. Pengujian prototipe kue brownies meliputi pengujian mutu sensori dan peng-ujian organoleptik. Karakteristik sensori yang diuji meliputi pengukuran viskositas
larutan adonan 50% kue brownies, pengukuran skor aroma kue, pengukuran skor tekstur kue dan pengukuran warna terlarut dalam asam asetat glasial. Penelitian tahap akhir
mencakup evaluasi tingkat reduksi energi cokelat masak bersubstitusi maltitol terpilih
penyajian informasi nilai gizi cokelat masak Dark Baking Compound, dilakukan pengujian proksimat yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan
kadar karbohidrat
II.TINJAUAN PUSTAKA
A.Sifat Fisikokimia Maltitol
Maltitol (α–D-glukopiranosil-1,4-D-sorbitol) atau (α
-D-Glukopiranosil-1-4-D-glusitol) adalah polihidrat poliol yang memiliki rumus molekul C12H24O11 berasa seperti
gula. Bentuk umum maltitol adalah heksopiranosil-heksitol, rumus molekul maltitol
disajikan pada Gambar 1. Maltitol merupakaan maltosa terhidrogenasi, memiliki berat
molekul 344.3 g/mol. Berat molekul maltitol mendekati berat molekul sukrosa yaitu 342
g/mol. Kristal putih maltitol (Gambar 2) diproduksi melalui proses katalitik hidrogenasi
D-maltosa melalui prosedur yang unik. Kelarutan kristal maltitol pada air 20°C adalah
150 g per 100 ml, sedangkan kelarutan sukrosa adalah 204 g per 100 ml. Kurva
kelarut-an maltitol menyerupai kurva kelarutkelarut-an sukrosa (Roquette, 2004). Kristal maltitol bersifat
kurang higroskopis jika dibandingkan dengan sukrosa. Pada suhu 20°C, maltitol
menye-rap uap air pada kelembaban relatif 89%, dan pada suhu yang sama penyemenye-rapan uap air
oleh sukrosa terjadi pada kelembaban relatif 84%. Maltitol memiliki kestabilan yang
tinggi terhadap panas. Titik leleh maltitol adalah 147°C sementara titik leleh sukrosa
adalah 185°C ( Zumbe.et.al, 2001). Viskositas larutan kristal maltitol 50% pada suhu
20°C adalah 23 mPa.s sedangkan viscositas larutan sukrosa 50% pada suhu yang sama
adalah 18 mPa.s. Karakteristik aroma, aftertaste, serta mouthfeel maltitol mendekati su-krosa seperti yang disajikan pada Gambar 3, 4, 5 dan Gambar 6 (Roquette,2004).
Maltitol mengandung energi sebesar 2.1 kkal/g (Badan POM, 2004) dan tingkat
kemanisan setara 0.8 kali sukrosa (Garman, 2002). Sumber lain (Roquette, 1994 dan
Zumbe,et.al. 2001) menyebutkan tingkat kemanisan maltitol setara 0.9 kali sukrosa. Uni
Eropa melalui Directive 90/496/EEC menetapkan nilai energi maltitol sebesar 2.4 kkal/g. Jepang menetapkan energi maltitol sebesar 2.0 kkal/g, Australia dan Selandia Baru
menetapkan energi maltitol sebesar 3.8 kkal/g. Menurut Livesey (1992) Energi kotor
maltitol adalah sebesar 17.0 kJ/g, energi yang dimetabolik sebesar 15.6 kJ/g dan energi
bersih maltitol sebesar 15.3 kJ/g.
Gambar 1. Rumus molekul maltitol
Gambar 3. Diagram perbandingan sifat higroskopisitas poliol
Gambar 5. Diagram perbandingan aroma dan after taste maltitol dengan sukrosa
Menurut Badan POM (2004) dan laporan ke-33 JECFA (Joint FAO/WHO Expert Comittee on Food Additives), serta laporan ke-16 SCF (The European Scientific Comit-tee for Food) yang dikutip oleh Roquette (2004) asupan harian yang dapat diterima (ADI) maltitol tidak dibatasi, dan secara toksikologi dapat diterima. Batas penggunaan
mak-simum maltitol yang ditetapkan oleh Badan POM adalah dikategorikan sebagai CPPB
(Cara Produksi Pangan yang Baik), namun menurut petisi GRAS disarankan untuk tidak mengkonsumsi maltitol lebih dari 100 g/hari.
Menurut Roquette (2004) metabolisme maltitol terjadi dalam dua tahap. Pada
tahap pertama terjadi penyerapan di usus kecil, dan tahap kedua terjadi proses fermentasi
di usus besar oleh bakteri kolon. Di antara poliol lainnya, maltitol memiliki sifat
toleran-si yang baik, ia memiliki lebih sedikit efek samping seperti flatulentoleran-si.Thomas et.al (2002)
menyatakan penyerapan maltitol di usus halus antara 50 sampai 75%. Livesey (2003)
menyebutkan penyerapan maltitol sebesar 40 g/100g, difermentasi sebesar 60 g/100 g
dan yang diekskresikan melalui urin kurang dari 2 g/100g. Sumber lain Beaugerie et.al
(1990) menyebutkan penyerapan maltitol pada manusia berkisar 5 sampai 80%.
Toleransi konsumsi tidak menyebabkan efek laksatif adalah 0.30 g/kg berat badan.
Thomas et.al (2002) menyatakan karena hanya sebagian dicerna, konsumsi poliol lebih
dari 20 g/hari dapat menyebabkan flatulensi. Dosis yang dapat menyebabkan laksatif
adalah 100 g/hari. Livesey (2003) menyatakan maltitol memiliki respon glikemik yang
dinyatakan dalam indeks glikemik (GI) sebesar 35 dan insulinemik respon (II) sebesar
27. Sukrosa memiliki respon glikemik yang dinyatakan dalam indeks glikemik (GI)
sebesar 65 dan insulinemik respon (II) sebesar 43. Maltitol dapat menghambat
pemben-tukan plak dan caries gigi, meningkatkan produksi saliva, melindungi protein saliva,
ber-sifat bakteriostatik terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Maltitol tidak difermentasi oleh bakteri pembentuk plak, dan tidak bersifat asidogenik atau kariogenik.
