• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah dan Asal Wisatawan

Wisatawan yang datang ke kawasan TNBTS umunya terbagi menjadi dua kelompok yaitu yang mengunjungi kawasan Pegununngan Tengger yang memiliki objek wisata berupa kawah Gunung Bromo dan Laut Pasir Tengger dan kawasan Pendakian Gunung Semeru dengan objek wisata utama berupa pendakian gunung Semeru serta Danau Ranukumbolo. Kawasan Gunung Tengger termasuk dalam kelompok wisata alam umum yang dapat dijangkau dengan relatif mudah dan tidak memerlukan keahlian khusus, sedangkan komplek wisata kawasan Pendakian Gunung Semeru merupakan daerah wisata minat khusus berupa pendakian gunung yang memerlukan kemampuan dan fisik yang kuat dan terlatih. Kegiatan wisata alam di kedua lokasi ini mendapat kunjungan yang lebih tinggi pada akhir minggu dan terutama pasa saat hari libur nacional dengan jumlah pengunjung harian mencapai 500 orang perhari di kawasan Pegunungan Tengger dan 41 orang perhari di kawsaan Pendakian Gunung Semeru. Bulan Juli sampai denngan September dan Desember sampai Januari merupakan bulan dengan jumlah pengunjung tertinggi. Jumlah pengunjung terendah terjadi pada bulan Februari dan Maret, bahkan di kawasan Pendakian Gunung Semeru terkadang tidak ada pengunjung sama sekali dikarenakan pendakian ditutup oleh pengelola TNBTS. Penutupan pendakian dilakukan tergantung dengan kondisi alam dan juga sesuai kebutuhan untuk regenerasi ekosistem kawasan terutama di daerah sekitar jalur pendakian.

Wisatawan yang datang ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sebagian besar merupakan wisatawan nusantara. Pada tahun 2012 jumlah wisatawan yang datang berkunjung mancapai 273.124 orang yang terdiri dari 246.827 wisatawan nusantara (90,37%) dan 26.297 (9,63%) wisatawan mancanegara (Statistik TNBTS 2012). Sebagian besar wisatawan mancanegara yang datang berasal dari Negara-negara Eropa yaitu Belanda, Perancis, Jerman dan Belgia. Wisatawan nusantara berasal dari seluruh daerah di Indonesia yang sebagian besar adalah masyarakat dari daerah-daerah sekitar kawasan.

Tabel 8 menunjukkan bahwa wisatawan di kedua lokasi wisata sebagian besar berasal dari daerah-daerah sekitar kawasan yang masih berada dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur yaitu 34,78 % di kawasan Gunung Tengger dan 49,18% di kawasan Pendakian Gunung Semeru. Tujuan utama wisatawan yang datang ke kawasan TNBTS adalah untuk menikmati pemandangan alam dan udara pegunungan yang sejuk. Banyaknya wisatawan yang berasal dari daerah sekitar dikarenakan jarak yang relatif lebih dekat dengan akses transportasi yang mudah.

49

Jika dilihat dari sebaran kelompok responden berdasarkan pekerjaan dan pendapatan responden, wisatawan yang datang ke kedua lokasi wisata ini memiliki karakteristik yang berbeda. Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa pengunjung yang datang ke kawasan Pegunungan Tengger sebagian besar adalah karyawan swasta (35,87%), sedangkan yang datang ke kawasan Pegunungan Semeru adalah mahasiswa (73,77%).

Relatif tidak terdapat perbedaan antara sifat dan frekuensi berwisata di kedua kawasan. Sebagian besar wisatawan datang untuk pertama kalinya dan merupakan tujuan utama dalam perjalanan wisatawan. Beberapa wisatawan melakukan kunjungan ke kawasan TNBTS sebagai tujuan persinggahan yaitu sebesar 39,13% untuk Komplek Pengunungan Tengger dan 11,48% untuk Komplek Pendakian Gunung Semeru (Tabel 10). Beberapa lokasi yang menjadi Tabel 8 Responden Wisatawan Komplek Pegunungan Tengger dan Komplek

Pendakian Semeru menurut Asal Wisatawan

Kelompok Asal Responden Rekreasi Bromo Pendakian Semeru Jumlah responden Jumlah responden

