• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk melihat alternatif pengembangan wisata alam di TNBTS dibuat berdasarkan isu strategis yang terdiri atas tujuan dan tiga level, yaitu (1) tujuan; (2) level 1 adalah pihak yang paling berperan; (3) level 2 adalah aspek dan (4) level 3 adalah alternatif pengembangan. Susunan atau struktur hierarki dari alternatif pengembangan wisata alam di kawasan TNBTS dan nilai scoring penilaian analisis AHP yang diperoleh seperti terdapat pada Gambar 13.

Berdasarkan analisis pilihan para pihak tersebut terhadap alternatif pengembangan wisata alam di kawasan TNBTS diperoleh hasil bahwa menurut responden pihak yang seharusnya paling berperan dalam pengelolaan dan pengembangan wisata alam di TNBTS adalah Pemerintah Pusat yang dalam hal ini diwakilkan pada Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTNBTS) (Gambar 14) dan untuk analisis terhadap ketiga aspek keberlanjutan pembangunan pariwisata alam menunjukkan bahwa aspek ekologi menjadi aspek yang paling menjadi prioritas dibandingkan aspek ekonomi dan sosial budaya (Gambar 15). Tingkat inkonsistensi total adalah sebesar 0 (nol) yang berarti bahwa jawaban yang diberikan oleh responden konsisten sehingga hasil analisis dapat diterima.

Gambar 13 Struktur Hierarki Alternatif Pengembangan Wisata Alam di TNBTS

77

Secara umum hasil analisis secara keseluruhan terhadap pilihan alternative pegnembangan wisata alam TNBTS menurut aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek sosial Budaya adalah sebagaimana Gambar 16. Berdasarkan analisis tersebut, maka terdapat empat prioritas dalam pengembangan wisata alam di kawasan TNBTS, yaitu:

1. Pengendalian kerusakan ekosistem kawasan TNBTS dengan nilai bobot (0,146)

2. Penanggulangan sampah limbah dari kegiatan wisata yang ada dengan nilai bobot (0,111)

3. Pelestarian adat dan budaya masyarkat sekitar kawasan dengan nilai bobot(0,096)

4. Pengembangan Ekonomi Masyarakat sekitar kawasan dengan nilai bobot (0,092)

Gambar 14 Prioritas Pihak yang Berperan dalam Pengembangan Wisata Alam

Gambar 15 Kriteria Aspek Prioritas dalam Pengembangan Wisata Alam TNBTS

Gambar 16 Prioritas Kriteria dan Alternatif PengembanganWisata Alam TNBTS

78

Secara umum visi yang tercantum dakam pembangunan kehutanan di Indonesia yang berada dibawah wewenang Kementarian Kehuutanan adalah “Hutan lestari untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan”. Hal ini dimaknai dengan pembangunan sektor kehutanan yang lestari dan berbasis masyarakat sekitar kawasan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 menyebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Salah satu wujud implementasinya adalah melalui perencanaan pembangunan kehutanan.

Salah satu upaya mewujudkan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan tercantum dalam delapan kebijakan prioritas pembangunan sektor kehutanan yang termuat dalam Renstra Kementerian Kehutanan periode tahun 2010-2014, yaitu pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang diantaranya dilakukan dengan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di kawasan konservasi. Besarnya nilai manfaat jasa lingkungan dan wisata alam terukur dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pendapatan masyarakat dari kegiatan tersebut. Kegiatan Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Potensi ini bertujuan untuk meningkatkan „kemandirian‟ pengelolaan kawasan konservasi, terwujudnya kelestarian keanekaragaman hayati, dan hak-hak negara atas kawasan dan hasil hutan, serta meningkatnya penerimaan negara dan masyarakat dari kegiatan konservasi sumberdaya alam. Dampak positif (outcomes) yang diharapkan adalah agar keanekaragaman hayati dan ekosistemnya berperan nyata sebagai penyangga ketahanan ekologis dan penggerak ekonomi riil serta pengungkit martabat bangsa dalam pergaulan global.