Uji pH telemetri menunjukkan bahwa maltitol tidak menyebabkan pH turun dibawah 5.7
selama 30 menit (Roquette, 2004). Maltitol menekan pertumbuhan Candida albicans, meningkatkan penyerapan kalsium dan vitamin B, mengurangi radikal bebas dan
keru-sakan oksidatif, dan berfungsi sebagai anti-katabolik (Pierini,2001). Dalam dosis rendah
(Makinen., 2004). Maltitol juga mempunyai karakteristik sebagai prebiotik yang dapat
merangsang pertumbuhan flora usus yang sehat.
Hasil pengujian pada tikus percobaan (Tsukamura, et.al. 1998) menunjukkan
pemberian diet maltitol pada tikus yang telah diinduksi dengan 1,2-Dimetil hidrazine
mampu menekan terjadinya tumor kolon. Maltitol juga meningkatkan remineralisasi
enamel gigi dan mencegah demineralisasi gigi. Poliol dapat membantu mencegah
osteo-porosis, karena strukturnya dapat mengikat kalsium. Poliol banyak untuk digunakan bagi
penderita diabetes sebagai obat intravenous untuk memacu metabolik. Poliol juga
berfungsi mencegah imflamasi, mencegah infeksi mulut kering (xerostomia). Livesey (2003) menyatakan poliol juga berkontribusi pada pembentukan asam lemak rantai
pen-dek dan menyehatkan epitelium usus besar.
Roquette (2004) menyatakan maltitol dapat digunakan secara total menggantikan
sukrosa pada cokelat karena sifat fisik dan rasa mirip dengan gula. Penggunaan maltitol
memungkinkan untuk dilakukan proses conching tanpa modifikasi kondisi proses.
Karakteristik organoleptik cokelat berbahan maltitol adalah tidak memiliki efek dingin,
aroma bersih, efek mengkilap baik, profil lumer di mulut sebaik berbahan sukrosa, dan
tingkat kemanisan menyamai gula serta karakteristik teksturnya baik. Keuntungan
lain-nya adalah kondisi proses penghalusan mendekati cokelat berbahan sukrosa, dan nilai
rendemen serta viskosistas menyamai cokelat berbahan sukrosa.
B.Faktor Yang Menpengaruhi Mutu Sensori Cokelat
Bubuk kakao alkalis 10/12 mengandung lemak cokelat antara 10 sampai12 % dan
energi antara 195 sampai 205 kkal/100 g. Energi dari lemak cokelat sekitar 90 kkal.
Bubuk kakao juga mengandung protein kasar antara 20.5 sampai 21.5 g/100 g, theo-bromine 2.0 sampai 2.5 g/100 g, caffeine 0.1 sampai 0.2 g/100 g, gula 0.5 g/100 g, pati 15 sampai 16 g/100 g, total serat pangan 32 sampai 34 g/100 g, serat pangan terlarut 6.5
sampai 7.0g/100 g, flavonoid 4 sampai 7 g/100 g, asam organik 2.5 sampai 3.5 g/100 g
dan abu 6 sampai 12 g/100g. Bubuk kakao juga mengandung vitamin E 20 sampai 30
mg/kg, dan asam pantotenat 15 mg/kg. Pati yang terdapat pada bubuk kakao tersusun
kakao adalah asam asetat, asam laktat, asam sitrat dan asam oksalat. Asam lemak
penyusun lemak cokelat adalah asam stearat 34.5%, asam oleat 34.5%, dan asam palmitat
26% (ADM Cocoa,1999).
Pembentukan warna bubuk kakao terjadi dalam sejumlah tahapan proses. Pigmen
warna bubuk kakao diawali oleh pembentukan prekursor secara biokimia selama
pertumbuhan dan pematangan buah cokelat. Tahapan berikutnya pada proses fermentasi
dan pengeringan biji kakao. Pada proses alkalisasi komponen polifenol dikonversi
menjadi fenosida yang dioksidasi menjadi quinon. Pada proses alkalisasi hue coklat terang diubah menjadi merah atau hitam (Minifie, 1999)..
Penggunaan Cocoa Butter Subtitute tipe laurat pada formulasi cokelat masak
Compound perlu mengontrol kadar air, untuk menghindari kontaminasi mikroorganisma dan mencegah reaksi penyabunan. Rasa sabun dapat terjadi jika cokelat mengandung
air dan enzim lipase (Bekkett,1994). Reaksi air dan komponen gula dapat menyebabkan
terjadinya sugar bloom. Formulasi dietetik cokelat susu yang berhasil baik di Jerman menggunakan kombinasi 39.6% maltitol dan 7% silitol, 13.5% bubuk susu, 10% kakao
massa, 25% lemak cokelat dan 0.4% lesitin (Bekkett, 1994). Hershey’s menggunakan
laktitol pada formulasi cokelat bebas gula, mempertimbangkan bahwa laktitol tidak
menghasilkan aroma yang tidak dikehendaki. Alasan lainnya adalah kalorinya lebih
rendah, dapat dikonsumsi oleh anak berumur di atas dua tahun, dan cokelat yang
diha-silkan dapat digunakan sebagai bahan baku produk bakeri (Anonim, 2004).
Jumlah pemakaian lemak cokelat dalam formulasi cokelat masak menggunakan
lemak nabati tipe laurat, harus dibatasi untuk menghindari terjadinya fat bloom. Cokelat masak sangat gelap dapat dibuat dengan menggunakan bubuk kakao berwarna lebih pucat
dalam persentase yang tinggi, namun hal ini beresiko menyebabkan fat bloom.
Terja-dinya fat bloom akibat pembentukan kristal lemak β berukuran besar (Minifie, 1982). Pembentukan aroma cokelat dipengaruhi oleh asal biji kakao, pengembangan
prekursor aroma selama proses fermentasi dan pengeringan biji, dan pembentukan aroma
selama proses lanjutan seperti penghalusan dan conching. Ukuran partikel cokelat akan mempengaruhi warna dan aroma. (ADM Cocoa, 1999). Menurut Minifie (1982) ukuran partikel cokelat yang dapat memberikan hasil lapisan terbaik adalah 30 sampai 50
ukuran partikel cokelat tergantung metode pengahalusan yang digunakan. Pada metode
konvensional dengan mesin roller refiner dan conche tergantung pada tekanan kontak pada roll, sementara pada tipe ball mill tergantung jumlah siklus penggilingan. Cokelat berpartikel kasar akan menyebabkan hasil pelapisan pada kue nampak kasar, sementara
terlalu banyak partikel halus membutuhkan lemak cokelat lebih banyak.