Orang Persen Orang Persen

Wisatawan Mancanegara 18 1

Asia 2 2,17 0 0,00

Amerika 3 3,26 0 0,00

Eropa 13 14,13 1 1,64

Wisatawan Nusantara 74 60

Provinsi Jawa Timur 32 34,78 30 49,18

Provinsi Jakarta dan sekitarnya 23 25,00 7 11,48 Pulau Jawa selain Jawa Timur dan

Jakarta 10 10,87 16 26,23

Pulau selain Pulau Jawa 9 9,78 7 11,48

Total 92 100,00 61 100,00

Tabel 9 Responden Wisatawan menurut Pekerjaan Responden (Orang)

No. Pekerjaan Responden

Komplek Peg. Tengger

Kompleks Pendakian Gunung Semeru Jumlah responden Jumlah responden

Orang Persen Orang Persen

1 Dosen/Guru/PNS 16 17,39 1 1,64 2 Karyawan Swasta 33 35,87 6 9,84 3 Wiraswasta 8 8,70 5 8,20 4 Mahasiswa 17 18,48 45 73,77 5 Siswa/Pelajar 7 7,61 4 6,56 6 Lainnya 11 11,96 0 - Jumlah 92 100 61 100

50

tujuan lain dari para wisatawan adalah Yogyakarta, Bandung, Bali, Malang dan Surabaya.

Sebagian besar wisatawan baik yang berasal dari luar Provinsi Jawa Timur atau pun daerah yang berada dekat dengan kawasan melakukan kunjungan selama 1-2 hari atau lebih di lokasi wisata. Wisatawan yang berasal dari daerah yang relatif dekat dengan kawasan mempunyai pilihan untuk bermalam atau tidak di lokasi wisata. Wisatawan yang berasal dari luar daerah sebagian besar memilih bermalam di lokasi. Secara lengkap pilihan lokasi menginap masing-masing wisatawan berdasarkan asal wisatawan dapat dilihat pada Tabel 11.

Perbedaan lama kunjungan dan pilihan untuk bermalam atau tidak di lokasi wisata berkaitan dengan program dan motif wisata yang akan dilakukan Tabel 10 Responden Wisatawan menurut Jumlah Kunjungan

Kunjungan yang ke

Sifat Kunjungan

Persinggahan Utama Grand Total

Jumlah (Orang) % Jumlah (Orang) % Jumlah (Orang) %

Kompleks Pegunungan Tengger

Pertama Kali 26 28,26 35 38,04 61 66,30

Kedua 3 3,26 9 9,78 12 13,04

Ketiga 1 1,09 3 3,26 4 4,35

Lebih dari 3 6 6,52 9 9,78 15 16,30

Jumlah 36 39,13 56 60,87 92 100,00

Kompleks Pendakian Gunung Semeru

Pertama Kali 4 6,56 24 39,34 28 45,90

Kedua 3 4,92 17 27,87 20 32,79

Ketiga 0 - 10 16,39 10 16,39

Lebih dari 3 0 - 3 4,92 3 4,92

Jumlah 7 11,48 54 88,52 61 100,00

Tabel 11 Responden berdasarkan Kelompok Asal Daerah dan Lokasi Menginap Kelompok Daerah Asal Responden

Tempat Menginap Total Kemah Pengina pan Hotel Tidak Mengin ap Rekreasi Peg. Tengger