Pungutan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) terutama melalui karcis masuk, masih menjadi indikator utama setiap tahun terhadap keberhasilan pengusahaan pariwisata alam di kawasan konservasi di Indonesia. Data Statistik Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Dirjen PHKA Kementerian Tahun 2012 melaporkan terjadi kenaikan jumlah yang cukup tinggi dalam penerimaan PNBP pada tahun 2008 sampai dengan 2011 namun pada tahun 2012 PNBP yang diterima menurun. Penerimaan negara dari kegiatan wisata alam di kawasan konservasi mengalami kenaikan setiap tahunnya (Gambar 17). Akan tetapi, besarnya penerimaan PNBP ini bukan merupakan gambaran mengenai peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar yang diperoleh dari kegiatan wisata alam di kawasan konservasi.

79

Upaya mengkonservasi lingkungan dalam suatu ekosistem hendaknya dipertimbangkan sesuai dengan baku mutunya. Pengelolaan hutan telah mengalami perkembangan sejak manusia mengenal manfaat sumberdaya alam. Paradigma pengelolaan sumberdaya alam pada dasarnya ada empat yaitu kepentingan ekonomi, perlindungan, pelestarian unsur hayati dan ekosistem (Pearce 1990). Saat ini pengelolaan sumber daya hutan telah melangkah pada paradigma ketiga dan ke empat yaitu pengelolaaan yang mempertimbangkan kelestarian komponen hayati dan fungsi ekosistemnya. Paradigma ke empat ini mendasarkan pada anggapan bahwa pada suatu ekosistem yang baik akan dapat mempertahankan dan melestarikan mahkluk hidup di dalamnya.

Pelaksanaan konservasi termasuk dalam pengelolaan wisata alam sesungguhnya dilakukan dengan pendekatan ekologi. Menurut Shepherd (2004), pendekatan ini yang dikenal dengan dua belas prinsip yang merupakan penjabaran dari Deklarasi Reykjavik tahun 2001. Deklarasi yang memandatkan FAO Perserikatan Bangsa-bangsa untuk memberikan pertimbangaan ekologis ini selanjutnya oleh IUCN, diadopsi diterapkan dalam pelaksanaan konservasi menjadi sebagai berikut:

1) Sasaran dari pengelolaan sumber daya air, tanah dan penghidupan adalah pilihan dari masyarakat.

2) Pengelolaan harus terdesentralisasi pada tingkat yang terendah.

3) Pengelolaan harus mempertimbangkan dampak setiap aktivitas terhadap ekosistem lainnya.

4) Dengan mempertimbangkan dampak positif dari pengelolaan tersebut, dibutuhkan pemahaman dan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dalam konteks ekonomi. Pengelolaan ekosistem tersebut antara lain

- Mengurangi pengaruh pasar yang berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati

- Mempromosikan konservasi sumber daya dan pemanfaatan yang lestari dengan pemberian insentif

- Mempertimbangkan komponen biaya dan manfaat bagi ekosistem.

5) Konservasi fungsi dan struktur ekosistem dalam rangka menjaga manfaat ekosistem, di mana yang dikonservasi merupakan lokasi prioritas.

6) Pengelolaan ekosistem harus mempertimbangkan daya dukung. Gambar 17 Realisasi Penerimaan PNBP Kementerian Kehutanan

80

7) Pendekatan ekosistem harus mempertimbangkan komponen spasial dan temporal.

8) Pengelolaan ekosistem harus mengacu pada pengelolaan jangka panjang. 9) Pengelola harus adaptif terhadap perubahan.

10) Pendekatan ekosistem harus seimbang antara konservasi dan pemanfaatan. 11) Pendekatan ekosistem harus mempertimbangkan beberapa informasi

ilmiah, adat istiadat, inovasi dan pengalaman.

12) Pendekatan ekosistem harus melibatkan para pihak dan lintas ilmu.

Kebutuhan untuk pengembangan wisata alam di kawasan konservasi perlu direncanakan dengan memperhatikan keterbatasan daya dukung areal wisata alam di satu sisi dan tingginya kepentingan ekonomi di sisi lain. Eksploitasi berlebihan dapat berdampak pada menurunnya respon kepuasan berwisata dan menurunnya kelestarian ekosistem kawasan konservasi. Upaya untuk mewujudkan pembangunan pariwisata alam berkelanjutan di kawasan konservasi akan cenderung bergerak ke aspek ekonomi dibandingkan ke aspek ekologi.