Beckett (1994) menyatakan cokelat masak yang diinginkan seharusnya
mem-punyai karakter mudah dicetak menjadi produk konfeksioneri, mudah digunakan untuk
melapis biskuit, kue dan permen. Karakter lainnya adalah warna produk menarik dan
mengkilap, dan umur simpan yang panjang. Proses conching dalam produksi cokelat mempengaruhi pengembangan aroma, dan sifat aliran. Pada proses conching terjadi penurunan kadar air dari 1.6% menjadi 0.6 sampai 0.8%, penguapan komponen asam
asetat sekitar 30% dan aldehida sekitar 50%. Meiner et.al (1984) menyebutkan untuk
co-kelat jenis plain, temperatur conching antara 70 sampai 85°C. Lama proses conching
tergantung pada tipe cokelat, aroma spesifik yang dikehendaki, tipe perlakuan awal pada
kakao, jenis mesin penghalus yang digunakan, temperatur conching, dan kadar air produk akhir yang diinginkan.
C.Karakteristik Bahan yang Mempengaruhi Mutu Sensori Produk Bakeri
Cokelat adalah suspensi padatan kakao, susu bubuk, gula, pengemulsi dalam
medium lemak cokelat atau lemak nabati. Cokelat berasal dari kata chocolatl, yaitu sejenis minuman yang berasal dari campuran biji Theobroma cacao. Minuman cokelat kemudian dikenal sebagai psykoaktif cocktail, dan mampu menimbulkan efek aprodiasif.
Komponen aktif yang terkandung dalam cokelat adalah theobromin dan anandamida.
(Minifie, 1999).
Bubuk kakao mempengaruhi karakteristik fisik dan fisikokimia produk bakeri,
ya-itu pH, kadar lemak, kadar air, penyerapan air, warna, aroma, densitas dan tekstur. Juga
richness, struktur, sifat kamba dan mouthfeel. Bubuk kakao bersaing dengan tepung terigu ketika menyerap air. Bubuk kakao dapat menyerap air sebanyak 100% dari
bobotnya, sementara tepung terigu hanya 60%, akibatnya kue yang mengandung bubuk
pemanggangan lebih lama. Namun temperatur pemanggangan terlalu tinggi dapat
ber-akibat crust kue terlalu prematur, kue berwarna kemerahan. Jika soda kue ditambah le-bih banyak maka kadar abu akan semakin tinggi dan mempengaruhi kelengketan adonan
(Pyler,1984).
Penambahan gula pada adonan kue berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan
prematur dan mengurangi volume kue (ADM Cocoa, 1998). Bubuk kakao alkalis memi-
liki pH lebih tinggi, membutuhkan lebih sedikit sodium bikarbonat. Penambahan sodium
bikarbonat akan mempengaruhi sifat cream adonan. Gula meningkatkan penyebaran
adonan ketika dipanggang. Jika ditambah di atas dosis moderat, gula cenderung
bertin-dak sebagai bahan pelembut, membantu mengatur aktifitas air pada produk akhir (Pyler,
1984).
Penambahan sortening, mentega atau margarin bertujuan meningkatkan kekayaan, kualitas saat dimakan, memacu pengembangan, aerasi adonan, berkontribusi terhadap
aroma, memperlunak struktur, menstimulasi pengembangkan flakiness, melumasi gluten dalam adonan, serta berfungsi sebagai emulsifier (Pyler,1984). Telur berfungsi sebagai
pengembang, meningkatkan proses pembentukan krim, meningkatkan jumlah sel udara
dan melapisi sel tersebut dengan lemak. Telur mempengaruhi warna, emulsifikasi, dan
meningkatkan aroma ( Pyler, 1984).
III.BAHAN DAN METODE
A.BAHAN DAN ALAT
1.Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kristal maltitol yang
diproduksi oleh Roquette Freres, Perancis, dan dipasok oleh PT.Astabumi Ciptadaya,
Jakarta. Spesifikasi maltitol yang digunakan, disajikan pada Lampiran 1. Bahan baku
lain yang digunakan untuk membuat cokelat masak Dark Compound, adalah premix
bubuk kakao alkalis 10/12, lemak nabati Cocoa Butter Substitute (titik leleh 35°C), gula kristal, premix emulsi, antioksidan dan premix perisa.
Bahan pembuat kue brownies selain coklat masak adalah tepung terigu, marga-rin tanpa garam, gula kristal, sirup glukosa 42 DE, telur, bubuk kakao, dan soda kue.
2.Alat dan Mesin
Mesin yang digunakan untuk membuat prototipe cokelat masak adalah mesin
refiner chocolate Blades Type Universal 20. Peralatan yang digunakan untuk pem-buatan prototipe kue brownies adalah peralatan bekeri dan oven. Peralatan yang digunakan untuk pengujian kekentalan cokelat adalah viscosimeter LVT Brookfield, dan alat penguji kadar air cokelat masak adalah moisture analyzer. Peralatan pengujian lainnya adalah pH meter.
B.TAHAPAN PENELITIAN
1.Tahap Pertama
Penelitian ini dilaksanakan di PT.Gandum Mas Kencana Tangerang pada bulan
September 2005 sampai Febuari 2006. Panelis uji kesukaan cokelat masak berjumlah
organoleptik cokelat masak berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan
pengalaman mendapatkan pelatihan uji organoleptik disajikan pada Lampiran 2.
Penelitian tahap pertama mencakup pembuatan prototipe cokelat masak Dark Baking Compound dengan rasio sukrosa:maltitol 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol), 31.5:13.1 (penambahan maltitol 25%), 21.0:26.3 (penambahan maltitol 50%), 10.5:39.4
(penambahan maltitol 75%) dan 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%). Rasio
sukrosa:maltitol merupakan hasil konversi tingkat kemanisan maltitol setara dengan
0.8 kali sukrosa. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap Satu Faktor. Formulasi cokelat masak perlakuan percobaan disajikan pada
Tabel 1. Pengujian prototipe cokelat masak meliputi pengujian sifat fisiko kimia yang
meliputi pengukuran viskositas cokelat cair pada temperatur 40°C, pengukuran kadar
air dan pengukuran pH larutan 10% cokelat masak. Prosedur pengukuran viskositas
cokelat masak 40°C disajikan pada Lampiran 3. Prosedur pengukuran pH larutan
10% cokelat masak disajikan pada Lampiran 4. Pengujian mutu sensori cokelat masak
perlakuan percobaan disajikan pada Lampiran 5. Pengujian mutu sensori kue brownies
meliputi rasa, warna, tekstur dan aroma disajikan pada Lampiran 6. Uji data statistik
meliputi analisis varian (ANOVA) dengan menggunakan program Minitab. Uji beda
Tukey digunakan untuk menganalisa perbedaan masing-masing parameter uji akibat pengaruh perlakuan percobaan. Diagram alir proses pembuatan cokelat masak disajikan
pada Gambar 7.