Pulau Jawa (Selain Jatim dan

Jakarta) 2 1 1 6 10

Pulau selain Pulau Jawa 0 3 1 5 9

Provinsi Jakarta dan sekitarnya 0 9 9 5 23

Wisatawan Mancanegara 0 6 7 5 18

Provinsi Jawa Timur 0 12 5 15 32

Jumlah 2 31 23 36 92

Pendakian Gunung Semeru

Pulau Jawa (Selain Jawa Timur dan

Jakarta) 16 0 0 0 16

Pulau selain Pulau Jawa 7 0 0 0 7

Provinsi Jakarta dan sekitarnya 7 0 0 0 7

Wisatawan Mancanegara 1 0 0 0 1

Provinsi Jawa Timur 30 0 0 0 30

51 oleh para wisatawan terutama terkait dengan keinginan para wisatawan untuk menuntaskan menikmati objek wisata yang ada di suatu tempat. Wisatawan yang bermalam mempunyai banyak pilihan untuk menentukan tempat bermalam. Sebagian besar wisatawan bermalam di homestay/penginapan atau hotel yang terdapat di sekitar kawasan pegunungan Tengger (Tabel 12). Homestay/Penginapan dan Hotel ini terletak cukup dekat dengan lokasi wisata dengan jarak yang bervariatif antara 1 – 3 Km, namun masih terletak dalam satu kecamatan. Pemilihan hotel dan penginapan para wisatawan lebih berdasarkan pada kondisi keuangan dan pertimbangan keterwakilan kondisi dan fasilitas hotel atau penginapan yang tersedia.

Dalam melakukan pendakian Gunung Semeru sebagian besar wisatawan memerlukan waktu 3-4 hari dan keseluruhan wisatawan yang melakukan pendakian Gunung Semeru bermalam di alam terbuka atau berkemah. Hal ini dikarenakan dalam melakukan pendakian Gunung Semeru memerlukan waktu yang lebih lama dan menempuh jalur pendakian yang cukup menantang.

Nilai Ekonomi Wisata Alam Kawasan TNBTS

Nilai ekonomi wisata alam di kawasan TNBTS diperoleh dari pendugaan besarnya biaya pengeluaran wisatawan. Dari pendekatan ini diperoleh nilai ekonomi total penyelenggaraan kegiatan wisata alam di TNBTS tersebut sebesar Rp. 341,227 Milyar/Tahun yaitu untuk kegiatan wisata di kawasan Pegunungan Tengger sebesar Rp. 326,898 Milyar/Tahun (95,80%) dan pendakian Gunung Semeru sebesar Rp. 14,329 Milyar/Tahun (4,20%).

Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran pengunjung di kawasan Pegunungan Tengger jauh lebih besar dibandingkan rata-rata pengeluaran pengunjung di kawasan Pendakian Semeru baik untuk masing-masing biaya pengeluaran ataupun secara total. Sebagian besar biaya wisata dikeluarkan untuk transportasi, terutama bagi wisatawan yang berasal dari luar daerah yang cukup jauh. Biaya-biaya wisata berikutnya yang relatif besar adalah untuk penginapan, membeli makanan dan minuman dan sebagian kecil untuk guide dan souvenir.

Tabel 12 Responden Wisatawan berdasarkan Lama Menginap dan Tempat Menginap

Lama Kunjungan Berkemah Homestay

/Penginapan Hotel

Tidak

Menginap Total Rekreasi Peg. Tengger

1-2 hari - 25 18 - 43

3-4 hari - 6 4 - 10

4-5 hari 2 - 1 - 3

Tidak Menginap - - - 36 36

Jumlah 2 31 23 36 92

Kompleks Pendakian Gunung Semeru

1-2 hari 9 - - - 9

3-4 hari 52 - - - 52

52

Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan pun cenderung berbeda. Di kawasan Pegunungan Tengger dengan wisata Kawah Gunung Bromo dan laut pasir tersedia segala fasilitas dan akomodasi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Selain itu pengunjung di kawasan Pegunungan Tengger merupakan karyawan atau lainnya yang sudah memiliki penghasilan sehingga mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam berbelanja untuk wisata. Para pendaki Gunung Semeru sebagian besar adalah mahasiswa yang belum mempunyai penghasilan tetap sehingga dalam melakukan perjalanan dan belanja wisata berusaha semaksimal mungkin menghemat biaya pengeluaran.

Di samping itu biaya akomodasi dan penginapan yang ada di kawasan Pegunungan Tengger relatif mahal sehingga memperbesar biaya pengeluaran wisatawan yang datang. Namum hal ini tidak berlaku untuk para pendaki. Para pendaki semuanya berkemah di alam bebas sehingga tidak memerlukan biaya untuk akomodasi dan penginapan. Khusus dalam hal pembelian souvenir dipengaruhi oleh penilaian wisatawan terhadap kualitas souvenir yang dijual di dalam kawasan. Secara umum pengunjung berpendapat souvenir yang ada kurang memadai dari keragamannya sehingga kurang menggugah minat untuk membeli.