Kegiatan ekowisata mendorong masyarakat mendukung dan mengembangkan kegiatan konservasi. Untuk itu, pengembangan ekowisata dapat memberikan dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan ekowisata. Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperolehnnya. Oleh karena itu, ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan mengurangi kemiskinan. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu pelibatan para pihak terkait mulai dari masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan mampu menjalankan suatu kemitraan yang baik.

Namun pada kenyataannya, kurang kesiapan pemerintah daerah dalam mengembangkan sumber daya yang ada di daerah, menyebabkan ekowisata berbasis masyarakat kurang berkembang secara optimal. Hal tersebut disebabkan karena masih minimnya pengetahuan serta kemampuan aparatur pemda dalam perencanaan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dan tentunya kurangnya dukungan pendanaan untuk pembangunan dan pengembangan kawasan ekowisata di daerah. Oleh karena itu penting kiranya pemerintah dalam hal ini difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri , Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah untuk mendorong daerah agar termotivasi dalam mengembangkan potensi ekowisata melalui upaya kegiatan Tugas Pembantuan Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Berbasis Masyarakat.

Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan dinilai merupakan pihak yang memiliki peranan paling penting dalam upaya pengembangan wisata alam di TNBTS. Hal ini memungkinkan bila dilihat dari status kawasan dan fungsi kawasan sebagai wilayah fungsional. Namun demikian, untuk mencapai

81 tujuan utama yaitu untuk pelestarian dan kesejahteraan masyarakat, pemerintah pusat harus dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat terutama untuk pengembangan kawasan di sekitar TNBTS.

Pilihan prioritas alternatif pengembanngan wisata alam Taman Nasional Bromo tengger Semeru (TNBTS) adalah lebih mengutamakan pertimbangan aspek ekologi. Para pemangku kepentingan memandang aspek Ekologi lebih penting daripada aspek ekonomi dan aspek sosial budaya. Menurut Buckley (2010), di negara-negera berkembang, pariwisata komersial membentuk proporsi kecil kunjungan rekreasi ke kawasan konservasi dan tur operator skala kecil mengelola secara luas kepada pengunjung independen. Namun tekanan ke areal wisata dengan jumlah pengunjung yang semakin besar akan mempersulit kehendak politik untuk konservasi. Menurut Juutinen (2011), peningkatan jumlah wisatawan akan meningkatkan kepadatan pengunjung, gangguan, sampah dan erosi alam serta menurunkan kesan alam bebas. Sebagai pilihan prioritas, maka aspek ekologi akan menjadi tujuan utama dalam pengembangan wisata alam di TNBTS Sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi, maka kedua aspek yang lain pun harus turut bergerak simultan untuk saling melengkapi.

Pengembangan Wisata Alam Berdasarkan Aspek Ekologi

Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai lingkungan telah memberikan implikasi munculnya berbagai tuntutan di semua sektor pembangunan. Tuntutan-tuntutan tersebut telah dan akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru, cara cara pendekatan baru dalam berbagai kegiatan baik bisnis pariwisata secara langsung yang dilakukan dunia usaha pariwisata dan usaha- usaha masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Kondisi tersebut makin meyakinkan bahwa lingkungan bukan lagi beban, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan usaha-usaha ekonomi. Dalam maksud lain, lingkungan mempunyai peran penting dalam usaha mendorong semua lapisan masyarakat untuk memanfaatkannya sebagai peluang bisnis, sehingga diharapkan dapat mendorong semua pihak untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah dan mampu mendorong keikutsertaan semua unsur secara bersama-sama menanggulangi masalah lingkungan secara bersama-sama.

Dalam melakukan kegiatan wisata alam di kawasan konservasi, prinsip- prinsip ekowisata mempunyai implikasi langsung kepada wisatawan dan penyedia jasa perjalanan wisatawan. Wisatawan dituntut untuk tidak hanya mempunyai kesadaran lingkungan dan kepekaan sosial budaya yang tinggi, tetapi mereka harus mampu melakukannya dalam kegiatan wisata melalui sifat-sifat empati wisatawan, digugah untuk mengeluarkan pengeluaran ekstra untuk pelestarian alam.