2.Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Pertama
.
Model matematika rancangan percobaan tahap pertama yang digunakan adalah
Rancangan Percobaan Satu Faktor Acak Lengkap dengan dua kali ulangan. Model
matematika rancangan percobaan adalah sebagai berikut:
Y
ij= u + A
i+
ε
ijdimana, Yij = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A
yang terdapat pada observasi ke-j.
u = efek rata-rata yang sebenarnya
Penghalusan
Cokelat masak Bahan baku
60°C
cokelat lumer 25-30 μ
Pencetakan
32 °C
Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan cokelat masak
3. Penelitian Tahap Kedua
Kriteria pemilihan prototipe untuk penelitian tahap lanjut, berdasarkan
frekwensi karakteristik sensori yang terbaik dari masing-masing cokelat masak
perlakuan percobaan seperti yang disajikan pada Tabel 2. Formulasi kue bwownies
Tabel 2. Frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak 125 g, 162.5 g dan 200 g. Prototipe cokelat masak perlakuan percobaan terpilih
yang diuji aplikasi pada kue brownies adalah prototipe yang memiliki rasio sukrosa: maltitol 42.0:0 (tanpa penambahan maltitol), 10.5:39.4 (penambahan maltitol 75%)
dan 0.0:52.5 (penambahhan maltitol 100%). Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua kali ulangan. Diagram alir proses
pembuatan kue brownies disajikan pada Gambar 8. Pengujian sifat sensori adonan No Formula Bobot (g)
1. Margarin tanpa garam 50
2. Sukrosa (gula pasir) 175
3. Cokelat masak Diuji pada tingkat 125g, 162.5 g dan 200 g
4. Tepung terigu Δ 100
5. Telur ayam 100
6. Bubuk kakao alkalis 10
7. Soda kue 1.5
kue meliputi pengukuran viskositas larutan 50% (Lampiran 3). Pengujian prototipe
kue brownies meliputi pengujian sifat sensori yang meliputi pengukuran skor rasa dan aroma, tinggi kue, indeks simetri dan warna terlarut pada asam asetat glasial.
Uji kesukaan kue brownies meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur kue (n=50). Formulir pengujian kesukaan kue brownies disajikan pada Lampiran 6. Panelis berasal dari internal Seelindo, dan ibu-ibu rumah tangga di Curug Kab. Tangerang
dan Cimone Jaya Kodia Tangerang. Uji data statistik meliputi analisis varian
(ANOVA) dengan menggunakan program Minitab. Uji beda Tukey digunakan
untuk menganalisa perbedaan masing-masing parameter uji akibat pengaruh
per-lakuan percobaan.
4. Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Kedua
Model matematika rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap
kedua adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + Ai + Bj +ABij + εk(ij)
dimana,
Yijk = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf
ke-j faktor B yang terdapat pada observasi ke-k.
u = efek rata-rata yang sebenarnya
Ai = efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A (i = 1, 2,3)
Bj = efek sebenarnya dari taraf ke-j faktor B (j = 1,2,3 )
ABij = interaksi tipe prototipe dan penambahan cokelat dalam formulasi
brownies
εk (ij) = efek galat unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan taraf ij
(k= 1,2)
Perlakuan percobaan yang dilakukan pada penelitian tahap kedua adalah sebagai
berikut: Faktor A = Rasio sukrosa: maltitol dalam formulasi cokelat masak
Faktor A1 = 42.0:0.0 (Penambahan maltitol 0%)
Faktor A2 = 10.5:39.4 (Penambahan maltitol 75%)
Faktor B = Penambahan cokelat masak dalam formula brownies
Faktor B1 = Penambahan cokelat 125 g (blanko)
Faktor B2 = Penambahan cokelat 162.5 g
(30 persen lebih banyak dari standar)
Faktor B3 = Penambahan cokelat 200 g
(60 persen lebih banyak dari standar)
Bahan bahan kering:
Tepung,gula, bubuk kakao,soda kue
telur
Pencampuran bahan-bahan I (mixer)
3 menit, laju putaranspindle: sedang (skala 2)
Cokelat masak lumer,
Margarine, glukose Pengadukan II : 3 menit laju putaranmixerspindle:sedang (skala 2) 1 menit laju putaranspindle: rendah (skala 1)
Penimbangan adonan: 400 g per loyang
Pemanggangan: oven 180° C, 35 menit
Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan kue brownies
C.METODE ANALISIS
Pengujian sifat fisiko kimia prototipe cokelat masak perlakuan percobaan
meliputi pengukuran kadar air (SNI.01-2891-1992,butir 5.1), pengukuran pH larutan
keperluan penyajian Informasi Nilai Gizi dilakukan pengujian kadar protein
(SNI.01-2891-1992, butir 7.1), kadar abu (SNI.01-(SNI.01-2891-1992, butir 6.1), kadar lemak
(SNI.01.2891-1992, butir 8.2), kadar serat kasar (SNI.01.-2891-1992, butir 11) dan
karbohidrat dari perhitungan teoritis. Metode pengujian viskositas cokelat cair
(MPF-S4.2-01-003) disajikan pada Lampiran 3 dan metode pengukuran pH larutan cokelat
masak larutan 10% disajikan pada Lampiran 4. Contoh formulir uji organoleptik
pro-totipe cokelat masak disajikan pada Lampiran 5. Contoh formulir uji organoleptik kue
brownies di-sajikan pada Lampiran 6. Contoh formulir pengukuran tinggi kue
brownies disajikan pada Lampiran 7. Contoh prosedur pengujian warna terlarut kue dalam larutan asam asetat glasial disajikan pada Lampiran 8. Kriteria penentuan
skor aroma dan tekstur kue brownies disajikan pada Lampiran 9.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. MUTU SENSORI COKELAT MASAK PERLAKUAN
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan penambahan maltitol berpengaruh
nyata terhadap kadar air (p<0.05) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Kadar air
cokelat masak percobaan berkisar antara 0.2403 sampai 0.3634%. Peningkatan
penambahan maltitol cenderung menurunkan kadar air cokelat masak, seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 4. Menurut Roquette (2004) faktor penyebab kadar air
cokelat masak berbasis maltitol lebih rendah dibanding cokelat masak berbasis sukrosa
adalah maltitol bersifat lebih non higroskopis bila dibandingkan dengan sukrosa pada
temperatur yang sama.