Biaya yang dikeluarkan wisatawsan relatif berbeda dilihat dari tempat dikeluarkannya, yaitu di dalam atau di luar kawasan. Dalam hal ini pengeluaran wisatawan lebih banyak dilakukan di luar kawasan yaitu sekitar 81,56% dilakukan di luar kawasan untuk wisata di pegunungan tengger dan 77,05% untuk wisatawan di Gunung Semeru. Hal ini memperlihatkan masih terjadinya kebocoran ekonomi yang cukup tinggi. Kebocoran merupakan bagian uang yang dibelanjakan wisatawan yang tidak dibelanjakan kembali dan tidak memberi pengaruh pada kegiatan ekonomi setempat (Yoeti 2008).

Secara umum wisatawan yang datang berkunjung ke TNBTS menyatakan kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan selama berwisata dengan tingkat Tabel 13 Nilai Ekonomi Penyelenggaraan Kegiatan Wisata Alam Kawasan TNBTS

berdasarkan Alokasi Pengeluaran Pengunjung (Rp/Orang)

Biaya Peruntukan Dalam Kawasan Luar Kawasan Total

Rp. % Rp. % Rp. %

Kompleks Kawasan Peg. Tengger

Biaya Transportasi 108.482 3,92 1.882.533 67,98 1.991.015 71,89 Akomodasi/Penginapan 204.946 7,40 153.913 5,56 358.859 12,96 Makan/Minum 120.978 4,37 218.641 7,90 339.620 12,26 Pemandu / Guide - - 3.533 0,13 3.533 0,13 Sewa Tenda - - - - Souvenir 76.337 2,76 - - 76.337 2,76 Jumlah 510.743 18,44 2.258.620 81,56 2.769.363 100

Kompleks Pendakian Gunung Semeru

Biaya Transportasi 25.230 4,43 282.459 49,64 307.689 54,08 Akomodasi/Penginapan - - - - Makan/Minum 54.344 9,55 155.984 27,41 210.328 36,96 Pemandu / Guide - - - - Sewa Tenda - - - - Souvenir 50.984 8,96 - - 50.984 8,96 Jumlah 130.557 22,95 438.443 77,05 569.000 100

53 kepuasan yang dirasakan wisatawan. Hal ini disebabkan karena atraksi wisata dan panorama alam yang ada di lokasi wisata baik di Pegunungan Tengger ataupun pendakian Gunung Semeru sangat menarik. Terutama bagi para pendaki gunung semeru yang menyakatan bahwa mendaki gunung semeru merupakan kebanggaan dan tantangan tersendir karena semeru merupakan gunung tertinggi di Jawa Timur dan gunung tertinggi ke empat di Indonesia.

Dalam melakukan kegiatan wisata alam, keseluruhan pengalaman rekreasi alam dibagi kedalam lima fase yang penting dan saling berhubungan, yaitu fase perencanaan, fase perjalanan dari rumah menuju tempat rekreasi, fase aktivitas ditempat rekreasi, fase perjalanan pulang dari tempat rekreasi ke rumah dan fase relokasi. Nilai ekonomi yang dihitung dalam penelitian ini hanya meliputi biaya pengeluaran wisatawan dalam tiga fase, yaitu perjalanan dari rumah menuju lokasi wisata, fase aktivitas sselama berwisata, dan fase perjalanan pulang dari lokasi wisata ke rumah.

Biaya pengeluaran terbesar merupakan biaya yang dikeluarkan dalam fase perjalanan, yaitu perjalanan pergi dan pulang kembali. Sebesar 76,74% pengeluaran wisatawan di Kawasan Pegunungan Tengger adalah untuk biaya transportasi dan 23,26% lainnya adalah pengeluaran wisatawan selama beradadan beraktivitas di lokasi wisata. Biaya pengeluaran wisatawan di kawasan Pendakian Gunung Semeru sebesar 62,29% adalah pengeluaran untuk fase perjalanan pergi dan pulang serta 9,68% lainnya adalah biaya pengeluaran selama fase aktivitas di lokasi wisata alam. Khusus untuk wisatawan Pendakian Gunung Semeru terdapat 28,03% biaya pengeluaran untuk pembelian konsumsi sebagai bekal dalam melakukan pendakian. Pengeluaan wisatawan dalam fase aktivitas di lokasi wisata berupa biaya untuk akomodasi dan penginapan, biaya konsumsi makan dan minum, pembelian souvenir dan juga jasa pemandu atau tour guide.

Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Alam

Dukungan terhadap pembangunan pariwisata umumnya didasarakan pada manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat setempat. Banyak pihak mengidentifikasikan manfaat ekonomi langsung (direct economic impact) dari kegiatan pariwisata ini berkaitan erat dengan pengeluaran wisatawan. Pembelanjaan sejumlah uang oleh wisatawan berarti bahwa wisatawan melakukan permintaan terhadap produk dan jasa di lokasi objek wisata (tingkat lokal) yang pad aakhirnya akan menghasilkan pendapatan (generate income) bagi masyarakat sekitar. Demikian juga halnya dengan upaya pelengkapan sarana dan prasarana wisata yang dilakukan oleh pemerintah, pada akhirnya juga bertujuan menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan serta meningkatkan penerimaan pajak pada suatu wilayah.

Dampak ekonomi dari wisata umunya diukur dari keseluruhan pengeluaran wisatawan dalam akomodasi, transportasi, konsumsi, souvenir dan biaya lain yang dikeluarkan selama melakukan perjalanan wisata. Pengukuran jumlah wisatawan dan tingkat pengeluarannya semata dapat menjadi penilaian yang kurang tepat dalam mengukur manfaat bersih ekonomi yang dihasilkan wisatawan pada suatu wilayah. Dampak ekonomi kegiatan wisata dapat diukur melalui sejumlah pengeluaran wisatwan yang diterima atau menjadi pendapatan bagi perekonomian

54

lokal, tingkat kesempatan kerja yang dihasilkan dan keadilan pendistribusian manfaat ekonomi. Selain permintaan yang berasal dari pengeluaran langsung wisatawan di lokasi wisata, pendapatan dan kesempatan kerja yang diturnkan dalam ektivitas perekonomian yang berasal dari siklus uang yang dikeluarkan wisatawan, dan hal ini dikenal dengan efek pengganda (multiplier effect).

Kegiatan wisata di kawasan Pegunungan Tengger dan Gunung Semeru menciptakan aliran uang yang berasal dari transaksi antara wisatawan yang datang dengan unit usaha setempat. Wisatawan membutuhkan berbagai keperluan dalam kegiatan wisatanya berupa transportasi lokal, akomodasi (homestay/penginapan dan hotel), konsumsi, souvenir dan jasa pemandu (guide). Jika kebutuhan ini dapat terpenuhi oleh penduduk lokal melalui unit usaha yang didirikan maka terjadi transaksi ekonomi antara wisatawan dengan masyarakat sekitar. Artinya terjadi aliran uang dari luar dan ke dalam lokasi wisata. Jika hal ini terjadi terus menerus dan memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, maka tercipta manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dari kegiatan wisata yang ada.

Tidak semua pengeluaran wisatawan dalam berwisata sampai ke lokasi objek wisata. Sebagian besar transaksi terjadi diluar lokasi yang dalam konteks ekonomi disebut kebocoran ekonomi (economics leakage) dari total pengeluaran konsumen. Secara umum dilihat dari proporsi biaya rekreasinya, pengeluaran wisatwan yang datang ke TNBTS mengalami economics leakage mencapai hingga 81,56% untuk wisata Pegunungan Tengger dan sebesar 77,05% untuk Pendakian Gunung Semeru yang sebagian besar merupakan biaya transportasi.

Secara spesifik, proporsi biaya yang dikeluarkan masing-masing wisatawan berbeda tergantung tujuan dan lokasi wisata. Jika dilihat lebih rinci, terdapat perbedaan pada pola biaya rekreasi di antara wisatawan di masing-masing lokasi wisata. Wisatawan yang berrekreasi di kawasan Pegunungan Tengger hanya menghabiskan biaya transportasi di dalam kawasan sebesar 3,92 % sedangkan wisata pendakian Gunung Semeru menghabiskan 4,43% biaya transportasi di dalam kawasan. Biaya pengeluaran terbesar wisatawan yang dilakukan di lokasi wisata yaitu biaya akomodasi dan penginapan untuk wisata Pegunungan Tengger dan biaya konsumsi untuk Pendakian Gunung Semeru.

Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact)

Aktivitas wisata di kedua lokasi dalam kawasan TNBTS hanya ramai pada akhir pekan dan hari libur nasional atau pada musim liburan. Unit usaha yang ada di lokasi wisata sebagian besar hanya beroperasi pada hari-hari ramai tersebut kecuali penginapan dan hotel serta beberapa warung makan. Berdasarkan persantase pengeluaran wisatawan di lokasi wisata maka dapat diperkirakan besar perputaran uang di lokasi wisata khususnya pada akhir pekan.

Jumlah pengunjung rata-rata harian di Kompleks Pegungan Tengger mencapai 500 orang perhari. Dengan pengeluaran rata-rata pengunjung perorang sebesar Rp. 2.769.363/orang/kunjungan, maka dapat diketahui besarnya aliran uang yang terjadi di kawasan Pegunungan Tengger dalam sehari yaitu sebesar Rp. 1.384.681.418/hari. Namun tidak semua pengeluaran yang ada terjadi dalam kawasan. Sebesar Rp. 1.129.309.781 atau 81,56% adalah kebocoran wilayah berupa pengeluaran di luar kawasan terutama untuk biaya transportasi. Jumlah pengunjung harian Kawasan Pendakian Gunung Semeru tidak sebanyak

55 Pegunungan Tengger, namun cukup tinggi dan menciptakan transaksi ekonomi yang cukup besar.

Tingginya perputaran uang yang terjadi di lokasi wisata memberikan peluang usaha bagi penduduk lokal khususnya para pemilik modal setempat yang berinisiatif untuk membuka unit usaha terkait dengan pemenuhan kebutuhan wisata setempat. Sebagian besar unit usaha yang tercipta adalah usaha sektor informal, berskala kecil hingga menengah dan hanya ramai pada saat akhir pekan dan hari libur namun unit usaha yang terdapat di kawasan TNBTS cukup banyak dan dapat memenuhi kebutuhan para wisatawan. Unit usaha yang tercipta di desa sekitar kawasan TNBTS dan menunjang kegiatan wisata alam di TNBTS antara lain adalah hotel, homestay/penginapan, warung makan, penjaja makanan, penjual

souvenir, sewa jeep, ojek dan angkutan kuda. Unit usaha yang terdapat di kawasan

Pegunungan Tengger lebih banyak dibandingkan dengan unit usaha yang ada di Gunung Semeru karena jumlah wisatawan yang datang jauh kebih tinggi dan wisata di kawasan pegunungan Tengger merupakan rekreasi yang memerlukan lebih banyak fasilitas sarana dan prasarana wisata.

Unit usaha yang ada di kedua lokasi wisata merupakan pihak penerima dampak ekonomi langsung dari pengeluaran wisatawan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa secara umum unit usaha yang ada di kawsan TNBTS memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu: (1) umumnya dimiliki oleh warga asli, yaitu masyarakat suku tengger yang tinggal di sekitar lokasi wisata, (2) telah berdiri selama satu hingga lebih dari lima tahun, (3) sebagian besar merupakan mata pencaharian sampingan, (4) Hanya memiliki satu unit usaha terkait kegiatan wisata alam (5) Investasi awal pada saat pertama kali didirikan berkisar Rp. 1.000.000;- s.d RP. 10.000.000;- dan investasi terbesar dilakukan oleh pemilik hotel. Pembangunan hotel atau penginapan biasanya bertahan danmemakan waktu yang cukup lama dan (6) Memiliki pendapatan rata-rata per bulan antara 1.000.000;- s.d RP. 10.000.000;- hingga mencapai Rp. 20.000.000 untuk hotel. Dari ciri-ciri yang ada dapat dikatakan bahwa unit usaha yang terdapat di kedua lokasi wisata TNBTS merupakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Pemilik usaha hotel merupakan unit usaha yang memiliki pegawai atau tenaga kerja terbanyak yaitu lebih dari 20 orang. Homestay/penginapan, warung makan dan toko souvenir sebagian besar masih dikerjakan sendiri dan memiliki 1- 3 orang pegawai. Oleh karena itu jika dilihat dari jumlah pegawai yang dimiliki, unit usaha berupa hotel termasuk dalam usaha kelas menengah dan untuk homestay/penginapan, warung makan dan toko souvenir lainnya merupakan usaha mikro.