Pengembangan ekologi pariwisata berdampak kepada pemanfaatan sumber daya yang tersedia seperti terhadap areal yang digunakan, banyaknya energi yang terpakai, banyaknya sanitasi, polusi suara dan udara, tekanan terhadap flora dan fauna serta ketidakseimbangan lingkungan terkait dengan itu, maka perlu dirumuskan pembinaan usaha pariwisata oleh pihak-pihak yang akan melakukan

82

monitoring lingkungan pariwisata yang didukung oleh para ahli dibidang itu, mengingat bentuk dampak lingkungan sangat berbeda-beda antara satu usaha dengan usaha lainnya.

Dari aspek ekologi, yang menjadi prioritas dari pengembangan wisata alam di TNBTS adalah pengendalian kerusakan ekosistem kawasan seperti terlihat pada Gambar 18. Sebagai kawasan konservasi, tujuan utama dari pengelolaan kawsan adalah perlindungan dan pengawetan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa. Ini berarti setinggi apapun aktivitas wisata alam di kawasan TNBTS mamberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, tetapi tidak boleh sampai merusak atau mengganggu ekosistem dan lingkungan kawsan TNBS. Dengan demikian konsep pengembangan wisata alam di kawasan konservasi menuju kearah pengembangan ekowisata tidak hanya wisata alam yang bersifat mass tourisme.

Ekowisata harus dibedakan dari wisata alam. Wisata alam, atau berbasis alam, mencakup setiap jenis wisata-wisata massal, wisata pertualangan, ekowisata yang memanfaatkan sumber daya alam dalam bentuk yang masih lain dan alami, termasuk spesies, habitat, bentangan alam, pemandangan dan kehidupan air laut dan air tawar. Wisata alam adalah perjalanan wisata yang bertujuan untuk menikmati kehidupan liar atau daerah alami yang belum dikembangkan. Wisata alam mencakup banyak kegiatan, dari kegiatan menikmati pemandangan dan kehidupan liar yang relatif pasif, sampai kegiatan fisik seperti wisata petualangan yang sering mengandung resiko. Ekowisata menuntut persyaratan tambahan bagi pelestarian alam. Dengan demikian ekowisata adalah “Wisata alam berdampak ringan yang menyebabkan terpeliharanya spesies dan habitatnya secara langsung dengan peranannya dalam pelestarian dan atau secara tidak langsung dengan memberikan pandangan kepada masyarakat setempat, untuk membuat masyarakat setempat dapat menaruh nilai, dan melindungi wisata alam dan kehidupan lainnya sebagai sumber pendapatan (Goodwin 1997).

Kegiatan wisata alam yang masih bersifat mass tourisme akan membawa dampak bagi ekosistem terutama dengan bertambahnya pengunjung yang datang dan berinteraksi langsung dengan kawasan. Dengan demikian sedapat mungkin kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung memberikan dampak seminimal mungkin bagi ekosistem kawasan. Kawasan wisata Pegunungan Tengger yaitu Gunung Bromo dan Laut Pasir mempunyai tingkat pengunjung yang cukup tinggi, dengan pengunjung rata-rata harian mencapai 500 orang perhari (TNBTS 2012). Jumlah yang cukup tinggi untuk sebuah kawasan wisata alam. Salah satu upaya yang dilakukan untuk pengendalian ekosistem kerusakan ekosistem kawasan yaitu dengan diberlakukannya aturan bahwa kendaraan pribadi roda

Gambar 18 Alternatif Pengembangan Wisata Alam TNBTS berdasarkan Aspek Ekologi

83 empat dilarang melintasi atau turun ke kawasan laut pasir. Untuk menuju laut pasir para wisatawan dapat menggunakan atau menyewa jeep paguyuban yang dikelola masyarakat sekitar juga ojek ataupun kuda dan berjalan kaki. Begitu juga dengan jalur lintas dari kawasan pegunungan tengger ke kawasan pendakian gunung bromo, hanya boleh dilakukan dengan menggunakan jeep. Hal ini diharapkan dapat mengurangi tekanan manusia terhadap kawasan sehingga meminimalkan kerusakan ekosistem kawasan. Untuk pengembangan kegiatan wisata alam kedepannya diharapkan jumlah kendaraan yang masuk ke laut pasir semakin di batasi baik untuk roda empat ataupun roda dua dan akhirnya pengunjung hanya diizinkan berjalan kaki atau berkuda menuju ke laut pasir Bromo.