Seperti yang disajikan pada Tabel 4, penambahan maltitol tidak berpengaruh
nyata terhadap pH larutan 10% cokelat masak. Larutan 10% cokelat masak percobaan
cenderung bersifat alkalis dengan kisaran pH 7.78 sampai 7.99. Tidak berbeda nyata
pH larutan 10% cokelat masak dapat disebabkan tidak terjadinya peningkatan
konsen-trasi ion hidoksil atau pun ion hidrogen dalam cokelat masak secara signifikan. Tidak
signifikannya perubahan ion hidrohen maupun ion hidroksil dapat disebabkan oleh
adanya proses conching serta adanya ekstraktor pada mesin penghalus. Proses con
-ching dan ekstraktor mengakibatkan terbuangnya komponen-komponen asam organik volatil yang dihasilkan seperti asam asetat, asam isovalerat dan asam isobutirat selama
proses penghalusan berlangsung. Faktor penyebab lainnya adalah jumlah penggunaan
bubuk kakao alkalis dalam formulasi adalah sama, sehingga konsentrasi ion hidroksil
cenderung tidak berubah secara nyata.
Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas cokelat
masak 40°C, seperti yang disajikan pada Tabel 4. Viskositas cokelat masak 40°C
ber-kisar antara 1900 sampai 3150 mPa.s. Viskositas cokelat masak berbasis maltitol
cen-derung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan penambahan maltitol
se-perti yang disajikan pada Tabel 4. Faktor penyebab peningkatan viskositas cokelat
adalah sebaran distribusi ukuran partikel maltitol dalam cokelat masak berbasis maltitol
lebih tidak merata dibandingkan dengan sebaran distribusi partikel dalam cokelat
lebih besar dibandingkan sukrosa. Kristal maltitol mampu mengikat air karena struktur
molekulnya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Menurut Bolmstedt (2000)
keberadaan air menyebabkan terjadi friksi antar molekul menjadi lebih besar, karena
partikel maltitol lebih sulit dibungkus oleh lemak. Friksi antar molekul meningkatkan
shear rate suspensi cokelat. Dengan meningkatnya shear rate, maka viskositas cokelat menjadi semakin meningkat. Suspensi cokelat berbasis maltitol memperlihatkan sifat
cairan Non Newtonian dan berkarakteristik dilatant (shear tickening).
Penambahan maltitol juga berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap lama proses
penghalusan cokelat masak seperti yang disajikan pada Tabel 4. Proses penghalusan
terpanjang terjadi pada prototipe perlakuan penambahan maltitol 100% (rasio
sukro-sa:maltitol = 0.0:52.5), sedangkan terpendek terjadi pada prototipe tanpa penambahan
maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:42.0). Pada Tabel 4, nampak adanya hubungan
antara peningkatan viskositas cokelat masak 40°C dengan lama proses penghalusan
untuk mencapai ukuran partikel rata-rata 25 mikron. Semakin tinggi tingkat
penam-bahan maltitol, maka waktu proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel
rata-rata 25 sampai 30 mikron yang dibutuhkan adalah semakin panjang, dan viskositas
cokelat 40°C semakin kental.
Menurut Sikorski (1977) viskositas cokelat dipengaruhi oleh kadar lemak, tipe
dan konsentasi bahan penurun tegangan permukaan, kadar air, temperatur, derajat
shearing, ukuran partikel dan dipengaruhi juga oleh distribusi partikel. Beckett (1994) menyatakan cokelat merupakan suspensi partikel gula, dan kakao dalam fase kontinyu
lemak. Distribusi ukuran partikel berperan menentukan sifat permukaan spesifik (luas
permukaan per unit massa) cokelat. Jika luas area spesifik lebih besar maka cokelat
menjadi kental.
Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa viskositas cokelat masak 40°C perlakuan rasio
sukrosa: maltitol: 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol) adalah paling encer yaitu
sebesar 1900 mPa.s, sedangkan perlakuan penambahan maltitol 100% adalah yang
paling kental yaitu 3150 mPa.s. Cokelat masak Dark Baking Compound perlakuan rasio sukrosa:maltitol 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%) memerlukan waktu
penghalusan yang paling lama yaitu 14.5 jam, sedangkan perlakuan tanpa penambahan
Peningkatan waktu proses penghalusan cokelat masak berbasis maltitol untuk mencapai
ukuran partikel 25 sampai 30 mikron, dapat disebabkan oleh efektifitas pemecahan
kristal maltitol oleh blades mesin penghalus (refiner) lebih rendah bila dibandingkan dengan efektifitas pemecahan kristal sukrosa pada cokelat masak berbasis sukrosa.
Faktor penyebab rendahnya efektifitas kerja blades mesin menghaluskan kristal maltitol dibanding kristal sukrosa adalah adanya perbedaan sifat fisiko-kimia antara
kristal sukrosa dan kristal maltitol. Kristal maltitol bersifat lebih elastis, plastis dan
keras pada suhu 60°C, sedangkan kristal asli sukrosa yang berbentuk monoklin bersifat
lebih brittle. Menurut Fennema (1985) ikatan hidrogen yang terjadi antara atom oksigen bebas dengan atom hidrogen pada gugus hidroksil molekul maltitol sangat
kuat, sehingga sulit diputuskan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan tekstur karbohidrat
menjadi keras.
Sulitnya memecah kristal maltitol menyebabkan sebaran distribusi partikel
mal-titol dalam emulsi cokelat masak berbasis malmal-titol berbeda dengan sebaran distribusi
partikel sukrosa dalam cokelat masak berbasis sukrosa. Menurut Beckett (1994)
distribusi partikel mempengaruhi luas permukaan partikel yang mengalami friksi.
Semakin besar luas permukaan partikel, maka peluang terjadinya friksi antar partikel
akan semakin meningkat. Distribusi ukuran partikel cokelat mempengaruhi pergerakan
antar partikel selama shearing, disamping faktor bentuk partikel dan karakteristik permukaan partikel. Pengecilan ukuran partikel juga mempengaruhi sifat viskoplastis
dan yiel value cokelat masak, dan selanjutnya mempengaruhi viskositas cokelat masak 40°C. Pada akhirnya distribusi partikel akan mempengaruhi sifat reologi cokelat masak,
karena viskositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi reologi, disamping
elastisitas dan plastisitas.
Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis
pada rasa cokelat masak perlakuan percobaan, seperti yang disajikan pada Tabel 5.