Pemilik hotel melakukan investasi terbesar karena untuk membangun hotel yang memerlukan biaya yang cukup tinggi terkait dengan biaya bahan baku dan trasnportasi. Investasi terbesar kedua dilakukan oleh para pemilik homestay/penginapan. Namun sebagian besar unit usaha yang ada dibangun secara bertahap dalam waktu tertetntu sehingga investasi yang dikeluarkan juga dilakukan secara bertahap. Sebanding dengan investasi yang telah dilakukan, pemilik hotel dan homestay/penginapan memiliki peluang menperoleh pendapatan yang jauh lebih tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan.

Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan dengan sendirinya akan meningkatkan aktivitas ekonomi yang dipicu oleh pengeluaran wisatawan. Aliran

56

uang hasil transaksi yang terjadi pun semakin tinggi. Bagi pemilik unit usaha, penerimaan (total revenue) yang diperoleh selanjutnya akan digunakan kembali untuk menjalankan aktivitas unit usaha tersebut. Dalam melakukan produksinya, unit usaha membutuhkan bahan baku (input), baik yang tersedia di dalam atau sekitar lokasi wisata (lokal) maupun yang berasal dari luar lokasi wisata (non lokal). Penggunaan input akan terkait dengan sejumlah biaya dalam rangka penyediaan input tersebut. Komponen biaya produksi utama dalam sebuah unit usaha terdiri dari pembelian input atau bahan baku, upah tenaga kerja, pembelian dan pemeliharaan peralatan, biaya operasional harian (listrik dan air), pengembalian kredit, biaya transportasi dan pajak atau retribusi yang harus disetor ke pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan proporsi terbesar terhadap penerimaan unit usaha adalah pembelian bahan baku (Kawasan Pegunungan Tengger) dan pendapatan pemilik usaha (Kawasan Pendakian Gunung Semeru) dan pajak retribusi merupakan bagian terkecil. Hampir seluruh unit usaha tidak mengalokasikan penerimaan unit usaha untuk pengembalian kredit. Hal ini terkait dari adat kebiasaan masyarakat sekitar lokasi wisata untuk tidak meminjam atau menganbil kredit dalam bentuk apapun. Pengembangan usaha yang dilakukan oleh pemilik unit usaha semata hanya mengandalkan dari keuntungan yang diperoleh unit usaha. Adapun proporsi pendapatan bersih (income) pemilik unit usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerimaan total unit usaha dapat dilihat pada Tabel 14.

Dampak ekonomi langsung dari pengeluaran wisatawan dirasakan langsung oleh pemilik unit usaha. Dampak ekonomi ini berupa pendapatan bersih atau

income yang diperoleh pemilik unit usaha di masing-masing lokasi wisata. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar dari proporsi pendapatan pemilik unit usaha di kedua lokasi wisata yang ada di kawasan TNBTS. Perbedaan yang paling terlihat adalah pada komponen pendapatan pemilik unit usaha dan pemeliharaan.

Pemilik unit usaha yang ada di kawasan Pendakian Gunung Semeru memperoleh proporsi pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pemilik unit usaha yang ada di kawasan pegunungan Tengger. Perbedaan

Tabel 14 Proporsi Pendapatan (Income) dan Biaya Produksi terhadap Penerimaan Total Unit Usaha Wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Komponen

Proporsi terhadap

Penerimaan Total (%) Keterangan Pegunungan

Tengger

Pendakian Semeru

Pendapatan Pemilik Unit Usaha 15,77 36,52 Lokal Upah tenaga kerja 15,60 18,29 Lokal Pembelian Input/bahan baku 37,89 33,33 Non Lokal Pemeliharaan 20,58 3,16 Non Lokal Biaya Operasional 2,25 0,62 Non Lokal Pengembalian Kredit 0,57 - Non Lokal

Dokumen terkait