Gunung semeru merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif dan merupakan gunung tertingi di pulau Jawa. Kegiatan pendakian gunung di Gunung Semeru juga masih merupakan wisata alam yang bersifat mass tourisme dengan jumlah pengunjung mencapai puncak saat akhir minggu dan hari libur nasional terutama hari kemerdekaan Indonesia. Untuk mengurangi tekanan pengunjung terhadap ekosistem di gunung semeru terutama di jalur pendakian, maka selama beberapa bulan dalam satu tahun gunung semeru ditutup untuk pendakian. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan agar ekosistem dan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya berkembang dan beregenerasi. Selain itu jumlah pengunjung yang mendaki juga perlu dibatasi sesuai dengan daya dukung kawasan.

Pembagian zonasi sesuai peruntukkannya dalam pengelolaan kawasan konservasi merupakan suatu keharusan. Pengembangan wisata alam di kawasan konservasi hanya dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan dengan pembangunan terbatas termasuk pengembangan pada daearah sekitar kawasan. Untuk itu kawasan wisata alam yang ada perlu dilakukan penataan ruang atau zoning terkait peletakan fasilitas dan sarana prasarana guna mendukung kegiatan wisata alam dan mempertahankan kelestarian ekosistem kawasan. Zona untuk kawasan wisata alam ini dapat dibedakan dalam empat zonasi yaitu zona inti, zona antara, zona pelayanan dan zona pengembangan.

Zona Intensif: dimana atraksi/objek dan daya tarik wisata utama kegiatan wisata alam.

Zona Antara: merupakan zona yang berbatasan langsung dengan lokasi objek wisata utama. Pada zona ini kekuatan daya tarik ekowisata dipertahankan sebagai ciri-ciri dan karakteristik ekowisata yaitu mendasarkan lingkungan sebagai yang harus dihindari dari pembangunan dan pengembangan unsur-unsur teknologi lain yang akan merusak dan menurunkan daya dukung lingkungan dan tidak sepadan dengan ekowisata.  Zona Pelayanan: wilayah yang dapat dikembangkan berbagai fasilitas yang

dibutuhkan wisatawan, sesuai dengan kebutuhan dimana pembangunan yang dilakukan tidak boleh mengganggu ekosistem atau lingkungan.

Zona Pengembangan: areal dimana berfungsi sebagai lokasi budidaya dan penelitian pengembangan ekowisata.

84

Pengembangan Wisata Alam Berdasarkan Aspek Ekonomi

Bagi pemerintah, PNBP telah menjadi indikator keberhasilan pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Namun visi menyejahterakan masyarakat juga menjadi indikator keberhasilan. Dua indikator keberhasilannya adalah (1) peningkatan pemberdayaan masyarakat dan wisata alam di sekitar kawasan konservasi dan (2) peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi melalui upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan pengembangkan pariwisata dengan konsep Ekowisata. Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan mendorong perhatian yang lebih terhadap budaya masyarakat setempat.

Daerah-daerah yang menjadi pintu masuk utama untuk mencapai kawasan TNBTS merupak daerah yang banyak menerima dampak langsung terhadap perekonomian masyarakatnya. Pada Gambar 19 terlihat bahwa pengembangan ekonomi masyarakat lokal menjadi pilihan pertama dari para pemangku kepentingan (bobot 0,092). Keberdayaan masyarakat lokal dalam aktivitas pariwisata alam memegang peranan untuk mengoptimalkan pendapatan. Menurut Richards (2011), kreativitas memberikan aktivitas, konten dan suasana untuk pariwisata dan pariwisata pada gilirannya mendukung kegiatan kreatif. Integrasi tumbuh pariwisata dan kreativitas jelas dalam pengobatan pariwisata sebagai industri kreatif.