Adanya perbedaan penerimaan panelis pada rasa dapat disebabkan adanya perbedaan
signifikan aroma, body dan mouthfell cokelat masak yang dihasilkan. Menurut Beckett (1994) akibat pengaruh tekanan mekanik kristal gula dapat mengalami perubahan dari
kondisi brittle menjadi soft amorphous. Pada proses penghalusan cokelat di mesin
amorphus kristal gula dapat menyerap sejumlah besar senyawa aromatik yang kemudian mempe-ngaruhi rasa produk akhir. Fennema (1985) menyatakan
mono-sakarida, disakarida dan oligosakarida mempunyai kemampuan mengikat ligan
aromatik, diantaranya karbonil, aldehid dan keton dan turunan asam karboksilat.
Tabel 4. Hubungan tingkat penambahan maltitol dengan kadar air,pH viscositas, dan lama penghalusan cokelat masak Dark Compound
Gambar 9. Prototipe cokelat masak yang terpilih untuk penelitian lanjutan
Seperti yang nampak pada Gambar 9, karakteristik sensori warna cokelat masak
perlakuan penambahan maltitol 100% adalah kurang gelap bila dibandingkan dengan
co-kelat masak perlakuan penambahan maltitol 75, 50, 25% dan tanpa penambahan
maltitol. Cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% paling rendah intensitas
warna gelapnya dan cenderung kemerah-merahan, sedangkan cokelat masak tanpa
pe-nambahan maltitol berwarna cokelat gelap kehitaman. Degradasi warna cokelat masak
terpilih untuk pengujian tahap selanjutnya disajikan pada Gambar 9. Faktor penyebab
terjadinya degradasi warna cokelat masak perlakuan percobaan adalah peluang
terja-dinya reaksi Maillard pada cokelat berbasis maltitol lebih rendah dibandingkan dengan
peluang terjadinya reaksi Maillard pada cokelat masak berbasis sukrosa. Maltitol yang
terkandung pada cokelat masak tidak mengandung gugus karbonil, yang dapat bereaksi
dengan gugus amin bebas dari asam amino. Karena peluang terjadinya reaksi Maillard
rendah, penampakan warna cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100%
Menurut Minifie (1999) selain berasal dari reaksi Maillard, komponen pigmen
coklat pada cokelat masak juga berasal dari bubuk kakao. Bubuk kakao mengandung
senyawa golongan flavonoid yang berfungsi sebagai prekursor warna. Pigmen warna
dalam bubuk kakao terdiri dari 65 sampai 70% polifenol dan 3% antosianin. Dalam 100 g
biji kakao mengandung prekursor warna yang terdiri dari katekin sejumlah 1.6 sampai
2.75 g dan epigallokatekin 0.25 sampai 0.45 g, dan leukosianidin 2.1 sampai 5.4 g.
In-tensitas warna cokelat pada bubuk kakao dipengaruhi oleh beberapa tahapan proses yang
dialami sebelumnya, yaitu fermentasi, pengeringan, pemanggangan dan proses alkalisasi
daging biji kakao. Pada proses fermentasi terjadi reaksi oksidasi polifenol menjadi
kuinon dengan bantuan enzim polifenoloksidase. Selama proses fermentasi konsentrasi antosianidin dan epikatekin menurun. Pada proses pengeringan terjadi reaksi Maillard
yang membentuk karakteristik warna dan aroma kakao. Reaksi Maillard melibatkan gula
pereduksi dengan komponen asam amino yang terdapat dalam biji kakao.
Reaksi Maillard pada cokelat masak berbasis sukrosa dapat terjadi karena bubuk
kakao yang digunakan dalam formulasi cokelat masak mengandung asam-asam organik
volatil seperti asam asetat, asam propionat, asam isobutirat dan asam isovalerat.
Keberadaan asam organik volatil dapat memicu terjadinya proses inversi sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa, karena proses penghalusan cokelat berlangsung pada
temperatur 60°C. Selain itu bubuk kakao juga mengandung komponen asam amino yang
berperan dalam reaksi Maillard. Menurut ADM Cocoa (1999) asam amino utama yang
terkandung pada 100 g bubuk kakao adalah asam glutamat 3.08 g, leusin 1.13 g, valin
1.1 g, arginin 1.17 g, asam aspartat 1.84 g, serin 0.93 g, prolin 0.85 g, glisin 0.79 g,
threonin 0.77 g, tirosin 0.65 g, lisin 0.61 sampai 0.93 g, isoleusin 0.7 sampai 0.75 g,
metionin 0.26 sampai 0.29 g, prolin 0.85 sampai 0.89 g, alanin 0.77 sampai 0.86 g dan
fenil alanin 0.85 g. Setiap 100 g bubuk kakao mengandung protein kasar sebanyak 20.5
sampai 21.0 g, flavonoid 4 sampai 6 g, nitrogen dari alkaloid 0.8 g, gula 0.5 g dan pati
15.0 sampai 15.5 g. Asam asetat pada bubuk kakao terbentuk selama proses fermentasi.
Asam isovalerat terbentuk dari hasil perombakan asam amino valin selama proses
pengeringan.
Penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan
tekstur dan warna cokelat seperti yang disajikan pada Tabel 5. Faktor penyebab tidak
berpengaruh nyatanya tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cokelat masak, adalah
tidak signifikannya perubahan aroma yang dihasilkan cokelat masak percobaan. Tidak
signifikannya perubahan aroma cokelat masak dapat disebabkan oleh kondisi proses
penghalusan cokelat masak hanya berlangsung pada suhu 60°C. Pada temperatur
terse-but, baik cokelat masak berbasis maltitol maupun sukrosa tidak mengalami karamelisasi
yang dapat menghasilkan komponen aromatik. Reaksi Maillard yang menghasilkan
kom-ponen aroma hanya mungkin terjadi pada cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor
penyebab lainnya adalah ekstraktor yang dipasang pada mesin penghalus juga
mem-buang komponen aromatik yang dihasilkan selama proses pembuatan cokelat masak.
Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis
pada rasa, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Adanya perbedaan penerimaan panelis
pada rasa dipengaruhi oleh perbedaan penerimaan rasa manis, rasa pahit, efek dingin di
mulut, dan maouthfell cokelat masak. Menurut Beckett (1994) tingkat kemanisan tidak meningkat secara linear dengan peningkatan konsentrasi, tetapi dipengaruhi oleh
temperatur dan pH pangan.