Kemampuan untuk mengolah produk maupun jasa wisata secara kreatif akan mengubah paradigma semakin banyak pengunjung semakin besar peluang terjualnya produk atau jasa wisata. Masyarakat diharapkan lebih menitikberatkan kepada kualitas produk atau jasa dengan harga bersaing. Melalui ekonomi kreatif, diharapkan nilai keistimewaan produk atau jasa akan menjadi acuan jangka panjang. Kondisi yang dianggap lebih baik daripada berharap jangka pendek pada peluang terjualnya produk atau jasa dengan volume tinggi berkualitas rendah. Kualitas yang semakin baik akan semakin disukai wisatawan.

Pengembangan ekonomi masyarakat lokal dilakukkan selain untuk menopang keberlanjutan konservasi juga diperlukan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar. Namun dalam mengembangkan dan menguatkan konsep Ecotourism untuk mengembangkan ekonomi lokal diperlukan sebuah pemahaman yang tepat pada masyarakat dan pemerintah lokal. Hal ini

Gambar 19 Alternatif Pengembangan Wisata Alam TNBTS berdasarkan Aspek Ekonomi

85 dilakukkan agar pemerintah lokal dan masyarakat bisa berperan aktif dan menjadi

stakeholder yang berkepentingan terhadap pengembangan wilayah ini. Salah

satunya adalah dengan mengembangkan sebuah unit-unit ekonomi (BUMDES- Badan Usaha Milik Desa) dan Koperasi untuk mendukung aktivitas dan kebutuhan para wisatawan, mulai dari unit usaha makanan, Souvenir, MCK, Penginapan, Parkir hingga Pemandu wisata dan sarana transportasi wisata lainnya. Pengembangan ekonomi masyarakat lokal masyarakat sekitar kawasan TNBTS juga dapat dilakukan dengan mendorong unit-unit usaha yang strategis dan mengurangi kebocoran wilayah yang terjadi dari belanja unit usaha di luar daerah. Dengan semakin berkembangnya wilayah kawasan Pegunungan Tengger dan Pendakian Gunung Semeru sebagai lokasi wisata alam, maka kebutuhan akan unit-unit usaha penyokong juga diperlukan baik untuk memenuhi kebutuhan wisatawan ataupun memenuhi kebutuhan unit usaha yang ada. Dengan demikian dampak pengganda yang terjadi akibat kegiatan wisata alam akan semakin besar. Selain itu penataan ruang daerah pengembangan dan pelayanan bagi wisatawan perlu dilakukan demi ketertiban dan kenyamanan.

Nilai ekonomi yang dihasilkan dari biaya pengeluaran wisatawan yang datang ke kawasan TNBTS cukup tinggi. Namun sebagian besar biaya pengeluaran wisatawan tersebut terjadi di luar kawasan wisata, terutama untuk konsumsi. Untuk itu diperlukan suatu strategi pengembang ekonomi kreatif yang mengusung produk lokal atau kekhasan daerah tertentu yang mampu meningkatkan belanja wisatawan. Selain itu pengembangan ekonomi lokal masyarakat sekitar kawasan dapat dilakukan dengan membuat paket-paket wisata tertentu sehingga memperpanjang lama wisatwan tinggal dan menikmati kegiatan berwisata.

Pengembangan wisata alam yang dapat meningkatkan sektor ekonomi juga dapat dilakukan dengan pembuatan paket wisata dengan tujuan dan maksud tertentu.dengan paket wisata diharapkan dapat memperpanjang masa tinggal dan meningkatkan pembelanjaan wisatawan. Pengembangan suatu kawasan wisata tidak bisa dilepaskan dari keberadan para pemadu wisata dan agen perjalanan. Karena pemandu wisata dan agen wisata merupakan ujung tombak terdepan yang langsung berhubungan dengan para wisatawan atau Stakeholder, sehingga untuk lebih mudah dalam mengembangkan suatu kawasan ekowisata maka diperlukan partisipasi mereka secara lebih jauh. Selain itu, keinginan dari para wisatawan dapat lebih mudah ditangkap, sehingga pengembangan ekowisata lebih terarah dan sesuai dengan keinginan stakeholder. Namun dalam pengembangan hubungan dengan agen perjalanan diperlukan sebuah kesepakatan tentang konsep

Ecotourism yang dikembangkan di wilayah ini. Hal ini dimaksudkan agar tawaran

paket wisata yang diberikan tidak menggangu upaya konservasi alam yang juga

Dokumen terkait