Menurut Vaclavik dan Cristian (2003) tekstur produk pangan dipengaruhi oleh
sifat reologinya. Karakteristik tekstur cokelat di mulut (mouthfeel), dipengaruhi oleh karakteristik reologinya yaitu kemudahan mengalir dan kemudahan melumer.
Visko-sitas, elastisitas dan plastisitas adalah faktor yang mempengaruhi sifat reologi cokelat
masak. Seperti yang disajikan pada Tabel 4, terdapat kecendrungan terjadi peningkatan
viskositas cokelat seiring dengan peningkatan penambahan maltitol. Hal ini berimplikasi
dengan sifat aliran cokelat masak menjadi semakin sulit mengalir dengan semakin
ting-ginya tingkat penambahan maltitol. Menurut Fennema (1985) struktur karbohidrat
mempengaruhi laju pengikatan air dan jumlah air terikat pada molekulnya. Adanya gugus
hidroksil yang terdapat pada maltitol mampu mengikat air. Ikatan yang terjadi adalah
ikatan hidrogen. Ikatan ini mempengaruhi sifat hidrofilisitas maltitol. Adanya
kemampu-an pengikatkemampu-an air oleh maltitol, menyebabkkemampu-an cokelat masak berbasis maltitol
cen-derung menjadi lebih kental dan konsistensinya menjadi kurang mengalir.
Berdasarkan frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan
penelitian tahap kedua adalah prototipe dengan tingkat penambahan maltitol 0% (rasio
sukrosa:maltitol = 42.0:0.0), 75% (rasio sukrosa:maltitol =10.5:39.4) dan 100% (rasio
sukrosa:maltitol = 0.0:52.5). Penampakan sensori cokelat masak yang terpilih untuk
pengujian aplikasi pada formulasi kue brownies disajikan pada Gambar 9. Hasil peng-ujian statistik (Uji Tukey) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5, menunjukkan penambahan maltitol pada taraf 0, 25 dan 50% tidak berpengaruh nyata (p>0.05)
terha-daptingkat penerimaan konsumen pada aroma, warna dan tekstur cokelat masak.
Perbe-daan mutu sensori dan penerimaan panelis berpengaruh nyata pada taraf 75 dan 100%.
Tidak berpengaruh nyatanya mutu sensori dan tingkat penerimaan panelis pada cokelat
masak penambahan 25 dan 50% maltitol, dapat disebabkan oleh tingkat penambahan 25
dan 50% maltitol belum menghasilkan karakteristik mutu sensori yang signifikan berbeda
nyata dengan cokelat masak tanpa penambahan maltitol.
B.MUTU SENSORI KUE BROWNIES PERLAKUAN
Karakteristik mutu sensori adonan kue brownies seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10. memperlihatkan karakteristik viskoelastis. Semakin tinggi interaksi
penam-bahan maltitol dan cokelat masak dalam formulasi kue brownies, adonan kue semakin viskoplastis. Sifat viskoplastis adonan brownies dipengaruhi oleh interaksi komponen-komponen penyusun adonan kue seperti gluten, margarin, cokelat masak, pati, telur,
glukosa, gula, soda kue dan bubuk kakao. Menurut Fennema (1985) gluten dapat
membentuk jaringan ikatan dengan molekul lipida, pati dapat berikatan dengan lipida.
Kohesi dari gluten dapat menghambat ekspansi gelembung gas karbondioksida yang
terperangkap pada adonan. Gelasi protein juga mempengaruhi penyerapan air dan
pengikatan partikel dalam adonan. Gula dan glukosa dapat mengikat air serta
mempe-ngaruhi karakteristik adonan. Bolmstedt (2000) menyatakan adonan kue memperlihatkan
karakter non Newtonian dan bersifat viskoelastis. Sifat viskoelastis adonan
menye-babkan viskositas adonan cenderung turun dengan meningkatnya shear rate.
Interaksi perlakuan penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak dalam
formulasi kue brownies berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas adonan kue
cenderung mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya penambahan maltitol.
Faktor penyebab penurunan viskositas adonan brownies ini adalah semakin mening-katnya shear rate larutan adonan brownies 50 %. Shear rate adonan brownies dipe-ngaruhi oleh kela-rutan maltitol dalam air, densitas medium, densitas zat tersuspensi,
jarak antar partikel, temperatur dan ukuran partikel. Roquette (2004) menyatakan
kelarutan maltitol dalam air 20°C adalah 150 g/100 ml lebih rendah dibandingkan
dengan kelarutan sukrosa yaitu 204 g/100 ml. Maltitol cenderung bersifat lebih mengikat
air dibandingkan sukrosa.
Vaclavik dan Christian (2003) menyatakan gula dan lemak mempengaruhi
tenderness adonan, karena menghambat pembentukan gluten. Sukrosa juga mengadsorpsi air sehingga mempengaruhi kerja protein gliadin dan glutenin dalam pembentukan
gluten, sementara lemak dapat membungkus partikel pati. Molekul sukrosa dapat
menyusun diri membentuk kristal yang berukuran lebih besar, sebaliknya gula tipe lain
seperti gula invert, glukosa dapat berfungsi sebagai interfering agents yaitu bahan yang dapat menghambat laju agregasi dan pembentukan kristal gula. Bahan penghambat laju
kristalisasi lainnya adalah air, dan udara. Bahan penghambat laju kristalisasi mekanik
dengan cara mengadsorpsi permukaan kristal dengan cara membungkus inti kristal
ada-lah lemak dan protein.
Menurut McClements (1999) konsistensi adonan juga dipengaruhi oleh viskositas
dan elastisitas (yield stress) bahan. Viscositas dipengaruhi oleh faktor shear stress, yield stress, konsistensi, shear rate dan indeks sifat aliran. Viskositas sistem merupakan fungsi dari viskositas medium, densitas medium, densitas sistem, jumlah partikel, jari-jari
partikel, shear rate dan waktu. Sifat reologi produk menurut Mc Clements (1999) merupakan fungsi dari suhu, gelasi, agregasi, kristalisasi, pelumeran, dan transisi glass.
Konsistensi adonan kue brownies interaksi perlakuan penambahan malitol dan
penambahan cokelat masak cenderung lebih lengket dan plastis (rubbery state)
dibanding adonan kue brownies perlakuan tanpa maltitol dapat disebabkan oleh sifat fungsional maltitol yang dapat berfungsi sebagai bahan pemhambat proses kristalisasi.
Faktor penyebab lainnya adalah kecenderungan maltitol mengalami gelasi lebih mudah
dibandingkan sukrosa, karena maltitol memiliki titik leleh lebih rendah dibanding
Sifat sensori warna adonan brownies, seperti yang disajikan pada Gambar 10 cen-derung mengalami degradasi coklat gelap menjadi lebih terang dan kemerahan, seiring
dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak. Warna adonan
kue brownies yang paling gelap adalah interaksi perlakuan tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 42.0:0.0) dan pemakaian cokelat masak dalam formulasi kue
brownies 200 g. Warna adonan kue brownies yang paling terang kemerahan adalah interaksi perlakuan penambahan maltitol 100% (rasio sukrosa: maltitol = 0.0:52.5) dan
penambahan cokelat masak 125 g. Faktor utama penyebab terjadinya degradasi warna
adonan adalah pengaruh tingkat penambahan maltitol dalam cokelat masak, dan tingkat
penambahan cokelat masak. Semakin rendah tingkat penambahan maltitol dalam cokelat
masak yang digunakan maka warna adonan semakin gelap, karena adanya komponen
pigmen warna hasil reaksi Maillard. Semakin tinggi tingkat penambahan cokelat masak,
maka warna adonan semakin gelap, karena konsentrasi pigmen warna semakin
mening-kat. Warna gelap adonan selain berasal dari komponen flavonoid, fenolat, tannin dan
leuko-anthosianin yang tergandung dalam bubuk kakao, juga berasal dari reaksi Maillard
antara gula pereduksi dengan komponen asam amino dalam proses pembuatan cokelat
masak. Menurut Davies dan Labuza (1994) sumber gula pereduksi dapat berasal dari
su-krosa dan sumber –NH2 untuk konfeksioneri dapat berasal dari bubuk kakao dan lesitin.
Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6, warna terlarut kue brownies secara nyata (p< 0.05) dipengaruhi oleh interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat
masak. Warna terlarut kue brownies dalam larutan asam asetat glasial cenderung semakin menurun dengan peningkatan penambahan cokelat masak. Penurunan ini dapat
disebab-kan oleh penurunan pembentudisebab-kan prekursor melanoidin yaitu pigmen coklat yang dapat
berfluoresensi. Faktor penyebab lain yang memungkinkan adalah pengaruh dari tekstur
kue brownies yang liat dan plastis terhadap proses isolasi pigmen melanoidin. Tekstur liat dan plastis kue brownies yang cenderung meningkat dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dapat mengikat polimer melanoidin. Penurunan
warna terlarut dalam percobaan juga dapat disebabkan reaksi karamelisasi terjadi lebih
dominan dibandingkan reaksi Maillard seiring dengan peningkatan interaksi penambahan
lebih rendah, sedangkan pembentukan pigmen yang bersifat tidak larut dalam asam asetat
glasial semakin meningkat.
Menurut Davies dan Labuza (1994) pengukuran fluoresen yang digunakan untuk
studi in vivo pada reaksi Maillard dengan mengukur absorbance dapat dipengaruhi oleh warna pengganggu. Species fluorescence yang menjadi prekursor adalah melanoidin.
Pembentukan fluorensen dipengaruhi oleh temperatur dan pH. Pembentukan pigmen
warna juga dipengaruhi oleh waktu, temperatur, profil aktifitas air, hubungan antara
konsentrasi dan waktu, kondisi larutan jenuh atau tidak jenuh, serta bentuk padatan akhir.
Yang dimaksud dengan bentuk padatan akhir antara lain adalah kristal, glass dan rubber state. Bentuk padatan akhir dipengaruhi oleh bahan baku dan kondisi proses pembuatan konfeksioneri. Penurunan konsentrasi warna terlarut dalam asam asetat glasial dapat juga
disebabkan oleh terjadinya reaksi polimerisasi melanoidin. Melanoidin dapat mengikat
protein, membatasi pigmen yang berikatan dengan peptida.
Gambar 11.Penampakan depan kue brownies perlakuan percobaan
Pada Gambar 11 dan 12 diperlihatkan terjadinya degradasi intensitas warna coklat
keemasan (golden brown) dan meningkatnya intensitas warna hitam gelap pada kue
brownies hasil percobaan, seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak. Intensitas pigmen hitam paling gelap terjadi pada kue brownies hasil perlakuan penambahan maltitol 100% dan penambahan cokelat masak 200 g. Intensitas
pigmen hitam semakin menurun pada hasil interaksi perlakuan penambahan maltitol 75%
dan penambahan cokelat masak 162.5 g. Adanya kecendrungan peningkatan warna hitam
kue bwownies seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dapat disebabkan oleh peningkatan pigmen warna hitam yang dikandung oleh kue.
Pigmen hitam dapat berasal dari karamelan, karamelin dan karamelen yang dihasilkan
dari reaksi karamelisasi. Pembentukan pigmen hitam nampak semakin meningkat seiring
dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak, hal ini
menun-jukkan maltitol lebih mudah mengalami karamelisasi dibanding sukrosa, karena titik
leleh maltitol adalah lebih rendah bila dibanding dengan sukrosa.
Vaclavik dan Christian (2003) menyatakan bahwa karamelisasi terjadi jika gula
terdekomposisi melewati titik leleh sekitar 170°C dan mengering, membentuk karbon
dan melepaskan air. Sikorski (1997) menyebutkan pada reaksi karamelisasi terjadi
eli-minasi satu molekul air dan menghasilkan 1,6-anhydro-gula atau produk epoksi.
Pema-nasan lanjut gula terhidrasi menghasilkan tiga kelompok senyawa yang disebut
kara-melan, karamelen dan karamelin. Karamelisasi selain menghasilkan bahan pewarna
co-klat juga menghasilkan senyawa aromatik. Reaksi lanjut karamelisasi adalah
terben-tuknya karbon.
Fennema (1985) menyatakan laju reaksi karamelisasi dipicu oleh adanya asam
dan garam. Termolisis menghasilkan basa anamerik, menyebabkan terjadinya alterasi
ukuran cincin dan putusnya ikatan glikosidik serta pembentukan ikatan glikosidik baru.
Termolisis menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis, pembentukan cincin anhidro,
ke-mudian berlanjut terjadi pembentukan cincin tidak jenuh seperti furan. Ikatan ganda
terkonyugasi yang terbentuk menyerap sinar dan menghasilkan pigmen warna. Pigmen
karamel mengan-dung gugus hidroksil yang berikatan dengan gugus karbonil, karboksil,
enolat dan hidroksil fenolat. Warna kue brownies hasil interaksi tanpa penambahan